Share

Target 2 Sudah Terjerat (1)

last update Last Updated: 2024-12-18 09:27:20
Ruangan itu hening, seakan waktu berhenti berputar. Firman masih diam, menatap Nadya dengan wajah penuh kebimbangan. Di luar, terlihat gelap. Awan hitam menggelayut manja siap menumpahkan airnya, seolah alam turut bersedih bersama Nadya.

“Na ….”

“Tinggalin aku sendiri,” pinta Nadya dengan suara lirih, terdengar sedikit gemetar sambil membuang muka untuk menyembunyikan air matanya.

Sejak awal mengurus perceraian, Nadya sadar masih ada bayang-bayang ketakutan dirinya akan hamil. Namun, karena sibuk mengurus perceraian dan membangun kembali usahanya, dia tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Nyatanya, ibarat bom waktu, masalah ini akhirnya meledak juga.

“Na, tadi Tante Anita datang bawa makanan. Kamu mau—”

“Aku nggak lapar,” sela Nadya lirih, masih enggan melihat cinta pertamanya.

Firman tertegun, tapi tetap berusaha tenang. Dia tahu, Nadya butuh ruang untuk sendiri.

“Aku tunggu di luar. Kalau butuh sesuatu, panggil aku,” ucap Firman sambil meletakkan ponsel Nadya ke atas n
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Target 2 Sudah Terjerat (2)

    “Selamat siang, Ibu. Ke mana tujuan Ibu?” “Iba-ibu. Saya belum setua itu untuk dipanggil Ibu,” ketus Joyce sengit. “Ah, maaf. Kita ke mana, Mbak?” Joyce menyebutkan alamat rumahnya sambil menahan merasa jengkel. Dia ingin menghubungi Reza secepatnya dan mencari tahu apakah pria itu sudah tahu Nadya hamil atau belum. Namun, ponselnya sudah hancur berkeping-keping semalam. Wanita 28 tahun itu menghela napas kasar sambil bersandar lemas ke kursi belakang. Pikirannya campur aduk. Perasaan cemas dan bingung memenuhi benaknya. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana. Kecurigaan Reza selingkuh saja sudah membuatnya was-was. Ditambah lagi kehamilan Nadya “Dari mana aku dapat uang, ya? Zaman sekarang udah nggak ada wartel kayak dulu buat hubungi Mas Reza. Selain itu, aku nggak punya temen yang bisa dipinjami ponsel sementara.” Tanpa sadar, Joyce mengelus perutnya. Berbagai masalah datang bersamaan. Namun, yang terpenting adalah ketiadaan uang di dompetnya. Semua langkah yang aka

    Last Updated : 2024-12-18
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kamu Bukan Papinya (1)

    “Selamat pagi, Bu Nadya. Bagaimana istirahatnya semalam?” Perawat melangkah masuk ke ruangan dengan senyum lembut di wajah. Tangannya membawa nampan berisi tensimeter dan beberapa peralatan lain. “Ada keluhan seperti pusing, mual, atau yang lainnya tidak, Bu?” imbuh perawat senior itu sambil memeriksa tekanan darah Nadya. Nadya hanya menggeleng, tidak berniat menjawab. Terlalu malas sekadar untuk bicara. “Tekanan darah normal, Bu. Jika tidak ada keluhan lagi, Ibu sudah boleh pulang hari ini dan lanjutkan istirahat di rumah. Sekarang, saya minta izin untuk melepaskan selang infusnya ya, Bu.” Kali ini Nadya mengangguk lemah, membiarkan wanita berseragam putih bersih itu melepas jarum dan infus set yang menempel di punggung tangannya sejak kemarin lusa. Setelah menempatkan sampah medis ke wadah khusus, perawat itu menyerahkan bungkusan kecil kepada Nadya. "Ini vitamin dan suplemen makanan yang harus diminum untuk tiga hari ke depan. Ibu juga bisa mulai mengonsumsi susu khusus ibu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kamu Bukan Papinya (2)

    "Ma, kenapa dia ada di sini?” tanya Nadya pada akhirnya. "Ah, itu ….” Mama Anita sedikit salah tingkah. “Bima demam lagi semalam. Dia menyebut-nyebut nama papinya terus, jadi mamamu minta tolong Firman datang karena Papa lagi di rumah sakit nunggu kamu." Pak Bagaskara menjelaskan dengan lebih baik. “Demam lagi? Sejak kapan dia sakit? Kenapa Papa nggak bilang?!” Suara Nadya sudah mulai meninggi, merasa tersakiti tidak diberi tahu kondisi putranya. “Maafin Mama sama Papa. Kondisi kamu sendiri butuh perawatan, jadi kita nggak tega. Lagi pula, sekarang Bima udah nggak apa-apa. Demamnya udah turun. Tinggal sedikit rewel.” Bima yang semula tertidur dalam gendongan Firman, sedikit terusik dengan perseteruan ketiga orang di dekatnya. Begitu menoleh, dia melihat Nadya dengan mata sayu dan bergumam lirih, “Mami.” Mendengar itu, Nadya langsung mendekat dengan mata berkaca-kaca. “Mami di sini, Sayang.” Tangan Nadya terulur, bersiap mengambil bocah itu dari gendongan mantan kekasihnya terse

    Last Updated : 2024-12-19
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Habis Manis, Sepah Dibuang (1)

    “Jahat banget ih, kameranya, tapi aku sukak!”Joyce memandangi pantulan wajahnya di ponsel dengan senyum lebar merekah. Matanya berbinar-binar penuh antusias, memperhatikan hasil foto selfie yang tampak begitu mulus bak boneka, menghempaskan jerawatnya entah ke mana.“Kemarin aku masih bingung mau gimana hubungin Mas Reza. Kayak mimpi aja, sekarang udah punya iPhone,” imbuh Joyce lekat akan euforia kebahagiaan.“Selain itu, produk skincare-ku udah lengkap lagi,” ujarnya sambil memperhatikan meja rias yang sudah penuh oleh berbotol-botol produk, bersanding dengan alat make up.“Tadi aku udah beli tiga set sekalian biar nanti nggak perlu bingung kalau krim pagi sama krim malam habis. Jangan sampai jerawatan kayak sekarang ini. Gara-gara krim habis, tapi pelit banget tuh mo-kon-do nggak mau beliin,” cerocos Joyce jengkel, teringat Reza yang memarahinya karena meminta dibelikan produk perawatan kulit dan wajah. “Hmmm, apa lagi ya yang masih harus aku beli?” gumamnya sambil memainkan jari

    Last Updated : 2024-12-20
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Habis Manis, Sepah Dibuang (2)

    “Gimana hubungan kamu sama calon suamimu, Joy? Dia udah bisa dihubungi?” imbuh Dani lebih lanjut, kembali ke pokok topik yang memang sudah dipersiapkan olehnya untuk ditanyakan. “Belum, nih. Padahal dia udah baca WA aku, tapi nggak dibalas. Sibuk banget kali di tempat barunya.” “Telepon coba pas dia istirahat.” “Udaaah!” balas Joyce mulai terpancing rasa kesalnya. “Tetap aja dia nggak jawab. Sialan. Habis manis sepah dibuang.” Dani hampir tertawa, untung masih bisa ditahan. "Jangan suudzon gitu, dong. Mungkin dia emang lagi sibuk di tempat kerjanya yang baru. Semua orang butuh penyesuaian, apalagi dia kan punya jabatan penting di sana. Banyak hal yang harus diurus.” “Tapi seenggaknya dia bisa balas pesan aku, bilang lagi sibuk.” “Udah dong jangan marah-marah. Nanti cepet tua,” seloroh Dani bercanda. Perasaan Joyce yang tadinya suram kini terangkat sedikit demi sedikit. Dani begitu lembut dalam berbicara, membuat Joyce merasa didengarkan. Pria itu juga bisa membangkitkan ke

    Last Updated : 2024-12-20
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Firasat (1)

    "Ada bulu mata kamu yang jatuh, Joy." Dani berkata sambil tersenyum, suaranya lembut setelah mencubit bagian bawah mata Joyce. “Bu … bulu mata?”Joyce membuka matanya yang sempat tertutup. Dia tertegun melihat Dani mengangguk sambil menarik diri tanpa kesan menggoda. Pria itu kembali duduk di kursinya sendiri dan melanjutkan makan.“Dia cuma mau ambil bulu mataku?” batin Joyce memastikan, tidak berkedip menatap lekat-lekat mata indah yang berhasil membuatnya terpesona. “Bukannya dia tadi ngisep jari yang dipake buat ngusap saus di bibirku?”Joyce masih linglung, memasang wajah bodoh.“Kok bengong?” tanya Dani sengaja melambaikan tangan di depan wajah Joyce untuk menyadarkannya.Joyce menggaruk tengkuknya sendiri. Dia sudah berpikiran terlalu jauh terhadap Dani. Alih-alih mendekat untuk menciumnya seperti dalam drakor-drakor yang dilihatnya selama ini, ternyata Dani hanya membantu mengambil bulu mata.“Bodoh!” umpat Joyce, masih dalam hatinya.Fuu!Wanita berambut pirang itu sedikit

    Last Updated : 2024-12-21
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Firasat (2)

    “Kenapa perasaanku tiba-tiba nggak enak begini?” gumam Joyce lirih, hanya terdengar oleh telinganya sendiri."Joy!"Joyce terkesiap sampai membuat kedua bahunya berjengit. Tubuhnya menegang dengan degup jantung yang kembali kencang.“Ponsel kamu bunyi,” ucap Dani dengan wajah bersahabat seperti sebelumnya. Nada bicaranya pun ringan tanpa beban."Astaga! Aku mikir apa, sih?"Joyce menggelengkan kepala kuat-kuat, mengusir perasaan tidak nyaman yang entah dari mana munculnya. Dia segera mengambil ponsel yang tergeletak di meja dan kembali terkesiap saat melihat nama pemanggilnya. Mas Reza!rWanita hamil itu segera menguasai dirinya dan berbisik pelan, "Mas Reza, calon suamiku. Mas Dani diem dulu, ya."Dani mengangguk. Dia tidak keberatan harus menyembunyikan dirinya sendiri.Joyce menarik napas dalam, berusaha meredam rasa bersalah yang tiba-tiba menyelimuti dirinya karena sedang berduaan dengan laki-laki lain. Meski mereka tak ada hubungan, tidak seharusnya dia begitu akrab dengan orang

    Last Updated : 2024-12-21
  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Luka Lama Berdarah Lagi

    Semakin besar rasa cinta kita, semakin dalam luka yang terasa saat kehilangan ….***"Nana, udah bangun, Nak?" Suara Mama Anita terdengar samar, membangunkan Nadya yang ketiduran di atas sajadah setelah sholat Subuh. Meski hati dan jiwanya hancur, satu hal yang tak pernah terlewat darinya adalah pertemuan dengan Sang Pencipta. “Buka pintunya, Sayang.”Nadya menatap jam digital di atas nakas yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Meski tubuhnya terasa sedikit kaku, tapi wanita yang masih mengenakan mukena itu memaksakan diri untuk duduk. Napas berat diembuskan perlahan dari mulut. Perlu beberapa saat untuk mengumpulkan kesadaran, mengingatkan dirinya pada realitas yang menyesakkan.Ketukan halus kembali terdengar."Mama bawa sarapan untuk kamu," ucap Mama Anita lembut dari balik pintu. “Tolong buka pintunya, Sayang.”Perlahan, Nadya berdiri dan membuka penghalang yang sejak kemarin memisahkannya dari dunia luar. Wajah hangat ibunya terlihat, diiringi semangkuk bubur Manado di tangan ya

    Last Updated : 2024-12-21

Latest chapter

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Harus Mengakhirinya

    “Maksud Mama gimana? Tunangan? Sama siapa?” Langkah Nadya yang semula terburu-buru menuju rumah sewa terhenti mendadak. Dengan gemetar, dia duduk di bangku kayu di depan rumah makan Bu Ayu. Rasa terkejutnya begitu besar hingga dia lupa bahwa Firman dan Alya sedang menunggunya di rumah. “Mama juga nggak tahu, Na. Wirawan yang datang tadi dan kasih undangan itu. Selebihnya Mama nggak tahu. Tadi Mama masih ngurus Bima, jadi nggak sempat minta dia duduk. Eh, katanya dia juga lagi buru-buru mau ada urusan.” Suara Mama Anita terdengar jelas di seberang telepon. “Kok bisa mendadak begini, Ma? Padahal Dani sama Alya lagi…” Nadya buru-buru menutup mulutnya, hampir saja keceplosan. “Dani kenapa sama Alya?” Mama Anita terdengar sedikit penasaran. Nadya menjauhkan ponsel dari telinga, berusaha mengendalikan emosinya. Matanya menatap laut di kejauhan, ombak berkejaran tanpa henti seperti pikirannya saat ini. Satu yang pasti, dia harus tetap tenang. “Nana, kamu masih di sana? Halo?” Mam

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Kehilangan Arah

    Firman menutup laptopnya, melirik jam segi empat di pergelangan tangan kirinya. Benar-benar 30 menit seperti yang ia janjikan pada Nadya.[Kamu masih di rumah makan itu, Na? Aku ke sana sekarang.]Pesan itu terkirim, ceklis 2, tapi masih abu-abu. Belum dibaca."Langsung ke sana aja lah," ucap Firman bergumam. Tangannya merapikan lengan kemeja sebelum keluar dari rumah sewa.Seolah berkejaran dengan waktu, pria itu menuruni anak tangga 4 pijakan dengan tergesa. Hanya dalam hitungan detik, dia sudah berada di dekat jalan raya, siap menyeberang. Namun, saat kakinya hendak melangkah melewati jalanan aspal, tubuh pria itu mendadak membeku. Tak jauh dari posisinya, tampak seorang gadis berjalan sambil menundukkan kepala. Meski wajahnya tak terlihat, tapi Firman hafal betul postur maupun gesturnya."Alhamdulillah, Ya Allah. Terima kasih atas semua kemudahan yang Kau berikan," bisik Firman lirih, meraup wajahnya dengan tangan.Pengacara muda itu mengubah haluan, mendekat ke arah gadis yang

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Ketidakcocokan

    Tepat pukul sembilan pagi, Alya melangkah keluar dari kamar. Celana jeans membungkus kaki jenjangnya, berpadu dengan atasan tanpa lengan bermotif bunga-bunga. Kulitnya yang bersih, terlihat bercahaya di bawah sinar matahari, leher jenjangnya mulus tanpa noda—sesuatu yang tak banyak dimiliki gadis seusianya, kecuali mereka yang merawatnya dengan baik. Langkah Alya terasa ringan, siap membantu Bu Ayu di rumah makan seperti kemarin. Rasanya menyenangkan berjualan, bertemu banyak orang dan merasakan kehangatan suasana desa. Namun, senyum Alya tertahan saat tatapan wanita itu seolah mengulitinya. Bu Ayu berdiri di dekat pintu, jilbabnya rapi, tas mungil tergantung di bahu yang tertutup kebaya lengan panjang. Matanya menyapu penampilan Alya dari kepala hingga kaki, lalu kembali naik dengan sorot yang sulit disembunyikan—ketidaksukaan. "Ibu mau ke rumah makan sekarang, Bu?" tanya Alya, mencoba mencairkan suasana. Bu Ayu tak langsung menjawab. Alisnya berkerut, seolah menimbang sesuatu

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Gadis Cinderella

    Dani mengerjap ketika tirai terbuka, membiarkan sinar matahari menampar wajahnya tanpa ampun. Ia mengerang pelan, berusaha menghindari cahaya yang terasa menusuk kepalanya yang pening. Begitu mencoba membuka mata sepenuhnya, palu godam terasa menghantam, memaksanya kembali memejamkan mata. "Nggak tahan alkohol, tapi sok-sokan minum *absinthe*. Udah bosan hidup?" Suara itu membuat Dani tersentak. Lembut, tapi penuh sindiran. Suara yang sudah lama tak ia dengar. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka mata, kali ini dengan lebih perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Sosok seorang wanita berdiri di dekat jendela, siluetnya samar diterpa cahaya pagi. Rambut panjangnya tergerai sedikit berantakan, tapi tetap terlihat menawan. Ia mengenakan kemeja putih longgar—yang, sialnya, tampak seperti pakaian yang Dani gunakan semalam. Kain itu menggantung di tubuhnya, sedikit kebesaran tapi tetap menciptakan nuansa yang berbahaya dan menggoda bagi pria dewasa sepert

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Bulan Madu Kedua 🔞

    WARNING! 🔞 ADULT CONTENT! "Mas, aku liat gadis yang mirip Alya!" seru Nadya sambil mengetuk pintu kamar mandi, mengganggu sang suami yang sedang mandi. Tadinya Nadya hanya ingin berdiri di beranda lantai dua, melihat gemintang di angkasa. Dia justru melihat sepasang sejoli sedang makan bersama di kejauhan. Gadis yang ia yakini sebagai Alya. Dari balik suara gemericik air shower, Firman tidak langsung menjawab. Dia sedang sibuk membilas shampo di kepala. "Mas Firman! Aku liat Alya!" ulang Nadya dengan suara yang lebih keras. Sengaja mengetuk pintu di depannya dengan ketukan yang lebih kuat. "Apa, Na?" sahut Firman balik bertanya, mencoba memusatkan pendengarannya di bawah guyuran air. "Ada Alya!" Detik berikutnya, suara aliran air terhenti dan pintu kamar mandi terbuka sedikit. Firman melongok keluar, membiarkan tetesan air mengalir dari ujung rambut basahnya. "Kamu ngomong apa tadi? Nggak jelas suaranya." Nadya menelan ludah menatap perut kotak-kotak di depannya. Namun, dia

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Modus

    "Kamu suka tempat ini, Na?" Firman bertanya sambil mengikuti sang istri. Dia memperhatikan Nadya yang memandang berkeliling, mengamati setiap sudut ruangan yang beraroma kayu dan langsung menghadap laut, yang akan mereka tempati selama di Jogja."Suka. Bagus. Nyaman."Firman tersenyum lega. Berbeda dengan Hotel Kencana yang penuh kenangan pahit, rumah sewa ini jelas jauh berbeda vibe-nya. Lantainya dari kayu, jendelanya besar menghadap laut, dan suara ombak menjadi latar yang menenangkan. "Kok kamu bisa nemu tempat ini, Mas?" Nadya bertanya sambil menaruh tas kecilnya di atas ranjang. Firman tersenyum tipis sebelum berkat, "Aku pernah nginep di sini waktu itu." Nadya menoleh dengan cepat, menatap Firman dengan kening berkerut. "Sama siapa?" tanyanya dengan jantung yang terasa berdetak lebih cepat. Luka dari pengkhianatan Reza dan Joyce masih menyisakan bayangan samar di hatinya. Ia tak ingin curiga pada Firman, tapi refleks pertanyaan itu keluar begitu saja. "Samaaa..." Firma

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Hilang Kendali 🔞

    "Maaf, Bu, apa Alya semalam atau pagi ini ke sini?" Dani berdiri di ambang pintu panti asuhan, suaranya terdengar tenang, tetapi jari-jari tangannya yang mengepal di sisi tubuhnya menceritakan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan. "Alya?!" Bu Ratri menatapnya dengan mata penuh tanya. “Ada apa? Kamu bertengkar dengan dia?” Dani menggeleng, meski gerakannya terasa berat. “Bukan begitu, Bu. Cuma ada sedikit kesalahpahaman di antara kami. Dia pergi tanpa pamit, meninggalkan dompet dan ponselnya.” Bu Ratri menghela napas panjang, seakan beban yang sempat menghimpitnya sedikit terangkat. “Syukurlah,” gumamnya. Dani menatapnya dengan kening berkerut. Kenapa Bu Ratri bersyukur?Bu Ratri tersenyum samar, lalu berjalan menuju ruang tamu kecil panti. Dani mengikutinya, menyadari betapa tempat ini tak banyak berubah sejak terakhir kali ia datang. Aroma kayu tua dan buku-buku lama masih memenuhi udara, membawa serta kenangan yang dulu terasa hangat, tapi kini, ada sesuatu yang koso

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Calon Mantu

    Bu Ayu mengambil nampan yang akan diisi dengan makanan. Seulas senyum terukir di wajah cantiknya meski tak lagi muda begitu melihat interaksi Alya dan Dimas yang bernuansa romansa.Sebenarnya tak hanya Bu Ayu, beberapa pegawai di sekitar mereka juga mulai berbisik-bisik lirih. Sekali lihat saja, mereka tahu Den Bagus-nya menyukai gadis yang masih membeku di tempatnya."Mbakyu, iku calonnya Mas Dimas?" tanya seorang wanita yang selama ini menjadi tangan kanan Bu Ayu, Sumiati.Alih-alih menjawab, justru senyum lebar tampak merekah di wajah wanita paruh baya itu."Piye? Cocok, ndak?" Bu Ayu balik bertanya seolah mengiyakan prasangka barusan."Cocok, Mbakyu. Cantik, putih, mulus, kayak artis di tivi. Kalau mereka nikah, nanti anaknya ganteng mirip Mas Dima lan ayu-ayu mirip mbaknya."Bu Ayu tak bisa menyembunyikan tawa, menutupi mulutnya dengan tangan."Namanya Alya. Doakan saja, Sum. Semoga mereka berjodoh."Sumiati mengangguk, melangitkan doa yang sama dengan wanita di sampingnya."Oh,

  • Akan Kubalas Pengkhianatanmu, Mas!   Pusat Perhatian

    Alya melangkah ragu di belakang Dimas, memasuki pelataran restoran yang ramai oleh pelanggan. Aroma gudeg yang manis gurih bercampur dengan wangi ayam opor dan sambal krecek memenuhi udara, menggoda perutnya yang sudah berteriak kelaparan."Iku sopo? Pacare Mas Dimas?" bisik salah satu pramusaji yang Alya lewati.Gadis itu merasa sedikit canggung karena penampilannya terbilang kacau—blouse kusut, celana jeans basah, dan yang paling parah, ia berjalan tanpa alas kaki.Dimas menoleh, menyadari langkah Alya melambat. "Ayo, langsung masuk ke dapur aja. Ketemu Ibu," ucapnya dengan suara ringan seolah membawa masuk Alya ke rumahnya sendiri."Dim, tapi aku—""Udah, nggak usah denger komentar mereka."Alya menelan ludah, ingin pergi saja dari sana. Namun, genggaman tangan Dimas terlalu erat, tidak bisa dilepaskan.Mereka melewati meja-meja kayu yang dipenuhi pelanggan. Beberapa dari mereka menoleh sekilas, satu-dua tersenyum, membuat Alya semakin tak kerasan. Yang bisa ia lakukan hanya meneb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status