Keira mencari-cari nomor apartemen yang sesuai dengan SMS Keisha. 2120, 2121, 2122 dan 2123! Ini dia, apartemen Pandu. Sebenarnya ia ogah harus mendatangi apartemen seorang laki-laki seperti ini. Tetapi ia harus! Ia akan memenangkan pertempuran ini dengan caranya sendiri. Win win solution. Ia mendapatkan Dhira dan Pandu mendapatkan Praja. Ia punya tawaran menarik untuk kakak iparnya ini. Satu hal yang membuatnya merasa di atas angin adalah ia sudah mengantongi kartu AS Pandu. Semua rahasia kakak iparnya itu kini ada di tangannya. Setelah memastikan bahwa nomor itu cocok dengan nomor yang dicarinya, Keira menekan bell. Pintu terbuka. Wajah seperti tidak percaya Pandu lah yang menyambut kehadirannya.
"Selamat sore Mas Pandu," sapa Keira kalem.
"So--sore, Ra. Dari mana kamu tahu kalau saya ada di sini?" tanya Pandu gugup. Ekspresi wajahnya tegang dan cara berdirinya juga tidak tenang. Pandu bahkan langsung merapatkan daun pintu di be
Rasya merasa aneh saat ada satu chat masuk ke ponsel pribadinya. Aneh karena identitas chat itu tidak ada dalam daftar kontaknya. Hanya berupa nomor asing. Ia selalu memisahkan antara masalah pekerjaan dengan kehidupan pribadinya. Makanya ia menggunakan dua ponsel. Satu ponsel yang ia sebut dengan ponsel umum, dan yang satunya lagi ponsel pribadi. Ia tidak heran apabila ponsel umumnya dikirimi chat macam-macam dari seribu satu manusia. Sudah bukan hal aneh lagi jikalau ponsel umumnya sering dibanjiri dengan berbagai macam pesan. Mulai dari masalah pekerjaan resmi, teror-teror bernada ancaman, para komunitas penggalangan dana, bahkan sampai chat sex pun hampir setiap hari ia terima.Biasanya ia santai saja membaca segala pesan-pesan yang masuk tiada hentinya itu. Ia sadar, setelah nomor ponselnya go public, itu artinya ia juga sudah menjadi milik public. Jadi ia harus siap dengan segala konsekue
Suara-suara berisik dari arah ruang tamu, seketika membuat Rasya waspada. Sepertinya Keira sudah tiba dan mengalami sedikit insiden di luar sana. Refleks, ia bangkit. Bermaksud menyusul keluar. Hanya saja gelengan kepala Om Raga membuatnya terpaksa mengurungkan niatnya. Bagaimana pun ia hanyalah tamu di rumah ini. Lagi pula ia sadar, tidak mungkin Om Raga diam saja kalau Keira sampai kenapa-kenapa. Keira 'kan putri kandungnya. Ia tahu, pasti Om Raga punya rencana lain. Si Om ini memang suka memberi kejutan. Diam namun memperhatikan. Orang yang seperti inilah sesungguhnya yang berbahaya daripada orang yang banyak omongnya. Karena dalam diamnya sesorang, biasanya mereka sedang menyiapkan strategi. Sebaiknya ia ikuti saja permainan Om Raga ini."Kamu tidak usah mengkhawatirkan Keira, Sya. Percayalah, ia mampu membela dirinya sendiri," Rasya melihat Om Raga meraih remote dan menekan-nekan beberapa nomor. Sampai akhirnya si om menghentikannya pada layar yang ia
"Sebaiknya kita pindah ke ruang kerja saya saja, Rasya, Keira." Raga merasa tidak akan mudah bagi mereka berdua untuk memperoleh jawaban dari Keira. Pembicaraan mereka pasti akan berlangsung alot mengingat betapa kerasnya sifat Keira. Tanpa banyak bicara Keira dan Rasya mengekori langkah Raga. Ketika tiba di dalam ruang kerjanya, seperti biasa Raga menempati kursi kebesarannya. Sementara Rasya dan Keira lebih memilih duduk di sofa dalam posisi saling berhadap-hadapan. Keira jadi merasa seolah-olah sedang menjalani persidangan sungguhan. Ia terdakwanya, Rasya jaksanya dan papanya hakimnya."Baiklah. Saya sederhanakan saja pertanyaan saya. Ada keperluan apa kamu di apartemen, Pandu?" Rasya mengeja kalimatnya lamat-lamat. Tatapannya sengaja ia fokuskan pada kedua mata indah yang kini terlihat gelisah. Keira menatap ke segala arah, kecuali padanya."Apakah jawabannya ada di plafon rumah dan lukisan kuda yang sedari tadi kamu pandangi, Ra?" sar
Semalaman Keira tidak bisa memejamkan matanya sepicing pun. Benaknya dipenuhi dengan potongan adegan demi adegan perselisihannya dengan Rasya. Setelah cukup dekat dengan Rasya, ini adalah kali pertama mereka berselisih paham. Dan ternyata rasanya begitu tidak nyaman. Mirip dengan rasa gatal yang tidak bisa ia garuk. Intinya sangat menyiksa! Suara tangisan lirih yang kian lama kian melengking mengalihkan perhatiannya. Dhira sudah bangun rupanya. Keriuhan yang disebabkan terbangunnya malaikat kecilnya ini menyita seluruh perhatiannya. Ia jadi bisa sedikit melupakan kegundahan hatinya."Wah, anak Bunda sudah bangun rupanya. Bangun-bangun kok malah nangis? Mau mimik susu ya?" Keira mengajak Dhira mengobrol. Dan pertanyaannya hanya dijawab dengan suara ocehan khas bayi berusia tiga bulan. Sepertinya Dhira haus dan meminta jatah ASInya. Keira melirik jam dinding. Pukul enam lewat lima menit. Ini memang j
Keira berkali-kali melirik Rasya yang sedang menyetir di sampingnya. Mencoba mencari sisa-sisa kemarahan dalam raut wajahnya. Tetapi ia sama sekali tidak mendapatinya. Sikap Rasya biasa saja. Ia malah sempat-sempatnya bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang sedang diputar di mobil. Seolah-olah perseteruan mereka kemarin tidak pernah terjadi. Keira jadi penasaran sekali."Kenapa kamu melirik-lirik saya terus? Saya tahu kok kalau ketampanan saya itu valid dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya saja saya agak-agak risih kalau dipandangi dengan cara mencuri-curi seperti itu. Tapi kalau mencuri-curi cium sih, ya alhamdullilah sekali kalau kamu sudi," dekik kecil di kedua pipi Rasya muncul saat ia tersenyum lebar. Hah, si manusia jaelangkung ini perasaan dicintai sekali."Bapak kepedean sekali," Keira mencebikkan bibir. Rasya ini memang tingkat kepedeannya level dewa. Namun tak urung ia merasa lega. Sangat lega sekali tepatnya. Ternya
Di sepanjang perjalanan menuju ke LP, Praja terus tertawa-tawa gembira di pangkuan Keira. Sesekali bocah tampan itu mengoceh-ngoceh sambil menjejak-jejakkan kakinya. Meminta berdiri di pangkuan Keira. Setelah berdiri ia akan membalikkan tubuhnya dan menepuk-nepuk pipi Keira. Tertawa-tawa gembira. Keira sekarang tahu kebiasaan Praja. Keponakannya ini senang sekali mengelus-elus wajahnya. Mungkin Praja gembira karena mengira kalau ia adalah mommynya. "Mom... mom... my..." dengan gembira Praja kembali melonjak-lonjak di pangkuannya. Mendengus-dengus dan mengerutkan hidungnya dengan lucu. Salivanya sampai ikut tersembur keluar saat ia menghembus-hembuskan udara dari mulutnya. Sepertinya Praja ingin bermain-main dengannya."Kenapa, sayang? Mau main ya? Nanti ya kita main dengan mommy. Sekarang Praja duduk manis dulu. Lihat tuh, daddy sedang menyetir. Praja jangan mengganggu konsentrasi daddy ya? Pra
Beberapa jam sebelumnya...Panji mengaduk-aduk laci meja kerjanya. Mencari-cari alat pemotong kuku. Kukunya sudah panjang sehingga tidak nyaman saat ia harus mengetik cepat di macbook. Setelah capek membongkar namun ia tidak juga menemukan apa yang ia cari, ia memutuskan akan meminjam pemotong kuku Pandu saja. Abangnya yang selalu teliti dalam menyimpan barang, pasti punya. Berkali-kali ia mengetuk pintu kamar abangnya, tetapi tidak ada jawaban. Karena pintu kamar tidak di kunci, ia nyelonong masuk saja.Suara percikan air terdengar samar-samar dari arah kamar mandi. Pantas saja abangnya tidak menjawab. Rupanya abangnya sedang mandi. Ia membuka laci tengah meja kerja abangnya. Biasanya abangnya menyimpan pemotong kuku dan pernak pernik lainnya di sana. Prediksinya memang benar. Alat pemotong kuku abangnya tersusun rapi di sana. Bersebelahan dengan ponsel dan dompet abangnya. Abangnya ini memang rapi sekali dalam menyusun
Panji menjejalkan pakaian-pakaiannya begitu saja ke dalam koper. Ia sudah tidak mempunyai banyak waktu untuk menyusunnya lagi. Yang paling ia inginkan saat ini adalah secepatnya pergi dari rumah ini. Ia ingin menenangkan dirinya sendiri. Ia memang sudah kalah. Tetapi ia tidak ingin patah. Semoga saja ditempat yang baru nanti, ia bisa menata diri. Ia ingin memulai kehidupan baru dengan semangat baru lagi. Semua yang terjadi di sini, biarlah tertinggal di sini. Ia sudah tidak ingin mengingat-ingatnya lagi.Suara tawa geli keponakannya dan godaan-godaan kedua orang tuanya seolah-olah mengejek nasib sialnya. Apakah ia marah pada mereka semua? Sama sekali tidak. Sungguh ia tidak bisa menyalahkan Praja ataupun kedua orang tuanya yang kesenangan karena menemukan keluarga baru. Ya, keluarga baru. Praja bertemu dengan ayah, kakek, nenek dan ia sendiri sebagai omnya. Sementara kedua orang tuanya menemukan cucu yang baru mereka ketahui. Ia ikut berbahagia untuk merek