Aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan Leo. Dia tersenyum menatap Cinta yang diam hanya melirikku. Cinta dengan santai mengambil semua botol yang sudah terisi air. Dia menghintungnya dengan teliti.
“Agus, aku memiliki segalanya. Kau tidak bisa bersaing denganku. Semua bisa aku berikan kepada Cinta. Dia mengatakan iya, saat aku melamarnya. Pengacaraku akan mengatur surat perceraian denganmu.”
“Opo?”
Ini tidak bisa aku biarkan. Aku mendekati Cinta yang masih saja memasukkan botol air di dalam ransel. Mungkin Leo yang memberikannya. Namun aku mengernyit menatap Cinta. Dia sepertinya menyimpan sesuatu. Wajah itu sangat aku hafal.
“Cinta, honey. Bagaimana, apa kau sudah puas mengambil air itu? Kita akan pergi untuk menemui Mami aku. Semua pernikahan megah akan secepatnya kita lakukan,” katanya membuatku bengek.
“Kamu awas ya. Kalau akan menikahi Cinta, ta rusak semua acara kamu.” Aku mengancamnya, mem
Aku tidak percaya melihat Cinta sudah keluar dari toilet tanpa ketahuan.“Agus, jangan berisik. Ayo keluar, lompatlah dari sana! Aku saja bisa melakukan, masa kamu tidak bisa?’“Hah? Jadi kamu juga melompat dari jendela setinggi ini? Tidak aku percaya ternyata memiliki istri yang benar-benar kayak Wonder Woman.”“Sudah jangan banyak ngomong, cepat waktu kita itu tinggal sedikit.”“Iyo! Tunggu aku! sebentar lagi aku turun.”Aku mulai masuk ke dalam jendela yang kira-kira hanya sekotak saja. Semoga tubuhku tidak tersangkut di dalamnya. Sementara kedua pengawal itu sudah mulai mendobrak pintu toilet. Mereka sepertinya tahu jika aku ini akan kabur. Wes, tidak aku hiraukan saja mereka. Yang penting aku sekarang terbebas dari semua ini, pulang ke Yogyakarta, lalu menyelesaikan kewajiban semua acara yang harus aku lakukan demi si kembar.“Cinta! Kamu pegang tangan aku, nanti tarik ya!”
Semua aparat kepolisian yang ada di kantor sangat kebingungan. Mereka tidak berani membuka pintu ruangan. Salah satu polisi saling berbisik dan memegang kepala. Mereka berbicara menggunakan bahasa asing yang aku tidak mengerti artinya.“Agus itu kenapa ya, kok pada ribut? Sepertinya terjadi sesuatu loh, di dalam. Kita ini diam saja, apa harus membantu mereka?” Rahman menatapku dengan sangat serius. Sementara Ben menganggukkan kepalanya dengan cepat. Aku sendiri sangat kebingungan, apa yang harus kulakukan. Hingga kuputuskan untuk berdiri dan mendekati mereka.“Agus kamu mau kemana?” Rahman menarik lenganku saat aku akan melangkah.“Ya, aku ke sana, ngintip. Gimana sih kamu itu? Katanya disuruh menanyakan. Siapa tahu mereka butuh bantuan, lalu berbaik hati sama kita.”“Kamu bener juga, Agus. Kita ke sana, lalu ikut membantu. Siapa tahu kita dibebaskan.”“Yes! That's good idea. Kalian berdua ini s
Tidak aku percaya Cinta datang? Padahal dia, kan, tadi ama si Leo? Kok bisa?“Cinta, kok kamu ada di sini? tanyaku segera mendorong wanita ini agar melepaskan tubuhnya yang masih memelukku. Namun … sepertinya terlambat …“Argh! Plak!”Cinta menariknya, mendorong sampai tersungkur, lalu menamparnya. Sungguh menyeramkan. Istriku kalau marah kayak singa. Menakutkan. Tapi aku suka. Hihi. Apalagi galak gitu di ranjang. Sampai cakar-cakar. Jadi sedep-sedep enak. Heheh.“Agus!”Lamunanku buyar melihat Cinta mendorong tubuhku. Untung saja aku kuat, jadi tidak tersungkur. Bau tubuhnya sangat harum sampai menusuk hidungku. Rasanya aku bahagia bisa melihatnya kembali. Tapi, bagaimana dia bisa lepas dari Leo? Weslah, tidak akan aku pikirkan. Yang terpenting sekarang aku bisa bersamanya.“Cinta, dia itu tiba-tiba datang, dan langsung memelukku. Aku tidak tahu. Itu tiba-tiba saja,” kataku membuat Cin
Cinta terus menarikk, namun aku menahan langkahku. Aku benar-benar tidak mau masuk ke dalam mobil lelaki itu. Dasar bule tidak tahu diri. Bisanya nyulik istri orang!“Cinta aku tidak mau. Kamu harus naik mobil lain.”“Agus! Kamu tidak tahu apa yang terjadi di dalam tadi. Dia benar-benar mau menyuntik ku sama 10 suntikan. Coba bayangkan, aku bisa bisa terkena virus. Sudah, jangan berdebat! Yang penting kita kabur dulu,” kata Rahman membuatku berfikir.“Suamiku! Apa yang dikatakan Rahman benar. Kamu menyuruh aku mempercayaimu. Tapi kenapa kamu tidak percaya sama aku? Leo Itu sudah lunak. Emangnya aku tidak tahu apa yang kalian bisikan di dalam taksi? Ya jelas lah, aku tahu apa kelemahan Leo,” kata cinta semakin membuatku kesal. Untuk apa dia mengetahui semua kelemahan Leo. Jangan-jangan, memang dia pernah dekat dengan Leo. Ini tidak bisa aku biarkan.“Cinta kamu tahu dari mana Leo itu memiliki kelemahan? Apakah kamu
Perasaanku semakin tidak enak. Cinta ... kenapa kita ini, ya? Masalah terus bertubi-tubi datang di saat waktu yang bersamaan. Belum lagi Sesepuh dan Bapak yang terus memperdebatkan masalah siapa yang lebih tepat menjadi ahli waris. Sebenarnya aku menginginkan kedua anak itu yang menjadi ahli waris, sehingga tidak ada perbedaan. Bagaimana kalau nanti mereka besar, lalu bertanya tentang haknya masing-masing? Aku takut jika salah satu dari mereka mengatakan kalau aku ini pilih kasih. Padahal mereka keluarnya sama-sama dari perut Cinta. Jantungku terus berdetak kencang, jika memikirkannya. Lebih baik sekarang aku mengambil air itu di dalam botol, lalu dengan cepat membawanya pulang dan menyerahkan kepada Ibu untuk siramannya Cinta.“Agus, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Kalaupun kamu harus puasa, ya wes kamu harus menerima itu. Lebih enak kamu puasa, bisa mendapatkan pahala.”“Man, puasanya ini beda. Kalau puasa yang kamu maksud, itu benar-benar ke
Cerai?Aku menghempaskan punggungku ke sandaran kursi yang semula tegak. Tubuhku sangat lemah mendengar perkataan Cinta. Padahal itu hanya satu kalimat. Tapi rasanya hatiku tersayat. Baru aku sadari jika wanita itu tidak bisa diperlakukan seperti ini. Jika memang aku mengejarnya untuk mengajak dia berdamai, lalu kenapa aku marah seperti itu? Apalagi tidak mempercayainya. Aku benar-benar akan puasa sebulan.Sudah sangat jelas jika Cinta berusaha membuat ingatanku kembali, dan mencegah aku untuk menikahi Minah. Kenapa aku tidak mengingat hal itu? Malah semakin emosi saat dia didekati laki-laki lain, yang sangat jelas tidak pernah nempel ke hatinya selain aku.“Agus. Kamu sebaiknya menenangkan diri. Kalian tidak perlu ketemu. Jadi, jangan temui Cinta. Biarkan dia merenung dengan semua masalah yang sudah dihadapinya. Begitu juga dengan kamu. Perkataan bijak yang Bapak katakan, membuatku mengerti. Baiklah, aku akan mencoba memahami semua permasalahan ku ini, da
Aku bersama Rahman menyiapkan semuanya untuk Cinta. Malam nanti aku akan memberikan kejutan kepadanya, tepatnya tengah malam. Semoga saja rencana yang Rahman sarankan ini bisa berjalan dengan baik.Sebenarnya aku tidak perlu melakukan ini semua. Aku hanya bisa mendatangi Cinta lalu mengatakan semua isi hatiku dan itu aku pikir sudah cukup. Tapi aku juga memikirkan bahwa wanita itu kadang memerlukan sesuatu yang agak lebay sedikit. Mungkin selama ini aku tidak pernah tegas dan selalu mengalah dalam segala hal. Semua itu aku lakukan bukan karena aku ini tidak cerdas, tapi aku tidak mau membuat masalah menjadi semakin rumit. Apalagi wanita itu perasaannya halus, dan aku memang yang sangat menyebalkan. Jika ada yang mengatakan aku ini kurang pintar, tegas, atau oon, lah, biarkan saja. Aku sebagai laki-laki kadang harus mengalah pada wanita.Sekarang aku sudah berada di depan pagar rumah Mira. Semua yang Rahman sarankan aku lakukan dari siang dengan bantuan para anak yatim
Aku tidak percaya melihat Minah berjalan mendekatiku. Rahman melotot tajam menatapnya. Namun dia malah bersembunyi di belakang tubuhku. Memang dia ini tidak gentlemen.“Minah?” kata Rahman karena dia sangat terkejut melihat wanita yang sangat diidamkan ada di hadapannya.”Oh jadi juga merayu wanita lain?Ternyata Cinta tiba-tiba berada di belakangku. Aku sampai mau melompat karena kaget. Cinta ini seperti hantu saja.“Cinta, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku tidak tahu kenapa Minah ke sini. Sebaiknya kamu tanya saja sama dia,” kataku meninggalkan mereka. Aku tidak mau ikut campur dengan masalah ini.“Agus! Kamu jangan pergi! Aku ini kesini karena kamu!”Perkataan Minah yang semakin akan membuat masalah ini meletus kayak gunung berapi dengan laharnya yang meluap-luap, lalu membanjiri desa yang berada di sekitarnya. Aku benar-benar akan lenyap! Habis dan ludes!“Minah, kamu kal
Aku terkejut mendengar perkataan Cinta. Bagaimana bisa aku tanpa sadar melepaskan Nanta, dan sekarang dia tidak berada di pangkuanku. Wah ini benar-benar gawat! “Agus! Kamu, kan, dari tadi sudah memangku Nanta. Kenapa sekarang tidak ada dipangkuanmu? Kemana anak itu?” tanya Cinta semakin membuatku panik. “Cinta! Laga juga tidak ada dipangkuan kamu!” Cinta mengangkat kedua tangannya, juga merasa panik melihatku. “Hah, apa?” Kami berdua tidak sadar jika si kembar menghilang begitu saja. Padahal perasaanku tadi, aku sudah memangkunya dengan sangat baik. Ibu berlari menuju panggung dan menemui kami. “Agus di mana si kembar? Bukannya tadi kalian memangkunya?” ucap Ibu dengan panik. Ibu Cinta menyusul kami dengan wajah panik menuju ke atas panggung. “Kalian ini bagaimana, toh! Menjaga si kembar saja kok tidak bisa. Ini acara yang sangat penting. Lihat itu, semua keluarga sudah sangat kebingungan mengamati kalian.” “Ta
Aku tidak percaya melihat Sesepuh datang ke rumah sakit. Mereka dengan sangat serius, berjalan mendekati kami. Hatiku bergetar. Bapak masih diam saja mengamati mereka. Semoga saja mereka tidak melakukan hal yang memancing keributan di rumah sakit ini. Jika itu terjadi, maka aku akan mengalami masalah yang sangat rumit. Mereka semakin mendekat, tubuhku semakin tegang.“Sesepuh, selamat datang,” ucap Bapak memberikan salam.“Sesepuh, salam dari saya,” balasku dengan tersenyum.Mereka menganggukkan kepala dan mengarahkan tangan menuju kursi penunggu yang jauh dari kamar Cinta.“Kita akan berbicara di sana agar tidak membuat keributan di kamar istri Agus,” katanya semakin membuatku lemas. Aku sangat berharap mereka tidak benar-benar membuat keributan.Kami duduk bersebelahan, masih dengan saling memandang tegang. Jantungku berdetak kencang. Aku semakin resah. Baru saja aku mengalami kebahagiaan yang sangat-sangat tid
Aku semakin menyorotkan pandangan ke arah dokter yang mengatakan dengan serius sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Bahkan semua orang juga melotot ke arahnya.“Jadi istri kamu itu ...”“Dokter apa? Kenapa, Dok! Dari tadi jadi, jadi, jadi. Gimana sih ini, Dok Aku ini sudah stress dan putus asa menghadapi keadaan istri aku. Dokter ini malah tidak segera mengatakan bagaimana kondisinya,” protesku yang membuat dokter itu menepuk jidatnya.“Bagaimana bisa aku mengatakan kalau kalian semua melotot ke arahku seperti itu. Rasanya serem sekali,” gumamnya sembari melepaskan kaca matanya.“Wis. Ibu, Rahman, dan semuanya. Sudah! Jangan melihat dokter seperti itu. Nanti malah tidak konsentrasi. Sekarang katakan dokter! Aku itu membutuhkan kabar baik yang bisa membuatku agar lebih bersemangat.”“Baiklah aku akan mengatakan kalau istrimu itu ternyata hamil!”“Apa, hamil?”
Cinta, sekarang apa yang harus aku lakukan ... Kamu masih tertidur dan tidak terbangun lagi. Aku piye, Cinta?Aku perlahan berjalan masuk ke ruangan Cinta. Dia sangat lemas terbaring di atas ranjang dengan menggunakan bantuan oksigen untuk bernapas. Apalagi mesin mendeteksi jantung itu berbunyi sangat menyeramkan. Aku tidak kuasa melihatnya. Apakah aku harus menghubungi semua keluarga dan mengatakan ini? Pasti mereka akan menyalahkan aku dengan semua kejadian ini. Tidak masalah jika memang itu yang akan mereka katakan. Memang benar jika aku ini adalah suami yang tidak becus menjaga istri hingga sampai membuatnya seperti ini.“Agus!”“Rahman?”“Astaga, Agus! Kenapa Cinta sampai begini?”“Rahman, kamu kok bisa tahu jika Cinta mengalami kecelakaan seperti ini?”“Kamu tidak memberitahukan semua keluarga, Gus?” tanya Rahman menatapku dengan serius.“Aku memang sengaja melaku
Cinta tersungkur ke depan, dan dia terjebur!“Cinta!”Aku berlari kencang. Jalanan tidak terlihat, apalagi gelap sperti ini. Sungai dengan arus deras. Itu yang lihat. Cinta! Bagaimana dengan dia?“Cinta!”“Pak, ada apa?” tanya seorang warga mengejutkanku. “Pak, istriku tersungkur dan jatuh di sungai. Bagaimana ini, Pak,” jawabku dengan panik. Aku tanpa berpikir lagi, membuka semua baju dan menjeburkan diri ke sungai. “Byur!”“Pak, hati-hati, arus deras!” teriak warga itu yang sedikit samar aku dengar karena masih menyelam mencari Cinta.“Cinta, kamu di mana?” Aku mengamati semua arah, kemudian menyelam lagi. Dia tidak ada. Aku sangat panik. Cinta … kenapa kau teledor seperti ini? Jangan pernah melakukan hal bodoh jika mengalami semua masalah. Jika seperti ini, bagaimana nantinya dengan anak-anak.“Cinta!” teriakku sekali lagi masih b
Cinta masih menangis berada di pinggir jalan. Dia menolehkan pandangannya ke kanan, lalu ke kiri, sepertinya akan menyebrang. Sebuah truk melintas dengan sorotan lampu yang sangat menyilaukan. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Spontan Aku berlari sangat kencang mendekati Cinta dan, “Cinta awas!” Untung saja aku bisa menarik tubuhnya lalu mendekapnya. Dia menangis tersedu-sedu di dalam pelukanku.“Cinta kamu jangan seperti ini! Kalau terjadi apa-apa sama kamu, lalu kembar dan aku bagaimana? Aku sangat tahu kamu memikirkan masalah ini. Aku pun, juga seperti itu. Jadi kamu sebaiknya menenangkan diri, jangan berbuat macam-macam.”“Aku tidak suka dengan cara mereka, suamiku. Aku hanya ingin menjalani kehidupan biasa saja. Semua harta dan kedudukan yang kita miliki tidak seindah yang mereka bayangkan.”Tanpa berbicara lagi, aku menggendongnya, lalu membawa Cinta untuk menghindar dari jalanan.“Mbak cint
Kami semua melotot melihat kembar ternyata …“Kenapa mereka sama-sama memegang buku tulis?” Ini sama sekali tidak kami sangka. Ternyata mereka memegangnya dalam waktu bersamaan. Hanya perbedaannya, mereka memegang dengan posisi yang berbeda. Nanta sangat serius, sementara Laga dengan sangat santai.“Agus. Ternyata si kembar sama-sama memegang buku tulis. Waktu yang mereka lakukan juga sama persis. Apakah semua anak kembar seperti itu?” Kata Cinta menatapku dengan resah. Sementara aku menatap Sesepuh dan Bapak yang sepertinya saling berdebat. Lebih baik aku mendekati mereka. Bagaimanapun juga si kembar adalah anakku. Bapak kandungnya yang harus menentukan masa depan mereka itu bagaimana.“Cinta, aku mau mendekati Bapak untuk membicarakan masalah ahli waris. Ini tidak boleh berlarut-larut. Masalah ini harus segera diselesaikan. Jika memang kembar melakukan sesuatu selalu bersama-sama, mungkin ini takdir mereka juga untuk dijadi
Minah menarik Rahman, mencium bibirnya seperti itu. Semua mata melotot melihatnya. Kami semua terkekeh melihat Rahman tidak bisa berciuman dengan baik, malah Minah yang sangat liar melakukannya. Rahman berdiri tegak kayak patung. Hahaha, aku semakin pengin ketawa. Sementara semua orang terus menganga melihat pertunjukan itu.“Rahman, come on! Carilah kamar kalian!” Ben melakukan protes, namun saat akan mencium Mira malah mendapatkan tamparan. “Plak!”“Mira, aku hanya mau sedikit saja menikmati bibirmu semerah bunga mawar,” rayunya membuat Mira menggeleng cepat. Sementara Leo hanya tersenyum malu di depan Intan.Syukurlah semua masalah berakhir, dan aku bisa pulang dengan kebahagiaan.**Kami sudah sampai di rumah orang tua Cinta. Mereka sangat bahagia mendengar tawa kembar, apalagi kami yang sudah rukun.“Kamu memang hebat, Agus. Bisa membawa kembar dalam waktu singkat. Bapak sudah menghubungi Pak Po
Leo menghentikan mobilnya dengan mendadak. Kami semua di dalam mobil melotot tajam. melihat keempat wanita dengan sangat-sangat keren berdiri sambil menghadang kami. Tapi keempat wanita itu sangat tidak asing.“Minah?” Rahman berteriak di sebelahku, membuat aku terperanjat.“Cinta, Mira, Intan?” ucapku juga yang sangat keras membuat Leo dengan Ben menepuk jidatnya. Pengawal dan lelaki itu berlari hingga akhirnya sudah berada di sebelah mobil kami.“Kenapa semua wanita itu tiba-tiba menghalangi kita, hingga kita tidak bisa melarikan diri!” protes Leo yang sangat kesal.“Iyo, Agus! Kita ini sedikit lagi loh, bisa lolos dari lelaki yang tidak jelas itu. Namun kenapa berhenti, dan sekarang mereka menangkap kita kembali.” Rahman lemas menyandarkan punggung ke belakang.“Aku sendiri tidak tahu, Man. Ternyata para wanita ini sudah merencanakan sesuatu untuk ikut menolong kita. Namun tidak tepat waktuny