Cerai?
Aku menghempaskan punggungku ke sandaran kursi yang semula tegak. Tubuhku sangat lemah mendengar perkataan Cinta. Padahal itu hanya satu kalimat. Tapi rasanya hatiku tersayat. Baru aku sadari jika wanita itu tidak bisa diperlakukan seperti ini. Jika memang aku mengejarnya untuk mengajak dia berdamai, lalu kenapa aku marah seperti itu? Apalagi tidak mempercayainya. Aku benar-benar akan puasa sebulan.
Sudah sangat jelas jika Cinta berusaha membuat ingatanku kembali, dan mencegah aku untuk menikahi Minah. Kenapa aku tidak mengingat hal itu? Malah semakin emosi saat dia didekati laki-laki lain, yang sangat jelas tidak pernah nempel ke hatinya selain aku.
“Agus. Kamu sebaiknya menenangkan diri. Kalian tidak perlu ketemu. Jadi, jangan temui Cinta. Biarkan dia merenung dengan semua masalah yang sudah dihadapinya. Begitu juga dengan kamu. Perkataan bijak yang Bapak katakan, membuatku mengerti. Baiklah, aku akan mencoba memahami semua permasalahan ku ini, da
Aku bersama Rahman menyiapkan semuanya untuk Cinta. Malam nanti aku akan memberikan kejutan kepadanya, tepatnya tengah malam. Semoga saja rencana yang Rahman sarankan ini bisa berjalan dengan baik.Sebenarnya aku tidak perlu melakukan ini semua. Aku hanya bisa mendatangi Cinta lalu mengatakan semua isi hatiku dan itu aku pikir sudah cukup. Tapi aku juga memikirkan bahwa wanita itu kadang memerlukan sesuatu yang agak lebay sedikit. Mungkin selama ini aku tidak pernah tegas dan selalu mengalah dalam segala hal. Semua itu aku lakukan bukan karena aku ini tidak cerdas, tapi aku tidak mau membuat masalah menjadi semakin rumit. Apalagi wanita itu perasaannya halus, dan aku memang yang sangat menyebalkan. Jika ada yang mengatakan aku ini kurang pintar, tegas, atau oon, lah, biarkan saja. Aku sebagai laki-laki kadang harus mengalah pada wanita.Sekarang aku sudah berada di depan pagar rumah Mira. Semua yang Rahman sarankan aku lakukan dari siang dengan bantuan para anak yatim
Aku tidak percaya melihat Minah berjalan mendekatiku. Rahman melotot tajam menatapnya. Namun dia malah bersembunyi di belakang tubuhku. Memang dia ini tidak gentlemen.“Minah?” kata Rahman karena dia sangat terkejut melihat wanita yang sangat diidamkan ada di hadapannya.”Oh jadi juga merayu wanita lain?Ternyata Cinta tiba-tiba berada di belakangku. Aku sampai mau melompat karena kaget. Cinta ini seperti hantu saja.“Cinta, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Aku tidak tahu kenapa Minah ke sini. Sebaiknya kamu tanya saja sama dia,” kataku meninggalkan mereka. Aku tidak mau ikut campur dengan masalah ini.“Agus! Kamu jangan pergi! Aku ini kesini karena kamu!”Perkataan Minah yang semakin akan membuat masalah ini meletus kayak gunung berapi dengan laharnya yang meluap-luap, lalu membanjiri desa yang berada di sekitarnya. Aku benar-benar akan lenyap! Habis dan ludes!“Minah, kamu kal
Dalam rumah Mira, Cinta duduk di kursi pojok kamar Mira tepatnya disebelah jendela, menundukkan kepala sambil menangis. Mira di depannya hanya bisa memandang karena kebingungan untuk memberikan solusi. Tangan kanannya mengelus-elus punggung Cinta dengan perlahan.“Kenapa dia selalu datang? Wanita yang dulunya pernah dihati Agus. Aku sama sekali tidak suka dengan dia. Minah itu berubah pikiran, dan dia plin-plan. Padahal dia sudah jelas aku bantu untuk bersama Rahman. Laki-laki yang dengan tulus mencintainya. Tapi kenapa sekarang dia masih saja mengejar-ngejar Agus?” Cinta menutup wajah dengan kedua tangannya terus menangis. Mira di sebelah Cinta menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan. Dia kini memutuskan untuk memberikan solusi.“Cinta, sebaiknya kamu membicarakan masalah ini dengan Agus berdua saja. Jangan mempertahankan sikapmu yang sangat keras kepala itu. Kayak batu saja kamu. Batu itu kalau dikasih Palu sudah pecah. Sedangkan kam
Aku mengamati semua ruangan. Jantungku berdetak kencang ingin sekali menemui pujaan hatiku. “Cinta … aku sangat mencintaimu. Jangan pernah kau pergi meninggalkan aku. Aku memang laki-laki tidak tahu diri. Berengsek! Aku akan mengejarmu walaupun kamu tidak mau. Tapi, jangan jauh-jauh ya!” teriakku kencang dan masih tidak menemukan dirinya. Dia tidak juga muncul. Aku menarik napas, mengaturnya agar tidak sesak.“Cinta … I LOPE KAMU!”Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Cinta melompat dan memelukku. Kini dia menatapku dengan berlinang air mata.Ini adalah sesuatu yang sangat membahagiakan hatiku. Cintaku telah kembali dalam waktu singkat dan tidak aku duga sama sekali.“Cinta, kau benar-benar dirimu? Aku bukan mimpi, kan? Atau kamu …” Cinta mengernyit menatapku. Dia berkata, “Dedemit, maksud kamu?” Dia mencubit perut rataku kayak roti sobek. “Aww!” ucapku spontan terkekeh.
Tidak aku percaya masa dia meneleponku bagaimana cara mengganti popok?”Heh dasar penculik kamu! Awas ya sampai anakku sedikit saja pokoknya tidak kamu ganti, tak kruwes kruwes kamu!”Cinta segera menolehkan pandangannya ke arahku. Dia melotot sembari menggeleng. Lalu dia merebut ponsel yang sudah aku genggam.“Cepat gantikan pokoknya dengan yang bersih. Pakai merek yang paling mahal. Karena aku menggunakan itu. Beli di supermarket dan belilah yang banyak. 1 anak bisa menghasilkan 10 box berarti kamu harus membelinya 20 box. Ngerti kamu!”Cinta membentak penelepon itu. Dia mengurut keningnya yang sangat pusing. Aku sangat paham dengan perasaannya. Lebih baik aku yang memegang ponsel itu kembali.“Cinta. Aku tahu kamu ingin menolong anakmu. Tapi ini juga anakku. Sebaiknya kamu menenangkan hati mu di rumah dan menunggu kabar dariku. Itu adalah keputusan yang sangat baik.”“Kamu pikir aku bisa tenang ka
Kami bertiga melotot tajam ke arah Leo yang menggunakan ... Dia memegang sesuatu dan memilih semua ...“Agus! Kamu sudah salah menuduh orang. Gimana ini Gus?” kata Rahman sambil menunjukkan jari tepat ke arah Leo yang membawa banyak sekali celana dalam wanita dalam berbagai warna.“Mana aku tahu. Suaranya itu persis sama dengan Leo. Becek seperti itu! Kalau ndak dia, lalu siapa lagi, Rahman?”“Oh my God! Ternyata kita salah masuk, guys. Biarkan aku berbicara dengannya. Kalian diam di sini.”Kali ini kami menuruti Ben. Semoga saja dia memiliki rencana yang cemerlang.“Man! Kenapa memeluk lenganku seperti itu? Kamu itu laki-laki.”“Bukan begitunya, Gus. Aku itu takut karena kita sudah salah menuduh orang. Nanti kita ini bisa dimasukkan ke dalam kantor polisi karena sudah mengganggu ketentraman orang lain. Lihat para pengawalnya itu, sudah mulai mau menyerang kita. Lalu kita ini harus bagaim
Tidak aku percaya dengan apa yang aku lihat. Ternyata yang menculik si kembar adalah lelaki yang sudah menghamili wanita itu saat berada di Paris. Makanya aku tadi sempat berfikir orang yang mengancam Rahman dan akan membunuhnya, ternyata memang benar dia.“Kamu untuk apa menculik si kembar? Mereka berdua tidak ada kaitanya dengan masalahmu. Mereka anak kecil yang tidak mempunyai dosa. Untuk apa kamu menculiknya?” kataku tegas sembari menunjukkan jari ke wajahnya yang masih garang menatapku.“Kalau aku tidak menculik anakmu, laki-laki berengsek itu tidak akan pernah datang ke sini. Akhirnya aku menemukan kamu juga. Sekarang kamu harus menandatangani surat perceraian kamu, sama wanita yang aku cintai.” Lelaki yang masih saja protes itu semakin membuat kami kwalahan.“Loh, aku ini tidak pernah menikah sama dia. Menikah saja tidak, kok harus bercerai? Ini gimana Gus?” Rahman masih saja kebingungan. Wajahnya sudah sangat pucat. Ak
Leo menghentikan mobilnya dengan mendadak. Kami semua di dalam mobil melotot tajam. melihat keempat wanita dengan sangat-sangat keren berdiri sambil menghadang kami. Tapi keempat wanita itu sangat tidak asing.“Minah?” Rahman berteriak di sebelahku, membuat aku terperanjat.“Cinta, Mira, Intan?” ucapku juga yang sangat keras membuat Leo dengan Ben menepuk jidatnya. Pengawal dan lelaki itu berlari hingga akhirnya sudah berada di sebelah mobil kami.“Kenapa semua wanita itu tiba-tiba menghalangi kita, hingga kita tidak bisa melarikan diri!” protes Leo yang sangat kesal.“Iyo, Agus! Kita ini sedikit lagi loh, bisa lolos dari lelaki yang tidak jelas itu. Namun kenapa berhenti, dan sekarang mereka menangkap kita kembali.” Rahman lemas menyandarkan punggung ke belakang.“Aku sendiri tidak tahu, Man. Ternyata para wanita ini sudah merencanakan sesuatu untuk ikut menolong kita. Namun tidak tepat waktuny