Tira cemburu melihat Ayas memikirkan Yoga. Ia sangat posessive, sehingga hanya memikirkannya pun Tira tidak rela.
“Enggaklah. Kalau emang aku suka sama dia, kami pasti sudah menikah sejak lama,” jawab Ayas, tegas.
“Tolong jangan bicara seperti itu!” pinta Tira.ia cemburu mendengar Ayas mengatakan hal itu. Padahal itu hanya pengandaian.
“Aku kan cuma jawab pertanyaan kamu,” sahut Ayas, heran.
“Tapi aku cemburu,” sahut Tira, jujur.
Ia tidak sungkan atau malu untuk mengutarakan perasaannya di hadapan Ayas. Sebab Tira ingin Ayas mengerti apa yang ia rasakan selama ini.
Ayas ternganga mendengar ucapan Tira. “Masa begitu aja cemburu? Aku kan gak selingkuh,” sahut Ayas.
Ia merasa Tira berlebihan karena dirinya hanya menjawab apa yang Tira pertanyakan. Tidak dijawab pun pasti akan salah.
Tira sama sekali tidak mengelak atas tuduhan Ayas. “Iya. Aku ingin menghapus semua kenangan kamu bersama pria lain dan menggantikannya dengan kenangan bersamaku,” sahut Tira sambil lanjut memotongi steak milik Ayas.“Kamu nih aneh, ya? Terus gimana caranya aku ngilangin jejak kamu sama wanita lain?” Ayas sebal karena Tira sangat egois.Tira pun tersenyum. Kemudian ia menoleh ke arah Ayas. “Gampang, kok. Lakukan seperti apa yang sedang aku lakukan. Ganti kenangan itu dengan kenangan bersamamu,” jawab Tira.Maksudnya Ayas harus melakukan apa yang pernah Tira lakukan dengan wanita lain untuk menggantikan kenangannya.“Iish! Itu sih maunya kamu!” Ayas kesal karena Tira selalu memanfaatkan kesempatan.“Memang. Kamu pintar, ya?” Tira tidak terlalu pandai untuk berinteraksi dengan wanita. Sehingga ia selalu bicara apa adanya. B
“Ya udah deh biarin aja. Kalau aku perhatiin, nanti dia malah salah paham. Mungkin begini lebih baik,” gumam Ayas. Ia pun berlalu menuju ruangannya tanpa menghiraukan Yoga.Ayas tidak ingin Yoga salah paham jika dirinya terlalu memperhatikan Yoga. Sehingga Ayas lebih memilih Yoga marah dari pada mengira bahwa dirinya memberi harapan.Sore hari, sesuai dengan janjinya, Tira menjemput Ayas ke kantornya. Ia sudah seperti pengangguran yang banyak memiliki waktu bebas. Padahal sebenarnya Tira cukup sibuk. Hanya saja ia lebih memprioritaskan Ayas dari apa pun.Saat Ayas keluar dari lobby, mobil Tira segera mendekat ke arahnya. Kali ini ia tidak turun dari mobil karena Ayas langsung masuk ke mobilnya itu.Ayas tidak sadar ada yang memperhatikannya dari dalam lobby dengan hati yang hancur.Penantian Yoga selama 4 tahun kini sudah dapat dipastikan sirna. Ia sudah tidak memilik
Ayas bingung mengapa Tira tiba-tiba menepikan mobilnya. “Kamu mau ngapain, Pi?” tanya Ayas.Kemudian ia memindai ke sekeliling dan ternyata tempat itu sangat sepi.“Pi, kamu jangan macam-macam, ya! Aku gak mau aneh-aneh lagi, ah,” keluh Ayas. Ia khawatir Tira ingin menyerangnya di mobil.Tira tersenyum. “Aku mau minta bekal sedikit saja, Sayang,” ucapnya dengan tampang memelas.“Tadi siang kan udah di restoran,” sahut Ayas sambil mengerungkan wajahnya.Tira pun terkekeh mendengar ucapan Ayas. Ia paham betul apa yang sedang Ayas pikirkan. “Ya Tuhan … ternyata kamu pikirannya nakal juga, ya,” gumam Tira sambil tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala.Ayas bingung. “Maksud kamu apa?” tanyanya.“Emang kamu pikir aku mau ngapain, hem?” Tira balik berta
“Papi!” keluh Ayas setelah Tira melepaskan tautannya.Tira tersenyum sambil mengusap bibirnya.“Aku yakin yang terakhir itu pasti hasil fotonya paling bagus,” gumam Tira. Kemudian ia melihat hasil foto di ponselnya tersebut.“Nah, benar kan apa kataku. Ini hasilnya paling bagus,” ucap Tira sambil tersenyum. Lalu ia merubah walpaper ponselnya dengan foto tersebut.“Mana?” tanya Ayas. Ia penasaran seperti apa fotonya.“Ini, bagus kan?” tanya Tira sambil menunjukan fotonya pada Ayas.Ayas mengerutkan keningnya. “Hah? Bagus apanya, sih? Ini terlalu vulgar, Pi. Masa kamu jadiin walpaper, sih? Apa kata orang yang lihat nanti?” keluh Ayas.Di foto tersebut hanya terlihat sebelah wajah mereka dengan bibir yang saling bertautan. Bahkan mata mereka sama-sama terpejam. Terlihat
Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan. Hati Ayas berdebar-debar ditatap seperti itu oleh Tira. Ia mulai tergoda oleh rayuan pria tersebut.“Boleh, ya?” tanya Tira, memelas.Ayas tersenyum ke arahnya. Hal itu membuat Tira yakin bahwa Ayas akan mengizinkannya.“Boleh, kan?” tanya Tira lagi.Ayas pun mengangguk. “Boleh,” jawabnya.Tira langsung sumeringah. Ia sangat senang karena diizinkan oleh Ayas. Namun, kemudian Ayas menghancurkan harapannya.“Kamu boleh keluar dari rumah ini sekarang juga,” skak Ayas.Tira yang sedang tersenyum itu seketika kaku. “Kamu kok malah ngusir aku?” keluh Tira.“Kamu tadi janjinya apa? Udah aku duga pasti kamu tuh niat macem-macem. Makanya dari pada nanti kamu makin menjadi-jadi, lebih baik keluar sekarang!” ucap
Beberapa saat kemudian, asisten rumah tangga di rumah orang tua Ayas keluar dan membukakan pagar untuk Vano dan Tira.“Maaf, cari siapa, ya?” tanya ART.“Ibu dan Bapak ada?” tanya Tira.Asisten rumah tangga pun mengangguk. “Ada, kalau boleh tahu, ada perlu apa Bapak datang ke sini?” tanyanya lagi.“Saya datang untuk menyampaikan informasi tentang Laras,” jawab Tira.ART terkesiap setelah mendengar nama Ayas. “Mbak Ayas?” tanyanya lagi.Tira mengangguk.“T-tunggu sebentar ya, Pak,” ucap ART itu. Kemudian ia berlari ke dalam dan melapor ke orang tua Ayas.“Bu,” ucapnya.“Siapa, Mbak?” tanya mamah Ayas, santai.“Itu … ada tamu, katanya mau menyampaikan informasi tenang Non
“Kenapa Ayas gak ikut? Dia baik-baik aja, kan?” tanya mamah Ayas. Ia mengkhawatirkan kondisi anaknya yang sampai saat ini belum ia temui itu.“Sejujurnya Laras masih belum berani menemui Ibu dan Bapak. Dia takut jika kalian menolaknya,” jawab Tira.Mamah Ayas langsung menoleh ke arah suaminya. “Pah, Papah sudah memaafkan anak kita, kan?” tanya mamah Ayas sambil berurai air mata.Ridu yang ia pendam sudah menggunung. Sehingga rasanya ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan Ayas.“Tentu, Mah. Papah menyesal atas apa yang telah papah katakan dulu. Sebenarnya dulu papah hanya emosi. Mana mungkin papah sungguh-sungguh ingin membuang anak sendiri, Mah?” sahut papah Ayas.Sebenarnya papah Ayas pun selama ini diam-diam mencari keberadaan Ayas. Bahkan ia meminta bantuan sahabatnya yang memiliki chanel di banyak daerah. Namun sayang,
Beberapa saat kemudian, Tira sudah tiba di sebuah restoran. Sebelumnya ia sudah membuat janji dengan orang tua Helen.“Selamat siang, Om. Apa kabar?” sapa Tira, saat tiba di restoran.Orang tua Helen datang lebih dulu karena mereka sangat antusias ketika Tira mengajak mereka bertemu. Sebab, sejak anak mereka bertunangan dengan Tira, pria itu tidak pernah menemui mereka secara khusus seperti ini.Saat Tira datang bersama Vano, mereka sempat bingung dan bertanya-tanya. Namun mereka tidak ingin berprasangka dan berharap bahwa itu hanya keponakan Tira.Setelah Tira dan Vano duduk, mereka pun mulai basa-basi untuk mencairkan suasana. Sebab, meski Tira adalah calon menantu mereka, tetapi justru merekalah yang nervous saat menemui pengusaha paling kaya itu.“Oke, aku tidak punya banyak waktu, kita langsung saja,” ucap Tira.Mereka berdua pun