Setelah Sheila selesai berpakaian, ia kembali duduk di samping Yoga. “Maaf ya, tadi itu aku cuma ngetes kamu aja,” ucap Sheila.
“Ngetes?” tanya Yoga.
“Iya, ngetes. Aku pikir kamu tuh sama aja kayak mantan aku yang brengsek itu, udah semuanya aku kasih. Apa aja yang dia minta aku turutin, dia masih aja selingkuh,” jawab Sheila, lirih.
Dari yang Sheila ceritakan membuat Yoga tahu kalau Sheila adalah wanita yang baik, Yoga tidak habis pikir wanita cantik dan baik seperti itu masih dikhianati.
“Semoga kamu bahagia,” ucap Sheila, berdiri.
“Tunggu!” sahut Yoga.
“Ada apa?” tanya Sheila.
“Harusnya kamu gak boleh begitu, itu terlalu berlebihan sampe kamu buka baju segala,” jawab Yoga.
“Gak apa-apa, aku ini udah gak suci lagi. Lagian tubuh ini hanya segumpal daging, gak ada artinya,” ucap Sheila, datar.
Deg!
Yoga langsung berdiri
Yoga terkesiap saat melihat Mamanya sudah berada di depan pintu, terlebih lagi dengan raut wajah Mamahnya yang terlihat masam.“Kenapa kamu gak mau sama Sheila? Kamu bukan penyuka sesama jenis, kan?” tanya Mamah Yoga. Ia berpikir ada yang tidak beres pada Yoga.“Mamah apaan sih? Aku normal lah, Mah!” bantah Yoga.Wajar saja Mamahnya Yoga seolah berpikir kalau Yoga itu tidak normal, karena ia bertemu dengan Sheila di bawah dan apa yang Sheila katakan berbeda.“Kamu dikasih cewek cakep dan seksi kayak gitu masih aja gak mau, apalagi kalo bukan karena kamu itu belok?” Lagi-lagi Mamah Yoga kembali menuduh Yoga.“Lah, emangnya Mamah tau dari mana?” tanya Yoga, heran.“Tadi Mamah ketemu sama Sheila, dia bilang kamu gak nafsu sama dia!” jawab Mamah Yoga.“Waduh! Ya gak salah juga sih, tapi harusnya jangan bilang gitu juga,” gumam Yoga.Sheila memang sengaja berkat
Saat jam kerja telah usai, Gita pergi ke sebuah cafe yang berada tidak jauh dari kantornya.Cafe tersebut adalah cafe tempat ia dan Anton sering bertemu, karena memang jaraknya tidak terlalu jauh dengan tempat kos Gita dahulu.Tidak butuh waktu lama untuk Gita tiba di restoran tersebut walaupun keadaan sangat macet, “Udah lama banget gak ketemu sama Anton, pasti dia tambah ganteng,” gumam Gita. Ia lalu masuk ke dalam cafe yang memang tidak terlalu besar.“Git!” Seorang pria memanggil Gita dari kejauhan, pria itu memang tidak lain adalah Anton yang sedang duduk di meja paling ujung.Saat melihat orang yang memanggilnya adalah Anton, Gita pun tersenyum dan segera menghampiri Anton. “Kamu apa kabar?” sapa Gita, sambil menjabat tangan Anton.“Baik, ayo duduk!” Anton mempersilakan Gita untuk duduk.Setelah itu mereka memesan makanan persis seperti yang sering mereka pesan dahulu.“Sudah
Anton berdiri dari tempat ia duduk sebelumnya, ia berjalan mendekati kamar Gita. “Gita beda banget, dulu bodynya gak kayak gini,” gumam Anton.Anton hendak mengintip Gita yang sedang ganti pakaian di dalam kamar.Ceklek!Kebetulan sekali saat itu Gita membuka pintu, “Kamu ngapain?” tanya Gita, mengerutkan alis.Anton benar-benar panik dan hampir tidak bisa berkata apa-apa, “A-aku mau numpang ke toilet,” jawab Anton, cepat.“Oh, toiletnya ada di sana!” balas Gita.Anton pun langsung pergi menuju toilet, ‘Sialan, hampir aja ketahuan!’ batin Anton.Gita masih berprasangka baik pada Anton, ia sama sekali tidak memilih kecurigaan pada Anton.Ceklek!Saat Anton keluar dari dalam toilet, ternyata Gita sudah menunggu Anton. “Eh, kamu di sini?” tanya Anton, kikuk.“Iya, aku mau mandi. Gerah banget rasanya hari ini,” jawab Gita. Ia pun lalu
Gita mendorong Anton, ia tidak ingin Anton terlalu dekat dengannya.Karena Gita merasa risih dengan Anton yang terlalu dekat, ditambah lagi Anton hanya mengenakan selembar handuk.“Anton! Apa-apaan kamu?” Gita terlihat tidak senang dengan apa yang baru saja Anton lakukan.Beruntung kecupan Anton sama sekali tidak mengenai pipi atau bagian wajah Gita yang lain, karena tepat saat itu Gita masih sempat menghindarinya dan Anton hanya bisa mengecup telinga yang tertutup rambut.Anton mengerutkan alis, “Kenapa, Git?” tanya Anton.Untuk beberapa saat Anton menatap Gita, sementara itu Gita juga menatap Anton dengan penuh tanda tanya.“Kamu tanya kenapa? Aku yang harusnya nanya, kamu kenapa?” balas Gita, agak menyentak.Anton berpikir kalau Gita hanya sedang berpura-pura jual mahal, “Ayolah, aku tau daritadi kamu sengaja, kan?” ucapnya menyeringai.“Apa maksud kamu?” marah Gita
Deg!Seketika Gita teringat dengan masa lalu sahabatnya yang tidak lain adalah Ayas, ia tidak mau hal buruk seperti itu menimpa dirinya.Karena jelas apa yang Ayas alami jauh berbeda, karena Anton dan Tira benar-benar tidak sama.Greb!Tiba-tiba Gita meremas bola gantung Anton, “Mampus!” geram Gita, ia meremasnya sekuat tenaga.“AAAAAAAA!” Anton berteriak kesakitan.Tidak hanya sampai di situ, lalu Gita mendorong Anton hingga terjengkang.Brukk!“Git, kamu ini apa-apaan, sih?” marah Anton, sambil berusaha berdiri menahan rasa sakit.“Kamu yang apa-apaan? Dasar bajingan!” balas Gita, memaki Anton.Lalu dengan emosi yang luar biasa dan sekuat tenaga, Gita menendang bagian vital Anton dengan sangat keras.Jebret!“AAAAA!” Sontak Anton langsung ambruk dan meringkuk kesakitan di atas lantai.“Rasain, tuh! Emang, enak?” cibir Gi
Gita yang awalnya terlihat sangat kuat tiba-tiba saja menangis di pelukan seorang pria, pria itu tidak lain adalah Yoga.Yoga pun terkejut bukan main, “Apa? Kamu diperkosa?” tanyanya.Huhuhu!Gita masih saja menangis dipelukan Yoga, karena tidak enak kalau sampai ada yang lihat.Yoga pun mengajak Gita untuk masuk ke dalam, Yoga menuntun Gita duduk di sofa. “Se-sebentar, aku ambilin minum dulu!” ucap Yoga. Ia pun berjalan menuju ke dapur untuk mengambilkan Gita minum.Tidak lama kemudian Yoga sudah kembali dengan membawa segelas minuman, “Diminum dulu,” ucap Yoga.“Makasih,” balas Gita. Ia pun meminum air pemberian Yoga.Glek! Glek! Glek!Yoga memperhatikan Gita, ia tidak menyangka kalau nasib Gita akan berakhir seperti Ayas. ‘Kasihan, nasibnya hampir sama kayak Vivi,’ batin Yoga.Setelah Gita selesai minum, Yoga pun memberanikan diri untuk bertanya pada Gita. &l
Gita bingung harus merespon seperti apa, karena kalau Yoga tahu orang itu adalah Anton.Pasti akan ada banyak sekali pertanyaan yang keluar dari mulut Yoga, “Oh, iya. Mamahku ada di Jakarta, lho!” ucap Yoga.“Apa? Mamah Mas Yoga, ada di Jakarta?” Sontak Gita pun terkejut karena sebelumnya sama sekali tidak ada rencana seperti itu.“Memangnya kenapa?” tanya Yoga.“Ya ... gak kenapa-kenapa, sih. Tapi kok, dadakan banget?” balas Gita, mempertanyakan.“Kita kan, mau nikah bulan depan. Dan acaranya bakal diadain di sini,” jawab Yoga.“Hah? Di sini? Kenapa di sini?” tanya lagi Gita, agak menyentak.Yoga pun menyipitkan matanya, “Kamu kenapa, sih? Kamu gak ada niat buat batalin, kan? Atau ... kamu gak percaya sama kontrak yang udah aku buat?” tanya Yoga.Gita tercekat, “Eh, bukan begitu, Mas! Tapi—“ Belum selesai Gita bicara, Yoga mem
Gita tersenyum tipis melihat ekspresi Yoga, “Mas, jangan gitu. Emang gak mau liat?” ucap Gita, yang saat ini sudah memamerkan pusarnya.Hanya tinggal sedikit lagi Yoga pun bisa melihat dia buah bukit kembar Gita, walaupun masih terbungkus oleh bra tentu saja hal tersebut bisa memancing gairah seorang pria.Dan pakaian yang Gita pakai sekarang pun, sudah bukan tanktop dan celana yang sama saat dirinya menyiksa Anton.“Gita, kamu ini apa-apaan?” tanya Yoga, agak menyentak.Gita pun memicingkan matanya, “Kamu ini gak normal ya, Mas?” balas Gita.“Enak aja! Aku ini normal, kamu jangan sembarang!” bantah Yoga. Ia tidak terima dikatai seperti itu oleh Gita, karena sebagai seorang pria itu benar-benar sebuah penghinaan.Gita menatap Yoga dengan tatapan sinis, “Kalo Mas Yoga normal, masa gak suka liat badan aku? Apa aku ini kurang seksi?” tanya Gita, memancing.Yoga masih terdiam dan