Pagi itu Darren sedang berada di kamarnya. Persiapan untuk segera berangkat ke Paris pagi ini juga sedang ia lakukan. Undangan pameran lukisan itu sungguh membuatnya gelisah semalaman. Darren sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Xavia.
Darren memasukkan beberapa stelan jas ke dalam koper yang bertandang di atas ranjangnya. Sembari bersenandung lagu Jason Mraz idolanya Darren merapikkan seisi koper itu.
Nyonya Hawk yang berdiri sembari bersandar pada kusen pintu tampak mengulas senyum melihat Darren yang tampak sangat bersemangat pagi ini. Ya, dia berdoa dalam hati agar Darren dan Xavia bisa bertemu lalu melanjutkan pernikahan mereka yang sempat tertunda. Nyonya Hawk sangat bersyukur karena Nyonya Altano mengiriminya undangan pameran itu.
Jika bukan karena itu, entah harus bagaimana lagi dirinya membantu Darren menemukan Xavia. Tanpa memadamkan senyumnya Nyonya Hawk segera berjalan menuju pria dengan stelan jas hitam di depannya.
"Apakah semuany
"Dasar gadis sinting!" Darren mengumpat pelan sambil mendaratkan bokongnya pada bangku mobilnya yang dikemudikan oleh Jeremy. "Apa ada masalah, Bos?" tanya Jeremy yang ternyata mendengar ucapan kesal bosnya itu tadi. "Tak ada, ayo jalan." Darren memilih untuk tak menjawab pertanyaan Jeremy. Pertemuannya dengan gadis gila bernama Julie itu bukanlah hal yang menarik untuk ia cetitakan pada asistennya itu. "Baiklah, aku akan segera mengantar anda menuju apartemen Lavender." Jeremy segera melajukan mobil menuju apartemen Lavender dimana Darren sudah memesan satu unit apartemen di sana. Darren hanya mengangguk lalu memalingkan wajahnya pada jendela mobil. Jeremy menoleh siluet pria dengan jas hitam itu dari kaca spion di atasnya. Darren tampak gelisah, itu yang dilihatnya. Namun sebagai bawahan Jeremy tak punya nyali untuk menanyakan apa gerangan yang membuat wajah tampan bosnya itu bermuram. Masih dengan perasaan gelisah Darren tiba-tiba melihat J
04 : 00 apartemen Lavender, Paris Pagi-pagi sekali Darren sudah berdiri di depan cermin setinggi dirinya guna mematut penampilannya.Sanking rindunya pada Xavia, semalam dia tak bisa tidur dengan baik. Pukul dua pagi Darren sudah terjaga dan gegas menyalakan air hangat guna menyegarkan tubuhnya. Jeremy yang juga sudah bangun tampak sedang membuat sesuatu di dapur. Kemeja putih bagian depan tubuhnya tertutup oleh celemek bermotif kembang-kembang. Punggung Jeremy tampak fokus dengan aktifitasnya di dapur. Darren yang baru keluar dari kamarnya segera mencium aroma makanan dari arah dapur. Steak sapi yang lezat, dengan taburan seladri kering dan lada hitam. Aroma itu sukses merasuki indera penciumannya, membuat perutnya ingin segera diisi. "Pagi, Bos. Anda sudah bersiap rupanya," sambut Jeremy saat melihat Darren yang memasuki dapur.Bosnya itu tampak sangat tampan dan maskulin dengan stelan jas hitamnya yang dipadukan celana kain dengan
Darren masih berdiri memandangi punggung wanita yang berjarak kurang lebih sekitar dua meter dari tempatnya berdiri.Dia menghela napas, mengendurkan ikatan dasinya, lalu memantapkan hatinya untuk melangkah menuju wanita di sana. Sepasang tungkainya kini berdiri sejajar dengan si wanita.Darren tersenyum tipis, jantungnya berdebar luar biasa. Dia sangat bahagia sekaligus gelisah. Sedangkan wanita itu belum menyadari adanya dirinya. Dia tampak asik memandangi lukisan besar bertema alam itu. "Terkos lake di Istambul. Sangat indah. Apakah kau mau mengunjunginya bersamaku suatu hari nanti?" tanya Darren memberanikan diri membuka percakapan sembari memandangi lukisan itu. Wanita dengan gaun pajang se-mata kaki warna hitam itu pun menoleh padanya. Sepasang netranya membulat melihat wajah tampan yang tengah memasang senyum untuknya itu. "Darren?" tanyanya kaget "Hai, Xavia. Apa kabar? Aku sengaja datang untukmu," balas Darren tanpa mena
Darren tampak sedang berdiri mematung saat Jeremy datang menghampirinya bersama seorang pria seumuran Darren. "Bos," tukas Jeremy membuat Darren sedikit kaget. Pria itu pun menoleh pada Jeremy dan pria di sampingnya. "Bos, apa yang sedang anda lakukan di sini?" tanya Jeremy dengan wajah cemas. "Tak ada, tadi aku baru saja bicara dengan Xavia. Namun sepertinya dia masih marah padaku," balas Darren tampak murung.Jeremy terlihat simpati melihat keadaan bosnya itu. "Nona Xavia? Nona Xavia Price? Apakah model cantik itu yang anda maksud, Tuan Hawk?" pria yang berdiri di samping Jeremy tiba-tiba berkata dengan antusias. "Kau mengenalnya?" Darren bertanya pada pria itu.Pria itu pun mengangguk sambil tersenyum, "Ya. Tentu saja aku mengenalnya, Tuan." Darren menatapnya lalu menoleh pada Jeremy."Ini Tuan Law, Bos. Beliau adalah Tuan Noah Law yang kemarin aku ceritakan pada anda," ucap Jeremy meluruskan sangkaan Darren.
Darren yang geram segera menghampiri Julie yang baru saja bangkit dari lantai. Gadis itu mengerang kesakitan sembari memegangi pinggangnya.Darren segera memutar tubuhnya membelakangi wanita tanpa busana itu. Sebagai pria normal, Darren tak ingin berahinya terpancing. "Gadis aneh, cepat pakai pakaianmu dan tinggalkan apartemen ini!" perintah Darren tak berani menoleh pada Julie yang sedang mengenakan pakaiannya. "Pria munafik! Kau kejam sekali, Darren. Padahal aku baru saja memberimu kenikmatan," serang Julie tampak kesal sembari mengenakan bra dengan warna merah pasta. Darren mengepalkan jemarinya."Tutup mulutmu dan lekas pergi dari sini! Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Wanita sinting!" Darren segera berjalan cepat menuju kamar mandi. Dia harus menetralkan kembali kejantanannya yang masih berdiri. Julie tersenyum nakal lalu berkata, "Untuk apa kau melakukannya dengan sabun, tampan? Jika ada gadis menggairahkan yang siap melayanimu d
Darren baru saja menarik knop pintu kamarnya dari luar. Stelan jas warna navi melekat di tubuhnya, dengan lapisan kemeja warna hitam di dalamnya dan dasi dengan warna dark blue. Rambut dark brownnya tampak licin dengan jambul yang menjulang. Wajahnya tampak cerah sore ini dengan wangi parfumnya yang maskulin. Darren tersenyum tipis mendapati Jeremy yang baru memasuki apartemen. Pria lebih tua darinya dua tahun itu tampak sangat bahagia. Darren bisa melihatnya dari cara Jeremy berjalan sembari bersiul riang. Ah, apakah pria berkaki panjang itu telah menemukan seorang gadis? Darren menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis. "Wah, anda tampak keren sekali sore ini, Bos. Anda kelihatan seperti akan pergi ke pesta dansa saja," goda Jeremy sembari menggelengkan kepalanya, takjub akan penampilan Darren. "Aku akan menemui Xavia. Kau keluarlah untuk makan malam atau mengencani seorang gadis. Sepertinya aku akan pulang telat malam ini," balas Darren sembari merap
Xavia masih terdiam. Sedangkan Darren masih menunggu jawabannya. Pasal hubungan Xavia dan adiknya, Harry. Darren sungguh sangat ingin tahu."Darren, ayo minum. Kau pasti haus," ucap Xavia lalu meraih kaleng soft drink dan menyesapnya usai membuka penutupnya lebih dulu.Darren masih terdiam sembari memandangi gadis di sampingnya itu. Kenapa Xavia tidak menjawab pertanyaannya tadi?"Xavia, kau masih belum menjawabnya. Ada hubungan apa kau dengan Harry? Dan apa yang sudah Harry lakukan padamu tadi? Kenapa kau menangis?" Darren yang sangat penasaran akhirnya menyerang Xavia dengan banyak pertanyaan.Xavia menoleh pada Darren lalu menelan salivanya. Sebenarnya dia sangat tak ingin bercerita tentang hubungannya dengan adik mantan tunangannya itu. Terlebih perbuatan Harry yang sangat membuatnya kesal tadi."Xavia, katakanlah. Aku tak pernah menganggap hubungan kita telah berakhir. Bagiku kau tetaplah tunanganku, calon istriku. Dan aku bertanggung jawab penu
Darren membukakan pintu mobilnya untuk Xavia saat keduanya tiba di parkiran apartemen Xavia. Darren sangat senang bisa mengajak Xavia untuk dinner. Bahkan dirinya sudah memesan meja VIP khusus untuk Xavia.Ya, meski mood nya sedikit ambruk karena Xavia telah bersama Harry. Namun Darren tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk dinnernya bersama Xavia. Terlebih dia selalu merasa bersalah jika teringat kejadian malam itu. Dimana dirinya menyebut-nyebut nama Angela saat sedang bercinta dengan Xavia."Xavia, apa kau sudah memaafkan diriku?" tanya Darren setelah duduk di bangku mobil samping Xavia. Tangannya mulai berpegangan pada kemudi mobilnya, dengan wajahnya yang menoleh pada Xavia.Xavia sedikit kaget mendengar ucapan Darren. Dia terdiam sejenak lalu membasahi bibirnya, "Darren, semuanya sudah berubah. Aku minta jangan bahas itu lagi. Dan lagipula kini diriku telah bersama Harry. Aku tak masalah bila kau kembali pada Angela," ucap Xavia terdengar iklas namun
Darren tampak sedang berdiri di tepi jendela kamarnya. Nyonya Hawk baru saja memasuki kamar. Sedikit canggung dan cemas pada Darren yang dari kemarin tak mau lagi bicara padanya."Tinggalkan kamarku, Ma!" perintah Darren tanpa mau menoleh."Sayang, aku tahu kau sangat marah padaku. Namun, alangkah baiknya bila kau jemput Xavia kembali. Bawalah calon menantu Mama itu pulang, Darren." Nyonya Hawk bicara dengan suaranya yang serak."Dimana Xavia sekarang?" tanya Darren. Dia menoleh pada wanita di belakangnya itu."Paris. Xavia ada di Paris. Di apartemennya yang dulu," jawab Nyonya Hawk lirih.Darren segera mendekatinya, lantas memeluk tubuh tinggi ibunya itu. Nyonya Hawk menangis dalam pelukan Darren. Sedangkan Tuan Hardin Hawk hanya memandangi mereka dari ambang pintu dengan terharu.***Pukul 21:00 waktu Perancis.Xavia sedang bersiap untuk tidur. Tubuhnya sangat kelelahan karena jadwal pemotretannya yang mulai padat. Terleb
Hari berikutnya Nyonya Hawk, Darren dan Xavia tiba di New York. Darren sangat senang karena ternyata ibunya sudah menyiapkan pesta pernikahan untuknya. Sedangkan Xavia sangat sedih, karena Darren akan segera menikah dengan Julie.Julie sendiri sudah berada di rumah orang tua Darren. Hanya saja Nyonya Hawk melarang gadis itu untuk menunjukkan wajahnya di hadapan Darren sebelum pernikahan.Nyonya Hawk tahu, pasti Darren takkan mau menikahi Julie jika mengetahui semua ini lebih awal. Sedangkan Xavia sendiri akan kembali ke Paris esok pagi."Ayo Darren. Kau dan Xavia harus beristirahat, bukan?" tukas Nyonya Hawk segera menggiring Darren dan Xavia menuju tengah rumah.Darren mengulas senyum melihat banyak pelayan yang sedang menatata ruang tengah rumahnya itu. Pasti akan ada pesta yang meriah di sini besok malam, pikirnya.Wajahnya menoleh pada Xavia. Namun gadis itu tampak tidak senang melihat semua persiapan ini.Ada apa dengan Xavia? Kenapa dia
Nyonya Hawk menyeka titik kecil yang ingin terjatuh dari sudut matanya. Kenapa ini sangat sakit baginya. Apa yang harus ia katakan pada Darren saat puteranya itu tersadar nanti. Kenyataannya Darren harus menikahi Julie, karena wanita itu telah menyelamatkan nyawanya. Dan si brengsek itu meminta syarat yang sangat konyol; menikahinya."Xavia," lirih Nyonya Hawk. Tangannya terulur pada bahu mungil Xavia. Meremasnya, menguatkan gadis itu yang mulai menitikan air matanya."Ma, jangan katakan apa pun pada Darren. Biarkan Darren mengetahuinya saat dia sudah menikahi Julie. Kumohon," lirih Xavia sembari menatap bola mata kebiruan Nyonya Hawk. Penuh harap dan sedih.Nyonya Hawk hanya mengangguk. Wajah putihnya berubah merah menahan tangis. Dia segera meraih Xavia dalam pelukannya. Xavia pun menangis sejadinya. Mungkin ini akhir kisahnya dengan Darren. Pria tampan yang sangat ia cintai. Nyatanya Young Master Hawk memang bukan tercipta untuknya.Julie hanya memalin
PLAAKK!!Tamparan keras mendarat pada pipi kiri Julie. Nyonya Hawk menatapnya tajam, dengan kedua bahunya yang turun naik menahan emosi. Sepertinya tamparan itu cukup menegaskan; apa kedudukkan wanita di hadapannya itu, sampai-sampai dia berani mengatakan hal konyol tadi.Meminta Darren menikahinya? Dasar sinting! Nyonya Hawk tampak sangat murka pada Julie. Sedangkan Xavia hanya membungkam mulutnya kaget. Dia tak menyangka Nyonya Hawk semarah itu pada Julie.Sejujurnya ia pun sangat kesal mendengar tutur wanita itu. Namun ini bukan saatnya untuk berdebat. Darren sedang kritis sekarang, dia sangat membutuhkan tranfusi darah itu.Julie menatap Nyonya Hawk dengan wajah merah memanas. Dia menoleh seketika pada dokter yang sedang berdiri di sampingnya. Wanita dengan stelan serba hijau itu hanya menunduk tak nyaman atas pandangan Julie padanya."Beraninya kau mengatakan hal bodoh seperti itu. Kau pikir siapa dirimu ini? Apa kau pantas untuk puterak
Darren segera bangkit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Dia segera mencengkeram bahu Aaron dari belakang, lantas menariknya agar menjauh dari Xavia."Beraninya kau menyentuh Xavia! Rasakan ini, brengsek!" Darren menghajar Aaron dengan kepalan kekar tangannya.Seketika pria itu pun tersungkur menubruk meja rias di sana. Sedangkan Xavia segera bangkit dan berlari menuju pintu keluar untuk mencari pertolongan.Namun ternyata di luar sangat sepi. Kemana semua orang-orang yang tadi sedang berpesta di sini? Pikir Xavia bingung. Dia pun segera berlari menuju gerbang tempat kontruksi itu. Ya, dia mendengar suara sirine polisi. Pasti itu Jeremy bersama para polisi, pikir Xavia.Langkah kecil setengah berlari, Xavia segera mencegat mobil polisi itu."Berhenti! Kumohon tolong Darren-ku!" teriak Xavia sambil melambaikan tangannya."Nona Price?!" Jeremy segera menepikan mobilnya. Dia keluar dan langsung berlari menuju Xavia."Nona Price, dimana Bos?"
Darren sangat ingin mengejar mobil Aaron yang membawa Xavia pergi. Dia sangat mencemaskan kekasihnya itu. Tentu saja. Namun para bandit itu tak henti memberinya pukulan demi pukulan. Tidak, keselamatan Xavia jauh lebih penting!Dengan sisa tenaga yang Darren miliki. Dia segera bangkit berlari menuju mobilnya. Bagaimanapun dia harus menyelamatkan Xavia."Hei, pengecut! Rupanya kau mau lari seperti seekor tikus betina, hah?!" teriak salah satu dari para bandit itu.Darren tak perduli, yang terpenting adalah Xavia. Dia pun bergegas memasuki mobilnya."Hei, pengecut!" teriak pria itu lagi, sedangkan Darren sudah mulai melajukan mobilnya."Tangkap dia, bodoh! Jangan sampai lolos! Kita habisi dia!" teriaknya lagi pada semua orang-orangnya.Mereka pun berusaha menghadang mobil Darren beramai-ramai. Darren mulai kesal, dia segera menambah kecepatan dan menabrak beberapa pria yang menghadangnya itu."Shit!""Kejar dia. Cepat!"Para b
"Darren, cepat selesaikan urusanmu di sini. Dan cepatlah kalian pulang," ucap Nyonya Hawk sembari mengusap pipi Darren. Sepasang netranya menatap Darren dan Xavia secara bergantian. Ada kegundahan di hatinya, entah apa.Mereka sedang berada di bandara saat ini. Nyonya Hawk beserta bodyguard-nya, Raymond dan Lukas sudah bersiap untuk meninggalkan Perancis."Aku dan Xavia akan segera pulang lusa nanti. Tunggulah kami di New York," balas Darren sembari tersenyum tipis.Nyonya Hawk segera meraih Darren dan Xavia ke dalam pelukannya. Dia sangat menyayangi kedua orang itu. Entah mengapa ada perasaan yang aneh saat ini. Perasaan seolah dia tak akan melihat Darren lagi. Darren atau pun Xavia, keduanya merasa nyaman berada dalam pelukan wanita cantik itu."Baiklah, Mama harus segera pergi. Papamu terus menelepon dari tadi," ucap Nyonya Hawk usai melepaskan pelukannya dari Darren dan Xavia. Dia menoleh pada Xavia seraya mengusap pipi gadis cantik di depannya itu, "
Darren dan Xavia berjalan berangkulan sembari tertawa mesra. Nyonya Hawk dan Jeremy yang sedang duduk di sofa hanya tersenyum tipis melihat kemesraan mereka. Astaga, apa ini? Mereka tak mengendahkan jika ada Nyonya Hawk dan Jeremy di ruang tamu. Darren dan Xavia kembali berciuman mesra."Ehem!" akhirnya Nyonya Hawk membuka suara.Sedangkan Jeremy hanya mengulum senyumnya melihat Darren dan Xavia tampak kaget. Keduanya pun berjalan menuju sofa, dimana Nyonya Hawk dan Jeremy sedang duduk berhadapan."Astaga, tampaknya kalian benar-benar sedang dimabuk cinta, ya?" goda Nyonya Hawk sembari mengusap kepala Darren yang duduk di sampingnya.Darren hanya tersenyum, lalu menoleh pada Xavia yang juga duduk di sampingnya. Gadis itu hanya tersenyum sipu dengan pipinya yang bersemu merah."Baiklah, aku dan Jeremy baru saja bicara. Ya, kami akan pulang malam ini juga. Kau dan Xavia menyusullah esok pagi," tukas Nyonya Hawk, lalu meraih gelas teh yang ada di hadapann
Sore itu pukul 18:30 waktu Perancis. Xavia sedang berada di dapur. Ia tampak sibuk membuat sesuatu. Tangannya yang dipenuhi tepung yang memutih sesekali mengusap pelipisnya yang berpeluh. Sehelai apron motif bunga menutupi tubuh moleknya yang hanya mengenakan tangtop dipadukan celana kain ketat dengan warna hitam senada. Sedangkan rambut panjangnya diikat ke belakang menyerupai ekor kuda. Ya, Xavia sedang membuat kue untuk ulang tahun Darren.Dia membuatnya sendiri tanpa memberitahukan Darren lebih dulu. Sepertinya dia ingin memberikan kejutan untuk calon suaminya itu. Xavia mengulas senyum sembari mengulen adonan kue dengan mikser.Benar, Darren dan Jeremy sudah pergi dari apartemen pagi buta tadi. Sampai sore ini mereka belum kembali juga. Darren mengatakan padanya; jika dia dan Jeremy akan menemui seorang clien di sebuah hotel. Namun sampai kini mereka belum kembali.Karena ini hari jadi pria yang sangat dicintainya, Xavia putuskan untuk membuat kue saja sete