Pukul 12 malam, pesta pun telah usai. Para tamu mulai meninggalkan area pesta dan beralih menuju kamar-kamar hotel yang telah disiapkan untuk mereka. Nyonya Hawk memang menjamu para tamunya dengan sangat baik. Dia menyiapkan kamar-kamar mewah di hotel itu untuk semua tamunya beristirahat.
Cuaca di Manhattan sangat dingin malam itu. Namun Darren justru merasa sangat kepanasan, dia sampai membuka seluruh kancing kemejanya sembari duduk lalu berdiri dan mondar-mandir tak jelas di kamarnya.Nyonya Hawk memandanginya dari ambang pintu. Tampaknya obat perangsang yang ia campurkan pada wine yang diminum oleh Darren telah bereaksi. Nyonya Hawk menghembuskan asap rokoknya yang terakhir lalu membuang sisanya ke lantai dan menginjaknya sampai penyek.Dia tersenyum miring lalu melangkahkan tungkainya menuju Darren sembari memegang sebuah kotak perhiasan."Darren, apa yang sedang kau lakukan, Sayang?" tanya Nyonya Hawk pada puteranya yang sedang tampak
Suhu udara sore itu cukup dingin karena sudah memasuki awal musim dingin di kota New York. Bahkan di pusat kota mulai terlihat butiran-butiran salju yang bertaburan, indah sekali. Musim salju merupakan musim yang paling disukai oleh anak-anak, selain sekolah mereka yang diliburkan, mereka juga bisa menikmati bermain salju di halaman rumah. Namun tidak bagi orang dewasa, musim salju membuat gerak mereka terhambat karena banyak akses jalan yang ditutup karena tebalnya tumpukkan salju. Apalagi jika sampai terjadi badai salju, mereka harus siap siaga untuk mengantisipasinya. Badai salju bisa datang kapan saja, dan badai salju bisa meluluh lantakkan rumah-rumah atau bangunan lainnya. Hm, musim yang menyenangkan tapi juga meresahkan. *** Darren sedang duduk di bangku kebesarannya. Sebuah bolpoint hitam tampak terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Sembari melamun ia memainkan bolpoint itu. Sejak kejadian kemarin malam di hotel
Pukul enam sore Darren sedang berada di kamar mandi. Semburan air hangat dari shower membasahi tubuhnya yang polos. Darren menggosokkan sabun cair yang membusa ke sekujur tubuh atletisnya. Kebetulan wangi sabun itu berbau lavender, persis wangi yang ditimbulkan dari rambut panjang Xavia. Darren mengulas senyum tanpa sadar, dia teringat akan percintaannya dengan Xavia kemarin malam. Sungguh, tak ada percintaan yang lebih indah dari itu, yang pernah ia alami selama ini. Meski dengan Angela sekali pun! Kesucian Xavia sungguh membuatnya sangat menggila. Bahkan ia seakan ingin mengulangnya lagi. Ah, gila! Kejantannannya tiba-tiba menegang. Terngiang-ngiang di telinganya desahan serta erangan Xavia saat dirinya menyentuh tubuh indah gadis itu. Astaga, Darren segera menggelengkan kepalanya. Sial! Apa yang sedang terjadi padanya? Kenapa tiba-tiba otaknya menjadi mesum begitu. Darren segera menyudahi mandinya. Dia mematikan shower lalu meraih handuk putih yang
"Katakan, Darren!" Angela mengguncang kedua bahu Darren dengan tatapan tegasnya. Darren tak bisa menghindar lagi. Dia pun memberanikan diri menatap Angela. Gadis itu memasang wajah cemas menunggu jawabnya. Darren pun mengangguk lesu. Angela membulatkan matanya lalu membungkam mulutnya sembari menggelengkan kepalanya. Dia mundur satu langkah dari pria di depannya itu. Angela pun mulai menangis histeris. Dia hampir tak percaya semua ini. "Angela, aku mohon maafkan aku. Semua itu diluar kendaliku. Percayalah," ucap Darren berusaha meraih bahu Angela, namun Gadis itu menepisnya. "Cukup, Darren. Aku hanya memastikannya saja padamu, karena ibumu baru saja mengirimkan pesan gambar padaku. Ternyata kau benar-benar hanya mempermainkanku saja. Pada akhirnya kau lebih memilih model itu! Aku muak padamu, Darren!" Angela memutar tubuhnya untuk pergi, namun Darren segera mencekal lengannya. "Pesan gambar apa? Apa yang ibuku kirimnkan padamu, Ang
Xavia masih berdiri di ambang pintu. Sepasang netranya mengamati Darren yang tampak mabuk berat. Lantas kenapa Darren minta diantar ke apartemennya? Xavia berpikir sejenak. "Baiklah, Nona Price. Aku tak bisa berlama-lama," tukas Jeremy sembari melepaskan bahunya dari rangkulan Darren. Xavia segera menyambutnya dengan meraih lengan Darren. "Terimakasi, Jeremy." Xavia segera memapah Darren masuki apartemennya setelah Jeremy pamit pergi. "Astaga, Darren. Kenapa kau sampai mabuk begini?" gerutu Xavia sembari memapah Darren menuju kamarnya. Tubuh Darren sangat berat. Xavia sampai tertatih menggiring pria itu menuju tempat tidur. "Istirahatlah," ucap Xavia setelah berhasil merebahkan tubuh Darren ke tengah ranjangnya. Dia segera melepaskan sepasang fantopel yang terpasang pada kedua kaki Darren. Xavia hendak pergi setelah berhasil melepaskan sepatu Darren. Namun tiba-tiba Darren bangkit dari ranjang dan langsung mencekal hingga menarik lengannya.
Jam weker minimalis model digital yang bertandang pada meja nakas menunjukkan pukul enam pagi. Darren yang tadinya masih terlelap dalam pelukkan mimpi mulai terjaga. Perlahan kelopak matanya terbuka, menampilkan manik kecokelatan yang tegas namun teduh dipandang. Perlahan Darren mulai bangkit. Tubuh polosnya masih berbalut selimut tebal bad covernya. Dia menetralkan otot-ototnya sembari menguap. Dada bidang atletis terpampang begitu indah dengan perut langsing berkotak-kotak. Rambut kecokelatannya sedikit berantakkan namun tetap enak dipandang. Tiba-tiba dia mengulas senyum mengingat percintaannya semalam bersama ... Bersama siapa? Darren terdiam sejenak seperti sedang berpikir. Xavia? Astaga! Darren mengusap wajahnya lalu sepasang netranya memindai seisi ruangan mewah dimana dirinya berada kini. Ya, ini apartemen Xavia. Namun seingatnya semalam dirinya sedang bercinta dengan Angela. Bahkan beberapa kali di sela percinta
Musim dingin telah berlalu. Sudah satu tahun pasca kejadian malam itu Darren tak pernah lagi mengunjungi rumah mewah orang tuanya. Ternyata rasa kecewa ibunya masih tak kunjung memudar meski sudah satu tahun berlalu. Darren yang sedang dirundung rasa bersalahnya pada Xavia memilih menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus kantor. Terkadang dirinya pun lebih memilih bermalam di kamar yang tersedia di ruangan kerjanya daripada harus pulang ke apatrmen. Entah kemana Xavia pergi.. Sudah satu tahun ini Darren berusaha mencarinya tanpa sepengetahuan ibunya. Pasti Nyonya Hawk berpikir Darren baik-baik saja tanpa Xavia. Namun dirinya salah! Darren memang tampak sehat dan baik-baik saja dari luar. Tapi sesunguhnya pria itu sangat dilema dan mengalami sakit yang berkepanjangan setelah Xavia pergi. Adapun beberapa kali dalam satu bulan terakhir ini Tuan Hawk datang mengunjunginya di kantor. Ayahnya itu tentu saja sangat mengkhawatirkan keadaan Darren. Tuah Haw
Pagi itu Darren sedang berada di kamarnya. Persiapan untuk segera berangkat ke Paris pagi ini juga sedang ia lakukan. Undangan pameran lukisan itu sungguh membuatnya gelisah semalaman. Darren sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Xavia. Darren memasukkan beberapa stelan jas ke dalam koper yang bertandang di atas ranjangnya. Sembari bersenandung lagu Jason Mraz idolanya Darren merapikkan seisi koper itu. Nyonya Hawk yang berdiri sembari bersandar pada kusen pintu tampak mengulas senyum melihat Darren yang tampak sangat bersemangat pagi ini. Ya, dia berdoa dalam hati agar Darren dan Xavia bisa bertemu lalu melanjutkan pernikahan mereka yang sempat tertunda. Nyonya Hawk sangat bersyukur karena Nyonya Altano mengiriminya undangan pameran itu. Jika bukan karena itu, entah harus bagaimana lagi dirinya membantu Darren menemukan Xavia. Tanpa memadamkan senyumnya Nyonya Hawk segera berjalan menuju pria dengan stelan jas hitam di depannya. "Apakah semuany
"Dasar gadis sinting!" Darren mengumpat pelan sambil mendaratkan bokongnya pada bangku mobilnya yang dikemudikan oleh Jeremy. "Apa ada masalah, Bos?" tanya Jeremy yang ternyata mendengar ucapan kesal bosnya itu tadi. "Tak ada, ayo jalan." Darren memilih untuk tak menjawab pertanyaan Jeremy. Pertemuannya dengan gadis gila bernama Julie itu bukanlah hal yang menarik untuk ia cetitakan pada asistennya itu. "Baiklah, aku akan segera mengantar anda menuju apartemen Lavender." Jeremy segera melajukan mobil menuju apartemen Lavender dimana Darren sudah memesan satu unit apartemen di sana. Darren hanya mengangguk lalu memalingkan wajahnya pada jendela mobil. Jeremy menoleh siluet pria dengan jas hitam itu dari kaca spion di atasnya. Darren tampak gelisah, itu yang dilihatnya. Namun sebagai bawahan Jeremy tak punya nyali untuk menanyakan apa gerangan yang membuat wajah tampan bosnya itu bermuram. Masih dengan perasaan gelisah Darren tiba-tiba melihat J
Darren tampak sedang berdiri di tepi jendela kamarnya. Nyonya Hawk baru saja memasuki kamar. Sedikit canggung dan cemas pada Darren yang dari kemarin tak mau lagi bicara padanya."Tinggalkan kamarku, Ma!" perintah Darren tanpa mau menoleh."Sayang, aku tahu kau sangat marah padaku. Namun, alangkah baiknya bila kau jemput Xavia kembali. Bawalah calon menantu Mama itu pulang, Darren." Nyonya Hawk bicara dengan suaranya yang serak."Dimana Xavia sekarang?" tanya Darren. Dia menoleh pada wanita di belakangnya itu."Paris. Xavia ada di Paris. Di apartemennya yang dulu," jawab Nyonya Hawk lirih.Darren segera mendekatinya, lantas memeluk tubuh tinggi ibunya itu. Nyonya Hawk menangis dalam pelukan Darren. Sedangkan Tuan Hardin Hawk hanya memandangi mereka dari ambang pintu dengan terharu.***Pukul 21:00 waktu Perancis.Xavia sedang bersiap untuk tidur. Tubuhnya sangat kelelahan karena jadwal pemotretannya yang mulai padat. Terleb
Hari berikutnya Nyonya Hawk, Darren dan Xavia tiba di New York. Darren sangat senang karena ternyata ibunya sudah menyiapkan pesta pernikahan untuknya. Sedangkan Xavia sangat sedih, karena Darren akan segera menikah dengan Julie.Julie sendiri sudah berada di rumah orang tua Darren. Hanya saja Nyonya Hawk melarang gadis itu untuk menunjukkan wajahnya di hadapan Darren sebelum pernikahan.Nyonya Hawk tahu, pasti Darren takkan mau menikahi Julie jika mengetahui semua ini lebih awal. Sedangkan Xavia sendiri akan kembali ke Paris esok pagi."Ayo Darren. Kau dan Xavia harus beristirahat, bukan?" tukas Nyonya Hawk segera menggiring Darren dan Xavia menuju tengah rumah.Darren mengulas senyum melihat banyak pelayan yang sedang menatata ruang tengah rumahnya itu. Pasti akan ada pesta yang meriah di sini besok malam, pikirnya.Wajahnya menoleh pada Xavia. Namun gadis itu tampak tidak senang melihat semua persiapan ini.Ada apa dengan Xavia? Kenapa dia
Nyonya Hawk menyeka titik kecil yang ingin terjatuh dari sudut matanya. Kenapa ini sangat sakit baginya. Apa yang harus ia katakan pada Darren saat puteranya itu tersadar nanti. Kenyataannya Darren harus menikahi Julie, karena wanita itu telah menyelamatkan nyawanya. Dan si brengsek itu meminta syarat yang sangat konyol; menikahinya."Xavia," lirih Nyonya Hawk. Tangannya terulur pada bahu mungil Xavia. Meremasnya, menguatkan gadis itu yang mulai menitikan air matanya."Ma, jangan katakan apa pun pada Darren. Biarkan Darren mengetahuinya saat dia sudah menikahi Julie. Kumohon," lirih Xavia sembari menatap bola mata kebiruan Nyonya Hawk. Penuh harap dan sedih.Nyonya Hawk hanya mengangguk. Wajah putihnya berubah merah menahan tangis. Dia segera meraih Xavia dalam pelukannya. Xavia pun menangis sejadinya. Mungkin ini akhir kisahnya dengan Darren. Pria tampan yang sangat ia cintai. Nyatanya Young Master Hawk memang bukan tercipta untuknya.Julie hanya memalin
PLAAKK!!Tamparan keras mendarat pada pipi kiri Julie. Nyonya Hawk menatapnya tajam, dengan kedua bahunya yang turun naik menahan emosi. Sepertinya tamparan itu cukup menegaskan; apa kedudukkan wanita di hadapannya itu, sampai-sampai dia berani mengatakan hal konyol tadi.Meminta Darren menikahinya? Dasar sinting! Nyonya Hawk tampak sangat murka pada Julie. Sedangkan Xavia hanya membungkam mulutnya kaget. Dia tak menyangka Nyonya Hawk semarah itu pada Julie.Sejujurnya ia pun sangat kesal mendengar tutur wanita itu. Namun ini bukan saatnya untuk berdebat. Darren sedang kritis sekarang, dia sangat membutuhkan tranfusi darah itu.Julie menatap Nyonya Hawk dengan wajah merah memanas. Dia menoleh seketika pada dokter yang sedang berdiri di sampingnya. Wanita dengan stelan serba hijau itu hanya menunduk tak nyaman atas pandangan Julie padanya."Beraninya kau mengatakan hal bodoh seperti itu. Kau pikir siapa dirimu ini? Apa kau pantas untuk puterak
Darren segera bangkit dengan sisa tenaga yang ia miliki. Dia segera mencengkeram bahu Aaron dari belakang, lantas menariknya agar menjauh dari Xavia."Beraninya kau menyentuh Xavia! Rasakan ini, brengsek!" Darren menghajar Aaron dengan kepalan kekar tangannya.Seketika pria itu pun tersungkur menubruk meja rias di sana. Sedangkan Xavia segera bangkit dan berlari menuju pintu keluar untuk mencari pertolongan.Namun ternyata di luar sangat sepi. Kemana semua orang-orang yang tadi sedang berpesta di sini? Pikir Xavia bingung. Dia pun segera berlari menuju gerbang tempat kontruksi itu. Ya, dia mendengar suara sirine polisi. Pasti itu Jeremy bersama para polisi, pikir Xavia.Langkah kecil setengah berlari, Xavia segera mencegat mobil polisi itu."Berhenti! Kumohon tolong Darren-ku!" teriak Xavia sambil melambaikan tangannya."Nona Price?!" Jeremy segera menepikan mobilnya. Dia keluar dan langsung berlari menuju Xavia."Nona Price, dimana Bos?"
Darren sangat ingin mengejar mobil Aaron yang membawa Xavia pergi. Dia sangat mencemaskan kekasihnya itu. Tentu saja. Namun para bandit itu tak henti memberinya pukulan demi pukulan. Tidak, keselamatan Xavia jauh lebih penting!Dengan sisa tenaga yang Darren miliki. Dia segera bangkit berlari menuju mobilnya. Bagaimanapun dia harus menyelamatkan Xavia."Hei, pengecut! Rupanya kau mau lari seperti seekor tikus betina, hah?!" teriak salah satu dari para bandit itu.Darren tak perduli, yang terpenting adalah Xavia. Dia pun bergegas memasuki mobilnya."Hei, pengecut!" teriak pria itu lagi, sedangkan Darren sudah mulai melajukan mobilnya."Tangkap dia, bodoh! Jangan sampai lolos! Kita habisi dia!" teriaknya lagi pada semua orang-orangnya.Mereka pun berusaha menghadang mobil Darren beramai-ramai. Darren mulai kesal, dia segera menambah kecepatan dan menabrak beberapa pria yang menghadangnya itu."Shit!""Kejar dia. Cepat!"Para b
"Darren, cepat selesaikan urusanmu di sini. Dan cepatlah kalian pulang," ucap Nyonya Hawk sembari mengusap pipi Darren. Sepasang netranya menatap Darren dan Xavia secara bergantian. Ada kegundahan di hatinya, entah apa.Mereka sedang berada di bandara saat ini. Nyonya Hawk beserta bodyguard-nya, Raymond dan Lukas sudah bersiap untuk meninggalkan Perancis."Aku dan Xavia akan segera pulang lusa nanti. Tunggulah kami di New York," balas Darren sembari tersenyum tipis.Nyonya Hawk segera meraih Darren dan Xavia ke dalam pelukannya. Dia sangat menyayangi kedua orang itu. Entah mengapa ada perasaan yang aneh saat ini. Perasaan seolah dia tak akan melihat Darren lagi. Darren atau pun Xavia, keduanya merasa nyaman berada dalam pelukan wanita cantik itu."Baiklah, Mama harus segera pergi. Papamu terus menelepon dari tadi," ucap Nyonya Hawk usai melepaskan pelukannya dari Darren dan Xavia. Dia menoleh pada Xavia seraya mengusap pipi gadis cantik di depannya itu, "
Darren dan Xavia berjalan berangkulan sembari tertawa mesra. Nyonya Hawk dan Jeremy yang sedang duduk di sofa hanya tersenyum tipis melihat kemesraan mereka. Astaga, apa ini? Mereka tak mengendahkan jika ada Nyonya Hawk dan Jeremy di ruang tamu. Darren dan Xavia kembali berciuman mesra."Ehem!" akhirnya Nyonya Hawk membuka suara.Sedangkan Jeremy hanya mengulum senyumnya melihat Darren dan Xavia tampak kaget. Keduanya pun berjalan menuju sofa, dimana Nyonya Hawk dan Jeremy sedang duduk berhadapan."Astaga, tampaknya kalian benar-benar sedang dimabuk cinta, ya?" goda Nyonya Hawk sembari mengusap kepala Darren yang duduk di sampingnya.Darren hanya tersenyum, lalu menoleh pada Xavia yang juga duduk di sampingnya. Gadis itu hanya tersenyum sipu dengan pipinya yang bersemu merah."Baiklah, aku dan Jeremy baru saja bicara. Ya, kami akan pulang malam ini juga. Kau dan Xavia menyusullah esok pagi," tukas Nyonya Hawk, lalu meraih gelas teh yang ada di hadapann
Sore itu pukul 18:30 waktu Perancis. Xavia sedang berada di dapur. Ia tampak sibuk membuat sesuatu. Tangannya yang dipenuhi tepung yang memutih sesekali mengusap pelipisnya yang berpeluh. Sehelai apron motif bunga menutupi tubuh moleknya yang hanya mengenakan tangtop dipadukan celana kain ketat dengan warna hitam senada. Sedangkan rambut panjangnya diikat ke belakang menyerupai ekor kuda. Ya, Xavia sedang membuat kue untuk ulang tahun Darren.Dia membuatnya sendiri tanpa memberitahukan Darren lebih dulu. Sepertinya dia ingin memberikan kejutan untuk calon suaminya itu. Xavia mengulas senyum sembari mengulen adonan kue dengan mikser.Benar, Darren dan Jeremy sudah pergi dari apartemen pagi buta tadi. Sampai sore ini mereka belum kembali juga. Darren mengatakan padanya; jika dia dan Jeremy akan menemui seorang clien di sebuah hotel. Namun sampai kini mereka belum kembali.Karena ini hari jadi pria yang sangat dicintainya, Xavia putuskan untuk membuat kue saja sete