HAL yang paling ia nantikan selama ini adalah pertemuan dua orang itu setelah semua masalah di antara mereka terjadi. Alva ingin tahu, bagaimana reaksi Risa setelah apa yang telah Alan lakukan terhadapnya selama ini.
Apakah perempuan itu akan kembali luluh dan diam saja seperti sebelumnya? Atau dia menunjukkan adanya perubahan dari sifat jelek yang diam-diam dia miliki sebelumnya Alva ingin tahu bagaimana reaksinya.
Alva bersembunyi di balik pohon besar sambil melirik interaksi mereka yang berada tak jauh dari hadapannya. Walau kedua tangannya harus mengepal lantaran geram saat wanitanya disentuh, dipeluk, bahkan dicium oleh sepupunya.
Namun, pada akhirnya dia puas saat melihat reaksi Risa mengenai perlakuan Alan padanya. Senyumnya mengembang dengan sempurna. Bahkan dia tampak sangat puas saat melihat dua orang itu terlihat berdebat hebat di seberang sana.
Wajah tak berkutik Alan dan ekspr
RISA harusnya mengerti jika dia akan bertemu dengan Alan sekali lagi untuk hari ini. Terutama karena Alan berada di kantornya sekarang. Pria itu datang kemari dengan alasan pekerjaan yang tentunya, dia tidak akan pergi sebelum kerjaannya selesai. Dan Risa ragu, pekerjaan Alan akan selesai tepat waktu.Alasannya sederhana. Alan ada di sini, karena Risa. Dia sengaja datang karena ingin mengembalikan hubungan mereka kembali seperti semula. Dan mengingat sifatnya, sekeras apa pun Risa menolak dan mengatakan jika semua usahanya percuma, Alan akan tetap di sana dan menunggu Risa untuk mengubah keputusannya.Risa mengembuskan napas kasar saat melihat Alan melambaikan tangan ke arahnya atau ke arah mereka. Pria itu langsung mendekati meja dan menarik kursi yang ada di depan Risa. Mereka kini berhadapan di sebuah meja makan yang ada di kafetaria kantor.Risa merasa jika perutnya langsung kenyang. Terutama saat Alan
ALVA tidak mengerti, apa yang sebenarnya diinginkan Risa dari Alan saat ini. Hubungan mereka sudah berakhir, itu jelas, tapi Risa seperti sedang memberikan sebuah harapan semu pada Alan dengan sisi perhatian yang menurut Alva terlalu berlebihan. Risa seperti memberi isyarat kalau dia akan berubah pikiran suatu hari nanti.Walaupun Risa berkata semua itu hanya perlakuan biasa sebagai seorang teman, tapi Alva merasa tidak terima dengan semua tindakannya. Dia tidak rela. Hatinya bahkan terbakar begitu melihat Risa memberikan perhatiannya pada Alan, bukan hanya padanya seorang.Padahal, dalam hatinya dia ingin Risa memperhatikannya, hanya dirinya, tapi kemudian dia ingat jika dirinya bukan siapa-siapa."Kenapa dia nggak ngerti-ngerti maksud gue, sih? Bukannya dia sendiri yang bilang, kalau hubungan ini nggak berhasil, kita bakal balik temenan kayak dulu lagi. Kenapa dia malah jadi kayak gini?" Risa merutuk di
ALAN sengaja menunggu di depan pintu ruang kerja teman-temannya setelah urusan pekerjaannya selesai. Dia ke tempat itu karena ingin menanyakan sesuatu, tapi jujur saja dia tidak tahu harus memulai pertanyaannya dari mana.Dia hanya berdiri diam di sana. Dengan menyenderkan punggungnya ke tembok, tepat di sebelah pintu masuk ruangan. Dia menunggu dengan mata terpejam dan kedua tangan bersedekap. Sesekali dia akan membuka mata, melirik jam di tangan kirinya, hingga saat yang ia tunggu tiba.Beberapa orang mulai keluar dari ruangan itu. Alan masih diam, dia masih menunggu. Bahkan saat Risa melangkahkan kaki melewati pintu dan langsung menatapnya. Pria itu masih diam di tempat. Berusaha keras untuk tak menoleh bahkan melirik sedikit pun ke arah mantan kekasihnya.Walau dia sangat ingin melakukannya, tapi dia tahu, Risa tidak ingin melihatnya lagi setelah apa yang terjadi di antara mereka tadi.
RISA terbangun dari mimpi anehnya dengan napas memburu. Peluh menetes di pelipis dan keningnya. Matanya melotot tajam, memandang horor pada dinding ruang kamar kos-kosannya.Mimpi yang aneh. Mimpi yang mengerikan. Di dalam mimpi itu, dia sedang menyentuh seluruh tubuh Alva setelah meminta pria itu pasrah akan semua sentuhannya. Alva terbaring di atas ranjang tanpa mengenakan pakaian apa pun, dengan kedua tangan terentang, dia mengatakan, "Kamu boleh melakukan apa pun padaku."Risa menggeleng cepat. Bagaimana mungkin dia bisa memimpikan hal seperti itu? Bagaimana mungkin dia berani menjadi seliar itu saat bersama Alva? Padahal sebelumnya, jangankan melakukan hal seperti itu, membayangkannya saja dia tidak pernah.Risa menggelengkan kepalanya lagi. Benar-benar mimpi aneh dan mengerikan sekali. Mimpi yang mengingatkannya akan peristiwa tadi siang, saat Risa tak bisa memikirkan apa pun selain mencium bibir dan
ALVA semakin mengeratkan pelukannya sambil sesekali meninggalkan sebuah kecupan singkat di puncak kepala Risa. Dia tidak peduli pada keadaan sekitar yang mulai ramai orang dan mulai memandangi keduanya dengan tatapan iri."Va ...," panggil Risa pelan."Hm?""Lepasin pelukannya. Banyak yang lihat ke arah kita sekarang, Va," kata Risa nyaris serupa rengekan. Wajahnya semakin menunduk, kepalanya mendekati dada Alva guna bisa menyembunyikan wajahnya di sana."Buat gue nggak masalah, toh mereka cuma iri karena nggak ada yang bisa mereka peluk sekarang," katanya santai dan lagi-lagi mencium puncak kepala Risa tanpa merasa bersalah sama sekali.Dehaman dari belakang tubuh Alva terpaksa membuat pria itu mendengkus pelan. Pasti sepupu sialannya yang tidak terima, lantaran Risa kini telah menjadi miliknya. Bodo amat, memangnya dia peduli?Yang dia inginkan sekarang
DENGAN positif Alva berani menyatakan jika ada yang tidak beres dengan Risa sekarang. Risa yang sebelumnya sangat malu untuk memulai sebuah ciuman, kini dia berani mencium Alva lebih dulu bahkan sebelum Alva meminta atau memaksanya. Risa juga yang sebelumnya mengaku tidak suka makan kentang tiba-tiba saja mengambil beberapa kentang ke keranjang belanjaan mereka."Sa!" panggilnya mencoba memastikan. Lantaran takut salah membawa orang sekarang, mengingat Risa saat ini sedang mengambil banyak sekali kentang ke dalam troli yang dibawanya.Alva memang suka makan kentang. Segala jenis olahan kentang, dia akan memakannya dengan lahap. Namun, Risa tidak menyukai masakan apa pun dengan nama kentang yang mengikuti di belakangnya. Sebuah perbedaan kecil di antara mereka, tapi Alva bisa menerima semuanya."Kenapa, Va?""Lo bukannya nggak makan kentang, ya?" tanya Alva sambil menunjuk troli yang sejak tadi dalam genggaman tangannya.Risa terdiam, matanya meliri
MEREKA baru saja tiba saat melihat Alva sudah berdiri di parkiran dengan kedua tangan bersedekap dada. Wajahnya datar, tatapan tajamnya menghunjam tepat di kedua bola mata Alan yang kini memamerkan sebuah senyuman tanpa dosa."Kenapa lo lihatin gue sama Risa kayak gitu, ha? Cemburu lihat gue nganterin dia berangkat kerja?" Alan berdiri dengan santai di depan tubuh sepupunya.Alva mendelik. "Kalau cuma berangkat bareng nggak pakai acara modus segala, gue nggak masalah sama sekali."Alan tersenyum miring. Dia mendekati Alva, lalu memajukan wajahnya agar sejajar dengan telinga sepupunya, dan berbisik pelan, "Dasar posesif, cewek mana yang bakal tahan sama lo, kalau lo punya rencana buat ngekang kebebasan dia sampai segitunya, huh?"Alan menjauhkan tubuhnya. "Lagian, gue cuma bicara bentar sama Risa sebelum nganterin dia berangkat kerja. Gue nggak meluk apalagi nyium dia, jadi harusnya lo nggak masalah soal itu, kan?"Alva hanya melirik Alan dari ekor
BEGITU mendengar kabar jika Risa dibawa ke rumah sakit, Alva langsung meninggalkan pekerjaannya dan melesat secepat mungkin pergi ke sana. Apalagi, Alva sadar jika dirinya telat menerima kabar, mengingat Risa tak kunjung kembali ke ruangan setelah pergi menemui klien selama lebih dari satu jam.Ralf mengikuti Alva dari belakang, karena merasa khawatir akan keadaan adik tingkat yang sudah ia anggap layaknya adik kandungnya sendiri itu. Walau mungkin keberadaannya nanti tak terlalu diharapkan, lantaran sudah ada Alan yang selalu perhatian dan Alva sebagai kekasih baru Risa. Namun, Ralf tetap ingin melihat langsung bagaimana kondisinya.Saat sampai di rumah sakit, keduanya langsung bisa mengenali sosok Alan yang berdiri di dekat pohon yang menaungi parkiran rumah sakit. Mereka langsung mendekat dengan niat bertanya, tapi begitu sampai di hadapannya, Alan malah langsung melancarkan sebuah pukulan ke pipi Alva hingga membuat pria itu jatuh tersungkur.Alan menindih t