Home / Fantasi / Adiptara Family's / CHAPTER 8 Rain

Share

CHAPTER 8 Rain

Author: Orekyu
last update Last Updated: 2021-04-30 10:23:11

   

       Pagi hari di suatu tempat hujan turun cukup deras. Suasana basah yang khas ditambah aroma tanah yang menenangkan, membuat seseorang yang duduk di salah satu kursi di dalam sebuah ruangan bercat putih mendominasi merasa damai. Suasana seperti inilah yang selalu ia suka. Tenang dan sunyi. Matanya yang bening menatap keluar jendela kaca berjeruji yang membatasi dirinya dengan dunia luar, menatap takjub tetesan air hujan yang turun menerus ke bumi.

       Ingatannya berputar mengenang masa kecilnya, ketika hujan turun ia akan segera melepas diri, dan membiarkan hujan menyatu dangan raganya. Membasahi tubuh kecilnya hingga benar-benar kedinginan dan menggigil. Tetapi sensasi itulah yang selalu ia nantikan. Ia menyukainya, sebab ibunya akan datang menjenguknya ketika dirinya sedang demam, akibat terlalu lama diguyur hujan.

      Sudah 20 tahun berlalu

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Adiptara Family's   CHAPTER 9 Karma

    Rayland baru saja keluar dari sebuah ruangan gelap. Tidak ada yang bisa memastikan di mana letak pastinya kecuali pria itu sendiri, dan sosok Antonio di belakangnya. Melewati lorong sunyi yang setara dengan panjang puluhan meter, akhirnya mereka berdua berhasil keluar dari sana. Wajah pria itu begitu suram. Aura hitamnya yang pekat bahkan menguar ke mana-mana. Jika saja Anya berada di sisinya, kemungkinan gadis itu akan pingsan saking takutnya. Kemarahan Rayland bukan tanpa sebab, tepat setelah Anya dan keluarganya pulang ke mansion Adiptara. Pria tampan itu lekas ke tempat ini, membawa serta pengawal pribadi sekaligus asistennya—Antonio. Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan sebuah informasi—informasi, yang telah menjadi prioritas utamanya selama beberapa tahun terakhir. Sayangnya, seperti sebelum-sebelumnya, Rayland tidak menemukan apa-a

    Last Updated : 2021-05-30
  • Adiptara Family's   CHAPTER 10 Deja Vu

    Tepat ketika Anya terbangun, hal pertama yang ia lihat adalah sosok Tania. Wanita itu menatap Anya yang baru saja membuka mata dengan pandangan terharu, lantas memegang tangannya dengan gerakan cepat terkesan antusias. Anya hanya bisa tersenyum melihat bagaimana Tania begitu senang saat melihatnya sadar. Lalu ketika pandangannya beralih ke sisi kanan ranjang, maniknya menemukan sosok Rendi yang duduk di atas ranjang Rayland, sembari menatapnya dengan pandangan tajam yang selalu pemuda itu tunjukkan. Tapi entah pikiran dari mana, Anya justru tersenyum menyaksikannya. Tentu saja, andai tidak melihat senyum sangar Rendi bukankah artinya dia sudah mati. Sekilas, ketika melihat ke arah Rendi Anya merasakan kehadiran Miss Ani tengah duduk di sofa panjang di dalam kamar; menatapnya dengan pandangan biasa. Mungkin wanita tua itu ingin mengut

    Last Updated : 2021-05-30
  • Adiptara Family's   CHAPTER 11 Pria Berhoodie

    20 : 12 pm Malam terlihat pekat dan gelap, udara seolah membawa angin suram yang panas mencekam. Menyisakan debu-debu berhamburan menyisir sekitar area jalan kota yang dipadati sekawanan mobil kaum fana. Diantara kesibukan kota yang pelik, sesuatu yang besar tengah terjadi di tempat yang gelap dan sunyi. Menyisakan kebisuan yang kejam pada seseorang yang telah tergeletak kaku, diantara timbunan sampah dan dus bekas. Wajah penuh darah dan mata membeliak dengan sorot mati. Seseorang diantaranya menyorot dengan datar--lurus pada si mayat kaku yang beberapa waktu lalu ia tarik nafas kehidupannya. Lantas, perasaan yang paling dia rindukan menyeruak dengan nikmat merasuki jiwa raganya. Ia menyukai aroma darah segar yang mengalir, ia menyukai bagaimana orang-orang memelas padanya meminta kesempatan hidup, da

    Last Updated : 2021-05-30
  • Adiptara Family's   CHAPTER 12 Menghadapi Maut

    Rain menatap keluar jendela berjeruji dengan pandangan lurus. Tatapan dingin miliknya kian dingin pun datar, menambah kebisuan merebak di dalam ruangannya. Senja menyorot wajah rupawannya dengan luar biasa melalui kaca jendela transparan, cahaya kekuningan menyapu rupa itu dengan gradasi yang memukau. Gelap terangnya berada di titik yang pas membuat visualnya kian indah. Dan tidak ada yang bisa mengubah hal tersebut. Perpaduan senja dan dirinya menyatu dengan kuat, seakan apapun tidak dapat memisahkan. Kendati demikian, dia merupakan bagian dari istilah 'burung dalam sangkar emas'. Dan Rain sangat mengutuk istilah tersebut. Meski tubuhnya sedikit kurus sebab terlalu jarang makan, tetapi itu tidak dapat mengubah hal mutlaknya sebagai sosok yang menawan. Tangannya terulur meraih sebuah buku tidak jauh dari temp

    Last Updated : 2021-05-31
  • Adiptara Family's   CHAPTER 13 Penyesalan Tidak Pernah Berbohong

    "Hoi! Siapa di sana?" Salah seorang penjaga berteriak, berjalan mendekat dia menemukan seorang wanita bertubuh mungil; sedang mencoba masuk ke dalam kamar pasien paling berbahaya di RSJ tersebut. Temannya yang baru saja datang menyusul, lantas berjalan mendekat kepada Si Pria berambut cepak berbadan kekar yang beberapa saat lalu berteriak, kemudian ikut menatap pada sosok anak Smp di sebelahnya. Kedua penjaga itu baru saja datang setelah pergantian shift, kurang dari satu menit lalu. Dan ketika sampai di depan kamar Rain, mereka sudah mendapati Si Wanita berbadan Smp, berniat membuka pintu besi di depannya. Bagaimana bisa dia sampai di sini? Sedangkan tepat di depan lorong begitu banyak pria kawanan hitam berjaga. Selain itu, dia masih harus melalui mereka sebelum sampai kemari? Pikir mereka. &nb

    Last Updated : 2021-06-01
  • Adiptara Family's   CHAPTER 14 Terbunuh atau Diculik

    Aura gelap yang suram menguar dengan hebat saat Rayland memasuki ruang utama mansion Adiptara. Rautnya yang tegas semakin mengerikan saat rahang kokohnya menegang, sebab menahan gejolak amarah yang sudah diambang batasnya. Lantas Antonio di belakangnya berjalan dengan cepat mengikuti langkah Rayland yang tidak kalah cepat. Pria itu sangat marah. Dia marah kepada semua orang di mansion itu terlebih kepada Rendi, adiknya. Dan ketika Rayland yang telah selimuti kabut amarah, menemukan sosok Rendi yang baru saja bangkit dari posisi duduknya di sofa; mencoba menyambut kedatangan Rayland dengan raut bersalah, kemudian segera ditonjok tepat di rahang. Rendi yang tidak siap langsung saja terjungkal, terduduk kembali di sofa sembari tangannya memegangi wajah bagian rahangnya yang baru saja di hadiahi bogem mentah. Tetapi pemuda itu tidak melakukan perlawanan, sebab ta

    Last Updated : 2021-06-02
  • Adiptara Family's   CHAPTER 15 Harapan

    "Anya, turun sekarang!" Rain bersedekap tangan sekaligus berdecak kesal di tempatnya berdiri. Maniknya yang serupa pekat malam tanpa bintang menyorot dengan datar pun dibubuhi aura dingin, yang seolah tiada habisnya pada seorang gadis berpenampilan mengerikan bagai manusia purba; sedang berusaha memanjat pohon mangga yang tumbuh liar di dalam hutan. Rain tidak mengada-ngada saat memikirkan sosok Anya yang kian hari semakin mirip kawanan monyet; rambut acak-acakan, baju kedodoran miliknya yang sudah bolong sana-sini, kulit pucat yang dipenuhi bercak tanah, dan jangan lupakan bau menyengat keluar dari tubuhnya. Rain harus menahan diri saat berada di dekat gadis itu agar tidak muntah saking baunya. Pria itu tidak habis pikir, sebab dia memiliki rumah yang meski berada di tengah hutan

    Last Updated : 2021-06-03
  • Adiptara Family's   CHAPTER 16 Malapetaka yang Sesungguhnya

    Blood Rain berjalan mendekat, tangan kirinya memegang sebelah kaki Anya yang sedang ter-telungkup di lantai, semakin ditarik dengan kuat agar ia bisa menjangkau gadis itu. Anya sudah menjerit ditempat, wajahnya basah karena dipenuhi sisa air mata. Dia tidak tahan sebab benar-benar merasa sakit. Dalam sekali tarikan kuatnya, Blood Rain berhasil membuat Anya berdiri dari posisi sebelumnya. Pria itu menjadi semakin kuat. Sebelah tangannya yang memegang pisau dia arahkan tepat ke tengah leher pucat milik Anya yang hanya bisa menangis. Pria mengerikan itu sontak tertawa jahat diselingi desiran remeh kepada Anya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Rasanya dia tidak puas. Dijambaknya rambut panjang gadis itu agar mendongak, lantas memposisikan pisaunya dengan tepat; posisi yang akan membunuh Anya hanya dalam sekali sayat. Tubuh gadis malang itu kian gemetar. Dia ter

    Last Updated : 2021-06-04

Latest chapter

  • Adiptara Family's   CHAPTER 43 Epilog; Mesin Pencetak

    "Astaga, Rayaaaa!!" "Buahh! Baa!!" Rendi melotot. Merasa bodoh sendiri memaki bocah perempuan yang masih berusia satu tahun. Beralih menatap ke arah bocah laki-laki di samping Raya; berambut punk, bertindik ala-ala, jangan lupakan tato mainan disekujur tubuhnya. Kemudian pemuda itu menunjuk ke arah dinding kamarnya yang dipenuhi coretan tinta. "Eh, bocah rock jalanan, kamu yang coret dinding kamarku?" tuduhnya, merasa jengkel dengan anak kakaknya yang satu ini. Kenakalannya berada di tingkat dewa. Masih berumur dua tahun saja, cita-citanya sudah ingin menjadi penyanyi rock. Manik kelam milik bocah

  • Adiptara Family's   CHAPTER 42 END

    Bau dupa merebak kuat memenuhi seluruh tempat. Lalu di beberapa bagian, kelopak bunga mawar bertebaran seolah sengaja diletakkan di antara salju putih yang menyilaukan mata, begitu kontras dengan warna merahnya. Perpaduan dupa dan harum mawar terasa pekat, menusuk hidung sampai ke ubun-ubun. Dan ketika Anya terbangun, wajahnya luar biasa syok menyadari di mana dirinya saat ini. Dunia mimpi-tetapi tidak di pondok kakek Pram. Kerutan di dahinya bertambah seiring kemilau gaun putih yang ia kenakan tertimpa beberapa cahaya matahari, menyembul malu di antara awan, sementara salju terus berguguran. Kemudian maniknya menyipit menatap sekeliling; tidak ada apapun selain hamparan salju di tanah lapang tanpa kontur tanah, selain ranjang yang ia tempati sekarang. Anya termangu. Merasa bingung seb

  • Adiptara Family's   CHAPTER 41 Sadar!

    Drap! Drap! Langkah kaki terdengar terburu, memenuhi nyaris separuh lorong rumah sakit dari arah ruang bersalin menuju ruangan lain--khusus VIP. Beberapa perawat menegur mereka, meminta dengan sopan agar tidak membuat keributan. Rangga berhenti, membiarkan Rendi, Anya, dan Lolita untuk melanjutkan langkah. Sementara dia menatap perawat untuk meminta maaf atas kelancangannya. Perawat yang baru saja menegur lantas memasang mimik mengerti, namun meminta, agar Rangga tidak mengulangi hal yang sama. Sebab ini jelas menggangu pasien yang sedang beristirahat. Sekali lagi meminta maaf, Rangga akhirnya berlalu dengan langkah cepat. Orang pertama yang memasuki ruang inap Rayland adalah Rendi dan Lolita. Sementara Anya, dia berhenti, kakinya tiba-tiba terasa berat d

  • Adiptara Family's   CHAPTER 40 Mengalah Bukan Berarti Kalah

    Tik! Tik! Anya termenung. Memejamkan mata merasai rintik hujan yang mulai membasahi wajah, nyaris seluruh tubuh. Dia berjongkok, menyamai tubuhnya dengan tumpukan tanah basah yang baru saja menenggelamkan tubuh Rain dalam kesunyian. Kesannya bagai mimpi, dan rasanya baru kemarin dia bertemu dengan sosok pria yang kini tengah terbaring damai dalam peraduan terakhirnya. Anya tidak menangis, sebab terlalu lelah dan ia ingin mengakhirinya. Anya hanya ingin menerka, mencoba bertanya kepada diri sendiri, mengapa Rain pergi? Mengapa pria itu memilih pergi setelah semua yang terjadi di antara mereka? Tidak seperti yang Anya duga, nyatanya hujan tidak turun dengan deras. Gerimis yang semula muncul menghilang entah ke mana, t

  • Adiptara Family's   CHAPTER 39 Selamat Tinggal Rain

    Membelalak. Rahman seolah tidak mampu mengucapkan satu kata pun sekarang. Maniknya melebar terkejut, melihat bagaimana ledakan yang nyaris menghempaskannya andai tidak segera memasang kuda-kuda pertahanan yang tepat. Tubuhnya jelas akan ikut terjebak dalam pusaran angin, membawa raganya terpental bersama yang lain. Beruntung, sebab ia memiliki refleks yang bagus. Mendongak. Kilat kemarahan di manik pria baya itu bertambah seiring mata gelapnya menatap sosok Anya; melayang di udara dengan posisi yang tidak berubah sedikitpun. Tidak ada riak berarti di wajah gadis itu. Matanya masih membuka dengan iris sehitam arang tanpa setitik pantulan cahaya di sana. Yang dia lakukan hanya diam melayang dengan sorot luar biasa kosong. Bukankah seharusnya proses penengah hanya bisa terjadi saat tubuh pengguna dalam keadaan sadar?

  • Adiptara Family's   CHAPTER 38 Mati atau Hidup

    Satu jam sebelum Rayland tertangkap Sejatinya, Lolita begitu malas menghampiri Rayland di kamar mandi. Inginnya hanya berdua saja dengan Ryuu lalu tidur setelahnya. Namun, seperti yang sudah-sudah, dia jelas tidak bisa menolak jika mengingat hanya dirinya yang paling memungkinkan untuk bergerak bebas. Jadi, tidak ada pilihan lain selain dia yang harus menghampiri pria itu. Tiba di depan kamar mandi, Lolita mengetuk pintu hingga berulang kali dan Rayland di dalamnya sama sekali tidak merespon. Sampai ketukan ke empat, pintu akhirnya terbuka dan Rayland muncul di baliknya. Satu detik! Dua detik! Tiga detik! "Aaaaaaaa ...," Teriakan Lolita menggema. Bukan tanpa alasan, sebab nyatanya, orang yang muncul dari balik

  • Adiptara Family's   CHAPTER 37 Awal Pertempuran Dua Saudara

    BRAK!! BRAK!! Darah mengucur deras, mengaliri hidung, mulut, bahkan telinga Rain. Pria itu meluruh lemas ke bawah lantai dengan penampilan mengerikan. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka sayatan dan darah tidak berhenti merembes dari sana. Manik kelamnya menyorot sosok Rahman yang sedang duduk di kursi, sembari menyeringai setan melihat penderitaannya. Kedua tangannya dirantai begitupun lehernya. Kini, Rain tidak ubahnya seekor hewan penyiksaan. Dua orang pria bertopeng berdiri di sisi Rahman, memegang senapan aneh dan sejak tadi hanya terdiam menyaksikan kekejaman Rahman kepada Rain. Kasih sayang seorang ayah seolah tidak ada dalam jiwanya, lantas menyiksa anak sendiri bukanlah masalah besar baginya. Ketika mengetahui Ren telah terbunuh, Rahma

  • Adiptara Family's   CHAPTER 36 Berubah

    Perih. Panas. Dan rasa sakit perlahan mulai merambati Antonio dari satu titik, kemudian menyebar hingga ke seluruh perutnya. Satu tembakan bisa ditahan, namun dua tembakan berikutnya menembus dada, memaksa Antonio untuk tersungkur ke lantai. Matanya berkunang, pandangannya mulai memburam, dan kesadarannya nyaris menghilang. Dinginnya lantai seolah tidak berasa, ketika pipinya menghantam keramik di bawahnya. Sosok wanita yang selalu ia kenal ramah dan baik menjadi latar mengerikan, memegangi pistol yang masih mengepulkan asap panas, sedang berdiri mengarah kepadanya. Sejatinya, Antonio tidak menyangka akan kalah secepat ini. Bangun! pikirnya. Rayland masih membutuhkannya dan ia harus melakukan sesuatu, sebelum wanita ular itu melukai Rayland dan Anya. Mereka berdua baru saja bertemu. Tania tidak boleh menghancurkan setitik kebahagi

  • Adiptara Family's   CHAPTER 35 Bertemu

    Langkah kaki yang terdengar pelan beradu dengan suara gesekan ranting pun dedaunan kering, ketika terseret, terdengar bagai gema suara yang khas. Mengalun dengan aneh; srek ... srek. Seonggok tubuh manusia bergerak menyapu bersih dedaunan, ketika bokong hingga ujung kakinya menyentuh tanah, ditarik dengan kasar, sementara dia tidak sadarkan diri. Separuh tubuhnya telah kotor, celana panjangnya di penuhi bekas tanah, lalu sepatu hitamnya hilang sebelah, dan hanya menyisakan kaos kaki. Dari jarak dua meter, tampak bangunan tua beratap flat di penuhi lumut, cat tembok terkelupas, beberapa bagian rusak, dan sekitarnya dirambati tanaman rambat. Pun, dipenuhi semak belukar berduri. Jika dilihat, berpikir dua kali adalah pikiran wajar sebelum mengunjungi tempat tersebut. Begitu kotor dan menakutkan. Bisa jadi, tempat itu adalah sarang destinasi ekperimen paranormal.

DMCA.com Protection Status