"Ric, Bang Adrian selingkuh sama Diva. Aku baru mengetahuinya tadi. Malam ini mereka menginap di sebuah hotel. Karena keadaanku kacau aku jadi kecelakaan gini." curhat Renata setelah sadar. Eric yang sudah tahu lebih dulu kalau Adrian selingkuh hanya terdiam sambil menatap kasihan kearah Renata."Aku harus gimana, Ric. Memang aku belum bisa lupain kamu. Tapi selama ini aku juga sudah berusaha buat mencintai Bang Adrian.""Kamu baru saja kecelakaan. Sebaiknya kamu istirahat dan tenangkan diri dulu. Masalah Adrian bisa kamu selesaikan nanti setelah keadaan kamu sudah membaik.""Enggak ada yang perlu diselesaikan lagi, Ric. Kalau dia selingkuh dengan wanita lain mungkin aku bisa pertimbangin, tapi ini selingkuhnya sama adikku sendiri. Aku mau cerai sama dia, Ric. Aku bener-bener enggak terima di bodohi mereka terus-terusan selama ini!""Apapun keputusan yang kamu ambil, aku cuma bisa berdoa kalau itu jalan yang terbaik buat kamu.""Kenapa semua jadi seperti ini, Ric. Dari kapan mereka se
"Kamu enggak mau ikut turun?" tanya Renata pada Eric setelah sampai di depan rumah."Buat apa aku ikut turun? Renata, kamu jangan berpikir kalau aku mau ngenterin kamu pulang itu karena masih punya perasaan sama kamu. Dari semalem kamu terus ngancem mau lompat dari lantai tiga rumah sakit. Aku cuma enggak mau nama baik rumah sakitku rusak gara-gara ulah kamu!"Eric yang mulai muak dengan sikap Renata akhirnya berterus terang kalau tujuannya mau menuruti permintaan Renata tidak lebih karena tak mau membuat nama baik rumah sakitnya rusak."Apapun alasanmu aku tidak peduli. Yang jelas, aku beneran bahagia hari ini karena masih bisa diberi kesempatan berduaan sama kamu!" ucap Renata tanpa malu. Eric menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan cara berpikir Renata."Cepat turun, aku masih harus kembali ke rumah sakit untuk bekerja." usir Erik, tak mau berlama-lama bersama wanita gila itu."Aku masih lemah, Ric. Apa kamu enggak kasian lihat aku berjalan masuk ke dalam rumah dengan keadaan
"Kamu diantar Eric? Kamu mulai kurangaj*ar ya, Re. Sudah mulai berani membawa Eric ke rumah ini, bahkan sampai berani mencium lelaki itu disini!"Renata yang baru membuka pintu rumah terkejut melihat keberadaan Adrian. Mobil lelaki itu tidak ada di halaman rumah jadi dia pikir Adrian sudah pergi ke kantor."Impas kan dengan pengkhianatan yang sudah kamu lakukan ke aku! Kamu enggak inget kalau kemarin pagi dada kamu dipenuhi bekas kissmark dari wanita lain!"Renata menyunggingkan satu mulutnya, dia sangat puas melihat lelaki itu marah di bakar api cemburu setelah melihatnya mencium Eric beberapa saat yang lalu."Kamu!" Adrian mendekat dan menyekik leher istrinya sampai kesakitan, Diva yang melihat itu segera memohon pada Adrian agar lelaki itu melepaskan cekikannya. Adrian yang sempat dibakar emosi akhirnya mau menuruti perintah Diva."Mbak, enggak apa-apa?" tanya Diva setelah Renata terlepas dari cengkeraman Adrian."Jauhi aku!" Renata menepis tangan Diva yang hampir saja menyentuh le
[Mas, aku di tuduh membunuh Renata. Sekarang aku ada di kantor polisi untuk di mintai keterangan. Tolong aku, Mas.]Ola mengirim pesan pada suaminya, namun suaminya tak segera membalas. Ola terlihat begitu ketakutan, tangannya gemetar melihat beberapa lelaki berseragam polisi ada disekitarnya.Tak lama kemudian, datang seorang polisi kehadapannya. Lalu memulai menginterogasi Ola. Meski Ola sudah mengatakan hal yang sebenarnya namun polisi tersebut tidak langsung percaya begitu saja ucapannya. Semua bukti mengarah pada Ola, jadi selama masa penyelidikan Ola akan tetap di tahan.Ola melangkah penuh ketakutan saat seorang polisi wanita membawanya ke sel tahanan. Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa hari ini nasibnya sesial ini. Jika saja dia tidak terpancing emosi karena pesan-pesan yang Renata kirimkan semalam, dia tidak akan sesial sekarang. Nasi sudah menjadi bubur, seberapa besarnya dia menyesal itu takan merubah nasib sialnya."Bu, lihat siapa itu yang datang!" ucap seorang wanita y
"Ric, gimana keadaan Ola? Kamu sudah tanya sama dia apa yang sebenernya terjadi pada dia dan Renata?" tanya Hani pada putranya. Wanita paroh baya itu begitu mengkhawatirkan keadaan menantunya. Dia percaya bahwa Ola adalah wanita yang sangat baik. Meski semua bukti mengarah pada Ola, tapi wanita itu yakin menantunya tidak mungkin sampai berani mencelakai mantan pacar Eric."Sepertinya Ola sengaja di jebak seseorang, Bu. Semalam dia mendapatkan banyak pesan dari ponsel Renata. Mungkin seseorang mengetahuinya, jadi dia memanfaatkan keadaan ini demi ambisinya.""Maksud kamu gimana, Ric. Ibu sama sekali enggak paham."Eric ragu ingin menceritakan tentang perselingkuhan Diva dan Adrian atau tidak pada ibunya. Disatu sisi dia tak mau membuka aib sepupunya sendiri. Tapi disisi lain dia tak mau nantinya ibunya terhasut omongan orang lain yang mengkambinghitamkan Ola."Bu, banyak hal yang terjadi antara Adrian dan Renata. Tapi aku enggak bisa ceritain semuanya sama ibu. Aku cuma minta ibu perca
"Nis, mujur banget Ola hidupnya, ya. Setiap dijenguk Eric dia dibawakan banyak makanan. Enak-enak lagi." bisik Ibu Anisa pada anaknya. Hari ini Ola memang dijenguk Eric, seperti biasanya Ola selalu dibawakan banyak makanan enak-enak dari suaminya itu."Apaan sih, Bu. Enggak ada kata mujur. Mbak Ola dituduh bunuh orang. Meski sekarang orangnya belum mati, tapi tetep hukumannya berat banget loh, Bu. Mungkin si Eric ngerasa bersalah saja sama Mbak Ola karena buat Mbak Ola jadi pembunuh mantan pacar dia jadi dia sekarang baik-baikin tuh Mbak Ola." Anisa berbicara pelan-pelan. Tentu saja tidak bisa di dengar oleh Ola dan Grecia."Menurutmu, apa Ola beneran bunuh mantan pacar Eric? Ibu kok agak enggak yakin, ya. Kalau dia mau bunuh orang sudah sejak dulu saat kita rusakin rumah tangga dia.""Entahlah, Bu. Aku enggak tahu. Aku cuma berdoa semoga dia beneran bunuh tuh cewek biar dia membusuk disini."Pembicaraan Anisa dan ibunya terhenti saat melihat Ola menggigit Pizza kesukaan mereka. Anisa
"La, gimana. Kamu udah ngomong soal penyakit ibu aku ke suami kamu?" tanya Grecia dengan raut wajah penuh harap. Sudah seminggu dia menunggu tak sabar kedatangan Eric, karena hanya Eric satu-satunya harapan dia agar bisa menolong ibunya.Ola terlihat salah tingkah, dia tak enak mau jujur pada Grecia kalau dia lupa memberitahu Eric soal ibu Grecia karena anaknya menghilang."Kok diam saja kamu, La. Jangan bilang suami kamu enggak mau bantuin ibu aku?" Grecia terlihat khawatir. Sedangkan Anisa dan ibunya masih menyimak obrolan kedua orang itu."La, jawab dong. Jangan diam saja kayak gitu. Kamu lagi enggak PHP-in aku, kan?" Suara Grecia meninggi, sangat kesal karena melihat Ola diam saja."Grec, maaf ya. Aku belum sempet bilang ke suami aku. Tadi ada kabar yang kurang mengenakan. Anak aku--""Cukup, La. Aku nyesel sudah percaya sama kamu. Enggak seharusnya aku berharap sama orang yang suka ngobral janji kosong kayak kamu!"Grecia memotong ucapan Ola. Dia terlanjur kecewa pada Ola jadi di
"Gimana, Ric. Elsa sudah ketemu?" tanya Hani pada anaknya. Wanita paroh baya itu ingin sekali ikut mencari Elsa tapi Erik melarang. Erik tahu kondisi kesehatan ibunya sedang tak baik, sejak Ola dipenjara wanita itu sering sakit-sakitan karena terlalu mengkhawatirkan keadaan Ola."Maaf, Bu. Aku sudah cari Elsa kemana-mana bahkan ke makam Dani dan rumah lama Elsa namun masih juga tidak ketemu."Sebenarnya Eric tak tega menyampaikan kabar ini pada Hani, namun tak ada cara lain selain jujur pada ibunya."Elsa, kemana kamu, Nak. Nenek harap kamu baik-baik saja diluar sana!" Eric makin merasa iba melihat ibunya menangisi Elsa.Jam menunjukan pukul delapan malam, namun Elsa belum bisa ditemukan. Eric masih mencari Elsa ditemani oleh Nayla. Eric juga membayar banyak orang buat membantu dia mencari keberadaan Elsa.Saat jam sembilan malam ponsel Eric tiba-tiba berdering. Ternyata itu panggilan telepon dari Hani. Eric segera mengangkat telepon itu.[Hallo, Bu.] sapa Eric melalui panggilan telep