Pov Dani"Dan, bodoh banget kamu mau nglepasin Ola gitu saja. Kamu enggak takut kehilangan dia lagi?" tanya ibu menyalahkanku."Ibu denger sendiri tadi, Ola sempet ngancam enggak akan ngasih kesempatan kedua kalau aku maksa nahan mereka tinggal." jawabku dengan menampilkan wajah frustasi."Mbak Ola sekarang lebih tegas dari yang dulu, Bu. Susah sekali dia di gertak." sahut Nayla."Benar kata Nayla, untuk itulah kita harus merubah rencana mulai sekarang. Ola enggak bisa di gertak dengan ancaman jadi kita harus gunakan cara lembut!""Ya sudah kalau begitu, yang penting secepatnya kamu bawa mereka kesini lagi. Ibu enggak mau kehilangan mereka berdua lagi!""Iya, Bu. Aku janji. Aku akan ngelakuin cara apapun untuk mendapatkan mereka kembali!"Selesai berbincang, kami pun masuk ke kamar kami masing-masing. Saat mataku hampir terpejam, aku di kejutkan dengan suara notifikasi pesan di ponselku.Setelah membuka pesan tersebut, aku tersenyum lebar sekali karena mendapat alamat rumah Dokter Eri
Pov Dani"Kalian sekongkol dengan salah satu Dokter disini untuk memanipulasi hasil tes DNA ini kan?" aku menatap kedua wanita di depanku dengan tatapan curiga."Maksud kamu apa ngomong seperti itu, Dan? Kami mana kenal siapa-siapa disini!" Ibu Anisa balik menatapku dengan tatapan marah."Jangan pura-pura. Kalian selama ini memata-mataiku pasti kalian tahu ada satu Dokter yang sedang dekat Ola. Kalian diam-diam menghubunginya dan mengajak kerjasama dengannya untuk menjebakku kan?"Aku menuduh kedua wanita di depanku bukan tanpa alasan. Mereka kan sangat licik, tidak mustahil mereka mengajak kerja sama Dokter Erik agar mereka sama-sama mendapatkan keuntungan."Kamu kok tega nuduh gitu sama kami, Mas. Iya aku akui memang selama ini kami memata-matai kamu. Tapi sumpah kami tidak pernah mengajak kerjasama Dokter yang sedang dekat dengan Mbak Ola. Kalau kamu tidak percaya hasil tes di rumah sakit ini, ayo kita tes di rumah sakit lain!" Anisa balik menantangku. Di lihat dari kepercayaan dir
Pov Anisa"Bu, aku keguguran, Bu. Kita kehilangan kesempatan membawa kembali Mas Dani. Hiks..hiks...!"Tangisku pecah tatkala ibu menemuiku di rumah sakit. Mas Dani entah sedang pergi kemana jadi ini waktunya mengeluarkan unek-unekku pada wanita yang sudah melahirkanku."Udah enggak usah sedih, kalau kamu enggak bisa dapatkan Dani lagi kan kamu bisa dapatkan lelaki kaya lain lagi. Simpan air matamu, ibu yakin setelah sembuh nanti kamu bisa gunakan tubuhmu untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi!"Inilah ibuku yang mata duitan, bahkan ketika anaknya sedang sedih seperti ini pun sempat-sempatnya wanita ini malah memikirkan uang. Gara-gara menuruti perintahnya untuk mengkhianati Mas Dani aku kehilangan lelaki itu. Kadang aku berpikir kok ada ibu sejahat dia."Ibu kok malah ngomong seperti itu. Aku lagi sedih, Bu. Bukannya ibu hibur malah ibu sudah mau menjualku lagi!" aku makin terisak karena ucapan jahat ibu."Enggak usah berdrama seperti ini, Nis. Bukannya kamu juga menikmati hidup ka
"Tolong lepaskan aku, Tuan. Ku mohon!" aku memohon pada lelaki tua di depanku. Dia menampilkan seringai jahatnya sambil mencengkeram kedua rahangku."Kamu punya uang untuk membayar ganti rugi?" tanyanya sembari menatap tajam kearahku."Sekarang memang tidak, tapi besok aku akan berusaha mendapatkannya!" ucapku berusaha mengulur waktu. Tapi lelaki itu malah tertawa mendengar jawabanku."Memangnya aku bodoh. Wanita pemalas seperti kamu mana mungkin bisa dapatkan uang. Dani sudah cerita soal kamu. Dia bilang dia marah karena kamu selalu jadi benalu di hidupnya, makanya dia sampai tega jual kamu!"Mas Dani Brengs*k, aku pikir dia benar-benar sudah berubah menjadi lebih perhatian padaku tapi ternyata diam-diam dia merencanakan rencana kotor ini. Uang yang dia berikan padaku juga ibuku selama ini tak seberapa, tapi dia tega menjualku untuk mengganti uang yang sudah di keluarkannnya."Tuan, ku mohon. Anda boleh menyuruh saya melakukan apapun tapi tolong jangan apa-apakan saya!"Aku terus nem
Pov Ola"Aku bangga sama kamu, La. Kamu bisa berlapang dada menerima adikmu kembali setelah kesalahan besar yang dia lakukan sama kamu!" ucap Dokter Eric setelah aku kembali dari kamar Anisa."Jujur, sampai sekarang saya belum bisa memaafkan wanita itu, Dok. Namun melihat keadaannya yang sangat memprihatinkan, saya benar-benar tak tega. Biar bagaimana pun jahatnya wanita itu, dia tetap adik saya. Saya ikut bertanggung jawab atas masa depannya.""Kamu sangat tulus, La. Semoga Anisa benar-benar menyadari kesalahannya, ya! Aku tidak mau melihat kamu menderita lagi seperti saat itu!"Dokter Eric tiba-tiba memegang dua pundakku. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa risih karena perbuatannya."Maaf, Dok. Saya belum selesai membersihkan dapur. Permisi!"Mendengar ucapanku, Dokter Eric cepat-cepat menarik tangannya lagi dari pundakku."Baik, aku juga mau cepat-cepat pergi ke rumah sakit!" ucapnya gugup. Tak lama kemudian dia tersenyum sambil melangkahkan kakinya menuju mobil. Aku menghela nafas
Pov DaniSetelah mengancam Ola, aku langsung pergi begitu saja dari hadapannya dan Dokter Eric. Ola terlihat ingin mengejarku, tapi lagi-lagi dia di gagalkan oleh lelaki sialan itu."Awas kamu Ola, kamu pikir aku cuma main-main dengan ancamanku!" gumamku sembari naik dalam mobil. Ku lihat dokter sial*n itu tengah berbincang dengan Ola saat mobilku melewati mereka. Ada rasa sesak yang menghimpit dadaku melihat itu semua."Brengs*k!" aku memukul stir mobilku menggunakan satu tanganku karena hingga detik ini pun aku belum juga bisa meredakan amarahku.Dalam kalutnya pikiranku, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah mobil yang tiba-tiba memepet mobil milikku.Aku hentikan mobilku dan langsung keluar demi melihat siapa yang berani-beraninya melakukan itu.Tak berapa lama kemudian empat lelaki berwajah sangar turun dari mobil tersebut, awalnya aku pikir mereka adalah orang suruhan Dokter Eric. Namun setelah beberapa saat kemudian muncul lagi satu mobil, semua kecurigaanku terbantahkan. Ya, or
Pov Anisa"Bagaimana keadaan adikmu hari ini?"Aku masih pura-pura menutup mata kala Dokter Eric datang ke kamarku. Mbak Ola memang dari sore berada disini menungguiku, karena tak mau kehilangan perhatiannya lagi aku terus berpura-pura lemah di depannya. Padahal aku rasa keadaanku sudah mulai membaik."Suhu tubuhnya sudah normal, Dok. Namun sampai sekarang Anisa masih kelihatan lemah dan tak mau makan."Dokter Eric mengecek suhu tubuhku dengan punggung tangannya. "Benar katamu suhu tubuhnya sudah normal. Mungkin dia butuh sehari atau dua hari lagi untuk bisa benar-benar pulih!""Syukurlah kalau begitu, Dok." ucap Mbak Ola. Aku bisa mendengar jelas helaan nafas panjangnya."La, kamu yakin akan selamanya menyembunyikan adik kamu disini?"Pertanyaan Dokter Eric pada Mbak Ola tiba-tiba menarik perhatianku. Aku tak sabar mendengar jawaban dari wanita yang pernah kusakiti hatinya ini."Saya juga masih bingung, Dok. Di satu sisi saya kasian sama dia. Saya merasa bersalah pada Almarhum Ayah
"Aku sudah pernah jahatin, Mbak. Aku enggak mau ngulang kesalahan yang sama. Aku harap Mbak enggak salah pilih suami lagi!" Aku terus berusaha mencuci otak Mbak Ola. Dia memang diam saja, tapi bisa ku lihat raut wajah kecewa wanita itu dari sorot matanya."Habisin makanannya baru minum obat. Mbak balik ke depan dulu!""Makasih, Mbak!" aku paksa bibirku untuk tersenyum di depan Mbak Ola. Dia hanya sedikit membalas senyumanku. Segera dia pergi meninggalkanku di ruangan sempit ini.Setelah kepergian kakak tiriku, aku melahap habis makanan pemberiannya. Dari dulu Mbak Ola memang pintar memasak, rasa masakannya tak kalah dari makanan di restoran bintang lima.Setelah kenyang ku lirik obat di atas meja. Aku tak meminumnya seperti pesan Mbak Ola. Aku sudah benar-benar sembuh jadi buat apa aku meminum obat lagi.Ku lirik jam di dinding kamar ini, ternyata sudah jam delapan siang. Jam segini Elsa pasti sudah pergi sekolah jadi aku tidak perlu bersembunyi lagi.Bosan berada di kamar, aku memut
Hendrik, lelaki tampan berumur 35 tahun itu tampak marah sambil mengetuk sebuah kaca mobil yang beberapa saat lalu mengikuti mobil bos wanitanya. Kaca mobil diturunkan, lelaki yang ada di dalamnya sama sekali tak menyangkal tuduhan Hendrik saat itu.Ya, lelaki di dalam mobil tersebut ternyata adalah Roy. Dia sengaja tidak membalas kemarahan Hendrik melainkan mengajak bicara Hendrik saat itu. Hendrik di tawari sepuluh kali lipat uang yang Eric berikan pada Hendrik jika lelaki itu mau mengkhianati Eric dan berpihak pada Roy.Siapa yang tak tergiur dengan uang yang dijanjikan Roy, termasuk Hendrik. Namun selama ini tidak sekalipun dia mengkhianati majikan meski dibayar dengan bayaran sangat mahal. Lelaki itu lalu mengajak rekannya yang bernama Irvant untuk mengerjai Roy. Caranya dengan mengajak Renata dan pembantu rumah tangga di rumah Eric untuk bekerjasama melakukan skenario yang sudah direncanakan Roy."Kamu?"Roy menatap tajam kearah Hendrik, dia sama sekali tak menyangka lelaki tamp
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik Marvin tepat disebelah Eric."Kita sudah terkepung. Istri saya bisa dalam bahaya jika kita tetap mau melawan lelaki gila itu. Untuk sementara waktu kita ikuti saja perintah lelaki gila itu." Eric terlihat pasrah, dia belum menemukan jalan keluar dari masalah yang tengah mereka hadapi. Dia tak mau istri dan anak tirinya terluka sedikitpun karena kecerobohannya.Eric dan Marvin mengikuti arahan Roy untuk masuk dalam rumah Nayla. Disana Nayla dan ibunya juga sudah terikat. Ternyata Roy sudah curiga kalau Eric tahu tentangnya sejak Azam dan Marvin menemui lelaki itu diam-diam. Anak buah Roy ada dimana-mana jadi dengan mudah ia mengawasi gerak gerik orang yang ingin dia pantau.Semua sandra diikat, Roy tertawa puas melihat musuhnya berada di hadapannya tanpa berdaya."Jadi wanita ini yang buat Ayah saya masuk penjara. Saya ingin tahu apa spesialnya wanita ini sampai buat Ayah saya tergila-gila!" Roy mendekat kearah Ola. Seketika Emosi Eric melu
"Anda mau bawa saya kemana?" tanya Eric pada Marvin saat lelaki itu membawanya pergi."Ke suatu tempat yang pastinya membuat Anda terkejut!"Eric akhirnya diam, meski dia belum mengenal Marvin tapi entah kenapa dia langsung percaya begitu saja pada lelaki itu. "Rumah siapa ini?" tanya Eric setelah sampai di sebuah rumah yang kelihatannya seperti rumah kosong tak terawat. Tapi anehnya disana terparkir beberapa mobil mewah. Padahal lampu di rumah itu sama sekali tak menyala."Di dalam rumah itu ada kedua orang tua Renata. Mereka di sekap oleh seseorang.""A-apa?""Entah apa yang sudah Renata lakukan beberapa hari ini sama Anda dan keluarga Anda. Saya cuma ingin kasih tahu Anda saja kalau itu semua bukan kemauan Renata. Ada seseorang yang memaksanya melakukan itu!""Pak, tanpa diancam seseorang pun memang Renata selalu mengganggku keluarga saya. Jangan mengada-ngada dech!" ucap Eric sambil tertawa. Dia ingat betul betapa jahatnya Renata yang pura-pura koma demi bisa tetap memasukan Ola
"Doc, maaf. Saya ada perlu sebentar!"Saat hendak kembali ke ruangannya Eric di hadang oleh kakak lelaki Grecia. Dia ingin menyampaikan sesuatu pada Eric setelah selesai menjenguk adiknya di penjara."Dokter Eric, bisa bicara sebentar? Ada hal penting yang ingin sampaikan pada Anda!" ucap lelaki yang bernama Azam tersebut."Ok, bicaralah. Saya ada waktu sekitar 30 menitan lagi!"Eric agak penasaran dengan wajah Azam yang menunjukan ketakutan saat hendak bicara."Kamu kenapa?" tanya Eric karena Azam tak langsung bicara."Sa-saya sebenernya takut mau bicara disini. Takut ada yang nguping pembicaraan kita!""Ok, kalau gitu kamu ikut ke ruanganku ya. Kita bicarakan disana saja!"Azam mengangguk kemudian mengikuti Eric menuju ruangannya."Sekarang katakan apa yang mau kamu sampaikan!" ucap Eric setelah menutup pintu ruangannya."Tadi saya menjenguk Grecia. Dia bilang anda dan Mbak Ola sedang dalam bahaya!" ucap Azam dengan suara lirih."Dalam bahaya?" Eric bertanya dan Azam mengangguk."Se
"Ric, kalau kamu sayang ibu. Tolong ceraikan Ola. Dia perempuan enggak bener Kamu harus jauhi wanita jahat seperti dia!"Seketika Ola dibuat lemas dengan ucapan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini selalu mendukungnya tiba-tiba termakan fitnah dan berubah menjadi sangat membencinya."Saya akan selesaikan masalah ini secepatnya. Ibu jangan khawatir, ya. Sekarang ibu istirahat. Aku enggak mau penyakit ibu kambuh kalau ibu banyak pikiran."Ola salah paham dengan kalimat Eric barusan. Dia pikir Eric sama seperti Hani, terpengaruh dengan fitnah yang Renata berikan.Eric menarik tangan Ola ke luar kamar, jika biasanya Renata senang karena rencananya berhasil, kali ini dia merasa bersalah karena sudah membuat berantakan keluarga Eric."Renata, kalau Eric bercerai dengan Ola nanti. Ibu janji akan merestui kamu dan Eric."Renata pura-pura tersenyum. Dia sudah sadar, restu dari Hani saja tak cukup untuk membuat Eric jatuh lagi ke pelukannya. Eric begitu keras kepala. Lelaki itu pasti akan me
Jam menunjukan pukul 1 malam. Eric masih belum juga bisa memejamkan matanya. Dia terus mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Dia ingin percaya dengan Ola namun dia bingung kenapa bisa bungkusan obat pencuci perut itu ada di meja rias istrinya kalau bukan wanita itu pelakunya.Eric menatap Ola yang sudah pulas tidur disampingnya. Ia kembali meyakinkan hatinya kalau Ola bukan orang jahat seperti apa yang ada di dalam pikirannya.Karena suntuk, Eric memutuskan untuk keluar kamar. Dia menuju dapur dan meneguk segelas air putih hangat untuk menetralkan perasaan kacaunya.Saat ingin kembali ke kamar, Eric berhenti sejenak karena mendengar suara isakan ibunya. Lelaki itu takut ibunya masih sakit jadi buru-buru mendatangi kamar ibunya."Bu, ini aku. Apa ibu baik-baik saja?" tanya Eric setelah mengetuk pintu. Ibunya tak merespon ucapan Eric, lelaki itu mencoba membuka pintu dan beruntungnya pintu kamar Hani memang tak terkunci."Bu, maaf. Aku tahu aku salah. Maaf sudah buat ibu sedih sep
"La, ada orang tua Adrian di ruang tamu. Mereka datang untuk bela sungkawa sekaligus meminta maaf karena pernah salah paham sama kamu!" Hani mendatangi kamar Ola. Setelah pemakaman Anisa selesai, Ola lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar. Memang Ola sangat membenci Anisa tapi kepergian Anisa yang terlalu mendadak dan penuh dengan misteri membuat wanita itu sangat syok."Tunggu, sebentar lagi saya turun untuk menemui mereka, Bu.""Kami tunggu di bawah, ya. Suamimu Eric juga ada disana!""Baik, Bu."Ola berganti baju sebelum turun. Dia juga sedikit memoles wajah agar tidak terlalu terlihat pucat."Maaf Tante, Om. Saya baru tahu kalian ada disini!" ucap Ola setelah menemui keluarga Adrian."Enggak apa-apa, Ola. Maaf ya kami baru tahu kabar kematian adik kamu jadi kami baru bisa datang," ucap Ayah Adrian."Enggak apa-apa, Om. Melihat kalian datang saja sudah buat kami senang." Ola bicara sembari tersenyum, tak ada dendam sama sekali terlihat di wajahnya."Begini, La. Kami sebe
[Kamu pikir dengan cara menyewa bodyguard, kamu bisa lepas dari pengawasanku?]Renata yang tengah makan tersedak karena membaca pesan dari Roy.[Aku tidak mau ikut campur dengan balas dendammu. Tolong jangan ganggu aku lagi!]Renata mengetik pesan dengan gemetar, meski baru mengenal Roy tapi dia tahu betapa jahatnya lelaki itu. Renata curiga, kecelakaan yang menimpa pengacaranya itu juga ulah Roy.[Tak ada siapapun yang berhak menolak tawaran kerjasamaku. Menolak berarti mati!]Renata tak melanjutkan makan malamnya. Dia berniat mematikan ponsel karena tak mau diganggu oleh Roy lagi. Namun sayangnya sebelum dia berhasil, satu lagi pesan masuk dari Roy. Lelaki itu mengirimkan sebuah gambar orang tua Renata yang sedang di sekap oleh lelaki itu. Renata marah bukan main dia langsung menelepon Roy. Malam ini juga Renata akhirnya menemui Roy di sebuah restoran. Mereka akhirnya sepakat melakukan kerjasama.Keesokan harinya, Renata mendapatkan kabar kalau adik Ola meninggal. Roy ternyata yang
"Bu, kamu lihat obat yang aku simpan kemarin enggak?" tanya Anisa sambil mengobrak-abrik lemari bajunya."Enggak, Nis. Kamu yang simpan kok malah tanya ibu?""Aku letak dalam lemari sini tapi kok enggak ada, ya? Aneh!"Anisa kembali mengecek isi lemarinya. Tapi dia masih juga tak mendapatkan obat yang ia cari."Jangan-jangan ada yang mencurinya, Nis!"Anisa dan ibunya saling berpandangan kemudian tatapan mereka beralih ke Grecia yang sedang pura-pura tak mendengar apapun."Grecia, kamu ambil obat dalam lemariku?""Obat apa?" tanya Grecia pura-pura tak tahu.Anisa gelagapan, dia tak mungkin menjawab jujur kalau obat itu adalah obat pencuci perut dengan dosis cukup tinggi. Dia pikir dengan cara itu dia bisa dibawa ke rumah sakit sehingga bisa melarikan diri tentunya di bantu oleh orang-orang Roy."Kamu jawab aja pertanyaanku, kamu tahu tidak?"Grecia dengan santainya menggelengkan kepalanya."Kamu enggak bohong kan?"Anisa tak percaya dengan jawaban Grecia."Buat apa aku bohong. Enggak