Edward membuka bagasi dan memasukkan semua koper tanpa menyuruh pelayan. Aku membukakan pintu belakang buat ayah. Lalu aku duduk didepan samping Edward.Edward pun menjalankan mobil menuju bandara.Diperjalanan ayah banyak bercerita tentang kisah cintanya dengan ibu, Edwardpun menanggapinya dengan antusias membuat ayah makin panjang menceritakan kisah cintanya yang indah bersama mendiang ibu. Sesekali aku ikut bercanda menimpali cerita ayah.Kami tertawa bersama. Ayah akhirnya mengalihkan cerita ke masa kecilku, dimana ayah membongkar cerita tentang masa laluku yang menurutku memalukan."Kau tau nak Edward, saat Bella masih kecil aku pernah membawanya ke kolam teratai dekat taman, Bella kecil bermain ria disitu hingga saat pulang, Bella kecil membawa ikan dengan gembira dan berteriak 'ayah! Aku dapat ikan langka! Lihatnya!' saat ku dekati aku tertawa lepas karenanya ...""... Aku berkata pada Bella kecil apa ia mau membawa pulang ikan itu, Bella kecil menjawab akan merawat ikan itu sep
Pukul 07. 12 akhirnya Zico dan Tania pulang juga, aku duduk di sofa sembari melipat tangan. menunggu kedatangan mereka untuk masuk.pintu akhirnya terbuka. Tania masuk dan melihatku disofa. "Kakak sudah pulang?" sapa Tania disusul Zico dari belakang."Sayang, bagaimana kunci brangkasnya apa kau sudah memintanya dari ayah?" tanya Zico sambil menenteng tas belanjaan yang sepertinya milik Tania.aku masih terdiam menatap kelauan mereka."Kakak, Lihat aku membelikan tas baru untukmu!" Tania mencoba mendekat dengan totebag ditangannya. aku langsung mengangkat tangan menyuruhnya berhenti melangkah.Tania tersentak, "k-kakapa kau marah padaku?" ucapnya sedih.Zico ikut maju mendekat pada Tania, "Sayang ada apa denganmu, mengapa kau begitu? Lihat Tania sudah susah payah memilihkan tas terbaik untukmu, kau malah diam saja tak menanggapinya. Keterlaluan sekali!" ucap Zico dengan nada kesal.lihatlah si brengsek ini, ia bahkan tidak menyadari kesalahannya. aku menarik nafas menahan emosi sebentar
Esok harinya aku berangkat ke kantor seperti biasa, namun pagi ini suasana agak berbeda, sunyi dan tentram tanpa kehadiran ataupun sahutan dari Zico dan Tania. aku berangkat ke kantor dengan perasaan yang lebih lega."Bella! Aku seneng banget!!" sambut Viona didalam ruanganku. aku hampir terkejut karena ia tiba-tiba memelukku."Ada apa? Kau terlihat bahagia sekali," tanyaku melepas pelukannya."Aku punya kabar bahagia Bel!" ucapnya bersemangat. Ternyata benar apa yang dikatakan Edward kemarin, Viona pasti akan memberiku kabar bahagi. Aku jadi penasaran."Kabar apa itu?""Danu gak jadi dimutasi Bel! Aku senang banget!" jawab Viona bersemangat."Wah ... benarkah? Aku ikut seneng dengarnya. Selamat yah, akhirnya ada yang ga jadi LDR," kataku tersenyum, "tapi kenapa tiba-tiba gajadi di mutasi? Apa Danu mengajukan penolakan?" tanyaku bingung."Ntahlah, tiba-tiba saja kemaren Danu dapat kabar dari atasannya bahwa ia tidak jadi dimutasi, mungkin bos nya berubah pikiran. Aku tak peduli apapun
"Edward!" gumanku terkejut. Aku membeku menatapnya, kenapa dia ada disini?Edward menutup pintu mobilnya dan berjalan ke arahku. wajahnya terlihat dingin.sekarang ia tepat dihadapanku dan menatap tajam. aku membalas tatapannya bingung, "untuk apa kau kemari?" tanyaku acuh.Edward terdiam sesaat lalu menarik nafas dan bertanya, "Bella, mengapa kau tidak mengangkat telfonku dan mengapa ponselmu tiba-tiba tidak aktif? apa kau marah padaku?" suaranya terdengan dingin, namun wajahnya tampak khawatir."Aku lembur hari ini jadi gak dengar panggilan telfon darimu kemudian baterai ponselku lowbat," ucapku memalingkan wajah.Edward mengangkat tanganku yang memegang ponsel, "bukankah ponselmu nyala?" seketika aku merasa gugup karena ponselku terlihat nyala, aku menarik tanganku. "itu baru saja di charge," kilahku beralasan.Edward menatapku sendu, "Bella apa kau marah padaku?" tanyanya sekali lagi. aku terdiam sesaat, harus kah aku jujur?"tidak, untuk apa aku marah," kataku berbohong."bukankah
beberapa hari berlalu sejak kejadian itu, Zico sudah kembali sehat walau tangannya masih diperban sedikit. dan sialnya aku tidak berhasil membuatnya patah tulang waktu itu. tak apalah, walau begitu semenjak hari itu, ia tidak mendatangiku atau sekedar menanyai urusanku.dia pikir aku sedih dan akan meminta maaf padanya? tidak. aku malah senang tidak harus berakting sampah membaikinya. namun hanya Tania yang terus mengusikku. ia terus meminta maaf tanpa terlewat sehari pun aku selalu mengabaikannya. menurutku itu tidak penting.dan hari ini aku mendapatkan laporan dari Nina bahwa Zico pergi dini hari dengan mengendap-ngendap mencurigakan. Nina sempat mengikutinya namun ia kehilangan jejak.namun setelah itu Zico kembali kerumah dua jam kemudian. aku penasaran sebenarnya apa yang sedang direncanakan Zico?getaran ponsel mengalihkan perhatianku. aku menatap ponsel dan tersenyum.["halo Edward?"] sahutku mengangkat telfonnya.["bukankah kau terlalu cepat mengangkat telfonku? apa mungkin ka
"ti-tidak ja-jangan bunuh aku ku mohon, aku akan memberikan berapa pun yang kalian minta, tapi tolong jangan bunuh aku!" pinta Zacky memohon. walaupun ia seorang ketua pembunuh bayaran namun ia benar-benar tidak ada harga dirinya didepan Edward."Apa kau pikir aku akan melepaskanmu hanya karena uang? Sungguh pemikiran bodoh!" Ucap Edward menarik sudut bibirnya, "jika kau hanya seorang bandar narkoba, mungkin aku akan mengabaikanku. Tetapi beraninya kau bekerjasama dengan si brengsek itu dan membuat racun untuk Bella! Aku tidak akan memaafkanmu!" serunya menatap tajam."aku mohon jangan bunuh aku, aku bersalah, lepaskan aku. aku akan memberikan penawarnya segera! jadi tolong lepaskan aku!" Zacky memohon lagi, kali ini ia sampai bersujud dan mencium tanah. aku tidak iba melihatnya, aku memalingkan wajah, tidak peduli apapun keputusan Edward padanya."tanpa izin mu pun aku sudah mendapatkan penawar itu," seru Edward merendahkannya.Edward kembali menodongnkan pistolnya dengan tatapan taja
Edward mematikan ponselnya tanpa menjawab ku, aku memeluk badanku sembari menahan getaran rasa takut yang sulit dihentikan.melihat Edward yang buru-buru berlari ke arah mobilku, membuatku tersenyum lega. Edward membuka pintu mobilku dan memegang wajahku, "Bella kau baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah khawatir.Aku terdiam tidak menjawabnya, Edward lalu bergegas menggendongku ke pelukannya. Ia mengambil tasku dan mengunci pintu mobilku.Aku menunduk sembari merangkul erat lehernya. aku merasa tenang karenanya.Edward membawaku ke dalam apartemennya dan mendudukanku disofa. Ia segera mengambil selimut dan menutupi dadaku yang terbuka."Bella tenanglah, kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir, aku menggeleng pelan."A-aku takut Edward, Zico sudah gila. dia hampir saja memaksa menyentuhku dengan tangan kotornya," jawabku menatap lurus."jadi ini ulah si bresengsek itu," guman Edward mengepalkan tangan, kemudian ia duduk disampingku sembari menyentuh punggungku, "kau tenang saja, kau aman
akhirnya aku pulang kerumah ditemani Rachel.setelah sampai, aku mengumpulkan keberanianku untuk melangkah masuk. setelah pintu rumahku terbuka, hanya ada pelayan yang menyambut ku, tidak ku dapati batang hidung Zico, mungkin saja ia sedang dikamar Tania."kakak! akhirnya kau pulang!" seru Tania diatas tangga, ia berlari turun menghampiriku. "ka-kak! semalam ada segerombolan pencuri yang menerobos rumah ini, aku takut kak!" isaknya memelukku.pencuri? aku menatap sekeliling rumah yang masih tertata rapi, seperti tidak ada tanda-tanda pencurian. apa Tania berbohong?aku melepas pelukannya, "pencuri apa maksudmu? apa ada ada barang yang hilang?"Tania menghapus air matanya yang mengalir, "ti-tidak ada yang hilang, ha-hanya saja. semalam orang-orang itu menerobos masuk dan menarik paksa kakak ipar lalu memukulinya," ucap Tania terisak. aku melirik pintu rumahku, memang terlihat ada tanda penerobosan disana. artinya Tania tidak berbohong.tapi kenapa orang-orang itu memukuli Zico?"apa kau
"Terima! terima! terima!" David, Brian, Rachel bersorak bersamaan.Edward mengangkat telapak tangan, sorakan itu seketika berhenti. "Bella, aku sudah pernah mengungkapkan perasaanku padamu sebelumnya. Ku harap kali ini kau menerimanya," ucap Edward masih di posisinya.Ku tutup mataku sejenak, lalu menatapnya. Sebenarnya aku belum yakin untuk memulai berumah tangga lagi, aku masih belum siap. Aku sangat takut akan kegagalan dan penghianatan. Aku tahu Edward bukan orang yang seperti itu, tetapi ketakutan tetaplah ketakutan.Ku layangkan pandangan ke semua sisi, persiapan yang begitu niat dan mewah dibuat khusus untukku. Zico saja tidak pernah melakukan ini, jika aku menolaknya maka aku akan menyakiti usaha dan juga orang-orang yang hadir disini."Ya, aku bersedia," jawabku tersenyum.Mata Edward melebar binar, ia berdiri dan tersenyum bahagia menatapku. "Sungguh?" tanyanya yang ku jawab dengan anggukkan.Spontan Edward memelukku erat, "kau sudah menerimaku, jangan harap untuk berubah pi
Seusai makan siang itu, Edward mengantarku dan Viona kembali ke kantor."Bella, apa malam ini kau ada waktu? aku ingin membawamu ke sesuatu tempat," ucap Edward di dalam mobil. Aku menatapnya sebentar, "kemana?" tanyaku.Edward tersenyum, "rahasia, kau akan tahu nanti. Berdandanlah yang cantik," jawabnya. Mendengar itu membuatku merasa dejavu, ini mengingatkanku saat pertama kali dinner bersamanya."Ehem, ehem, bisakah aku turun dulu, baru kalian lanjutkan percakapan romantisnya?" sela Viona yang duduk di kursi belakang. Ia melipat tangan sembari melirik kami berdua."Ba-baiklah, nanti kau bisa menjemputku di rumah," ujarku pada Edward, tak ingin Viona menunggu lama. Aku membuka pintu mobil dan keluar, disusul juga dengan Viona yang ikut keluar."Oke sampai jumpa nanti malam," ujar Edward didalam mobil, aku membalas tersenyum dan melambaikan tangan padanya."Apa hubungan kalian sudah ada kemajuan?" tanya Viona tiba-tiba."Kemajuan apa yang kau maksud?" aku bertanya balik padanya."Kem
PoV Arbella…Sudah sebulan semenjak aku mengirim Tania dan Zico ke desa itu. Sekarang aku sudah tinggal kembali dirumah utama bersama ayah dan bibi. Sedang rumah lamaku telah terjual dua minggu yang lalu.Bulan lalu, aku memberitahu ayah. Bahwa aku sudah tahu tentang identitas Tania yang bukan adik kandungku. Awalnya ayah meminta maaf telah merahasiakannya, dan aku menolak permintaan maaf itu. Bagiku keputusan ayah dan mendiang ibu tidaklah salah, jadi tidak seharusnya ayah meminta maaf.Seandainya sejak awal Tania tidak mengkhianati ataupun berencana membunuhku, mungkin aku juga akan memilih untuk tidak mendengar rahasia itu.Berbicara tentang Tania, aku memberi tahu pada ayah, bahwa aku mengirimnya ke desa Geneva. Respon Ayah hanya diam, namun sorot matanya menyembunyikan kekhawatiran. Sebagai penenang aku bilang walau kota itu sedikit berbahaya, namun ada bawahan Edward yang menjaganya. Ayah menghela nafas lega setelah mendengar itu.Begitulah ayah. Sejahat apapun anaknya membuat l
PoV Tania 2 ..."Tania … Tania … Bangunlah!" panggilan seseorang dan nafas yang begitu bau membangunkanku setengah sadar. Dengan sayup-sayup perlahan membuka mataku."Tania, …" Mataku terbelalak melihat wajah Zico yang begitu dekat dan bertelanjang dada. Sontak aku bangun dan mendorongnya. Tanganku kini kembali terikat, kepalaku terasa begitu pusing, dan kakiku yang begitu sakit.Zico terdiam dengan tangan yang juga terikat, aku menolah-noleh. Ternyata aku kembali kedalam mobil box, bedanya yang ini lebih sempit. Hanya ada aku dan Zico didalamnya.Mataku melebar melihat tubuhku yang hanya mengenakan pakaian dalam. "D-dimana bajuku?" tanyaku menyilangkan dada.Zico menatapku dingin, "seharusnya aku yang bertanya seperti itu! dimana bajumu? kenapa kau kembali dengan bertelanjang!" tanyanya setengah berteriak.Aku memalingkan wajah dan melirik kakiku yang dililit acak menggunakan bajunya."Kenapa kau diam saja? apa benar kata penjaga itu kau berniat menggodanya? katakan!" seru Zico, mata
PoV Tania.…Hawa yang pengap didalam sebuah box mobil, aku tengah bersandar sembari berbagi udara dengan satu pria bodoh dan dua pria yang tak ku kenal.Walau tanganku telah diikat kembali, tetapi penutup mataku sudah dilepas. Tidak ada pemandangan, hanya cahaya remang dan rasa sesak untuk bernafas. Aku membenci ini!Kenapa? kenapa semua harus berakhir begini?Ku pikir dengan kepulangan ayah itu akan membebaskanku dari neraka buatan ini. Tapi apa? ayahku, satu-satunya harapanku malah tak berpihak padaku. Rasa sesak hatiku yang merasa sangat tidak adil! tanpa sadar rasa marah itu membuatku mengungkap rahasia dengan mulutku sendiri.Apa aku menyesal? tidak juga. Saat melihat raut wajah Kak Bella yang tak berdaya membuatku sedikit terhibur. Kak Bella sangat lemah terhadap kesehatan ayah, kenapa aku tidak menggunakan kesempatan itu dari awal?Aku ingin sekali membuat Kak Bella mencium kakiku, tapi aku malah berada disini! menyebalkan!Tiba-tiba mobil terhenti. "Apa kita sudah sampai?" tan
Aku menghela nafas, kemudian menuntun Bibi untuk duduk disofa bersama. "Bibi, sungguh aku sangat terkejut mendengarnya. Apa semua itu benar? Tania bukan adik kandungku? mengapa aku tidak tahu?" tanyaku. Kenyataan itu membuatku masih terkejut, aku ingin tahu semua kebenarannya."Baiklah, akan Bibi katakan. Sebenarnya ini adalah rahasia yang ingin dijaga ibumu Bella. Kau tahu ibumu adalah wanita baik. Sebenarnya, ibumu memilik seorang adik angkat yang diselamatkan dari korban KDRT, namanya Wenda. Ibumu sangat menyangi adik angkatnya itu seperti adiknya sendiri ...""... Tetapi Wenda sangat berbanding terbalik dengan ibumu. Jika ia menginginkan sesuatu harus terpenuhi. Suatu ketika dua bulan sebelum pernikahanku, aku memperkenalkan calon suamiku Devan. Itu adalah awal petaka bagiku, karena setelahnya. Sehari sebelum pernikahanku. Tiba-tiba Wenda mengaku tengah hamil anak Devan ...""... Kau tahu betapa hancurnya duniaku saat itu Bella, aku bahkan sampai pingsan karena terkejut. Tanpa tah
Selepas ayahku dibawa ke rumah sakit, David mengantar kami ke tempat ayahku dirawat. Perasaan campur aduk menghampiriku saat menunggu dokter keluar dari ruang ICU.Aku terus memegang tanganku berharap dan berdoa Ayah akan baik-baik saja. Sesekali Bibi dan Edward mengiburku yang terus gelisah, tapi aku tetap tidak bisa tenang.Sampai akhirnya dokter keluar dari ruangan Ayah, buru-buru aku menghampirinya dan bertanya keadaan ayahku."Syukurlah pasien dibawa tepat waktu, ia berhasil melewati masa kritisnya. Namun karena masih dalam pemulihan, saat ini keluarga tidak diizinkan menjenguk hingga pasien sadar," tutur dokter.Aku mengangkat kepalaku sembari mengusap lega, "syukurlah ayah tidak apa-apa," gumanku mengatupkan tangan.Tidak lupa aku berterimakasih pada dokter sebelum ia pergi.Bibi memelukku haru,"syukurlah Bella, ayahmu sekarang baik-baik saja." Aku mengangguk membalas pelukan Bibi.Seusai memeluk Bibi, pandanganku menoleh pada sosok pria tegas yang tengah duduk di kursi tunggu.
PoV Arbella...Dua hari berlalu sejak aku menikahkan pasangan penghianat itu, sesuai rencana. Hari ini, aku dan Edward kembali menemui Tania dan Zico dirumah hitam, aku membawa dua paperbag dan melemparkannya ke dalam sel."Apa ini?" Zico meraih paperbag itu dan membukanya, "baju?" dia menoleh padaku dan mengernyit."Ya itu pakaian untuk kalian, tidak mungkin kalian akan pergi dengan tampilan lusuh seperti itu."Zico terdiam memandangi baju yang dipegangnya, sedang Tania terlihat tidak tertarik sama sekali."Pakailah cepat," kataku berbalik pergi. Namun tiba-tiba ponselku bergetar, aku mengambil ponselku dari saku. Ternyata Rachel yang meneleponku.["Halo Rachel,"] ucapku mengangkat telepon.Hening sejenak, aku mencoba memanggilnya lagi. ["Rachel?"]["Be-Bella, Ayah dan Bibimu ada dirumah sekarang."]Mataku membulat sempurna mendengarnya, ["Ayahku ada dirumah?"] seruku terkejut.["Y-ya dia memintaku menghubungimu dan menyuruhmu untuk pulang bersama Tania,"] ucap Rachel gugup.Pandanga
PoV Zico 2...Hingga keluar dari gedung, senyumku tak henti-hentinya mengembang. Ternyata mantan istriku benar-benar baik sampai repot-repot mengurusi pernikahan kami. Aku gak sabar pengen cepat pulang dan menikmati hidup yang baru bersama Tania, istriku.Mertuaku adalah ayah yang royal pada anaknya, meskipun Tania tidak memiliki perusahaan. Pasti ayahnya akan memberi rumah dan modal sebagai hadiah pernikahan kami, aku tak sabar menerima itu.Tapi ada yang aneh, mengapa Tania terus diam? ia bahkan tidak mengukir senyum indahnya sepertiku. Ntahlah mungkin dia masih lelah.Tania masuk ke mobil duluan, diiringi dengan aku yang duduk disampingnya."Selamat atas pernikahan kalian," ucap pria yang di panggil Brian itu. Ia menyengir dan memberi dua penutup mata padaku.Aku mengernyit heran, "untuk apa itu? bukankah kalian akan mengantarku pulang kerumah?"Pria itu tertawa, "memang kalian punya rumah? Edward menyuruhku membawa kalian kembali ke sel terlebih dahulu, nikmatilah malam pertama ka