Beranda / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / 28. Rani Mencelakai Bagus

Share

28. Rani Mencelakai Bagus

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-26 20:09:02

Riyanti menemui suaminya. Dia duduk di samping Bagus yang sedang mengontrol sesuatu melalui laptop. Memang, sejak mengatakan kalau pria itu akan menyerahkan segala urusan perusahaan pada Melisa, Bagus lebih sering di rumah dan mengontrol perusahaan dari sana.

"Pa. Bagaimana keadaan Rani sekarang, ya?" tanya perempuan itu yang merasa khawatir dengan keadaan putrinya mengingat terakhir kali kalau Okta telah dicoret dari ahli waris keluarganya.

Bukankah itu berarti Okta sudah tidak lagi memiliki apa-apa?

"Kenapa tanya padaku? Bukankah dia sudah ikut suaminya? Kenapa tidak kau tanyakan pada suaminya saja?" tanya Bagus dengan kesan yang cuek. Seperti tidak peduli lagi dengan Rani sama sekali. Bahkan pria itu menjawab pertanyaan Riyanti tanpa menoleh sedikit pun pada perempuan itu.

Riyanti menatap sedih suaminya yang kian hari semakin memperlihatkan ketidakpeduliannya terhadap Rani. "Pa. Papa, kan tahu sendiri kejadian kemarin. Windi datang dan mengatakan kalau Okta dicoret dari ahli waris
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   29. Rani Bukan Adikku

    Melissa langsun berlari mendekati tubuh ayahnya yang tergeletak dengah darah di keningnya. Dia menatap Rani dengan tajam. "Apa yang kau lakukn!" teriaknya marah pada Rani.Perempuan itu menatap kembali papanya. "Pa. Pa bangun, Pa. Bangun."Riyanti pun ikut berlari mendekati suaminya, berjongkok di seberang Melissa. "Pa. Papa sadar, Pa. Pa." Dia pun khawatir melihat keadaan suaminya saat ini. Darah yang terus keluar dari keningnya membuat dia merasa takut.Rani pun juga bergegas mendekati papanya. "Pa." Namun, baru saja dia mendekati Bagus, Melissa sudah lebih dulu mendorong tubuh adiknya itu hingga Rani jatuh terduduk di lantai."Jauhi papaku!" teriak Melissa dengan sangat keras. Dia menatap tajam Rani dan sorotnya penuh akan kebencian.Riyanti tak menduga Melisa akan melakukan itu. "Mel. Hati-hati. Adik kamu sedang hamil," ujar Riyanti memperingati Melissa.Kini tatapan kebencian Melissa tidak hanya pada Rani tetapi pada Riyanti juga. "Aku tidak peduli!" teriaknya marah. Bisa-bianya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   30. Kunjungan Calon Mantan Mertua

    "Apa yang kamu lakukan?" teriak Okta dengan sangat keras. Pria itu langsung mendekati istrinya yang terjatuh di bawa, memegangi kedua pundak Rina dan menatapnya khawatir."Kamu tidak apa-apa?" tanyanya kemudian."Sakit, Mas," ujar Rani dengan suara yang memelas, wajahnya pun menunjukkan ekspresi penuh kesedihan.Riyanti yang mendengar kegaduhan di depan kamar rawat suaminya langsung keluar. Gerakan Riyanti yang tiba-tiba menyerobot keberadaan Melissa membuat dia menabrak Melissa cukup keras sehingga posisi Melisa bergeser dari depan pintu.Detik kemudian dia melotot kala melihat putrinya duduk di bawah. "Ya Tuhan. Ada apa ini?" tanyanya yang ikut membantu Rani."Aku didorong kak Melissa, Ma," ujar Rani dengan menatap kakak tirinya itu. Melisa yang tahu kalau Rani sedang berpura-pura pun berdecak dan memutar bola matanya malas.Riyanti langsung menatap Melisa dengan tajam. "Melissa. Bukannya mama sudah mengatakan kalau kamu harus berhati-hati sama adik kamu. Dia sedang hamil," ujar per

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   31. Okta Menganggur

    "Kami pulang dulu, ya,' ujar Windi pada Melissa."Semoga Pak Bagus segera sembuh." Kali ini Khalif berujar pada Melissa.Melissa mengangguk. "Terima kasih atas kunjungannya. Maaf Papa masih belum sadar.""tidak apa. Yang terpenting dia segera sehat dan bisa kembali beraktifitas," ujar Khalif kemudian. Windi mengangguk dengan senyuman.Setelah keduanya lebih dulu keluar dari ruangan Bagus, kali ini Kafka yang berhadapan dengan Melisa. "Aku keluar dulu," ujar pria itu dengan ekspresi datarnya.Melisa hanya mengangguk. Jujur saja dia merasa canggung untuk berbicara dengan calon mantan adik iparnya itu. Dari dulu mereka jarang berinteraksi. Bukan hanya karena Kafka yang bicaranya irit, tetapi karena pria itu yang lebih memilih untuk ke luar negeri.Terakhir kali yang Melisa tahu pria itu sedang mengemban ilmu di sana, tetapi hari ini dia dibuat terkejut dengan keberadaan Kakak di sini. Apalagi dengan penampilannya yang memakai jas begitu rapi."Kau memikirkan apa?" tanya Kafka kemudian ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   32. Mencari Pekerjaan Ternyata Sulit

    "Selamat. Akhirnya kamu telah resmi bercerai dari Okta," ujar Kafka pada Melissa. Pria itu mengulurkan tangan ke arah mantan istri kakaknya.Melissa meraih tangan itu. "Terima kasih karena kamu sudah membantu prosesnya." Dia berujar kemudian.Okta yang melihat keberadaan mantan istrinya dan sang adik pun mendekat. "Aku tidak menyangka kalau kamu membutuhkan bantuan adikku untuk hal semacam ini," ujar Okta dengan melirik Kafka sinis.Melissa hanya menanggapinya dengan senyum tipis. "Yang terpenting aku bisa terlepas dari kamu. Itu saja," ujarnya kemudian.Okta tersenyum miring. "Semoga kamu tidak akan menyesal dengan keputusan kamu bercerai denganku."Melissa ingin sekali tertawa mendengar perkataan dari mantan suaminya ini. Namun, dia menahannya dan berakhir dia yang tersenyum tipis. "Tidak akan." Dia pun menjawab mantap.Okta tidak suka dengan jawaban itu. Apalagi melihat ketenangan Melissa saat ini. Memasukkan kedua tangan pada saku celana, dia pun berujar, "Aku sarankan kalau kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   33. Lowongan di Perusahaan Mantan Istri

    "Baiklah. Kesepakatan kita sudah dibuat. Kita akan melakukan pekerjaan ini secara profesional. Selamat bekerja sama," ujar Bagus yang mengulurkan tangan ke arah Kafka. Kedua pria berbeda usia itu saling berjabat tangan.Setelahnya kini giliran Melisa yang melakukan jabat tangan dengan Kafka. Dia melempar senyum."Selama bekerja sama," ujar Kafka dengan ekspresi dinginnya."Ya. Selamat datang di kerja sama ini," balas Melisa.Setelah melakukan pembicaraan itu, Melissa pun keluar lebih dulu karena dia melihat papanya masih ingin berbicara dengan Kafka. Namun, tidak jauh keberadaan dirinya dari ruangan sang papa seseorang memanggilnya.Melissa menoleh dan melihat Kafka di sana. Dia pun memutuskan untuk menunggu pria itu lalu berjalan bersama. "Bagaimana kabarmu? tanya Kafka tanpa menatap ke arah perempuan itu.Kerutan terlihat jelas di kening Melissa. Dia merasa ada sesuatu di balik pertanyaan dari Kafka. Padahal kalau kita dengar itu adalah Kalimat yang wajar. "Baik." Dia mengangguk pel

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   34. Melamar Di Perusahaan Mantan Istri?

    Okta menatap gedung perusahaan yang ada di hadapannya. Tidak pernah dia membayangkan sebelumnya kalau dia akan melamar pekerjaan di perusahaan ini. Perusahaan mantan mertuanya yang mana kini sudah dipegang oleh mantan istrinya.Okta mengembuskan napas kasar. "Kalau bukan paksaan Rani juga, aku malas melamar di sini. Bagaimana mungkin aku akan bekerja di bawah naungan mantan istriku sendiri?" tanyanya sembari menggerutu dengan pandangan yang terus mengarah pada bangunan di hadapannya.Beberapa orang terlihat memasuki perusahaan itu dengan map di tangan. Okta yakin mereka adalah para pelamar juga. "Pokoknya aku harus mendapatkan pekerjaan ini. Bukan mereka." Dia pun segera memasuki perusahaan itu dan berharap tidak bertemu dengan mantan istrinya.Dia lupa apa bagaimana kalau hampir semua karyawan di perusahaan ini megenali dirinya. Apalagi dengan skandal yang beberapa waktu lalu dia buat dengan adiknya Melissa.Benar saja, pandangan semua orang sudah tertuju pada dirinya tepat setelah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   35. Rani Pendarahan

    Rani yang sedang asyik bermain dengan ponselnya tiba-tiba saja dikejutkan dengan pintu apartemen yang terbuka secara kasar. Dia menoleh dan mendapati suaminya yang baru datang. Rani menatap Okta yang memasuki apartemen dengan wajah marah. "Kamu kenapa?" tanya Rani dengan heran."Datang-datang kok marah?" Dia melanjutkan. Rani mengikuti pergerakan Okta yang kini sudah duduk di sofa sampingnya.Okta yang mendengar Rani bertanya pun langsung menatap ke arah istrinya dengan tajam. Dia masih merasa kesal dengan sikap Melissa dan dua orang di perusahaan tadi, ditambah dengan kenyataan Rani yang tidak mengatakan pada dirinya posisi apa yang sedang dicari oleh perusahaan Melissa."Kamu yang kenapa?" bentak Okta kemudian.Rani yang notabenenya tidak takut pada Okta pun malah menatap suaminya dengan mendelik kesal disertai ekspresi bingung. "Kamu nih apa-apaan sih? Datang-datang malah marah-marah. Sama aku lagi?" Dia menatap tidak suka dengan sikap suaminya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   36. Keguguran

    "Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Rani," bisiknya cemas.Langkah kaki seorang perempuan paruh baya tampak terburu-buru. Ekspresi khawatir tergambar di wajahnya sejak beberapa saat lalu ketika dia mendapat kabar buruk dari menantunya.Riyanti. Perempuan itu berjalan dengan sedikit berlari menyusuri lorong rumah sakit. Okta memberitahu dirinya kalau Rani baru saja terjatuh dan mengalami pendarahan.Riyanti mencoba menghubungi suaminya dan memberitahukan kondisi putrinya, tetapi Bagus tidak sama sekali peduli dengan apa yang telah terjadi dengan Rani.Pandangan Riyanti menangkap keberadaan Okta. Perempuan itu semakin mempercepat langkah untuk menemui menantunya. "Okta," panggil Riyanti.Dia berdiri di depan Okta. "Bagaimana keadaan Rani? Bagaimana dia bisa jatuh? Bayinya tidak apa-apa, kan?" tanyanya bertubi-tubi.Okta menggeleng cepat. "Tidak tahu, Ma. Rani sedang ada di dalam dan dokter masih memeriksanya," ujar Okta menunjuk ke arah ruangan yang ada di samping mereka.Keduanya pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   61. Mempertimbangkan Argo.

    Melisa merasa terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari mulut papanya. Baru beberapa bulan lalu dia resmi bercerai, dan kini, Tuan Bagus sudah menyinggung soal pernikahan lagi. Dia tidak habis pikir, mengapa papanya bisa berpikir sejauh itu."Papa, aku baru saja bercerai! Kenapa Papa bisa menanyakan hal seperti itu?" serunya dengan nada penuh keterkejutan.Tuan Bagus yang duduk di kursi rotan tua di beranda rumahnya hanya tersenyum tipis. Dia memandang putrinya dengan penuh kasih sayang, lalu berkata dengan lembut, "Apa salahnya, Mel? Kamu masih muda. Sudah lewat masa iddah-mu. Wajar kalau ingin menikah lagi."Melisa menghela napas panjang. Perasaannya masih terlalu kacau untuk memikirkan pernikahan lagi. Luka batinnya belum sepenuhnya sembuh dari kegagalan rumah tangganya yang lalu. Bayang-bayang pertengkaran dengan mantan suaminya masih begitu nyata di ingatannya. Perselingkuhan Okta meninggalkan trauma di kepala Melissa.Bagaimana mungkin papanya bisa berbicara seolah semua baik-

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   60. Pertanyaan Keramat

    Melissa melangkah masuk ke toko kue milik Rani. Aroma manis dari berbagai macam kue langsung menyambutnya, menghangatkan hatinya yang sedikit lelah setelah bekerja seharian. Dia melihat sekeliling, dan tampak jelas bahwa toko ini sedang ramai."Wah. Ramai sekali yang antre," ujarnya. Pengunjung membludak, memenuhi hampir setiap sudut ruangan. Beberapa orang berdiri mengantre di depan etalase kaca, menunggu giliran untuk memesan kue favorit mereka."Sebaiknya aku tunggu dulu."Melihat tidak ada tempat kosong selain satu meja di pojok ruangan, Melissa segera melangkah ke sana dan duduk. Dia senang dengan kondisi toko kue ini. Seorang pelayan yang bertugas melayani pengunjung yang makan di tempat segera menghampirinya. "Selamat sore, Kak Melissa," sapa pelayan itu yang memang mengenal siapa Melissa."Mau pesan apa, Kak?" tanya sang pelayan itu dengan ramah. Dia memberikan buku berisi gambar beberapa kue yang tersedia di toko roti ini.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   59. Mau Kembali ke Kantor

    Malam itu, Kafka duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya, Winda dan Khalif. Hidangan lezat terhidang di hadapan mereka, tetapi perhatian Winda tertuju pada sesuatu yang lain. Ia menatap Kafka dengan penuh selidik sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah dia pendam sejak tadi."Kafka, bagaimana hubungan kamu dengan Melissa? Sudah ada kemajuan?" tanyanya dengan penuh antusias.Kafka mengangkat kepalanya dari piring. Ia mengunyah makanannya dengan tenang sebelum menjawab, "Seperti biasa, hubungan kolega bisnis." Lalu dia melanjutkan kembali makannya.Winda menghela napas panjang. "Kenapa tidak ada kemajuan?" Dia bertanya dengan sedikit kesal.Padahal, Winda tahu kala anaknya yang satu ini bukanlah tipe orang yang akan bertindah gegabah dalam suatu hal. Dia suka, itu artinya Kafka bukan orang yang ceroboh.Kafka selalu tenang dan tidak gegabah dalam bertindak, dan dia suka itu. Akan tetapi dalam hal ini, adalah hal berbeda.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   58. Pertemuan Okta dan Rani

    "Sial*n." Okta mengumpat."Kurang ajar si Kafka," lajutnya.Okta menghela napas panjang, suara desahan itu nyaris tenggelam oleh deru motornya yang melaju menyusuri jalan kota tanpa arah. Hatinya masih dipenuhi dengan rasa kesal akibat kejadian di kantor siang tadi. Ia tak ingin langsung pulang. Rasanya rumah hanya akan membuatnya semakin jengkel, apalagi di rumah nanti pasti dia akan bertemu kembali dengan sang adik. Dengan motor yang berhasil ia dapatkan dari orang tuanya setelah permohonan panjang, ia memutuskan untuk mencari pelarian sementara."Dasar adik lancang! Bikin malu saja! Berani-beraninya dia mendekati Melissa," gerutunya sambil menekan gas motor lebih keras. Kendati demikian, jalan kota yang mulai padat membuatnya harus memperlambat laju kendaraan.Entah apa yang membuat dia terus mengumpati sang adik. Padahal, kan senyumnya dia sudah sepakat kalau mereka akan bertanding secara adik untuk mendapatkan Melissa. Kenapa dia se

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   57. Meyakinkan Argo

    Malam itu, Argo berada di ruang tengah rumahnya. Udara dingin merayap melalui jendela yang sedikit terbuka, tetapi ia tidak peduli. Berdiri di depan sebuah foto dan matanya tertuju pada foto besar yang tergantung di dinding. Foto itu adalah kenangan pernikahan kakaknya, Argi, dengan kakak iparnya, Nadine. Senyum bahagia di wajah mereka saat itu terasa seperti ironi sekarang. Argo menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi oleh masa lalu yang sulit dan rumit."Entah benar atau tidak, aku merasa yang terjadi adalah semuanya salah."Dia menarik napas dalam. "Semoga kalian bahagia di atas sana."Dia tahu bahwa pernikahan itu bukanlah hasil dari cinta sejati. Kakaknya mencintai orang lain, tetapi tekanan dari keluarga, terutama dari ayah mereka, Pak Bowo, membuat semuanya menjadi seperti ini. Nadine juga tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga korban keadaan. Argo merasa ada beban besar yang diwariskan dari konflik itu, yang entah bagaimana kini beralih ke pundakn

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   56. Kilasan Masa Lalu

    Argo baru saja tiba di rumah setelah nongkrong dengan teman-temannya. Seragam sekolahnya masih melekat di tubuh, lengkap dengan dasi yang sudah longgar dan sepatu yang berdebu. Hari itu terasa biasa saja baginya, sampai langkah kakinya terhenti di depan pintu kamarnya. Ada suara gaduh dari arah kamar kakaknya, Argi. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekat.Pelan-pelan, Argo mendekat ke pintu kamar Argi. Ia menyandarkan telinganya ke pintu, mencoba menangkap apa yang sedang terjadi di dalam. Suara kakaknya terdengar lantang, penuh emosi, sementara suara ayah mereka terdengar lebih tegas dan keras. Dari potongan-potongan percakapan yang bisa ia dengar, Argo mulai memahami inti masalahnya.“Aku nggak bisa, Pa! Aku sudah punya pilihan sendiri!” suara Argi terdengar marah.“Kamu pikir pilihanmu lebih baik daripada yang Papa sudah tentukan? Papa tahu apa yang terbaik untuk keluarga kita,” balas Pak Bowo dengan nada tajam.“Ini hidupku, Pa! Bukan hidu

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   55. Makan Siang Terencana

    Suasana di tempat pemancingan terasa tenang dan damai. Air danau yang jernih memantulkan cahaya matahari pagi, sementara angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan di sekitar. Di salah satu sudut dermaga kayu, dua pria paruh baya, Pak Bowo dan Tuan Bagus, duduk bersantai dengan joran masing-masing menghadap ke air.“Hampir sejam, belum ada yang menyambar umpan,” ujar Pak Bowo sambil menggulung sedikit tali pancingnya, memastikan umpan masih di tempatnya. Wajahnya santai, tapi matanya penuh perhatian pada permukaan air.“Sabar, Pak Bowo. Memancing itu bukan cuma soal dapat ikan, tapi juga menikmati prosesnya,” balas Tuan Bagus dengan senyum ringan. Ia menyesap kopinya, matanya memandang jauh ke danau yang tenang.Sesaat keduanya terdiam, menikmati suara alam di sekitar. Namun, Pak Bowo akhirnya memecah keheningan. “Ngomong-ngomong, Bagus, bagaimana kabar Melissa sekarang? Kamu bilang, kalau dia baru saja bercerai dengan suaminya.""Ya," j

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   54. Bertemu

    Argo menghela napas panjang, berdiri di samping mobilnya yang terhenti di pinggir jalan. Hawa panas siang itu semakin menambah frustrasinya. Mesin mobilnya mogok tiba-tiba saat ia baru saja menjemput Lisa, keponakannya, dari sekolah dasar. Lisa duduk di kursi belakang, tampak diam sambil memeluk tas sekolahnya.Tiba-tiba, suara yang akrab menyapanya, membuat Argo menoleh dengan cepat. "Argo? Kok kamu di sini?" Melissa, seorang teman lama, berdiri di dekatnya. Rambutnya yang panjang tergerai, dan senyumnya yang hangat membuat suasana terasa sedikit lebih ringan.Argo tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kekesalannya. "Mobilku mogok." Dia menunjuk mobilnya yang dalam keadaan kab terbuka.Melissa mengangguk dengan bibir berbentuk huruf o. "Memangnya kamu dari mana?" tanyanya kemudian."Aku baru saja menjemput Lisa dari sekolah," jawabnya sambil menunjuk ke arah mobil dan Lisa yang melambaikan tangan kecilnya kepada Melissa.Melissa melirik Lisa, lalu kembali pada Argo. Wajahnya menunj

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   53. Merasa Memiliki

    Memegang alat pel, Okta tengah membersihkan lantai lobi di jam sibuk kantor. Itu membuat para pekerja kantoran akan sibuk dengan pekerjaannya dan duduk tenang di tempatnya.Tidak akan ada orang yang lalu lalang di lobi. Palingan beberapa orang saja. Setelah ada seseorang yang memasuki pantri dan memergoki mereka mengobrol, mereka segera meminta untuk melanjutkan pekerjaan yang ternyata itu dari sang atasan.Okta ditemani Endi yang tengah membersihkan kaca. Sembari bersiul, dia bergerak mundur membersihkan lantai di depannya.Suara pintu lift terbuka terdengar, dua orang keluar dari sana. Mereka saling mengobrol membicarakan sesuatu yang sepertinya sangat penting. Terlihat dari ekspresi keduanya yang sangat serius.Endi yang menyadari kehadiran keduanya lebih dulu segera mendekati Okta. Dia menyenggol pundak temannya itu dengan lengannya. "Hei. Lihat tuh," ujarnya kemudian."Apa sih?" tanya Okta."Itu lihat dulu." Endi kembali berujar dengan menunjuk keberadaan dua orang yang baru saja

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status