Setelah makan malam bersama, Sasha dan Mike kembali ke kamarnya.Mike mengunci kamarnya, kemudian segera duduk di sofa dan berkutat pada ponselnya. Untuk mengecek panggilan atau pesan yang masuk mengenai pekerjaan.Sasha masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan baju tidur.Tak lama kemudian Sasha keluar dari kamar mandi sudah dengan memakai gaun tidur berwarna biru muda."Handsome..." anggil Sasha, "Aku sudah memakai gaun tidur yang kau belikan. Bagus..., tapi apakah aku tidak kelihatan seperti wanita setengah tua?" tanya Sasha sambil memandangi dirinya di depan cermin.Mike hanya memandang sekilas dan menjawab "Tidak.""Tidak? Tidak apa maksudnya, Handsome? Aku tidak keliatan seperti wanita setengah tua? Cocok kupakai? atau gaun ini tidak cocok untukku?" tanya Sasha bertubi-tubi."Ck! Kau ini!" dengus Mike sambil menatap sesaat pada Sasha dengan tajam lalu kembali berkutat pada ponselnya."Aku kenapa, Handsome?!" tanya Sasha"Huhh..., Kenapa kita hanya berdua saja kau m
Sudah hampir dua bulan ia tinggal di apartemen milik Arsen. Dirinya mulai merasa jenuh, hidupnya seakan terkurung."Aku sudah seperti tahanan rumah saja," keluhnya seraya menghembuskan napas panjanganya.Kini Anna duduk di sofa seraya mengonta-ganti channel televisi di hadapannya. Tak ada satupun acara yang menarik di sana. Ia benar-benar sudah sangat merasa jenuh, sendirian di tempat ini.Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke dapur dan membuat camilan dan minuman segar.Padahal ini sudah memasuki musim semi. Sudah dipastikan ada beberapa festival yang diselenggarakan untuk menyambut kedatangan musim semi di kota ini.Anna sebelumnya sudah merencanakan untuk mendatangi festival bersama Steve. Tapi sepertinya dengan melihat keadaan seperti ini akan sangat tidak memungkinkan.Anna merasa kesepian di sini, meskipun beberapa kali Steve menemaninya di sini. Saat ini Steve sedikit sibuk dengan pekerjaannya hingga tak bisa menemaninya.Saat Anna membuka lemari es, rupanya bahan makana
Kini Lily sedang berada bersama Roza menjaga dan mengajak main Theo. Jam kerja Charlotte dan Maria sudah selesai sekitar 30 menit yang lalu.Theo tampak begitu tenang. Lily begitu bahagia melihat Theo yang semakin hari semakin tumbuh dengan baik.Roza tampak sedikit ragu, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Namun sedikit sulit untuk di utarakan.Namun ada alasan yang harus di sampaikannya pada Nyonya mudanya tersebut."Nyonya..." panggil Roza sedikit ragu.Lily menoleh pada Roza sesaat setelah Roza memanggilnya. "Ya, Roza?" tanya Lily."Nyonya.., maafkan saya, ada yang ingin kusampaikan pada Anda," seru Roza dengan sedikit ragu.Lily tersenyum lembut pada Roza. "Katakan saja, tak usah ragu padaku," Lily menyakinkan Roza."Mengenai Tuan muda. Sepertinya Tuan muda tidak begitu rewel saat malam hari," Roza sengaja menghentikan ucapannya untuk melihat reaksi awal dari Nyonya mudanya tersebut.Lily tampak memperhatikan Roza dengan seksama, kemudian mengangguk, seakan memerintahkan Roza
Namun Lily harus kembali membuka matanya saat Arsen mulai sedikit melerai pelukannya dan menangkup pipi Lily."Arsen..." lirih Lily seraya menatap Arsen yang sedang menatapnya.Lily seakan terhipnotis melihat bola mata Arsen yang menatap matanya begitu dalam dan lembut. Sorotan mata Arsen seolah ingin menyampaikan kerinduan yang mendalam pada istrinya yang tampak semakin cantik dan berseri setelah melahirkan anak mereka.Dengan kedua ibu jarinya, Arsen mulai mengelus pipi Lily dengan lembut. Sejenak Lily memejamkan mata menikmati elusan jari-jari suaminya, yang ia rindukan juga.Lily membuka mata, tersenyum lembut dan memegang kedua tangan Arsen yang mengelus pipinya dengan lembut.Dengan jarinya, Arsen mengelus bibir istrinya yang ranum dan mulai medekatkan bibirnya pada bibir istri yang sangat dicintainya.Perlahan, Arsen mulai mengecup bibir Lily dengan lembut. Lily memejamkan matanya menikmati kecupan bibir suaminya. Lily segera membuka matanya saat merasa kehilangan bibir basah s
Margaret tersenyum puas saat menatap pantulan dirinya di cermin. Ia bangga dengan kondisi dan penampilan dirinya saat ini.Hidung mancung, tak ada lagi kerutan di mata, tak ada lagi leher yang kendor. Bahkan tubuhnya kini memiliki lekukan yang begitu menggoda."Aku begitu sempurna, ini lah Margaret yang sesungguhnya," serunya dengan penuh percaya diri dan seringainya.Ia merasa jika dirinya tampak lebih muda 10 tahun dari usianya."Tangan Tuhan bekerja dengan sempurna lewat para dokter di tempat ini. Dan aku sangat menyukai bokong indah ku ini," serunya seraya menepuk bokong miliknya yang tampak begitu sempurna, dan melihatnya melalui pantulan di cermin."Ell, kau akan tergila-gila padaku lagi sayang," gumamnya.Hanya tinggal sedikit lagi luka bekas operasi di tubuhnya pulih. Dalam beberapa hari ke depan ia sudah diperbolehkan untuk pulang.Tak sabar, Margaret segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Elliot."Ell..." seru Margaret saat panggilannya diangkat oleh Elliot."Ell dua a
Arsen sedang dalam perjalanan pulang menuju ke Mansion. Ia sudah menitipkan pesan pada Paman Albert agar Lily bersiap jam tiga sore untuk di jemput menuju tempat latihan.Hati Arsen tidak bisa tenang sejak ia berdiskusi dengan Mike pagi tadi mengenai Margaret yang masih belum tertangkap. Arsen merasa bahwa musuh yang dihadapi kali ini begitu alot dan licin sehingga berhasil menyembunyikan Margaret dari pantauan anak buahnya dengab baik, termasuk belum terungkapnya dalang penyerangan ladang ganjanya di Vietnam dan siapa yang mempengaruhi Mark dari Moron's untuk membelot.Semua bersih tanpa jejak dan ini sungguh bukanlah hal yang bisa dianggapnya main-main. Ini hal yang cukup serius.Arsen membenarkan dugaan Mike bahwa Margaret ingin mencelakai Lily bukan hanya karena dendam pribadi semata melainkan karena Lily adalah istrinya dan Arsen merasa harus melindungi Lily dan Theo.Lily sudah melahirkan dua bulan yang lalu dan Arsen melihat kondisi fisik Lily sudah cukup kuat untuk menerima la
Arsen masih belum tenang, selain ia memikirkan Lily dan Theo, pikirannya pun terbagi pada Marissa.Marissa tanpa pengawasan, membuat Arsen sedikit khawatir padanya.Kali ini Arsen sedang berada di ruang kerjanya di mansion, waktu sudah hampir malam, namun masih ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikannya.Ia mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Kemudian mencari nomor dan segera menghubungi Marissa.Arsen akan memberitahukan semua yang ia selidiki dan takuti pada Marissa.Pada dering telepon ke dua, panggilannya langsung di angkat oleh Marissa. Arsen sengaja langsung menghubunginya ke ponsel Marissa karena ini menyangkut hal yang darurat dan rahasia."Grandma..." seru Arsen saat panggilannya dijawab."....""Aku tidak akan menjelaskannya panjang lebar di sini. Tapi ibu tiri Lily berbuat ulah dan sepertinya dia bekerja sama dengan musuh Black Nostra. Aku ingin Grandma tinggal di mansion ini," jelas Arsen sesingkat mungkin."....""Aku akan meminta Rudolf menjem
Arsen dan Lily masih berada di ruang kerja Arsen. Lily sudah tenang, namun masih saja hatinya sedikit takut mengingat Margaret yang mulai berulah.Namun, Lily berusaha kembali menenangkan hatinya.Masih ada hal yang mengganjal dalam hati Arsen. Ia masih ragu untuk menceritakan apa saja yang ia ketahui mengenai Margaret pada Lily.'Apa dia sanggup mendengar semua kenyataan yang terjadi di masa lalunya?' tanyanya dalam hati, kembali untuk meyakinkan dirinya.Tapi jika di pikir lagi, tak baik untuk menyimpan semua ini lagi sendirian, dan terus menyembunyikannya dari Lily.Arsen mencoba untuk menenangkan dirinya, dengan mengatur napasnya sebaik mungkin."Ada hal yang lain ingin ku sampaikan padamu," ujar Arsen pada Lily. Lily kembali menatap tepat pada mata Arsen. Pandangan mereka saling beradu.Kembali rasa penasaran menyelimuti relunh hatinya. Lily dapat menebak jika apa yang akan Arsen sampaikan adalah hal yang penting, terlihat dari raut wajahnya yang begitu serius."Apa itu, Arsen?"
Elliot segera membuka pintu apartemen dengan terburu-buru. Ia mengambil beberapa barang penting dan memasukkannya ke dalam sebuah tas ransel.Margaret mengamatinya semua yang dilakukan oleh Elliot."Untuk apa barang-barang itu El? Kau mau pergi?" tanya Margaret menyelidiki."Ya," jawab Elliot dengan singkat tanpa menolehkan wajahnya pada Margaret."Aku juga akan bersiap-siap. Tunggu sebentar," ujar Margaret sambil mulai berjalan menjauhi Elliot. Dan segera mengambil tas miliknya dan mulai memasukkan barang-barang penting milikknya.Margaret berpikir bahwa memang Elliot dan dirinya harus segera melarikan diri atau bahkan meninggalkan kota New York untuk menghindari orang-orang Black Nostra.Elliot mengalungkan tas ransel pada punggungnya dan berjalan menuju pintu keluar begitu saja tanpa memperdulikan Margaret yang masih memasukkan beberapa barang-barang miliknya ke dalam tasnya."Ell, tunggu sebentar. Aku belum selesai," seru Margaret."Aku pergi sendiri. Kau urus dirimu sendiri," jaw
Arsen mengepalkan tangannya kuat-kuat melihat wajah baru Margaret.Ia dan Mike sudah yakin bahwa hanya Margaret lah yang bisa mengenal Anna dan mengincarnya. Oleh sebab itu, mereka semua heran mendengar penculik Anna yang perempuan itu bukanlah Margaret.Arsen dan Mike sama sekali tidak menduga jika Margaret menghilang dua bulan lebih karena melakukan operasi plastik di luar negeri. Dengan wajah baru, ia kembali ke New York dua minggu yang lalu untuk melanjutkan misinya mengincar Anna. Bahkan penculik pria yang bersama Margaret yang diduga adalah yang mengatur semua ini pun sama sekali tidak Arsen kenali.Arsen berusaha mengingat apakah Black Nostra pernah berurusan dengan penculik pria itu dan masih belum menemukannya."Pas, kau cari identitas pria itu. Kau bisa retas situs web kepolisian, FBI, DEA atau apapun itu. Asal kau bisa mendapatkan identitas lengkapnya," geram Arsen kesal.Arsen sangat penasaran pada pria yang yang bersama Margaret itu. Dengan mencari identitasnya melalui ca
Margaret meminta sopir taxi untuk mengantarkan dia ke Lenox Hill Hospital yang berjarak hampir sepuluh kilometer dari toko kue itu.Karena Anna sangat lemas dan tidak berdaya, Margaret beralasan temannya ada kelainan jantung dan hampir pingsan jadi harus segera dibawa ke rumah sakit tersebut secepat mungkin, karena data temannya lengkap di sana.Saat ini masih pukul tujuh sore menjelang malam. Margaret harus bersikap normal layaknya orang yang khawatir pada temannya yang sakit dengan merangkul bahu Anna agar sopir taxi tidak melihat keanehan yang kemudian melaporkan kecurigaannya pada polisi ."On the way to Lenox Hill Hospital" seru Margaret saat Elliot menghubungi.Lima belas menit kemudian, ponsel Margaret berbunyi, mengabarkan Elliot sudah dekat dan minta sopir taxi agar ia bisa menjemputnya."Berhenti di sini saja. Kakak teman saya ini akan menjemputnya dan langsung membawanya ke rumah sakit," seru Margaret pada sopir taxi dan sopir taxi itu hanya mengiyakan saja tanpa curiga sed
Jumat sore, Elliot menggamit tangan Margaret selama berada di toko baju dan cafe yang berada di seberang apartemen tempat Anna tinggal. Elliot mencoba mengamati sekitarnya dan tidak menemukan apa-apa. Toko baju dan cafe yang didatanginya tadi memang untuk kalangan eksekutif dan orang kaya. Jadi sepertinya, kecil kemungkinan Anna menghabiskan weekendnya di sini.Sekarang ia dan Margaret menuju ke supermarket Elliot sudah putus asa karena mengingat supermaket tersebut melayani delivery order untuk penghuni apartemen. Tapi karena Elliot merasa haus, ingin membeli air mineral di sana.Margaret dapat merasakan aura kemarahan dan kekesalan pada Elliot. Ia tidak berani banyak bicara dan hanya diam saja.Mereka berjalan menuju rak air mineral, mengambil dan berjalan ke kasir untuk membayarnya."Aku di supermarket, sayang. Ini sedang antri di kasir.""...""Aku hanya membeli daging dan kebutuhan bulanan lainnya.""...""Kapan Kau pulang?""...""Baiklah. Sampai ketemu hari Minggu."Margaret s
"Al, kau sudah pulang," seru Maria melihat Alonzo yang sudah duduk di sofa kamar saat ia keluar dari kamar mandi.Alonzo mengangguk dan tersenyum. Ia menepuk-nepuk sofa supaya Maria duduk di sampingnya.Maria mengangguk tapi ia meraih sisir yang ada di meja rias sebelum duduk di samping Alonzo.Alonzo langsung meraih bahu Maria dan memeluknya. Alonzo mencium pucuk kepala Maria dengan lembut. Maria tersenyum dan membalas pelukan suaminya.Beberapa saat kemudian Maria melerai pelukannya. "Aku mau menyisir rambut dulu sebentar," ujar Maria."Aku saja yang menyisirimu," sahut Alonzo sambil mengambil sisir yang ada di tangan Maria.Maria tersenyum dan membiarkan Alonzo menyisir rambutnya."Al, ternyata kau ini romantis ya. Kita menikah sudah enam bulan tapi kau selalu bersikap manis dan lembut padaku setiap hari," puji Maria."Aku bersikap lembut dan manis karena istriku sangat manis," bisik Alonzo dengan mesra.Maria tersenyum dan memeluk Alonzo dengan erat."Aku memendam perasaanku padam
"Daddy berangkat kerja dulu. Nanti malam Daddy akan menggendongmu lagi," kata Arsen dengan lembut namun tetap tegas pada Theo.Lily segera mengambil alih Theo dari gendongan Arsen. Arsen mengecup dahi Theo dan bibir Lily dengan lembut."Hati-hati," seru Lily.Arsen tersenyum dan menganggukkan kepala sebelum meninggalkan mereka di ruang keluarga.Arsen, Lily dan Marissa baru saja selesai sarapan pagi, hingga Charlotte dan Maria membawa Theo. Theo tampak sudah terlihat tampam dan menggemaskan, karena Charlotte dan Maria sudah memandikannya.Hati Marissa menghangat melihat keharmonisan rumah tangga cucunya. Semua itu bagaikan sebuah film yang diputar ulang di ingatan Marissa.Apa yang dilakukan Arsen pada Lily dan Theo pagi ini adalah sama dengan yang David lakukan padanya dulu. Meskipun Marissa tidak bisa memberikan anak laki-laki bagi David tapi David tetap mencintai dan setia pada Marissa."Melihat cucu kita seperti ini, membuat aku rindu padamu, David," gumanmMarissa."Grandma..." pa
Arsen berjalan mendekati Lily yang sedang menggendong Theo, ada Roza di sana."Kau sudah pulang rupanya," seru Lily pada suaminya tersebut yang kini sedang berjalan ke arahnya.Lily mengangkat sebelah tangan Theo dan melambaikannya pada Arsen. "Daddy pulang.." Lily membuat suaranya seperti anak kecil yang manja.Arsen tersenyum tipis melihat tingkah istrinya tersebut. Arsen mendekati Lily kemudian mengecup keningnya dengan lembut."Ya, aku sudah pulang," gumamnya, Arsen tak berani menyentuh Theo langsung karena ia baru datang dari luar. Ia takut di tubuhnya terdapat virus atau kuman yang akan menular pada Theo. Lily tahu itu, hingga ia tak menyerahkan Theo pada Arsen untuk di gendong."Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu," ujar Arsen.Lily mengangguk, "Aku akan menyiapkan air untukmu," ujar Lily.Arsen menjawab dengan anggukannya, matanya tak lepas masih menatap istri dan anaknya.Ia ingin segera menyentuh dan menggendong Theo yang mulai menyadari keberadaannya. Theo berusaha
Mike kini duduk di samping Pascoe di markas Black Nostra. Kini Pascoe sedang mengamati CCTV di sekitar gedung kantor dan apartemen milik Arsen.Pascoe dan Mike mengamati pergerakan orang-orang dalam rekaman tersebut. Bahkan Pascoe menggunakan program pemindai wajah untuk mengenali Margaret secara otomatis."Masih belum ada?" tanya Mike pada Pascoe yang sedang serius mengamati layar laptop miliknya."Yupp, seperti kau lihat, belum ada. Aku menyisirnya dengan pemindai wajah di CCTV sejak lima hari terakhir ini," Jjwab Pascoe tanpa mengalihkan pandangannya. Ia berkutat di laptop sudah hampir tiga jam."Pas, coba teliti lagi. Mungkin wanita tua itu memakai rambut palsu untuk menyamarkan identitasnya," titah Mike."Kau bisa lihat Mike, aku memakai program pemindai wajah untuk meneliti orang-orang yang ada di sekitar kantor Tuan dan apartemen. Program tersebut tidak menemukan ada orang yang mirip dengan wanita tua itu. Bahkan jika ada orang mirip lima puluh persen, aku sudah langsung menand
"Grandma, Nyonya, " sapa Maria, Charlotte dan Sasha bersamaan saat melihat Marissa dan Lily masuk ke dalam kamar Theo.Marissa mengangguk membalas sapaan dan memberikan senyum hangatnya pada mereka bertiga."Kalian sedang bermain dengan cicitku rupanya," ujar Marissa saat melihat Theo dalam gendongan Maria sedang tertawa-tawa digoda oleh Sasha dan Charlotte."Benar Grandma. Tuan Muda sekarang sudah mulai memiringkan badannya kemudian tengkurap tapi merengek karena tidak bisa bernapas. Kami angkat dan kembalikan posisinya. Tuan Muda tersenyum tapi tidak lama Tuan Muda begitu lagi. Makanya kami gendong saja bergantian. Menggemaskan sekali." Seru Maria dengan penuh semangat."Benarkah? Kau baru dua bulan tapi sudah mulai belajar tengkurap, Theo?" tanya Marissa tak percaya."Benar, Grandma," sahut Lily dan diangguki oleh Sasha, Maria dan Charlotte.Marissa menatap Lily dengan sorot mata tidak percaya. "Coba, Great Grandma mau lihat," pinta Marissa yang penasaran mendengar perkembangan cic