Aku memeluk tubuh Mas Kenzie erat setelah aku sampai di toko grosir milik kami. Aku tak peduli dengan tatapan para pengunjung di toko kami dengan aksiku memeluk tubuh Mas Kenzie. Perasaan senang bercampur haru sedang menggebu-gebu untuk diungkapkan. Ini adalah moment salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Sekian lama menanti, akhirnya kini aku telah mengandung benih cintaku bersama Mas Kenzie.
"Hey, kamu kenapa, Sayang?" tanya Mas Kenzie sambil membalas pelukan dariku.Saking bahagianya, rasanya sangat sulit untukku berkata-kata. Justru kini, air mata mulai keluar dari kelopak mataku. Bukan tangisan sedih, melainkan tangisan haru nan bahagia."A ... aku ... aku hamil, Mas," ucapku dengan suara serak."Hamil? Kamu hamil, Sayang?" tanya Mas Kenzie lalu melerai pelukan dariku. Kini Mas Kenzie menatap mataku dalam, ada sorot binar bahagia di mata Mas Kenzie.Aku tak bisa menjawab, tenggorokan rasanya tercekat karena sulit untuk mengeluarkan suaraku. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan dari Mas Kenzie."Akhirnya ..." kata Mas Kenzie lalu mencium keningku dalam."Bapak-bapak, ibu-ibu yang lagi belanja! Hari ini saya lagi bahagia, istri saya hamil! Khusus hari ini, saya kasih diskon 50% untuk kalian semua!" Teriak Mas Kenzie lantang dan diiringi tepuk tangan riuh dari para pembeli di toko grosir kami."Selamat ya Mbak Naya!" teriak semua para pelanggan toko grosir kami.Aku menutup mulut tak percaya melihat tingkah Mas Kenzie yang menurutku terlalu berlebihan. Aku tak menyangka, Mas Kenzie begitu bahagia mendengar kabar kehamilanku. Wajah ini tiba-tiba memanas, aku benar-benar malu menjadi pusat perhatian para pelanggan toko. Mungkin saat ini, wajahku sudah merah seperti udang rebus.Para pelanggan di toko grosir kami silih berganti mengucapkan selamat atas kehamilanku. Mereka juga sangat berterima kasih karena sudah diberikan diskon belanjaan hingga 50%. Tak apalah hari ini kami merugi, setidaknya hari ini aku dan Mas Kenzie bisa meluapkan rasa bahagia kami._______Kabar tentang kehamilanku akhirnya sampai di telinga Bapak dan Ibu mertua. Sama seperti Mas Kenzie, Bapak dan Ibu terlihat antusias mendengar kabar tentang kehamilanku. Mungkin mereka sangat senang, karena ini adalah calon cucu pertama bagi Mereka. Rencananya, Ibu mau membuat acara syukuran di rumahnya untuk menyambut calon bayiku dan Mas Kenzie. Tapi, aku bilang pada Ibu nanti saja membuat acara syukurannya saat usia kandunganku sudah memasuki bulan keempat.Setiap bulan, aku ditemani Mas Kenzie berobat rutin ke rumah Emak Asih. Mas Kenzie tak membiarkan aku pergi bersama orang lain kecuali dirinya. Mas Kenzie berubah sedikit lebih posesif setelah aku hamil. Mas Kenzie juga selalu menemaniku untuk mandi di Curug Pengasih seperti syarat yang diajukan oleh Emak Asih.Selama kehamilan, aku bersyukur tak mengalami mual dan muntah. Justru nafsu makanku malah semakin naik, membuat berat badanku semakin bertambah. Aku hanya mengalami ngidam, yang tiba-tiba ingin makan sesuatu di jam-jam yang tak lazim, seperti tengah malam misalnya. Untungnya, aku memiliki suami siaga yang selalu menuruti apapun mauku.Waktu terus berjalan, hingga akhirnya usia kandunganku memasuki bulan keempat. Hari ini, kami mengadakan acara syukuran cukup besar di rumah mertua. Sebenarnya, aku ingin mengadakan acara sederhana saja, karena mengingat usia kandunganku yang masih terlalu muda. Tapi Mas Kenzie menolak, ia ingin mengadakan acara besar untuk menyambut hadirnya calon buah hati kami.Tak tanggung-tanggung, Mas Kenzie sampai mengundang Pak Kades untuk menyambut acara pengajian empat bulanan kehamilanku. Dekorasinya pun terlihat agak mewah, bernuansa serba pink sesuai dengan warna kesukaanku. Semua yang mengatur acara ini adalah Mas Kenzie dan Ibu mertua, aku hanya terima beres saja."Gimana, Sayang, kamu suka kan dekorasinya?" tanya Mas Kenzie sambil mengelus perutku lembut. Saat ini, perutku memang sudah terlihat sedikit membesar."Aku suka, Mas," jawabku berusaha tersenyum.Sebenarnya, aku sedikit kurang suka dengan acara syukuran ini. Bukan tak suka dengan acaranya, tapi tak suka dengan cara Mas Kenzie menghamburkan uang yang menurutku terlalu berlebihan. Lebih baik, uang yang dipakai untuk acara syukuran ini ditabung saja, untuk membangun rumah impian kami yang hingga kini belum juga terwujud.Tapi, aku tak sampai hati menolak keinginan Mas Kenzie. Mungkin ini cara Mas Kenzie untuk mengungkapkan perasaan bahagianya menyambut hadirnya calon buah hati kami yang memang sudah sangat lama kami nantikan."Nduk, kamu ngapain berdiri disini. Ayo duduk saja di kursi sana! Kamu ini juga, Ken, istrinya lagi hamil kok malah diajak berdiri. Kasian kan Naya, nanti kecapean?" ujar Ibu sambil memarahi Mas Kenzie."Kami cuma lihat-lihat dekorasinya saja kok, Bu. Lagian aku jenuh juga dari tadi duduk mulu, gak ngapa-ngapain," kataku."Iya nih, Ibu bawel banget deh," kata Mas Kenzie manyun."Yowes, sebentar lagi acara mau di mulai kalian ganti baju dulu sana," suruh Ibu."Baik, Bu," jawabku.Aku dan Mas Kenzie pun segera masuk ke dalam rumah Ibu untuk berganti baju. Tak lama, acara yang sudah kami persiapkan akhirnya akan segera dimulai. Para tamu undangan sudah terlihat hadir, dan mulai duduk mengikuti acara pengajian empat bulanan kehamilanku. Aku juga mengundang Ayahku, dan juga Kak Keyla bersama suaminya Mas Bayu dan anaknya Zaidan yang kini sudah berusia 5 tahun.Saat bertemu dengan ayah, rasa haru tiba-tiba datang melihat wajah cinta pertamaku itu yang terlihat bahagia melihat kehamilanku. Ayah mencium keningku dalam, dan memberikan selamat juga wejangan padaku dan Mas Kenzie. Ayah memang orang yang bijak dan sabar. Tak pernah sekalipun Ayah bicara kasar atau membentak, jika ayah marah ia hanya akan menghukum ku dengan tak menegurku selama berhari-hari."Nay, apa gak berlebihan kamu bikin acara empat bulanan seperti ini?" bisik Kak Keyla yang kini sudah duduk di sampingku. Mas Kenzie sendiri sibuk menyambut teman-temannya yang hadir di acara ini."Iya, Kak, mau gimana lagi, ini udah kemauan Mas Kenzie sama Ibu," jawabku."Haduh, Nay, usia kandungan kamu kan masih muda. Gak baik bikin acara besar begini, Nay. Harusnya, kalian bikin acara pengajian sederhana aja," kata Kak Keyla."Aku juga maunya begitu. Terus aku harus gimana, Kak? Lagian acaranya udah terjadi ini.""Ini nih, makanya kalau bikin acara tanya dulu sama Ayah atau aku. Jangan tiba-tiba udah ngundang kami aja. Ini kan anak pertama kamu, Nay. Aku bukannya cerewet, tapi ini juga buat kebaikan kamu dan calon anak kamu," jelas Kak Keyla."Kak Keyla bantu doa saja ya, semoga kandungan aku baik-baik aja. Kalau kak Keyla bilang gitu, malah bikin aku takut," kataku."Iya, Nay. Kalau doa gak perlu kamu kasih tahu juga aku selalu doain kamu. Kamu kan adik aku satu-satunya, aku cuma khawatir aja," ucap kak Keyla tersenyum. Kak Keyla sifatnya memang begitu, jika tak suka dia langsung bilang apa adanya. Kak Keyla menang tipe orang yang jujur, tapi jika sudah marah ia akan melakukan tindakan yang bar-bar."Iya kak, aku ngerti kok.""Sebenarnya, bikin acara syukuran 4 bulanan itu boleh, Nay, tapi kalau bisa yang sederhana aja, jangan berlebihan begini," saran Kak Keyla."Iya, Kak."Acara syukuran pun di mulai, Mas Kenzie menyambut acara ini dengan mengucapkan terima kasih pada para tamu undangan yang datang. Dilanjutkan sambutan dari Pak Kades yang memang sengaja Mas Kenzie undang sebagai penghormatan kepada kepala desa di kampung ini.Dilanjutkan dengan acara pengajian yang dipimpin oleh salah satu pemuka agama di kampung ini. Pengajian berjalan hikmat dan juga lancar. Setelah selesai, tamu yang hadir berpamitan dan memberi selamat padaku dan juga Mas Kenzie. Tak lupa, kami memberikan souvernir yang memang sudah kami siapkan untuk para tamu undangan yang hadir di acara syukuran ini.Selama jalannya acara, mataku selalu tertuju pada Ibu mertua yang duduk di sudut deretan kursi undangan. Ibu menggendong seorang bayi sambil berbincang dengan seorang wanita. Ibu terlihat sangat akrab dengan wanita itu. Bahkan sesekali, Ibu dan wanita itu terlihat tertawa seperti sedang bergurau.Ayahku dan Kak Kayla beserta keluarga kecilnya berpamitan pulang. Ayah lagi-lagi memberikan wejangan untukku dan Mas Kenzie sebelum pulang. Ayah memang begitu, ia sangat menyayangi anak-anaknya. Aku tahu, Ayah hanya mengkhawatirkan diriku.Setelah hampir semua tamu undangan pulang, kini giliran wanita yang sedari tadi berbicara dengan Ibu menghampiri aku dan Mas Kenzie sambil menggendong bayinya. Ternyata, wanita itu adalah Anggun, keponakan Ibu yang sempat membuat acara syukuran di sini juga."Selamat ya Mbak Naya, semoga kandungan Mbak Naya selalu sehat dan dilancarkan hingga persalinan nanti," ucap Anggun lembut sambil menjabat tanganku. Tak lupa Anggun juga bercipika-cipiki denganku.Di lihat dari dekat, ternyata wajah Anggun terlihat sangat manis, ditambah lesung pipit di kedua pipinya membuatku tak bosan memandang wajah ayunya. Suara Anggun juga sangat lembut, dan terlihat kalem. Anggun juga terlihat lebih dewasa dariku."Iya, terima kasih," jawabku."Sama-sama, Mbak. Aku juga terima kasih untuk kado yang Mbak Naya kasih dulu untuk anakku. Maaf, aku baru ngucapin sekarang, karena kita baru ketemu disini," ujar Anggun."Iya gak papa, aku ngerti kok," kataku.Setelah mengucap selamat padaku dan Mas Kenzie, Anggun pamit pulang. Anggun hanya datang seorang diri bersama bayi dalam gendongannya yang sedang tertidur pulas. Aku sama sekali tak melihat keberadaan suami Anggun. Aku bahkan lupa menanyakan, dimana suaminya.Aku tertegun saat menoleh ke arah Mas Kenzie. Mas Kenzie menatap kepergian Anggun tanpa berkedip, bahkan seolah aku tak ada disampingnya. Tatapan Mas Kenzie terlihat aneh, bahkan sulit untuk aku artikan. Entah mengapa, ada sesak di dalam hati melihat Mas Kenzie yang masih dengan jelas menatap kepergian Anggun hingga ujung jalan. Apakah aku cemburu?*****"Mas!" panggilku pada Mas Kenzie."Eh, iya ada apa, Sayang?" tanya Mas Kenzie seolah terbangun dari lamunan. Mas Kenzie yang sedari tadi melihat kepergian Anggun, kini langsung menoleh ke arahku dengan tersenyum kikuk."Kamu ngapain, Mas, liatin si Anggun sampai gak kedip gitu? Kamu suka sama Anggun?!" tanyaku penuh penekanan.Jujur saja, ini kali pertama aku melihat Mas Kenzie melihat wanita dengan tatapan seperti itu. Aku merasa, Mas Kenzie seperti terpukau dengan pesona Anggun. Wajar saja, karena aku yang seorang wanita saja begitu kagum melihat wajah ayu Anggun yang begitu manis itu. Wajahnya khas wanita Jawa yang terkesan manis dan juga kalem. Cara berbicara Anggun juga begitu lembut dan juga kalem. Tapi melihat suamiku yang seolah terpesona dengan Anggun, jelas saja aku cemburu."Kamu ini ngomong apa sih, Sayang? Anggun kan sepupu aku, masa' aku suka sama sepupu sendiri. Lagian, istri aku aja cantik begini," jawab Mas Kenzie sambil membelai kepalaku lembut. Ku akui, aku memang j
"Hei, kamu kenapa, Sayang, kok nangis?" tanya Mas Kenzie saat ia baru keluar dari kamar. Mas Kenzie langsung ikut duduk di sampingku."Mas, aku ... aku ..." Tenggorokan rasanya tercekat, aku tak mampu mengatakan ini pada Mas Kenzie.Melihat wajah Mas Kenzie, ada rasa bersalah dalam hati. Mas Kenzie begitu bahagia dan antusias menyambut hadirnya calon bayi kami. Seandainya benar janin bayi dalam rahimku tak ada, bagaimana perasaan Mas Kenzie? Pasti sama hancurnya denganku, atau mungkin ia akan marah padaku."Kamu kenapa? Apa ada masalah, cerita sama aku?" ujar Mas Kenzie sambil memeluk dan membelai punggungku lembut. Pelukan dan belaian dari Mas Kenzie perlahan membuat hatiku sedikit tenang."Ada apa? Ayo cerita, kalau ada masalah jangan di pendam sendiri," ujar Mas Kenzie lembut. Aku melerai pelukan dari Mas Kenzie dan menatap wajah Mas Kenzie dengan tatapan nanar."Mas, aku takut ....""Takut? Takut kenapa, Sayang?"Pelan-pelan, aku menceritakan pada Mas Kenzie tentang hilangnya Emak
Tepat pukul 16.00 sore, Mas Kenzie akhirnya sampai di rumah. Raut wajah lelah terukir jelas di wajah pria yang sudah lebih dari tujuh tahun itu menemaniku."Kok kamu baru pulang, Mas?" tanyaku setelah aku mencium punggung tangan Mas Kenzie."Iya nih, Sayang. Maaf ya, tadi toko kita ramai. Aku kewalahan ngelayani pembeli sendirian. Aku juga belum dapat karyawan buat bantu kita di toko," ujar Mas Kenzie sambil melepaskan sepatunya."Kamu kenapa, Sayang? Kok matanya bengkak gitu, kamu nangis lagi?" ujar Mas Kenzie sambil membelai rambut panjangku."Mas, tadi siang Dewi nelpon aku," kataku lesu.Aku pun menceritakan pada Mas Kenzie tentang kandungan Dewi yang kosong setelah melakukan USG di dokter kandungan."Kamu yang sabar ya, Sayang. Ikhlaskan, jika seandainya memang tidak ada janin bayi dalam perut kamu. Yang penting kamu sudah berusaha, kamu harus tetap semangat. Banyak jalan menuju Roma, kamu gak perlu khawatir dan sedih. Jika memang sudah waktunya, kamu pasti akan hamil," kata Mas
Hari ini, aku janjian dengan Dewi untuk urut perut kami yang mulai rata dan terlihat normal. Meskipun perut kami sudah terlihat normal, tapi ini adalah urut untuk yang terakhir kalinya agar perutku dan Dewi bisa normal seutuhnya."Mbak Naya, ternyata benar suami Mbak Naya itu, memang teman Mas Harun suami aku," ujar Dewi saat kami sedang berada dalam mobil menuju ke rumah tukang urut yang kami tuju."Aku malah gak tahu, Dew. Selama ini, Mas Kenzie jarang banget kenalin aku ke temen-temennya. Lagian, selama ini kami selalu sibuk di toko, jadi jarang main keluar. Paling sesekali aja, itupun kami cuma jalan berdua," kataku sambil tetap fokus menyetir mobil."Iya, Mbak. Kata Mas Harun juga dia jarang ketemu sama Mas Kenzie. Mereka cuma sering chat an lewat WA aja. Dan setelah aku ingat-ingat, ternyata memang benar, aku pernah lihat foto Mas Kenzie di daftar chat WA Mas Harun. Makanya waktu nelpon Mbak Naya waktu itu, aku ngerasa gak asing lihat foto profil Mak Naya ada foto Mas Kenzie," j
Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang setelah mengantar Dewi pulang ke rumahnya. Entah kenapa, hati ini jadi sedikit bimbang setelah mendengarkan saran dari Dewi tadi. Meskipun aku percaya dengan Mas Kenzie sepenuhnya, tapi tiba-tiba ada sedikit keraguan dalam hati.Jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kiriku kini sudah menunjukkan angka pukul 16.00 sore. Sebenarnya aku ingin segera pulang ke rumah, tapi entah mengapa tiba-tiba aku ingin ke toko grosir milikku dan Mas Kenzie. Akhirnya, aku memutuskan untuk memutar arah mobilku menuju toko.Setelah sampai di toko, aku sedikit terkejut karena ternyata toko grosir kami tutup. Padahal, masih ada sisa satu jam lagi biasanya toko kami akan tutup. Apakah Mas Kenzie sudah pulang? Dengan perasaan gelisah, aku kembali melajukan mobilku untuk pulang ke rumah.Lima belas menit kemudian, aku tiba di rumah. Namun tak ada tanda-tanda Mas Kenzie ada di rumah. Pagar rumah masih terkunci, itu artinya tak ada orang di rumah kami. Jik
Hari ini, aku dan Mas Kenzie sudah mulai menyicil membangun rumah. Kami mulai untuk membuat pondasinya dulu, sesuai saran dari Ibu mertuaku. Kami membuat pondasi rumah tepat di samping rumah orang tua Mas Kenzie yang memang sudah di siapkan untuk kami. Daerah rumah mertuaku memang masih masuk daerah perkampungan. Tapi, akses menuju kota cukup dekat dari sini, apalagi jalan aspal disini juga sudah bagus dan mulus.Di kampung ini, jika ada orang yang akan membangun rumah baru, para tetangga berbondong-bondong datang untuk ikut membantu. Yang pria akan ikut membantu mengerjakan bangunan rumah, sedangkan ibu-ibu membantu memasak di dapur untuk makan siang bersama nanti."Nak Naya, kok sekarang perutnya sudah rata? Bukannya dulu hamil ya, atau sudah melahirkan?" tanya Bu Ningsih tetangga Ibu. Saat ini aku sedang bergabung bersama ibu-ibu mengupas bawang untuk memasak.Aku hanya tersenyum dan memilih untuk tak menjawab pertanyaan dari Bu Ningsih. Jujur saja, sesak hati ini setiap kali orang
Malam ini, setelah pulang dari rumah Ibu, Mas Kenzie langsung tertidur pulas dan sedikit mendengkur. Sepertinya, Mas Kenzie kelelahan setelah ikut bergotong-royong membangun pondasi rumah kami. Aku sendiri masih belum bisa tidur, karena masih kepikiran tentang siapa sosok Anggun yang sebenarnya.Mumpung Mas Kenzie tidur, aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengecek ponsel milik Mas Kenzie. Aku segera meraih benda pipih milik Mas Kenzie yang tergeletak di atas nakas. Pelan-pelan, aku mulai bergerilya memeriksa daftar nomor kontak telepon milik Mas Kenzie. Dari atas hingga bawah, tak kutemui nama Anggun di daftar kontak ponsel milik Mas Kenzie.Aneh! Jika memang mereka bersaudara, harusnya Mas Kenzie punya nomor Anggun, tapi kenapa tak ada nama Anggun di daftar kontak telepon milik Mas Kenzie? Aku membuka WA, dari daftar chat tak ada yang mencurigakan. Semua chat isinya hanya dari para pelanggan toko kami saja. Dan memang seperti itulah, setiap aku memeriksa ponsel Mas Kenzie, tak
Jantungku tiba-tiba berdebar-debar, aku jadi teringat akan pesan Dewi padaku waktu itu. Dewi menyarankan agar aku tak mempercayai pria sepenuhnya, meskipun ia terlihat manis di depan. Apakah ini adalah jawaban dari saran yang Dewi maksud?Selama ini, aku selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Tak pernah sekalipun aku meragukan cinta dan juga kesetiaan Mas Kenzie. Sikap lembut dan perhatiaan Mas Kenzie selama ini memang selalu bisa membuat hatiku terlena. Tapi hari ini, semua terpatahkan setelah aku menemukan alat kontrasepsi di saku celana Mas Kenzie.Niatku untuk mencuci baju hilang sudah, karena saat ini, pikiranku sudah berkelana jauh. Aku sudah tak bisa lagi untuk selalu berpikir positif pada Mas Kenzie. Alat kontrasepsi ini juga sudah cukup untuk membuktikan, bahwa Mas Kenzie pasti berbuat buruk di belakangku.Tapi, alat kontrasepsi ini tak bisa dijadikan bukti yang akurat. Aku harus bisa mencari bukti lain agar kecurigaanku saat ini benar-benar terbukti adanya. Sepertinya, aku