"Insya Allah, semua penyakit pasti ada obatnya, Bu. Tergantung keyakinan dari Bu Anggun sendiri. Jangan lupa ikhtiar dan berdoa. Karena seberapa besar usaha kita, hanya Tuhan lah yang menentukan takdir manusia," jawab dokter Ana.Memang benar yang dikatakan oleh dokter Ana. Mungkin, ini adalah takdir yang diberikan Tuhan padaku. Tapi, aku benar-benar tak siap untuk menerima takdir seperti ini. Bukan hanya takdir, tapi lebih tepatnya adalah hukuman. Aku merasa Tuhan sedang menghukumku saat ini.Atau mungkin, Tuhan sudah sangat muak melihat dosa-dosaku yang selalu bertambah setiap harinya? Aku benar-benar takut untuk mati. Jika aku mati, bagaimana dengan nasib kedua anakku. Sudahlah mereka tak memiliki seorang Ayah, dan kini mereka harus kehilangan sosok Ibu jika sewaktu-waktu Tuhan mencabut nyawaku."Dok, saya mohon, berikan saya pengobatan yang terbaik. Saya ingin sembuh, Dok," kataku dengan suara parau menahan tangis."Pasti, Bu. Itu sudah tugas saya. Saya akan tuliskan resep obat, n
Dengan perlahan, aku berjalan menghampiri Mas Jodi yang wajahnya masih terlihat terkejut itu."Bagaimana kabarmu, Mas?" tanyaku sinis."A ... Anggun a ... aku ... " kata Mas Jody terbata, saat aku sudah berada dihadapannya.Plak!Dengan sekuat tenaga, aku menampar pipi Mas Jody hingga meninggalkan jejak merah di pipinya. Karena melihat wajah Mas Jody saja sudah membuatku muak. Entah kenapa, tiba-tiba gemuruh amarah di dada langsung keluar saat berhadapan dengan Mas Jody. Mas Jody langsung memegangi pipinya yang baru saja terkena tamparan dariku itu.Tak lama, sedikit darah keluar dari sudut bibir Mas Jody. Pasti rasanya sangat sakit. Tapi rasa sakit bekas tamparan dariku tak sebanding dengan rasa sakit hati yang pernah ia torehkan padaku."Anggun, a ... aku minta maaf," kata Mas Jody lirih.Aku tersenyum kecut, mendengar permintaan maaf dari Mas Jody. Setelah sekian lama menghilang, dengan mudahnya ia meminta maaf. Tak tahu kah ia bagaimana sakitnya aku dulu?"Ck, maaf? Aku gak salah
"Maksud kamu apa, Ris?" tanyaku datar."Setelah Mas Jody meninggalkan kamu dulu, aku menikah dengan Mas Jody. Sebelum aku mengenalkan Mas Jody padamu, aku sudah berpacaran lama dengan Mas Jody. Karena ambisiku untuk menjadi orang kaya, aku memaksa Mas Jody untuk merayu kamu. Dan ternyata, rencana kami berhasil. Kami pergi keluar kota setelah berhasil mendapatkan uangmu, kami berencana untuk menggunakan uang itu untuk membangun rumah dan usaha.Tapi beberapa bulan kemudian, aku sakit-sakitan. Dokter bilang, aku terkena kanker rahim stadium 3. Yang awalnya kami ingin menikmati harta yang kami curi dari kamu, tapi justru harta itu semakin hari semakin habis untuk biaya pengobatan aku. Aku dan Mas Jody tak memiliki apapun saat ini. Bahkan, akibat penyakit itu, aku tak bisa memiliki seorang anak. Kami sudah gak punya apa-apa saat ini. Aku benar-benar menyesal, Anggun. Aku mohon maafkan aku, ampuni kesalahanku ..." jelas Rista sambil menangis sesenggukan dan berlinang air mata.Tak lama, Ri
POV Naya"Nay, sudah beres belum?" tanya Mas Sony yang baru masuk ke dalam kamar.Saat ini, aku sedang memasukkan beberapa pakaian milik kami dan juga Zahra ke dalam koper. Rencananya, besok pagi kami akan berangkat ke Paris bersama Zahra."Belum, Mas. Sedikit lagi," jawabku tersenyum."Sini aku bantu," kata Mas Sony menghampiri aku yang sedang duduk di tepi ranjang tempat tidur."Gak perlu, Mas. Sebentar lagi juga selesai.""Kamu gak perlu bawa baju banyak-banyak, Nay. Bawa seperlunya saja, nanti kita bisa beli baju disana. Sekalian oleh-oleh juga. Paris kan kota fashion, kamu bisa beli baju yang kamu mau disana," kata Mas Sony."Jangan terlalu boros lah, Mas. Nanti kalau uang kamu habis gimana?""Kalau habis ya cari lagi, Nay. Kamu pikir, aku bekerja dari pagi bahkan sampai malam untuk siapa?" kata Mas Sony terkekeh."Hehe iya, Mas. Oh ya, Mas, maaf, aku belum pernah naik pesawat sebelumnya. Aku sedikit takut, Mas," kataku malu-malu."Kamu jujur banget sih, Nay. Tapi gak papa, aku s
Dan akhirnya, hari yang kami tunggu-tunggu pun tiba. Pagi ini, aku, Mas Sony dah juga Zahra akan berangkat menuju bandara untuk berangkat ke negara tujuan kami yaitu Perancis."Bu, kami pamit dulu," kataku lalu mencium punggung tangan Bu Maysaroh. Disusul Mas Sony dan juga Zahra."Kalian hati-hati ya, kalau sudah sampai jangan lupa segera hubungi Ibu.""Iya, Bu," jawabku."Zahra, jangan lupa pesan nenek semalam," kata Bu Maysaroh pada Zahra."Oke, Nek," jawab Zahra antusias."Pesan apa, Bu?" tanya Mas Sony."Ini rahasia Ibu sama Zahra. Iya kan, Za?""Iya, Nek. Papa sama Mama gak boleh tahu," kata Zahra polos.Mas Sony hanya menggelengkan kepalanya. Sedang Ibu dan juga Zahra terkekeh kecil. Setelah berpamitan pada Ibu, kami pun berangkat ke bandara diantar oleh supir. Setelah menempuh satu jam perjalanan, kami tiba di bandara Raden Intan, setelahnya kami akan transit ke Bandara Soekarno Hatta dulu sebelum berangkat ke negara Perancis.Dan kini, kami bertiga sudah berada di dalam pesawa
"cieee ... penganten baru, mukanya beda banget. Kayak ada manis-manisnya gitu," goda Siska padaku.Saat ini, aku sedang bertemu dengan Siska untuk sekedar melepas rindu di sebuah cafe yang biasa aku kunjungi bersama dengan Siska. Setelah menikah, ini kali pertama aku bertemu dengan Siska. Karena masa liburanku bersama Mas Sony dan juga Zahra telah berakhir.Hari ini, Mas Sony sudah mulai bekerja kembali di kantor. Sedangkan Zahra, kini sudah mulai masuk sekolah seperti biasanya. Pagi tadi, aku yang mengantarkan Zahra ke sekolah dan juga menjemputnya. Seperti permintaan Zahra sebelumya."Gula kali manis," kataku tersenyum."Tuh, kan? Kalau pengantin baru tuh bawaannya senyum ... aja, coba dulu sebelum Lo nikah. Di goda dikit aja, langsung manyun kayak jalanan batu yang belum di aspal," oceh Siska."Iya dong. Namanya juga lagi bahagia," jawabku cuek."Sombong ya ... sekarang mah udah jadi istri sultan gaya bicaranya udah beda," ujar Siska sinis."Apa juga yang mau gue sombongin. Tapi, g
"Cakep ... gue suka gaya Lo," kata Siska sambil memperlihatkan satu jempol tangannya padaku."Eh, ngomong-ngomong pas nikahan Lo kemarin, Lo ngundang si Kenzie enggak, Nay?""Iya, Sis. Gue ngundang Mas Kenzie. Bukan gue sih, lebih tepatnya keluarga Mas Sony," jawabku."Hah! Kok bisa?" tanya Siska sambil mulutnya melongo terkejut."Biasa aja kali! Jadi tuh ceritanya, semua karyawan di Perusahaan Mas Sony itu di undang semua sama Mas Sony tanpa terkecuali. Dari bagian paling atas sampai bagian paling bawah," jelasku."Oh gitu, terus Kenzie dateng gak?"Datang," jawabku singkat."Wah ... gentle banget tuh si Kenzie. Kok gue gak lihat sih? Kan gue pengen lihat tuh gimana mukanya si Kenzie pas lagi ngasih selamat sama Lo dan si Sony. Pasti ketar-ketir tuh muka Kenzie, ye kan?""Bahasa Lo ketar-ketir, apaan?""Ya maksudnya, takut-takut gitu. Secara kan Lo sekarang udah jadi istri bosnya. Pasti rasanya asem-asem gimana gitu," kata Siska terkekeh."Rujak kali asem," kataku ikut terkekeh."Apa
POV Sony Naya Anggita Sari, wanita cantik dan juga sederhana itu kini telah sah menjadi istriku. Dengan sekali tarikan nafas, akhirnya aku bisa mengucap ijab kabul dengan lancar. Jantung ini berdebar hebat, sekujur tubuh terasa tegang, meskipun ini bukan kali pertama aku menikah, tapi, aku benar-benar merasa gugup hari ini.Kecantikan Naya hari ini, benar-benar membuat jantungku berdetak tak karuan. Aku tak menyangka, wanita yang awalnya tak menarik di mataku itu, kini justru bisa membuatku benar-benar jatuh cinta padanya. Seperti niat yang Ibu ungkapan padaku waktu itu, yaitu menjodohkan aku dengan Naya.🍁"Son, Ibu mau bicara sebentar," kata Ibu.Aku yang baru keluar dari dapur mengambil segelas air putih, langsung menghampiri Ibu yang sedang duduk di sofa depan televisi."Ibu belum tidur?" tanyaku, lalu duduk di samping Ibu."Belum. Ibu gak bisa tidur," jawab Ibu."Ibu mau bicara apa?""Son, apa kamu udah punya calon istri?""Belum, Bu. Aku belum kepikiran," jawabku lesu. Hingga
☘️Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
☘️POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
☘️Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
☘️Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
☘️"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
☘️Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
☘️"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
☘️"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k