Bab 61: Ekstra Bakso
It is work! Yeah, ternyata ini manjur!
Setiap hari, pagi dan sore, Karin melakukan latihan karate, dengan fokus sasaran pada samsak yang ada tempelan kertas bertulisan ‘mantan’ itu.
Secara perlahan bayang-bayang menyakitkan di dalam hati Karin pun mulai menipis. Ia semakin giat saja memukuli samsak dengan tangannya yang terbungkus sarung tinju.
Di beberapa hari berikutnya setelah kedatangan Olive itu, Karin masih asyik memukuli samsak dengan aneka variasi serangan tinju. Jab, straight, counter strike, hook, uppercut, dan..,
“Ciaatt..! Ciaaatt..!!”
Bug! Bug! Bug!
Bag, bug! Bag, bugg..!
Lestari, alias Tari, keponakan Karin yang baru pulang kuliah, menghampiri dirinya yang terus berciat-ciat dan ber-gedebag-gedebug.
“Tante. Aku lagi senang nih,” kata Tari sesampainya di samping Karin.
“Kenapa?” S
Bab 62:Cie Cie “Wuiih..! Aku baru tahu ini,” kata Aje dalam hati.Warung bakso yang bernama Cie Cie ini ternyata bukan warung jajanan biasa. Tampak mukanya saja sudah kelihatan istimewa.Bentuk fisiknya sendiri berupa bangunan tunggal dengan ‘facing’ yang tepat menghadap ke arah jalan.Dinding-dinding dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu yang divernis dan berkilat, sehingga menampilkan kesan klasik yang elegan, ‘ngademin’, dan membikin betah siapa pun yang duduk di dalamnya.Atapnya terbuat dari daun rumbia yang dianyam, berwarna coklat tua dan mengingatkan orang pada suasana desa yang damai dan bersahaja.Meja-meja dan kursi di dalamnya terbuat dari bambu, dan tersusun rapih sedemikian rupa dengan begitu apiknya.Tempat parkirnya sendiri cukup luas, dipenuhi dengan aneka macam kendaraan, baik itu sepeda motor mau pun mobil berbagai jenis dan wa
Bab 63:Sarung Tinju Karin pun menghentikan aktifitasnya memukuli samsak. Kedua tangannya yang terbungkus sarung tinju menahan samsak supaya berhenti bergoyang-goyang.Kepalanya ia miringkan sedikit, dan telinganya ia pasang untuk menangkap suara yang samar-samar ia dengar dari arah depan rumahnya itu.“Ayo-Food..!”“Ayo-Food..!”Sepertinya, itu adalah pesanan yang dibuat Tari keponakannya tadi. Setelah benar-benar yakin bahwa panggilan itu berasal dari depan rumahnya sendiri, Karin pun meninggalkan samsak dan memasuki rumah lewat pintu samping.Ia menoleh-noleh, mencari Tari sang keponakan. Suasana rumahnya sepi. Kedua orang tua Karin kebetulan juga sedang tidak berada di rumah.“Tari!” Panggil Karin sembari melangkah menuju ke kamar Tari.“Lestari..! Tarii..!”Tetapi, tidak ada sahutan dari keponakannya itu.&ld
Bab 64:Di Naikin Di teras samping, begitu lahapnya Tari menyantap mie ayam. Sementara Karin yang masih terkenang momen beberapa saat yang lalu di depan rumah, menyantap mie ayamnya dengan pandangan yang kosong.Selera makan sang janda Polwan ini perlahan hilang. Satu dua sendok yang berhasil ia suapkan tadi pun tidak berhasil ia nikmati dengan lidahnya. Terasa hambar saja.“Tante, baksonya tidak dimakan?” Bertanya Tari sang keponakan dengan heran, sambil menunjuk bakso di mangkok Karin dengan ujung garpunya.“Hemm,” sahut Karin, tanpa memaksudkan apa-apa.“Aku boleh minta baksonya, Tante?”“Ambillah.” Karin tetap termangu, dipilin oleh memorinya sendiri.Tari yang sudah mengkhatamkan seporsi mie ayamnya pun menggerakkan garpunya, bermaksud untuk menusuk sebuah bakso di mangkok bibinya itu. Cus!Tari mengambil bakso telor dan m
Bab 65:Masih Tentang Naikin Olive sampai di rumahnya sudah hampir pukul tujuh malam. Ia memarkirkan mobilnya persis di samping mobil ayahnya.Setelah itu ia pun memasuki rumah. Langkah kakinya terasa berat sekarang ini. Demikian juga hatinya yang digelayuti rasa kesal dan juga rindu.Rindu?“Kurang asem kamu, Kal!” Olive merutuk-rutuk dalam hati.“Dasar penjahat! Tega-teganya kamu menyiksa anak gadis orang!”“Tega-teganya kamu membikin aku rindu!”“Apa pula ini?? Haahh?? Apa pula ini?? Kenapa jari tengah dan jari telunjukku berkait lagi?!”Di ruang depan, Olive bertemu dengan ibunya, juga ayah tirinya yang tengah duduk bersantai menonton televisi.“Tumben, lambat pulang,” menyapa sang ibu.Olive menyalami ibunya, menyusul ayah tirinya juga.“Banyak tugas?” Tanya sang ibu lagi.
Bab 66:Sekali Lagi Tentang Naikin Apakah Polwan kita yang satu ini akan putus asa untuk ‘mengkadali’ Hekal Pratama? Tentu saja tidak.Setelah berpikir mencari-cari ide, akhirnya ia pun mendapatkannya. Untuk itulah, ia kemudian mengambil ponselnya dan langsung saja melakukan panggilan terhadap Hekal.Sudah berapa lama Olive tidak mendengar suara Hekal? Satu minggu? Dua minggu? Satu bulan? Sekitar itu.Namun rasanya, lamaaaa.. sekali, pakai banget! Pakai kuadrat lagi!Hati Olive mendadak saja berdebar-debar. Ritme jantungnya semakin tinggi ketika ia memencet tombol ‘panggil’ di menu kontak. Ia pun menempelkan ponsel ke telinganya sendiri.Tak ada suara NSP atau nada sambung pribadi yang biasanya berupa lagu. Yang ada hanya suara..,Tuuuut..! Tuuuutt..!“Angkat teleponku, dong, Kal! Jangan kentut saja kamu!”Setelah mengulang beberapa
Bab 67:Sembilu Maka begitulah, telepon-teleponan dan kadal-kadalan yang terjadi antara Olive dengan Hekal. Olive begitu bahagia sebab tak lama lagi ia akan bertemu dengan lelaki yang mulai dicintainya.Sementara Hekal cukup gembira sebab ia akan mendapat uang dengan jumlah yang dua kali lipat dari penghasilan maksimalnya ngojek di hari libur.Sementara itu…,Pukul sepuluh malam. Di dalam kamarnya, Aje berbaring miring sembari mengelus-elus rambut Tiara yang telah tertidur di dalam pelukannya.Matanya terpaku pada satu bidang di dinding kamar, dan terus memandang ke arah itu dengan tatapan yang kosong.Bayangan-bayangan yang menakutkan terus saja menghantui sang duda ini. Pemicunya, tentu saja momen mengejutkan yang ia alami tadi sore di jalan Asoka 2.Pasalnya, tentu saja orderan Ayo-Food yang ternyata dilakukan oleh seorang Polwan yang pernah menghajarnya dulu di depan min
Bab 68:Jangan Lari Dariku “Ayim, kalau aku pergi, kamu mau menikah lagi?”“Hush! Jangan bilang begitu, Na. Kamu akan segera pulih, Sayang. Kamu akan sembuh. Kita akan hidup bersama sampai tua. Kita akan mengasuh anak kita sampai dia besar, menyekolahkan dia, mengantarkan dia ke karnaval, dan menyaksikan dia ketika nanti diwisuda.”“Tapi, Ayim..,”“Sudah, jangan ngomong yang tidak-tidak. Aku minta kamu jangan melupakan satu hal yang ini, yaitu aku cinta kamu, Diana. Mulai sekarang, aku akan bekerja keras untuk mengumpulkan biaya operasi lahiran anak kita, juga operasi pengangkatan rahim kamu.”“Ayim… aku boleh minta sesuatu ke kamu?”“Iya, apa itu?”“Kamu janji akan memenuhi permintaanku ini?”“Iya.”“Janji?”“Iya, aku janji.”&l
Bab 69:Predikat Yang Baru Pagi harinya, Aje terbangun dari tidur dengan cara yang seperti biasa. Tiara, putrinya itu menaiki tubuhnya dan menepuk-nepuk wajahnya.“Daaa.., Daah!” Panggil Tiara.Aje sadar, tapi sengaja berpura-pura masih tidur.“Daaa.. Daa!” gugah Tiara lagi.Sekarang, tibalah saatnya. Aje memekik, bersamaan dengan menepuk bokong Tiara.“Taraaa!”Tiara terkejut, tapi sensasi kejutan itu malah membuatnya tertawa riang. Aje mengulangi lagi aksinya bergurau.Secara tiba-tiba ia menjatuhkan kepalanya kembali ke kasur, dan terbujur kaku serupa robot yang kehabisan baterai.“Daa..ndaa!” panggil Tiara lagi, sambil meremas-remas bibir ayahnya dengan gemas.“Taraaa!” Aje memekik lagi.Tiara pun tertawa lagi dengan suara balitanya yang renyah. Beberapa saat ayah beranak ini terus bermain-m
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma