Bab 69: Predikat Yang Baru
Pagi harinya, Aje terbangun dari tidur dengan cara yang seperti biasa. Tiara, putrinya itu menaiki tubuhnya dan menepuk-nepuk wajahnya.
“Daaa.., Daah!” Panggil Tiara.
Aje sadar, tapi sengaja berpura-pura masih tidur.
“Daaa.. Daa!” gugah Tiara lagi.
Sekarang, tibalah saatnya. Aje memekik, bersamaan dengan menepuk bokong Tiara.
“Taraaa!”
Tiara terkejut, tapi sensasi kejutan itu malah membuatnya tertawa riang. Aje mengulangi lagi aksinya bergurau.
Secara tiba-tiba ia menjatuhkan kepalanya kembali ke kasur, dan terbujur kaku serupa robot yang kehabisan baterai.
“Daa..ndaa!” panggil Tiara lagi, sambil meremas-remas bibir ayahnya dengan gemas.
“Taraaa!” Aje memekik lagi.
Tiara pun tertawa lagi dengan suara balitanya yang renyah. Beberapa saat ayah beranak ini terus bermain-m
Bab 70:Memori di Lampu Merah Tiba-tiba, Aje terkejut, karena bersamaan dengan dirinya yang mendorong pintu ATM, ternyata dari luar ada tangan lain yang juga menarik pintu itu.“Astaghfirullah,” ujar si pemilik tangan.Aje yang segera mengenali orang itu serta merta menyapa dengan ramah.“Hei! Kamu, Kal?”“Lho? Bang Aje? Tumben, pagi-pagi sudah sampai sini.”“Iya, orderan pertama Abang langsung mengarah ke sini.”“Dari daerah jalan Rowo Bening sana?”“Iya.”“Lumayan ongkosnya tuh.”“Biasa saja, tapi, yah, lumayan jugalah. Besar kecil tetap kita syukuri. Nah, kamu, tumben juga pagi-pagi sudah masuk ke ATM?”“Iya, nih, Bang,” lelaki yang dari luar tadi, Hekal, mundur beberapa langkah ke belakang, untuk memberi jalan pada Aje.“Kebetulan,
Bab 71:Menghadap Komandan “Mbak!” panggil sebuah suara dari belakang.Serentak Karin menghentikan langkah dan balikkan badan. Ia tersenyum melihat Olive yang berlari-lari kecil ke arahnya. Setelah sampai di depannya, Olive mengangkat tangan untuk hormat.“Sudah, ah,” kata Karin, “jangan terlalu formal kalau cuma kita berdua.”Olive tersenyum. “Apa kabar, Mbak?” Sapanya pada Karin.“Baik, Alhamdulillah.”“Mbak sudah masuk hari ini, toh?”“Iya, Olive. Cuti Mbak sudah habis.”“Dari jauh tadi aku melihat mobil Mbak, makanya langsung aku samperin ke sini.”Karin memperhatikan sebentar seragam polisi yang dikenakan Olive, dengan logo kesatuan Lalu Lintas yang ada di lengan kanannya.“Jadi, bagaimana, Mbak?”“Bagaimana apanya?”“
Bab 72:Jejak FotoJam dinding di warung kopi Bang Fahmi sudah menunjukkan angka pukul lima sore ketika Aje menghentikan motornya di depan warung yang telah menjadi base camp Ayo-Jek itu.Ia memasuki warung dan duduk di salah satu kursi yang menghadap persis ke arah jalan.“Ngopi, Je?” Sapa Bang Fahmi sang pemilik warung.“Iya, Bang. Gulanya dua sendok ya Bang.”“Tumben.”“Hem-hem, lagi pengin yang manis-manis.”“Kenapa?”“Karena belakangan ini hidupku terasa pahit.”“Hahaha!”Bang Fahmi membawa gelak tawanya itu ke belakang. Selang dua menit kemudian lelaki berpostur pendek sedikit gemuk itu kembali lagi dengan membawa secangkir kopi untuk Aje.“Bagaimana hasil ngojek kamu hari ini? Banyak orderan?”“Alhamdulillah, Bang, ada juga rezeki y
Bab 73:Ternyata, Dia Duda! “Ini adalah putri Aje!” Pekik Karin dalam hati.Pantas saja Karin kesulitan mencari facxbook Aje. Ternyata driver ojek itu menggunakan nama profil yang tidak sesuai dengan nama aslinya. Yaitu, “ARA..,”Ara? Batin Karin bertanya-tanya.Hanya satu kata, dan hanya tiga huruf?“Baiklah, nanti malam aku sambung lagi di rumah. Aku akan mencari informasi tentang Aje ini sampai mendetil.”********Perjalanan pulang kali ini Karin tempuh dengan perasaan yang sedikit ganjil. Bercampur baur dengan sesuatu yang baru, dan itu amat mendominasi, yaitu semangat.Ya, ia begitu bersemangat karena ada sebuah rencana yang telah menunggunya malam ini.Saking bersemangatnya, ia bahkan tidak menuntaskan makan malamnya bersama keluarga. Tentu saja hal itu membuat kedua orang tuanya heran
Bab 74:Mau Sarapan Apa? DUA HARI KEMUDIAN..,“Cukup dua orderan saja,” kata Hekal dalam hati.Ia pun segera mematikan aplikasi driver Ayo-Jek-nya, lalu memasukkan ponsel ke saku celana.Usai menyelesaikan orderan yang kedua tadi, Hekal pun meluncur bersama sepeda motornya, menembus gelap malam Bandar Baru yang disemarakkan oleh lampu-lampu kota.Mengapa Hekal ingin cepat pulang? Tidak biasanya toh? Ini belum lagi pukul delapan malam. Jawabannya tentu saja ada di dalam hati sang teknisi Naikin sekaligus driver Ayo-Jek ini.“Malam akhir pekan, alias malam Minggu, banyak pasangan muda-mudi yang keluar untuk ‘halan-halan’, kongkow-kongkow berpasangan, duduk-duduk berpacaran..,”Hekal yang lajang dan jomblo ini, tentu saja merasa iri, plus cemburu. Emosi juga, iya.Sebab, seorang gadis yang diam-diam dia sukai pastinya juga sedan
Bab 75:Yang Mungkin “Ya sudah, mie goreng saja.”“Apalagi mie goreng! Banyak minyak, banyak lemak, nanti kamu endut!”Sekali lagi Hekal melepaskan ponselnya dari telinga. “Apa-apaan sih dedemit ini?? Sok perhatian banget!” batinnya.“Aduh, Liv, aku jadi bingung nih.”“Nah? Wong tinggal sebut saja kok bingung?”“Hemm.., hemm..,” Hekal semakin bingung, pada banyaknya pilihan menu sarapan di dalam imajinasinya.“Ini saja, Liv, lontong Medan.”“Waduh, Kal, lontong Medan ya? Di sekitar rumahku tidak ada yang jual lontong Medan.”“Perasaanku tadi, kamu bilang mau bikinin, bukan mau beliin..,”“Bikinin? Mana ada aku bilang begitu!”“Ada, Liv, tadi kamu bilang bikinin. Bi.., Ki.., Nin..,”“Yee.., ngawur! Aku bilang tad
Bab 76:Waalaikum Sayang Hekal sedang duduk pada sebuah kursi yang ada di teras depan rumah Olive ini. Beberapa saat sebelumnya, ia memang telah dipersilahkan oleh ibunda Olive, yang tadi juga membukakan pintu pagar untuknya.Hekal memang tidak pernah cacat dengan janjinya. Berbekal share location yang diberi Olive tadi malam, pukul delapan tepat ia memang sudah sampai di sini.Perlengakapan maintenance alat electronik miliknya pun sudah ia bawa. Semuanya ada di dalam toolbox kecil yang kini ia letakkan di lantai teras, dekat kakinya.Hekal mengedarkan pandangannya ke sekitar, pada halaman rumah Olive yang tampak cukup asri ini. Ada beberapa pohon sebagai peneduh. Sementara di hampir semua pojoknya banyak bunga-bunga yang tertata cantik.“Hekal..,” sapa ibunda Olive yang muncul lagi di ambang pintu depan.Hekal pun menoleh pada asal suara.“Ya, Bu?” Sahutnya
Bab 77:Mata Yang Indah Usai bersarapan itu, Hekal segera meminta pada Olive untuk ditunjukkan mesin cuci yang rusak. Sang Polwan ini pun membawa Hekal menuju ke ruang cuci yang letaknya ada di belakang.“Ini, Kal,” tunjuk Olive pada sebuah mesin cuci bermerek Zharp. Hekal mencermati sebentar kondisi fisik mesin cuci yang kelihatan masih cukup prima itu. Umurnya sendiri, Hekal taksir belum lebih dari satu tahun. Bahkan di beberapa bagian, plastik pembungkus covernya masih ada.“Rusaknya kenapa?” Tanya Hekal sembari berjongkok. Tangannya menurunkan kotak toolbox yang tadi dia bawa, lalu mengeluarkan dua macam obeng dari dalamnya.“Manalah aku tahu, Kal. Tiba-tiba saja dia mati.”“Maksud aku, apakah ada gejala-gejala sebelumnya?” Tanya Hekal lagi, sambil membuka baut sekrup pada penutup cover belakang mesin cuci.“Ih, kamu
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma