Bab 203: Tuhan Sedang Melawak
Sementara itu, Hekal yang punya utang pada Anjeli, ciuuuuuut..!
Tiba-tiba ia merasa menjadi kerdil, bak liliput, terjepit di antara dua macan yang sudah persiapkan kuku-kuku dan taringnya.
“Memang benar kamu tidak punya utang ke aku!” Tukas Olive pada Anjeli.
“Tapi apa urusan kamu sampai berani mengomentari barang bawaanku ini..?? Malah kamu bilang pula ini sebagai paket sembako! Menghina sekali kata-katamu itu!”
Anjeli pun balas mengaum.
“Kalau untuk itu aku kan sudah mengakui kesalahanku! Aku juga sudah minta maaf, kan..?! Dasar kamu-nya saja yang berhati sempit karena tidak mau memaafkan aku!!”
“Bagaimana aku bisa memaafkan kamu kalau cara meminta maafmu saja seperti itu?? Seakan-akan aku ini punya utang sama kamu!”
Utang lagi!
Hekal yang tadi sudah melar, ciut lagi!
&
Bab 204:Cinta Damai Dengan cepat Olive kemudian membuka minuman botol yang disodorkan Hekal, tanpa sadar bahwa minuman itu berasal dari plastik bawaan Anjeli. Karena memang haus sehabis berkoar tadi ia segera meminumnya dengan tegukan yang banyak. Glek-glek-glek!Anjeli yang berada di seberang Hekal juga melakukan hal yang sama. Ia membuka minuman kaleng yang tanpa ia sadari itu berasal dari bawaan Olive. Kadar hausnya juga sama dengan Olive. Anjeli pun menenggak minumannya sekaligus banyak. Glek-glek-glek!Hekal merasa lega karena sudah berhasil meredam peperangan di rumahnya ini. Ia lalu mengumpulkan alat-alat kerja yang tadi ia pakai untuk memperbaiki Yongmah. Tangannya bergerak ke sana dan kemari.Hekal meraih obeng, multitester dan macam-macam, lalu ia susun di atas meja, untuk selanjutnya akan ia masukkan semua itu ke dalam kotak peralatan miliknya.Hekal berusaha tampak tenang ketika mel
Bab 205:Berbalas Salam Atau.., mungkin ia bisa melakukan itu dengan cara yang halus? Baiklah, Anjeli pun mencobanya.“Hekal,” kata Anjeli kemudian, menatap Hekal dengan wajah yang masih kecut.“Hemm?” Hekal menyahut tanpa menghentikan gerakannya memutar-mutar taspen di atas meja.“Kakek kamu titip salam, tuh.”“Kakek aku? Emm.., kakek yang mana ya? Kakek dari ibu atau dari ayah?”“Kek Arfan.”Hekal tercekat. Ia merasa bagai tertodong oleh kata-kata Anjeli barusan. Karena orang yang disebut Kek Arfan itu adalah, ayah Anjeli sendiri!Hekal menoleh sebentar pada Anjeli, lalu kembali menunduk dan memutar-mutar kembali taspen yang belum ia masukkan ke dalam toolboxnya.“Kek Arfan bilang, kamu sekarang sombong banget. Semenjak kamu bekerja di Naikin Electronic kamu tidak pernah lagi datang bersilaturah
Bab 206:Berbalas Serang “Iya, dia temanku,” kata Hekal menjawab tuduhan Anjeli dan Olive tadi. Ia lalu bangkit dari tempat duduknya.“Silahkan masuk, Ayu,” katanya pula pada Ayumi.Ayumi yang terlanjur mendapat todongan tak sopan dari perempuan berambut pendek dan perempuan berjilbab, seketika saja merasa tak nyaman, tak enak hati, ditambah sedikit emosi.“Ups, maaf, ada tamu ya?” Kata Ayumi masih berdiri di ambang pintu.“Eeeee.., iya, Yu.” Hekal menyahut dengan kikuk.“Tidak apa-apa, masuklah. Sebentar lagi mereka pulang kok.”Sebentar lagi mereka pulang, ‘mereka’ yang dimaksud Hekal tentu saja Olive dan Anjeli. Jleb!Ini bisa jadi sindiran untuk kedua gadis yang masih siaga tempur itu. Artinya, secara tidak langsung Hekal mengusir mereka berdua.“Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu punya
BEBERAPA HARI KEMUDIAN.., “Perang dunia ketiga?” Tanya Aje pada Bang Fahmi, tanpa mengalihkan pandangan matanya dari papan catur yang sedang mereka hadapi berdua di atas meja.“Iya,” sahut Bang Fahmi sambil mengangkat sebuah pion dan memajukannya satu kotak ke depan. “Mudah-mudahan saja tidak terjadi lagi perang di dunia ini, Bang.” Kata Aje sambil memperhatikan susunan bidak catur setelah gerakan Bang Fahmi tadi.Sudah satu jam Aje duduk di warung kopi Bang Fahmi ini. Beristirahat melepas lelah, sekaligus menunggu order lanjutan.Tantangan bermain catur dari Bang Fahmi tadi ia sambut untuk mengisi waktu senggang. Sembari bermain catur itu, seperti biasa mereka berdua ngobrol panjang lebar.“Harapanku sih Bang, negara-negara di Timur Tengah bisa menahan diri, negara-negara Barat juga tidak
Bab 208:Perbincangan Orang Gila “Eh, Liv.., ngomong-ngomong, belum lama ini aku ketemu Barry lho,” kata Vivian, menggoda Olive.“Barry? Siapa itu?”“Cieee..! Mantannya sendiri dilupain!”“Mantan? Mantan apaan?”“Mantan pacar.”“Memangnya dulu aku pernah punya pacar bernama Barry?”“Halah! Kamu ini! Sok main drama pula. Mentang-mentang sudah tak punya hubungan lagi.”“Oooh.., Barry?? Si kutu kebul itu??”Vivian bereaksi dengan cara memiringkan bibir dan juga matanya.“Iya, siapa lagi?”“Mendiang mantan yang masih hidup itu? Eh, sudah mati belum sih dia?”“Astaghfirullahal adzim, Liv! Begitu amat kamu sama orang. Jelek-jelek hidup begitu, dia juga anak manusia lho. Kasihan nanti emak bapaknya kalau sampai dengar kamu bilang
“Ide apa?” Tanya Olive masih tak bersemangat.“Kamu harus menyentuh Hekal,” kata Vivian sambil menunjuk dada Olive.“Tepat di hatinya!”Olive bengong, karena bingung.“Aku yakin sekali, Liv. Dengan ide ini pasti Hekal bisa menerima kamu.”“Menyentuh Hekal tepat di hatinya? Ngomong apaan sih kamu ini? Tinggi banget bahasa kamu, tahu! Turunkan sedikit dong, aku gak mudeng nih.”“Begini. Si Hekal ini punya adik yang tunarungu, kan? Atau bisu?”“Iya, betul, namanya Eca.”“Nah, kalau Hekal dan Eca berbicara, baik secara langsung atau pun melalui video call mereka tentu menggunakan bahasa isyarat, kan?”“Hem-hem. Terus?”“Itu yang aku maksud, Liv! Bahasa isyarat!”Olive memandangi wajah Vivian dengan tatapan yang masih tidak mengerti.“Lupakan soal tumpangan ojek! Lupa
Kling..! Kliing..!Hekal berharap ada orderan ojek yang masuk. Namun, dasar apes, ternyata ini hanya sebuah pesan dari Anjeli.“Hekal.., kamu sudah punya uang?”Hekal seketika lemas membaca pesan ini. Beberapa saat ia mematung di tempatnya duduk. Sesuatu yang ia khawatirkan sejak beberapa hari yang lalu akhirnya terjadi. Anjeli menagih utangnya!Hekal masih berkutat dengan isi pesan dan belum merespon obrolan antara Bang Fahmi dan Aje, ketika beberapa pesan Anjeli menyusul masuk lagi.“Maaf ya, aku lagi butuh nih.”“Kapan kamu kembalikan uangku?”Hekal menarik nafas yang berat, lalu mengangkat wajahnya sebentar untuk menyahut pertanyaan Bang Fahmi yang ditujukan untuk dirinya, masih seputar pertengkaran segi tiga antar perempuan, dan masih seputar gono-gini tentang asmara, tentang siapa yang kasmaran pada siapa.Beberapa pertanyaan susulan dari Aje juga ia jawab sekenanya
Bab 211:Bayar di Depan Apakah Hekal akan menerima penawaran dari Olive ini?“Hemm..,” Ia berpikir, dahinya berkerut.Dirinya yang memang sudah tersandera karena utangnya pada Anjeli, sepertinya harus mempertimbangkan penawaran dari Olive. Di sini ia melihat ada satu celah yang mungkin bisa ia manfaatkan.Dengan memberi Olive kursus privat bahasa isyarat, tentu ia bisa mendapatkan uang untuk membayar utang. Sampai pada kesimpulan itu, Hekal pun mengangguk-angguk.“Oke, aku bisa,” katanya pula.“Hah?? Serius, Kal? Kamu bisa?” Sambut Olive yang girang dari seberang sana.“Iya, aku bisa.”“Kamu mau..??”“Iya, aku mau.”“Kamu bersedia mengajari aku bahasa isyarat??”“Iya, Liv, iya, aku bersedia. Kamu mau berapa kali pertemuan?”“Kalau menurut kamu, ba
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma