Bab 127: Menggosip Yuk!
Kebetulan, hari ini tidak banyak gawai di dealer Naikin Electronic tempat Hekal bekerja tadi. Sehingga ia bisa pulang lebih cepat dari biasanya.
Peraturannya memang begitu, jam kerja di hari Sabtu memang hanya sampai pukul dua belas saja. Dengan pengecualian jika ada peralatan yang rusak dan harus segera diperbaiki, maka jam kerja sisanya dihitung lembur.
Hekal duduk melamun di warung kopi Bang Fahmi. Menemani dirinya, ada ponsel yang tergeletak begitu saja di atas meja. Ada juga sebungkus rokok yang letaknya berdampingan bersama pasangannya, sebuah korek api.
Sebatang rokok dari yang sebungkus tadi, sudah disulut Hekal. Sudah dihisap dua kali, dan sekarang masih terjepit di antara dua jari Hekal dengan abu yang memanjang, nyaris jatuh.
Hekal sudah menyalin seragam teknisi Naikin Electronic-nya dengan sebuah kaos oblong berwarna abu-abu. Jaket Ayo-Jek miliknya juga sudah
Bab 128:Putri Kembang Kuncup Pukul sepuluh malam..,Di sebuah rumah yang terletak di jalan Kereta Lama..,Olive sedang duduk bersandar di sebuah sofa yang ada di ruang tengah rumahnya. Kedua kakinya ikut naik ke sofa, terlipat sedemikian rupa di depan dadanya. Lalu di atas lututnya itu bertengger satu bundel berkas yang ia baca lembar demi lembarnya.Srekk..! Srekk..! Suara kertas saling bergesekan.Berkas itu adalah materi edukasi lalu lintas untuk anak-anak sekolah. Jehan, rekannya sesama duta juga memiliki salinan berkas yang sama.Mereka berdua harus menguasai isi materi tersebut, karena kelak akan menyampaikannya pada anak-anak sekolah, jika jadwalnya sudah rampung disusun nanti.Huff.., Olive tidak bisa berkonsentrasi! Tiap sebentar ia selalu saja teringat pada Hekal, seorang lelaki yang diam-diam telah mencuri hatinya itu. Seorang lelaki biasa, seorang pria yang sederhana,
Bab 129:Pertandingan Yang Seru - Part IAngin berhembus semilir. Pepohonan yang tumbuh di taman ini pun serentak menggoyangkan ranting-rantingnya. Setiap daun menimbulkan suara gesek simfonis yang melenakan.Sementara dari atas, putik-putik bunga berguguran, dicumbui oleh lebah yang bergemuang, dan dibelai sayap-sayap burung prenjak dan juga murai.Di dalam taman yang asri ini, Aje berjalan dengan langkah yang pelan dan tenang. Ia menggandeng tangan Diana sang istri, yang mengiringi langkah sembari bermanja dengan menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.Mereka berdua bercengkerama dengan begitu asyiknya. Tentang banyak hal, di mana salah satunya adalah tentang anak di dalam kandungan Diana yang sudah memasuki usia lima bulan.Dari hasil pemeriksaan kandungan sebelumnya, mereka berdua telah mengetahui bahwa si calon jabang bayi berjenis kelamin perempuan. Aje dan Diana selalu mengucap syukur d
Bab 130:Pertandingan Yang Seru – Part II “Bagaimana? Pertandingannya jadi, kan?” Tanya Polwan Lestari.“Jadi, jadi, Mbak!” Sahut Diana cepat.Mata Aje melotot ketika memandang Diana, tapi pandangannya berubah nanar ketika menatap sang Polwan. Aje menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tetap merasa keberatan.Mendapat gelengan kepala suaminya itu Diana cemberut. Wajahnya berubah drastis menjadi tampak sedih sekaligus manja. Seperti ingin disayang, seperti ingin diperhatikan, dan seperti ingin dituruti setiap keinginannya. Tambahan lagi, Diana lalu mengelus-elus perutnya sendiri. Sedikit merengek ia berkata pelan pada sang suami.“Demi anak kita, Yim..,”“Supaya dia nanti jadi Srikandi..,” Tak pelak, sekarang Aje sudah tak bisa lagi mengelak. Terlebih dulu mendesah kesal, Aje pun membalikkan badannya ke arah sang Polwan. Sebua
Bab 131:Sampai Kutub Selatan Sejak pagi, Hekal sudah keluar dari dealer Naikin Electronic. Sebab, sekarang ini adalah giliran dia mendapat tugas home service. Detil pekerjaannya sudah ia ketahui sejak dari kemarin. Berkas-berkas laporannya juga sudah ia terima dari Ayumi.Huhh..! Ayumi lagi! Hati sang bujang ini pun encok lagi. Bagaimana tidak? Pagi hari, sewaktu Hekal sampai di dealer Naikin ini, ia juga melihat Ayumi yang ternyata datang dengan diantar oleh pacarnya itu. Hekal cemburu. Cemburu sampai ke ubun-ubun!Maka, setelah mendapat uang transport dari petugas admin yang lain, segera saja Hekal keluar dari gedung Naikin sembari menenteng kotak perkakasnya.Inginnya Hekal pergi jauh sampai ke kutub selatan sana, berharap ada customer Naikin yang kulkasnya rusak. Ia tidak akan menolak jika A Sun, manajernya yang tengik itu mengirim Hekal untuk tugas home service ke titik paling selatan bumi itu.
Bab 132:Makhluk Ciptaan Tuhan Kling-kling-kling..!Hekal mengambil ponselnya dari saku celana. Telepon dari siapakah? Penasarannya dalam hati.Oh, ternyata bukan panggilan telepon, tetapi video call. Seketika saja Hekal tersenyum, menyadari sosok yang menghubungi dirinya ternyata adalah Eca, adik yang tunarungu itu.Hekal memencet satu tombol di layar untuk menerima panggilan, lalu menyandarkan ponselnya di gelas minum yang ia pakai tadi. Supaya ia bisa leluasa berbahasa isyarat menggunakan kedua tangannya.“Assalamu alaikum, Kak,” sapa Eca dengan bahasa isyaratnya.“Waalaikum salam,” jawab Hekal di sini dengan bahasa isyarat pula.“Kakak di mana nih?”“Lagi di warung makan.”“Kakak sudah makan siang?”“Sudah, baru saja. Lho, kamu sudah
Bab 133:Pemberitahuan Untuk Yang Jomblo “Hekal! Kamu ini makhluk ciptaan Tuhan yang mana sih??”“Sombong amat!”Setelah mengirimkan dua pesan itu, Olive memasukkan ponselnya kembali ke dalam sebuah tas kecil yang ia bawa. Ia menghirup satu nafas yang dalam untuk meredakan rasa kesal dan geram pada lelaki yang ia cintai itu.Sebentar kemudian Olive menoleh ke kiri, menatap gedung-gedung, bangunan-bangunan kantor pemerintahan, dan aneka pusat perbelanjaan dari dalam bus berwarna abu-abu yang ia tumpangi bersama rekan-rekan sesama personel Ditlantas.Ini adalah bus milik Polda Sumteng, yang membawa beberapa puluh personelnya menuju lapangan tembak di dekat perbatasan kota Bandar Baru. Di depan bus yang melaju lancar ini, ada sebuah mobil Patwal—Patroli dan Pengawalan—yang membuka jalur, mengurai traffic
Bab 134:Sampai di SPN Dalam kawalan mobil Patwal, bus Polda Sumteng akhirnya sampai pada tujuannya, yaitu SPN—Sekolah Polisi Negara—yang terletak di perbatasan antara kota Bandar Baru dan kota Sepinang.Kawasan pendidikan untuk calon abdi negara ini sangat luas, hijau dan asri. Di beberapa bagian arealnya tampak bangunan-bangunan yang berdiri megah dengan arsitektur bergaya Melayu yang cantik. Fasilitasnya sendiri cukup lengkap, termasuk salah satunya adalah lapangan tembak. Beberapa kali Olive pernah datang ke SPN ini. Bukan karena urusan pendidikan, karena dulu ia menjalani pendidikan Polwannya di Jakarta sana. Tetapi untuk mengikuti kegiatan kepolisian di mana salah satunya adalah latihan menembak ini.Lapangan tembak itu sendiri, selain digunakan oleh pihak kepolisian untuk melatih para personelnya, juga kerap digunakan oleh anggota federasi olah raga menembak Indonesia. Atlet m
Bab 135:Bidik Tembak Dor! Ada yang menarik mata sang duta ini, dan itu membuatnya seketika hentikan langkah lantas menoleh. Ah, ia penasaran!Olive melangkahkan kakinya ke sisi kiri, menuju sebuah papan pengumuman. Di situ ada informasi tentang nilai hasil dari latihan menembak yang disebut Karin tadi. Mata Olive segera mencermati nama-nama yang tertera di daftar, berikut asal kesatuannya, juga tak luput nilai yang diperolehnya.Olive membaca, ada nama Bripka Rojali, yang berasal dari satuan Bhayangkara suatu Polsek yang mendapat nilai tinggi. Ada juga Brigpol Adiwinata, dari satuan Reskrim suatu Polsek yang nilainya lebih tinggi dari Bripka Rojali yang pertama tadi.Selanjutnya ada Briptu Narendrawati, seorang Polwan dari satuan Pamobvit—Pengamanan Objek Vital—yang nilainya berdekatan. Sesaat kemudian..,“Mbak Karin!” Desis Olive dengan bulu roma yang serentak meremang.
Bab 303: Selendang Cinta “Saya terima nikah dan kawinnya Karin Jazmina Zachrie binti..,” Kalimat Aje terputus lagi! Bintinya, binti siapa? Aje lupa! Siapa tadi nama ayah kandung Karin? Siapa tadi namanya, ini, lelaki di hadapanku yang menggenggam tanganku ini! Mengapa lidah Aje menjadi kelu begini? Tiba-tiba saja hatinya bergetar dahsyat. Ia merasa tengah berada di dalam sebuah dimensi yang tak terdefinisi. Seakan-akan ia berada di suatu kegelapan, di mana sekarang tengah dipampangkan di depan matanya, seluruh kolase hidupnya yang bersambungan bak deretan potret. Dia yang dulu menikah dengan Diana., Dia yang dulu menjalani hidup nan bahagia.., Diana yang kemudian mengandung.., Diana yang dimasukkan ke ruang operasi…, Diana yang tak sadar dan terus pergi.., Darah Aje mendesir begitu derasnya. Bulu romanya pun serentak meremang. Entah apa yang ia rasakan sekarang. Namun, tiba-tiba kegelapan yang menyungkupinya tadi menghilang. Digantikan suasana yang terang benderang, de
Bab 302: Riam Kanan Riam Kiri “Eeem, ini, Abang ada masalah, Kal.”“Masalah? Masalah apa, Bang?”“Jadi begini, besok malam, eee.., besok malam.., Abang mau.., ini, ckk, eee..,”“Mau apa?” Kejar Hekal.“Emmm, Abang mau melamar seseorang.”“Melamar?”“Iya.”“Siapa?”“Kamu pasti tahu orangnya.”“Mbak Karin?”“Iya.”“Tunggu, tunggu dulu, Bang.”“Kenapa?”“Aku bilang cie dulu ya.”“Silah..,” belum sampai ‘kan’, Hekal sudah,“Ciiieeeee..!”Nah, masalahnya adalah, Aje sudah tidak mempunyai orang tua lagi. Kerabat terdekat ayahnya yang dituakan justru tinggal di kota yang berbeda dan itu jauh.Aje bisa saja, dan ia berani melakukan itu, melamar Karin seorang diri. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan etika.Semestinya, untuk berbicara dengan orang tua Karin harus melalui perantara orang tua juga, dalam hal ini keluarga.“Abang sudah meminta tolong Pak Sali untuk menjadi perwakilan keluarga Abang. Tapi, dia tidak berani. Grogi, begitu katanya.”“Oh, begini saja, Bang. Aku ada ide.”“Ap
Bab 301:Bunda Untuk Tiara Aje mengendarai motornya dengan perasaan yang melambung. Seakan-akan ia baru saja menghirup gas helium, membuat dirinya dan juga motornya terasa amat ringan.Rasanya seperti mau terbang saja. Mungkin benar apa yang dikatakan pujangga lama dari antah berantah itu, bahwa bagi orang-orang yang sedang jatuh cinta, mereka tak butuh sayap!Seperti inikah dampak dari sesuatu yang dinamakan asmara itu?Apakah ini merupakan pengalaman yang paling baru bagi Aje?Tidak juga. Bersama almarhumah Diana dulu ia pernah merasakan gejolak yang seperti ini. Momen ketika dulu ia bertemu dengan almarhumah Diana pun kembali membayang di dalam benak Aje, seiring dengan perjalanannya bermotor kembali ke rumah.Di dalam bus metro, ya, di situlah ia dulu bertemu dengan Diana sewaktu masih tinggal di Jakarta. Cerita pun bergulir dari beberapa pertemuan hingga menjadi perkenalan.
Bab 300:Kamu Oke Aku Pun Oke “Ayim!”“Jazmin!”Tiba-tiba saja, bumi berhenti berputar, angin berhenti berhembus, bunga dan pepohonan tak bergerak, kupu-kupu diam mengambang.., semua yang ada di taman ini seakan terpasung pada waktu yang abadi.Pelan-pelan, Karin melirik ke arah Aje. Pelan-pelan juga Aje melirik ke arah Karin. Beberapa detik mereka berdua saling bersitatap, lalu serentak saling mengalihkan pandangan. Canggung, grogi, gugup, kikuk.Aje dan Karin telah tertangkap basah dengan kata-kata mereka sendiri, Saat ini Karin merasa bagai pencuri ayam yang terkurung di dalam kandang.Aje pun merasa bagai maling celana dalam yang dipergoki sang pemilik jemuran.“Naaah..!” Kata Olive menunjuk Hekal. “Sudah dengar Kakak kan? Gebetannya Mbak Karin itu cuma Ayim!”“Sudah dengar juga kamu kan?” Sahut Hekal pula. &ldq
Bab 299:Ayim & Jazmin Aje mengendarai motornya dengan kecepatan yang sedikit lebih dari biasanya. Ia tidak ingin Hekal terlalu lama menunggu, lalu membuat penerima paket pun ikut menunggu.Barang yang tidak biasa, dengan layanan yang tidak biasa pula. Butuh cepat, begitu kata Hekal tadi. Ongkosnya saja dua kali lipat dari yang semestinya.Sesekali Aje berhenti di lampu merah, atau di ruas jalan yang kebetulan sedang ada kemacetan. Ia barengi proses mengendara motornya itu dengan berpikir, tentang apa pun yang kebetulan melintas di dalam benaknya.Nah, tiba-tiba ia teringat lagi pada mimpinya beberapa waktu yang lalu. Tentang seorang wanita di bawah joglo yang ditunjukkan almarhumah Diana.Atau, bagaimana jika.., joglo dalam mimpinya itu memiliki pengertian yang tidak harfiah. Artinya bukan joglo dalam bentuk fisik, tapi joglo dalam bentuk yang.., heemm, Aje terus berpikir, terus melamun, se
Bab 298:Yang Bertengkar Sepanjang perjalanannya menuju alun-alun ini, benak Karin terus diganggu dengan banyaknya pertanyaan. Ia tak habis pikir, masalah apa yang sedang dihadapi Olive itu hingga ia meminta bantuan pada dirinya.“Mudah-mudahan, Olive nanti bisa kuat dan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Hekal,” harap Karin dalam hati.“Mudah-mudahan aku tidak perlu campur tangan.” Olive bilang di telepon tadi, dia bertengkar dengan Hekal suaminya itu. Pasal apakah? Apakah ini menyangkut fisik Olive yang tidak sempurna lagi dan Hekal yang kakinya juga cacat?“Sepertinya, tidak mungkin.” Bantah Karin pula.Sebab, dengan pandangannya sendiri ia bisa menilai ketulusan Hekal pada Olive dan begitu juga sebaliknya.Atau, ada rahasia lain?Misalnya, Olive frigid, dan Hekal impoxten hingga tak mampu menafkahi batin istrinya itu? Hemm,
Bab 296:Antara Tangisan dan Orderan Masih pukul sepuluh pagi, Karin ingin mengambil break dari pekerjaannya dengan keluar menuju kantin yang terletak di antara komplek perkantoran Ditreskrimum dan Ditlantas.Ia berharap segelas teh manis dengan campuran irisan lemon bisa menyegarkan pikirannya.Sejak kemarin ia diperintah oleh Kompol Corina untuk membaca-baca buku, artikel, atau jurnal yang membahas psikologi wanita.Ini terkait dengan sebuah kasus kekerasan dari sebuah Polres yang sekarang tengah mendapat supervisi dari komandannya itu.Karin membaca, membuat resume, dan menyunting semua hal yang perlu dari bacaannya itu, untuk selanjutnya nanti akan ia diskusikan bersama.Tak sampai dua menit kemudian Karin telah sampai di kantin dan segera memesan segelas teh lemon.Ia sengaja memilih duduk di meja yang paling pojok. Selain karena memang itu nalurinya sebagai petugas rese
Bab 296:Lumer “Aku tadi sudah ke Rowo Bening, Bang,” kata Hekal mulai buka percakapan.“Hem-hem? Ke tempat siapa?”“Tentu saja ke rumah Abang.”“Nah, Abang kan lagi mengojek.”“Itu dia yang aku lupa. Ya sudah, sekalian saja aku silaturrahmi ke rumah Kak Eda. Sekalian juga aku nengokin Tiara.”Aje tersenyum. Ia memindahkan jaket Ayo-Jek-nya dari meja ke kursi, supaya ia bisa melipat tangannya di meja itu. Cangkir kopinya ia geser juga sedikit.“Pantas saja aku pangling dengan Tiara ya, Bang.”“Kenapa?”“Tiara makin comel begitu, pipinya makin chubby, rambutnya pun makin panjang.”Aje tersenyum lagi.“Tiara rupanya sudah lupa dengan aku, Bang. Mau kugendong dia tak mau. Mau kucium apa lagi. Aku keluar dulu, beli es krim, barulah dia mau kugendong. Hahaha.
Bab 295:Duren Montong Sepanjang perjalanan pulang ini Aje sesekali tersenyum. Ia merasa geli ketika teringat keberhasilannya melakukan ‘prank’ kecil pada Karin di gazebo tadi.Begitu lucunya mungkin bagi sang Polwan itu. Sampai ia tertawa tergelak-gelak. Berhenti sebentar untuk bertanya jawab, lalu tertawa dan tergelak-gelak lagi.Karin bahkan sampai bangkit dari posisi duduknya dan mencubiti bahu Aje.Memori di gazebo belum lama tadi ia padan-padankan dengan memorinya yang dulu bersama almarhumah Diana.Prank pura-pura tertidur akibat terkena hipnotis sendiri, dulu juga pernah ia lakukan pada istrinya itu.Betapa senang dan gembiranya Diana ketika itu. Ia tertawa begitu lepas, dan menggeram-gerami dirinya dengan pukulan bantal guling.Aje lalu menangkap bantal guling, menarik tangan Diana pula, lalu segera menyambar bibir Diana yang merona itu dengan ciuma