Heru menaruh telunjuknya pada kening Sarah dan mendorongnya pelan, "Otaknya dipake sedikit, nona Sarah," ujar Heru.
"Kita bisa jalan-jalan ke Paris, kita sewa kamar lainnya, jadi kita berdua bisa sama sama enjoy!" celetuk Heru."Hei! Lo gak tau apa ini kartu? Semua pemakaian akan tercatat pada kartu ini. Bagaimana kalau bokap lo tau kalau kita pakai 2 kamar? Mau terbongkar rahasia kita?" tanya balik Sarah."Apa kau mau kita tetap dalam satu ranjang?" Heru memandang lekat Sarah dengan tajam kemudian mengerlingkan matanya sambil tersenyum."Apakah kau sekarang tertarik pada cewek gila ini, tuan Heru Hadiningrat?" tantang Sarah mendekati mukanya dengan muka Heru yang hanya terpisah beberapa centi.Heru terperanjat, Sarah bisa seberani itu. Dia pun mundur perlahan, "Aku tidak keberatan karena sekarang kau sah menjadi istriku," Heru kembali tersenyum.Sarah bangkit berdiri, "Seharusnya, aku menambahkan pasal sanksi jika kau berani menHaryadi menyalakan mobilnya dan menutup jendelanya. Diarahkan mobilnya menuju tempat rumah Helena. Dilihat dari jauh, rumahnya gelap tak berpenghuni, gerbangnya sudah digembok dan di rantai dari luar. Rumput-rumput sudah meninggi."Heh!! Gue lupa, ini rumah kan sudah dijaminkan, hahahaha, sekarang gue mesti pergi, kakak ipar, kakak ipar, dimana kau berada?" senandung Haryadi ditengah keheningan malam."Oh, gue ingat! Lo gue kirim ke neraka! Ups! Ke rumah sakit!! Ya, ke rumah sakit, rumah sakit ... Pelita ... Pelita Kasih! Ayo kita lihat, hahaha," ucapnya sambil melajukan kembali mobilnya.Baru saja berjalan beberapa meter, matanya begitu berat karena hari sudah mau subuh, ditambah dengan alkohol membuat pandangannya tidak fokus."Jalannya ada dua, pilih yang mana yah?" tiba-tiba saja suara klakson dan cahaya dari depan mengarah kepada Haryadi. Haryadi kaget dan membanting setir ke arah kiri."Woiii!!! Nyetir yang benar!!" teriak seseorang
"Hah! Dasar Heru! Ranjang saja jadi rebutan," omel Sarah ketika tiba di rumah sakit sambil memarkirkan mobilnya.Sebelum pergi, Heru mengancam untuk tidur diatas ranjangnya, ada atau tidak ada Sarah. Jadi, Sarah pun mengalah, hanya untuk sementara, sampai saat yang tepat, Heru kembali tidur di sofa, atau Heru yang harus membelikan kasur untuknya.Sarah masuk menuju ke lobby rumah sakit, menuju kamar bundanya, sebelum masuk, Sarah menyapa para suster yang bertugas di pos jaga, "Halo suster, bagaimana dengan bunda saya?" tanya Sarah."Keadaan sudah makin baik, kita masih dalam tahap observasi. Jika seminggu ini tetap baik, maka Bu Helena bisa dibawa pulang ke rumah," kata salah satu suster jaga.Dengan senyum bahagia, Sarah pun mengucapkan terima kasih dan pamit ke kamar bundanya.Sarah membuka pelan-pelan pintu kamar dan melihat bundanya sedang duduk diatas ranjang dengan muka menghadap keluar jendela, "Apa bunda ingin jalan-jalan keluar?
"Saya ini, montir dari bengkel. Siang tadi, saya ditelepon Sarah, katanya mobilnya mogok, tapi saya baru bisa datang sore ini. Apa betul ini rumahnya Sarah?" tanya Haryadi sambil melirik ke bagian dalam halaman rumah yang besar itu."Bapak ini tidak sopan yah? Hanya manggil Sarah, Sarah, emangnya Sarah itu anak bapak?" tanya Daman yang tidak suka dengan tingkah laku Haryadi."Ya maaf, saya tidak tahu, kalau saya harus panggil Sarah dengan sebutan apa?" tanya Haryadi."Kamu kan montir? Harusnya bisa manggil mbak, atau ibu, lagian mobilnya neng Sarah gak ada masalah, dia juga gak titip pesan sama saya buat nungguin montir. Dah sana, Bapak pulang sana! Kalau memang Bapak montir, harusnya bawa bawa alat-alat bengkel!" jelas Daman.Haryadi tidak bisa berbuat apa-apa karena jawaban Daman telak buat dirinya, "Berarti benar kalau ini adalah rumah Bu Sarah?""Ini rumah suaminya! Dah sana pergi!" usir Daman kemudian menutup pintu gerbangnya.Haryadi tersenyum, "Keponakanku tersayang ... om Harya
Sarah menaruh bantal dan selimutnya di atas sofa dan duduk, "Hoaaam," sudah beberapa kali Sarah menguap menahan kantuk. Badannya sudah lelah ingin segera tidur, diambil ponselnya yang dari tadi bergetar."Ish, siapa sih malam-malam begini telepon?" ucap Sarah ketika melihat nomor tak dikenal pada layar ponselnya."Halo?" sapa Sarah. Heru yang asyik maen game pun memperhatikan Sarah, dan mulai curiga dengan siapa Sarah telepon malam-malam."Halo mbak, Saya suster Ningsih dari Rumah sakit Pelita Kasih, apa bisa mbak datang? Tampaknya Bu Helena koma," ucap suster Ningsih."Apa sus? Koma? Sa ... saya segera kesana," jawab Sarah menutup ponselnya."Kenapa?" tanya Heru ketika melihat Sarah mulai panik dan matanya berkaca-kaca."Bunda ..., katanya koma," sahut Sarah sambil masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian."Lalu?" tanya Heru kembali."Gue mau ke rumah sakit," diambil tasnya, kunci mobil, kini Sarah sud
"Sepertinya, obatnya mulai bereaksi. Tadi saya beri obat dan ada kandungan obat tidur supaya ibu bisa beristirahat," ucap suster Ningsih."Terima kasih suster.""Baik. Saya kembali ke ruangan saya," pamit suster Ningsih. Heru dan Sarah pun mengangguk."Nyokap Lo aneh, Lo dah gede aja minta gue yang jagain.""Stt! Berisik, Lo pulang aja. Nyokap gue juga dah tidur. Gue tidur disini!" usir Sarah."Gak jadi pulang? Gue kan dah bilang sama nyokap Lo buat anterin Lo balik," sanggah Heru."Gue pengen sama nyokap. Lo pulang aja! Berani kan pulang sendiri?" ejek Sarah sambil mendorong Heru keluar kamar untuk segera pulang."Iya, iya, gue pulang." Ditutupnya pintu kamar dan Heru pun melangkah menuju tempat parkir sendirian."Sialan, Sarah gak mau pulang, gak ada tempat buat gue isengin lagi," celetuk Heru sambil menendang batu yang ada dijalan menuju tempat motor di parkir.Heru kembali pulang sendirian dengan mo
"Bunda? Kenapa bunda bisa memikirkan Sarah menjual diri untuk kesembuhan bunda? Apakah bunda tidak mengenal anakmu ini?" tanya Sarah dengan dengan hati sedih.Ucapan Sarah membuat hati Helena melunak, dipandanginya Sarah dan memandangnya dengan lekat."Jika begitu, jangan ada yang ditutupi dari bunda. Ceritakanlah!" perintah Helena.Ini adalah pertanyaan yang Sarah takuti selama ini, jika bundanya mempertanyakan keuangannya."Baiklah, Sarah akan bercerita, tapi, bunda janji untuk tidak marah kepada Sarah," mohon Sarah sambil memegang erat tangan Helena dan menciumnya."Bunda ingat, teman semalam yang mengantar Sarah?" tanya Sarah dan Helena mengangguk."Sarah meminjam uang darinya--""Apakah kau menjual diri?" sela Helena. Sarah menggeleng kepalanya, "Bunda harus percaya kepada Sarah." Helena menarik nafas dalam-dalam menghembuskan nafasnya. Ada perasaan lega jika Sarah bisa menjaga kehormatan dirinya."Lanjutka
"Rese Lo! Gue males sebenarnya kuliah. Tapi, kalau gue gak selesai juga, si Nenek lampir yang akan kuasai perusahaan bokap gue," jawab Heru kesal."Ya Lo beresin kuliah Lo!""Lo bantu yah? setidaknya gue udah bayar 5 Milyar, setidak-tidaknya duit gue ada gunanya," jawab Heru menyeringai.Sarah pun berpikir, kalau Heru bisa selesai lebih cepat kuliahnya, berarti dia bisa mengelola perusahaan lebih cepat. Selama ini pengelolaan masih dipegang penuh oleh Sugandi, Heru hanya melakukan tugas dari Sugandi tanpa berhak untuk memutuskan apapun."Baiklah, selama gue nunggu wisuda, gue bantu skripsi Lo."Heru tersenyum penuh dengan kemenangan, dia mengambil laptop dan menyerahkannya kepada Sarah, "Sebenarnya gue ambil permasalahan dari perusahaan gue sendiri, Lo bisa lihat, dan beri masukan.""Oke, gue bakal bantu, gue mandi dulu." Sarah meletakkan laptop Heru di atas ranjang, dan dia pun segera masuk ke dalam kamar mandi agar badannya leb
Haryadi tiba disaat sebuah mobil sedan hitam keluar dari pintu gerbang. Seorang perempuan, menutup pintu gerbang itu.Haryadi turun dari motor dan mengembalikan helm kepada driver-nya, "Ini, ambil kembaliannya." Haryadi menyerahkan helm dan uang kepada driver.Driver ojek pun senang dengan kelebihan yang diberikan oleh Haryadi, "Terima kasih, pak," ucapnya."Dah sana! Jauh-jauh." Haryadi tidak menghiraukan ojeknya dia mendekati pintu gerbang, dan mengintip apakah perempuan tadi masih ada di dekat pintu gerbang, atau sudah masuk.Matanya melihat ke dalam, tidak ada perempuan tadi dan pintu gerbangnya pun tidak dikunci. Haryadi menggesernya sedikit asal tidak terlalu berisik dan badannya masuk ke dalam, "Untung badanku kurus, jadi cukup," ucapnya terkekeh."Sarah, dimana keponakanku yang cantik itu ya?" Mata Haryadi memperhatikan setiap tempat yang dia injak.Walau hari masih siang, Haryadi jalan mengendap-endap agar tidak ada oran
"Apa?" tanya Sarah sambil terisak."Tante Bella sudah tidak ada." Heru menelepon resepsionis untuk meminta didatangkan seorang dokter.Sarah menelepon Helena untuk memberitahukan kalau dirinya sudah bertemu dengan Bella."Sarah, disini jam 3 pagi, ada apa telepon Bunda? Apa ada masalah? Kau sedang menangis?" tanya Helena yang baru bangun dari tidurnya."Bun, aku menemukan tante Bella!" isak Sarah."Bella? Kamu gak bercanda kan sayang? Ini jam 3 pagi loh!""Disini jam 10 malam Bun. Aku tidak bercanda.""Oke! Ceritakan pada Bunda, apa yang terjadi disana." Helena mendengarkan Sarah dengan lebih serius.Sarah menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Bella, dan bagaimana Bella bisa berada di Paris, dan bagaimana Bella mengalami penyakit dan bagaimana Bella meninggal dunia."Kasihan Bella, dia sudah jahat, tapi biar bagaimanapun juga, Bella adalah adik iparku. Dia sudah menuai apa yang sudah dia tabur. Jadi apa yang akan kau lakukan?""Pesan terakhirnya tante Bella ingin kembali ke Indones
"Apa yang Tante inginkan?" tanya Heru."Sebelum aku pulang, aku ingin keadaanku bersih. Aku tidak meminta uangmu. Aku sudah tidak berarti lagi. Setidaknya aku menghargai diriku untuk yang terakhir kalinya," ucap Bella menundukkan kepala, namun Heru tak mengerti maksud Bella."Baiklah Tante, Sarah mengerti maksud Tante. Kita akan ke hotel bersama." Sarah menggandeng lengan Bella untuk bangkit dari kursi."Apa maksudmu. Sarah?" tanya Heru."Aku akan mendandani Tante Bella sebelum pulang ke Indonesia," ucapnya dengan tersenyum.Bella berjalan dengan tertatih-tatih didampingi oleh Sarah, dan Heru mengikutinya dari belakang.Bella terpukau ketika dia tiba di hotel bintang lima yang sangat mewah. Dia hanya bisa melihatnya dari jauh tidak pernah terpikirkan olehnya untuk dapat masuk ke hotel mewah tersebut. Entah apa yang membuatnya ke menara Eiffel ini. Josh tinggal jauh dari Paris. Dia hanya tinggal dipinggir kota dengan bank kecil sebagai tempat pekerjaannya. Berulang kali dia meminta Josh
"Tante Bella?" Heru melihat ke arah Sarah yang sedang melihat kepada seorang gelandangan. Gelandangan itu sedang membuka-buka tong sampah yang berlokasi tidak jauh dari tempatnya duduk.Heru bangkit dari duduknya, kemudian menarik tangan Sarah, "Kita pastikan, dia tante Bella atau bukan!" ucapnya berjalan ke arah orang tersebut.Gelandangan itu memakai baju hangat tebal berwarna hitam hingga sampai ke lutut, sepatu boot dan tas selempang dari kantong kresek berwarna merah, membungkuk ke arah tong sampah.Ditepuk-tepuk pundak gelandangan itu oleh Heru, dan gelandangan itu melihat kepada siapa yang menepuk pundaknya, betapa kaget Heru, dan gelandangan itu, karena memang benar apa yang dilihat Sarah adalah Bella.Bella kaget melihat Heru di depannya. Seketika itu pula, dia melarikan diri. Namun Heru dengan sigap menarik tangan Bella."Lepaskan!!! Lepaskan aku, Heru!!!" teriak Bella."Tante!! Tante tenang dulu!" Semua orang yang lalu lalang berhenti untuk melihat apa yang sedang terjadi. N
"Ya, saya bersedia!" jawab Heru sambil memandang Sarah yang berdiri dihadapannya."Sarah, apakah kau menerima Heru sebagai suamimu, dalam keadaan suka maupun duka? Dalam untung dan malang? Dalam sehat maupun sakit?" tanya seorang Pastor."Ya, saya bersedia!" jawab Sarah memandang Heru yang sedang tersenyum padanya."Heru dan Sarah, mulai saat ini, kalian sah menjadi pasangan suami istri. Heru, silahkan mencium istrimu," ujar Pastor mempersilahkan kedua pengantin untuk berciuman.Heru memandang lekat pada Sarah kemudian dicium bibir Sarah dengan lembutnya. Para bridesmaid-nya membuka confetti sehingga terdengar suara meriah disertai dengan kertas warna warni menghujani pengantin baru.Semua tamu undangan bertepuk tangan untuk Heru dan Sarah yang sudah sah menikah baik secara agama maupun secara negara.Acara pemberkatan dilanjutkan dengan acara resepsi. Para tamu undangan dipersilahkan untuk duduk dan menikmati makanan-makanan dan minuman yang lezat yang hilir mudik berdatangan. Pada ba
***"Papi, Kalina sudah tidak tahan disini," ucap Kalina pada sambungan telepon di ruang sipir penjara."Sayang, akan papi kirim seseorang pengacara, agar kamu bisa dikeluarkan dengan jaminan, oke? Apa si Heru itu tidak mau bertanggung jawab sudah menghamilimu tapi juga melaporkanmu ke penjara? Bangs*t benar si Heru!" tanya Teddy dengan rasa marahnya mendengar dari jauh putrinya dipenjara oleh suaminya sendiri."Hm, bukan Heru yang hamilin Kalina, pih ....""Apa!! Kau! Bagaimana bisa kau menikah dengan Heru tapi hamil dengan orang lain?!" gertak Teddy yang kesal dengan kelakuan putrinya."Kalina pikir, dengan cara seperti ini, bisa membuat Heru cepat menikahi Kalina," bela Kalina."Memang! Heru cepat untuk menikah denganmu, tapi pada akhirnya apa? Dia yang membatalkan pernikahannya dan melaporkan kamu ke penjara!""Maaf, papi!""Huft! Sudah tenang! Jika masalah sudah selesai, kau kemari saja! Tak usah lagi pikirin Heru! Papi butuh kamu di Hongkong! Mulai hidup baru dengan papi!"Kalina
"Dimanakah ibu Bella, sekarang?" tanya Hotman Ferris kembali."Terakhir, ketika kami kehilangan Sarah dan ibunya, pada waktu kami sedang mengikutinya, ibu Bella memberi kami sejumlah uang untuk menyuruh kami untuk mengecek di area pelabuhan, terminal, stasiun di pulau Jawa, jadi kami pulang ke Jawa.""Lalu, siapakah Ningrum itu?""Bos Kalina yang mengganti nama Bella menjadi Ningrum agar tidak mudah dilacak," jawab Hercules dengan keadaan tertunduk."Berarti dalang untuk melakukan pembunuhan adalah Kalina atau Bella?" tanya Hotman Ferris."Bukan aku pelakunya!! Tante Bella yang melakukannya!!" teriak Kalina.Tok! Tok! Tok!! "Sekali lagi mohon tersangka tidak berbicara sebelum gilirannya! Jika sekali lagi tersangka mengganggu jalannya persidangan, maka saya perintahkan tersangka untuk kembali ke ruang selnya," ancam Hakim."Mereka adalah yang menyuruh kami untuk mencelakai Sarah dengan ibunya," ringis Hercules.
"Ogah! Gue gak mau bekas orang. Lo aja kasih orang, apalagi gue, hahaha!" jawab Setiawan."Hahaha, setiap kejahatan, pasti ada hukumannya. Thanks bro, buat hasilnya," ucap Heru."Okey, gue balik ke klinik dulu, thanks buat ngopinya," pamit Setiawan meninggalkan Heru.Dengan tersenyum, Heru pun kembali ke kantornya.***"Kalina Sugiharta?" tanya polisi dengan pakaian lengkap datang ke rumah Heru."I, iya, saya, ada apa yah pak?" tanya Kalina dengan cemas melihat beberapa orang polisi dengan berpakaian lengkap membawa surat tugas penahanan."Kami membawa surat tugas untuk menahan ibu Kalina Sugiharta untuk dimintai keterangan perihal dugaan rencana pembunuhan atas Sarah Tjokroaminoto dan ibunya, Helena.""A, apa? Tapi saya tidak melakukan apa-apa!" jawab Kalina dengan panik, emosi dan tidak terima."Anda bisa menjawabnya di kantor polisi. Sebaiknya, sekarang anda bersiap untuk kami bawa ke kantor polisi," perintah polisi."Tidak! Saya tidak mau pergi!! Saya tidak melakukan apapun! Pergi!
"Tamu? Gak kok, aku sendirian aja disini. Bagaimana meetingnya?" Tanya Kalina mengalihkan pembicaraan."Cukup bagus. Mungkin dalam waktu dekat, proyek akan segera berjalan. Tunggu beberapa kali pertemuan. Mungkin bulan depan. Sekarang aku mau mencari tenaga profesional untuk menangani perusahaan baru itu," ucap Heru melangkah ke kamar mandi."Fiuh! Untung Mike cepat pulang, gue pikir Heru gak bakalan pulang hari ini," gumamnya sambil mengoleskan krim malam ke wajahnya. Dipakainya lingeri untuk merayu Heru dan ditutupnya dengan bathrobe. Tidak lupa rambutnya dikeringkan dengan hair dryer dan disemprotkan minyak wangi untuk memikat Heru.Tak lama Heru pun selesai mandi dan bersiap untuk ke ruang kerjanya, "Loh, Sayang, mau kemana?" Kalina tampak kecewa Heru tidak mengindahkan dirinya."Aku mau ke ruang kerja dahulu. Ada beberapa laporan yang harus aku cek," ucap Heru keluar dari kamar menuju ruang kerja.Dinyalakan lampu dan dibuka laptopny
***"Bagaimana dok, sudah bisa pulang?" tanya Heru."Lukanya sudah mengering, bisa pulang hari ini," jawab dokter selesai memeriksa Sarah. Helena tersenyum senang sudah seminggu lebih dia berada di rumah sakit, akhirnya Sarah boleh keluar."Aku akan memesan tiket pesawat untuk kita bertiga," ucap Heru dengan senang. Sarah mengemasi barang-barang dibantu oleh Helena. Setelah menyelesaikan segala hal administrasi rumah sakit, Heru, Sarah dan Helena naik taksi menuju bandara. Sebagian barang dikirim melalui jasa kurir, sedangkan Sarah dan Helena hanya membawa apa yang diperlukan pada saat naik pesawat.Helena duduk di dekat jendela, Sarah ditengah dan Heru disampingnya. Digenggamnya tangan Sarah dan diletakkan pada dadanya. Sarah merasa risi, tapi tidak dihiraukannya, bahkan Heru mencium jari jemari tangan Sarah."Bisakah kau hentikan itu?" tanya Sarah berbisik, karena dia tidak ingin bundanya mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Heru.