Suara tangisan itu terdengar sangat pilu. Helsa memberanikan dirinya untuk menceritakan kembali kejadian yang membuat dia harus meninggalkan mantan kekasih itu. Sebenarnya ketika Adryan amnesia kemarin, dia sempat menceritakan itu. Tapi Adryan sama sekali tidak mengingat itu, makanya Helsa menceritakan lagi."Dia bilang mau sama Helsa, tapi dia nggak pernah percaya sama Helsa," jerit wanita itu dalam pelukan suaminya."Dia jahat sama Helsa, mas."Adryan mengangguk setuju. Jika saja dia tahu permasalahannya, malam itu dia akan memukul Akmal habis-habisan. Wanita itu terlalu baik untuk Akmal."Sa, kamu lihat mata mas," titah Adryan. Helsa menuruti permintaan Adryan, ditatapnya netra hitam yang selalu memandangnya dengan kasih sayang, netra hitam yang selalu memancarkan ketulusan untuknya."Kamu itu hebat. Nggak ada perempuan sesabar kamu. Mulai hari ini jangan ingat hal yang buat kamu sakit, termasuk bunda." Adryan kembali mendekapnya. Jujur saja, hatinya seperti ditusuk ribuan jarum ke
"Finally, dia menampakkan kelaminnya. Dokter Adryan mau punya jagoan." Dokter wanita dengan name tag Sofia begitu telaten menggerakan alat USG pada perut buncit Helsa. Suasana ruangan serba putih yang tadinya hening seketika terasa haru saat dokter paru baya itu memberitahu jenis kelamin janin yang ada pada rahim Helsa. Hari ini Adryan menemani istrinya mengecek kandungan di rumah sakit Mawar Medika, tempat dia mengabdi. Jadi ingat tempat pertama kali mereka bertemu. Adryan merasa bangga ketika dokter Sofia menyebut jagoannya, begini rasanya mau punya anak, ya meskipun begitulah. Adryan mengusap air mata yang mengalir di sudut mata istrinya. Genggamannya pada tangan kecil tidak lepas sejak tadi, Adryan terus berada disamping Helsa. "Serius itu cowok, dok?" Adryan memastikan. "Iya. Papanya aja ganteng, gimana anaknya nanti." Adryan mengalihkan pandangannya pada Helsa yang juga sedang menatapnya, perkataan dokter Sofia sangat menyakitkan bagi istrinya. Lihat bagaimana Helsa menggi
Dunianya terasa kosong, hal indah yang baru saja dilewati bersama layaknya pemanis buatan. Pria yang selalu menemaninya, yang selalu mengatakan cinta kepadanya pergi tanpa kabar. Sudah lima hari Adryan meninggalkan rumah tanpa pesan untuk Helsa, membuat wanita yang sedang hamil muda itu uring-uringan di rumah. Kata Marcel, rekan kerjanya yang juga berprofesi dokter, Adryan membuat surat cuti selama tujuh hari. Gila memang, ia meliburkan diri tanpa istrinya. Bagaimana jika Helsa kenapa-kenapa di rumah? Ponselnya mati beberapa hari ini. Helsa bingung harus seperti apa sekarang, begitu pun dengan Jefry yang sedang mencari keberadaan pria itu. Di apartemen miliknya pun kosong, Adryan benar-benar menghilangkan jejaknya. Apa mungkin ia mau pergi dari kehidupan Helsa? Tapi, itu tidak mungkin. Helsa selalu membuang prasangka buruk pada suaminya, Helsa tahu Adryan sangat mencintainya. Lagi dan lagi, wanita itu menangis. Seperti sekarang, dalam dekapan mamanya,
Lima hari sebelumnya .... Derap langkah sepatu pantofel begitu menggema di sepanjang koridor rumah sakit. Perasaan cemas dan gelisa terus menghantuinya, peluh keringat membasahi wajahnya. Dokter Adryan yang seharusnya sudah beristirahat di rumahnya, harus kembali ke Mawar Medika. Dokter Marcell menghubunginya sekitar tiga puluh menit yang lalu saat ia baru saja pulang bersama sang istri. Keadaan Denta memburuk, gadis kecil itu dilarikan ke rumah sakit lagi. Sesampainya di ruang ICU, jeritan tangis menyambutnya masuk ke dalam sana. Semua alat bantu pernapasannya sudah dilepas, wajah gadis kecil itu sudah pucat dan kaku, tangannya sangat dingin. Adryan mengambil Defibrillator, lalu memasang kembali pada beberapa bagian tubuh gadis kecil itu. Tidak lupa ia memasang kembali oksigen, dan mulai menjalankan alat tersebut untuk mengembalikkan detak jantung Denta. "Dokter Adryan, Denta sudah tidak bersama kita," ucap salah satu perawat disana. "AdAdAdryan, cukup! Denta sudah pergi, biarka
Akmal bersandar pada kepala ranjang, memeluk erat pacarnya. Tak henti mencium puncak kepala gadis yang selalu ia rindukan, yang selalu ia tunggu kehadirannya. Helsa kembali, gadis itu tidak benar-benar pergi. Helsa menepati janji untuk bersamanya selalu. "Jangan pergi lagi," titah Akmal, ada kerinduan dari sorot matanya. "I miss you," ucap Helsa, tangannya membalas pelukan pacarnya lebih erat. "Sa, anak kita," sebutnya sembari menyentuh perut pacarnya yang buncit. Akmal terlonjak saat mendapat satu tendangan dari janinnya, setitik air mata meluruh, ia terharu. "Kata dokter, jenis kelaminnya cowok," ujar Helsa, mengusap air mata pada pipi laki-laki itu. "Dia bisa jagain aku," tambah Helsa. "Aku juga bisa jaga kamu," tanda Akmal tidak mau kalah. Masa anaknya saja yang bisa menjaga Helsa. "Iya, kamu juga." Keduanya larut dalam perbincangan hangat. Akmal menceritakan keadaan nya semasa ditinggal Helsa. Begitu juga Helsa, banyak hal yang ia ceritakan setelah perpisaha
Denting jam dinding berbunyi seiring dengan isak tangis wanita di sampingnya. Adryan mengerjap matanya berulang kali, menoleh ke sang istri yang tertidur. Helsa mungkin tertidur, namun tidurnya sembari menangis. Semenjak mereka menikah, kejadian seperti ini sudah berulang kali Adryan lihat. Alam bawa sadarnya kembali menjerit. Bahkan wanita itu menangis hingga sesegukan, terkadang Helsa akan bergumam menyebut papanya seraya menangis. Lebih parahnya, nama Akmal pernah ia gumamkan. Tapi itu saat sebelum mereka nikah. Adryan menjadi saksi bagaimana hancurnya seorang Helsa yang dikhianati pacarnya. Helsa mungkin tidak pernah menyadari hal tersebut, maka dari itu Adryan tidak pernah membicarakan hal ini Ia membawa Helsa tidur dalam pelukannya, mengusap punggung wanita itu, membisikkan kata-kata penenang. Hingga wanita itu tertidur tanpa menangis. Adryan tahu kebahagiaan yang diberikannya belum bisa menyembukan luka masa lalu istri kecilnya itu. "Jangan nangis, Helsa. Mas disini buat k
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Ranaya baru saja masuk ke rumah. Di dalam sana, gadis itu disambut oleh Mamanya dan Akmal. Laki-laki itu sudah di rumahnya sejak satu jam lalu. Ada urusan apa dia kemari? "Kamu pulangnya kurang malam, Ranaya," tegur Mamanya, "Akmal nungguin kamu dari tadi." "Macet, Ma," selah Ranaya. "Akmal, tante ke belakang ya," pamit wanita itu. "Baik tante," jawabnya dengan sopan. Ranaya meletakkan beberapa paperbag diatas sofa, duduk disana dan memandang penuh curiga pada laki-laki itu. "Ada keperluan apa lo ke rumah?" tanya Ranaya langsung ke intinya. "Lo habis dari mana?" Akmal balik bertanya. "Belanja, makan, nonton. Kenapa emang?" "Sama Helsa?" tebak Akmal. Ranaya tidak begitu terkejut saat Akmal menyebut nama sahabatnya, tampak biasa saja. Malahan gadis itu menyerngit. "Lawak lo? Gue aja nggak tahu Helsa dimana," seru Ranaya. "Ray, udah nggak ada yang perlu lo tutupi. Helsa masih di Jakarta, kan?" Ranaya mendengus pelan, "iya, tadi gue
Good morning, Sunshine. Mas berangkat lebih pagi ya, sayang. Jangan lupa sarapannya dimakan. Kalau udah mau berangkat chat Mas. Ingat, pulangnya nggak boleh malam. Nggak boleh capek, nggak boleh makan makanan atau minuman cepat saji. Secarik stick notes berwarna orange tergeletak diatas nakas, bukan hanya itu, ada sarapan juga disana. Roti gandum dan susu sudah tersedih untuknya, oh satu lagi jangan lupa bahwa Adryan juga meninggalkan black card untuknya. Padahal Helsa selalu mengatakan bahwa uang bulanan sudah sangat cukup untuknya, apalagi Renata juga masih memberikan uang bulanan untuknya. Dan jangan lupakan uang mahar miliknya yang belum ia pakai sama sekali. Kepada Renata, Helsa sering mengatakan tidak enak hati karena mamanya itu masih memberi uang bulanan untuknya. Karena bagi Helsa, dia sudah menjadi tanggung jawab suaminya. Begitu pun Adryan, pria itu selalu mengatakan kepada Renata untuk tidak memanjakan Helsa seperti itu. Wanita itu sudah menjadi tanggung jawabnya. B