"Cepat, lepaskan aku!" Teriak Bona sambil coba melepaskan diri.Sayangnya, tali yang mengikat tubuhnya terlalu kuat dan ia hanya bisa terus meronta. Namun, tidak peduli sekuat apapun Bona coba melepaskan ikatan di tubuhnya, semuanya tetap sia-sia.Bona tidak memiliki pilihan selain memohon pada pria asing di dekatnya itu agar mau melepaskan ikatannya.Namun, semua teriakan Bona seakan dianggap angin lalu. Pria asing yang mengenakan pakaian 'aneh' serta caping yang menutup kepalanya tersebut tidak bergeming sedikitpun. Dia hanya diam sambil duduk bersela seperti orang sedang bersemedi."Sial! Sebenarnya darimana si Bram mendapatkan orang-orang aneh ini?" Gerutu Bona kesal dengan kelakuan saudaranya itu.Untungnya Bram tidak berniat jahat padanya dan hanya mengikat Bona di sana untuk menahannya."P-pak, tolong lepaskan aku! Aku mohon! Aku harus menghentikan kecerobohan Bram. Anak bodoh itu tidak tahu apa yang sedang dilakukannya." Ucap Bona terus bicara.Pria asing itu masih saja diam.
"Bagaimana perkembangan tuan muda? Apa ia berhasil membangkitkan kekuatan Zhansen nya?" Tanya Lana, kepala pelayan klan Sanjaya dengan penasaran.Di depan Lana ada seorang wanita berpenampilan serba hitam. Dia adalah wanita misterius yang bertemu dengan Awan sebelumnya. Bedanya, di depan Lana, ia tidak mengenakan penutup wajah yang memperlihatkan wajah putih dan cantih seorang wanita dewasa. Hanya saja, eskpresinya yang terkesan datar memberi kesan dingin pada siapapun yang melihatnya.Melihat kecantikannya, tidak ada yang menyangka jika wanita secantik ini merupakan seorang assassin tingkat tinggi. Selain itu, ia juga memiliki identitas lain sebagai pengawal pribadi kepala klan Sanjaya saat ini. Wanita itu bernama Chiya Sanjaya.Nama Sanjaya di belakang namanya adalah pemberian dari kepala klan Sanjaya dan sebagai pengingat betapa penting posisi Chiya bagi kepala klan.Chiya melaporkan semua yang ia lihat dan hasil analisanya setelah pertemuannya dengan Awan."Tidak. kak Lana. Tuan
"Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan?" Hardik Nadya marah saat melihat belasan pria kekar melempar keluar barang-barang dalam rumah dan juga pakaiannya keluar.Tidak hanya ada barang-barang pribadinya, di sana juga ada tumpukan pakaian keluarganya.Siapa orang-orang ini?Nadya coba menghentikan mereka tapi ia segera ditahan oleh beberapa pria berbadan besar dan bahkan mendorong Nadya dengan kasar.Sementara itu, Alina terus berteriak dan mengucapkan sumpah serapah."Ini pasti perbuatan Dimas. Mereka bahkan tidak menyisakan rumah untuk kita dan membiarkan keluarga menjadi gelandangan.""Mas, lihatlah! Keluargamu ingin membunuh kita. Keluarga Winata bahkan belum mencari kita, tapi kita sudah mati duluan karena kelaparan.""Keluarga Wongso apaan! Mereka tidak ubahnya seperti kelompok pengecut. Tidak ada keluarga yang mendorong keluarganya sendiri ke dalam jurang. Tapi, keluarga Wongso justru melakukannya.""Alina, berhentilah!" Teriak Arya dengan wajah muram.Kekecewaan Arya pada kelu
"Ka-kalian semua ada di sini?""Semprul, Awan.. kenapa lu juga ikutan ada di sini?""Bajingan, apa kita semua sudah mati?""Plak!"Theo, Dirga dan yang lainnya baru saja terbangun dari pingsan mereka dan dibuat terkejut saat melihat semua rekan mereka ada di dalam satu ruangan yang sama. Mereka tidak kalah terkejut saat melihat Awan juga ada di sana bersama mereka. Terutama Joe, dia yang biasa bersikap paling 'blak-blakan' di antara yang lainnya langsung mengumpat kesal dan marah."Bajingan si Bram! Bangsat! Bisa-bisanya dia membawa monster-monster itu untuk menjebak kita semua.""Awan, maafkan kami! Seharusnya kami segera memberi tahu lu, kalau pertemuan itu adalah jebakan. Ini semua ulahnya si Bram pengecut itu. Dia yang punya dendam, sayangnya dia gak punya kemampuan. Makanya dia menyewa master-master itu untuk menjebak kita semua." Ucap Joe dengan tatapan bersalah ke arah Awan."Plak!""Lu apaan sih, badak? Kenapa lu mukul kepala gue, taik lah!"Ekspresi memelas Joe yang semula t
"Sudah datang?""Hmn, menarik!"Seorang pria berusia empat puluhan awal dan seorang pemuda berbadan tinggi dan besar berdiri di lantai atas rumah sedang menatap ke arah Awan dengan tatapan penuh minat.Sudut bibir pria yang lebih tua mengukir sebuah senyum tipis dan tatapannya penuh dengan selidik, seakan-akan Awan adalah benda asing misterius yang membuatnya ingin menggali dan mencari tahu lebih banyak tentang pemuda di depannya itu.Lalu, saat Awan berjalan dan berdiri tepat beberapa langkah di depannya, pria yang terlihat lebih dewasa tersebut langsung melepas auranya yang membuat hawa disekitarnya langsung turun ke titik beku dan sekaligus memberikan tekanan yang sangat kuat bagi siapapun yang berada di dekatnya.Satu, dua, tiga dan hingga sepuluh detik berlalu namun hasil yang ia harapkan tidak kunjung terjadi dan membuatnya dengan terpaksa menarik kembali auranya."Swing!"Kening dua orang beda generasi tersebut berkerut tajam dan sekaligus menatap ke arah Awan dengan lebih pena
Pesan Nadya masuk saat Awan selesai bertemu dengan Ilham dan Pandu.Awan sudah menebak apa pilihan keluarga Wongso ketika ia bertemu dengan mereka sebelumnya. Jadi, ia tidak akan heran kalau keluarga Nadya akan diusir dari keluarga Wongso demi menyelamatkan diri. Namun, pilihan Nadya dan keluarganya yang memutuskan untuk pergi ke pulau Kalmata menemui keluarga ibunya Nadya untuk meminta perlindungan pada mereka, sama sekali di luar perkiraannya.Meski begitu, Awan tidak bisa berbuat apa-apa. Karena Nadya dan keluarganya sudah memutuskan untuk mengikuti saran Alina, maka Awan mau tidak mau terpaksa mengikuti rencana mereka. Setelah membalas pesan singkat Nadya dan mengatakan kalau ia akan segera menyusul mereka, Awan pun masuk ke dalam ruang tamu.Di sana, tampak Theo dan yang lainnya sepertinya sudah selesai membahas nama 'kelompok' mereka. Tampak wajah cerah dan penuh keyakinan di wajah mereka semua."Jadi?" Tanya Awan mengerutkan keningnya."Yah, kami semua sudah sepakat menamai k
"Aku lupa, besok adalah hari ulang tahun ibu. Jika kita ingin meminta bantuan keluarga Dehen, paling tidak kita harus mengambil hati ibu terlebih dahulu.""Hmn, Ibu suka dengan barang antik dan batu giok. Nadya, bagaimana kalau kita membeli hadiah terlebih dahulu sebelum kita pergi ke rumah utama?" Tanya Alina sesaat sebelum pesawat mereka akan mendarat.Nadya tentu saja mengerti maksud ibunya. Hanya saja, keuangan mereka saat ini sangat terbatas dan tidak memungkinkan membeli kado mewah untuk hadiah neneknya. Semua aset dan tabungan mereka telah dibekukan oleh keluarga Wongso dan satu-satunya modal mereka saat ini adalah uang hasil penjualan mobil Nadya. Itupun tidak banyak, karena Nadya menjual kendaraannya dalam keadaan buru-buru.Jika mereka menggunakan uang tersebut, mereka harus berpikir keras mencari modal tambahan jika ingin membuka usaha nantinya.Saat Nadya menjelaskan masalah itu pada ibunya, Alina justru bersikeras mendahulukan hadiah yang akan mereka berikan pada ibunya
Alina dengan wajah menahan kesal memasuki sebuah toko perhiasan yang ada di sebuah pusat perbelanjaan perhiasan.Sebenarnya, ia sudah meminta sepasang saudara, Anton dan Maya untuk tidak perlu menemani mereka pergi berbelanja karena tujuan mereka saat itu adalah membeli perhiasan untuk hadiah nyonya besar Dehen. Alina tentu saja tidak mau kalau Anton dan Maya melihat hadiah yang akan mereka beli dan kemudian merendahkan pemberian mereka dan selain itu, Alina ingin memberikan hadiahnya secara diam-diam besok pada ibunya.Tapi, sepasang saudara ini tampak ngotot ingin menemani mereka dan pada akhirnya, Alina terpaksa menyerah dan membiarkan mereka ikut.Namun, baru saja memasuki toko perhiasan, terdengar cibiran dari bibir Maya, "Hmn, toko perhiasan biasa? Bibi Alina, aku kira bibi akan memilih ke toko HW, Tiffany atau minimal Cartier. Jangan bilang kalau selera bibi sudah menurun atau paman Arya sudah menjatah belanja bulananmu?""Kamu?" Sindiran Maya membuat Alina sampai tidak bisa b
"Plak!"Sebuah suara tamparan terdengar cukup keras dan sekaligus membuat semua orang menatap ke sumber suara dengan tatapan tegang.Siapa yang tidak tegang, saat seorang petinggi mafia yang paling ditakuti di kota ini di tampar oleh seorang wanita dan itu terjadi tepat di depan banyak pasang mata yang melihatnya."Na-Nadya, apa yang kamu lakukan? Cepat berlutut dan minta maaf pada tuan Max! Jika tidak, kamu akan berakhir dengan nasib tragis kalau tuan Max sampai marah." Teriak Anton ketakutan dan kesal dengan tindakan berani sepupunya tersebut.Punggung Anton terasa basah oleh keringat dingin. Tentu saja, ia sangat takut dengan kemarahan Max. Apalagi, ide untuk memperkenalkan Nadya pada Max adalah dari dirinya. Sikap lancang Nadya bisa berimbas pada dirinya. Anton tidak berani membayangkan jika Max sampai murka dan melampiaskan kemarahannya pada dirinya.Lona yang berdiri di dekat Nadya tidak kalah terkejutnya. Meski menurutnya, Max sangat pantas mendapat tamparan tersebut karena ia
Awan berdiri dengan mata syarat kerinduan memandang sebuah gedung di seberang jalan tempat ia berdiri saat ini. Sekarang sudah dua bulan berlalu dan satu-satunya orang yang terpikir olehnya saat ia kembali adalah Nadya, kekasihnya. Namun, di saat bersamaan ia juga terlihat ragu untuk melangkah ke depan dan masuk ke dalam gedung dua belas lantai tersebut."Hmn, aku harus memberi jawaban seperti apa nantinya yah?""Nadya, aku kembali!""Ah, tidak mungkin sesingkat itu. Bagaimanapun aku telah menghilang dua bulan lamanya. Atau aku harus berterus-terang saja dan menjelaskan kalau aku di seret oleh raksasa ke dasar telaga dan ular tersebut sebenarnya adalah sisa jiwa seekor naga dan kemudian aku menerima warisannya.""Huft, kalau dipikir-pikir, cerita itu lebih terdengar seperti dongeng dan mungkin akan sangat sulit dipercaya. Siapa yang akan percaya jia di dunia masih ada seekor naga? Meskipun itu hanya pecahan jiwa sekalipun. Apalagi Nadya orangnya sangat kritis dan logis.""Aku tidak b
"Aku tidak peduli kamu mendengar isu tidak jelas itu darimana. Kalaupun perusahaanku dalam masalah, aku tidak akan pernah meminta bantuanmu, Jay. Atau aku perlu menelpon Erika untuk menjemputmu ke sini?" Balas Nadya dingin dan membuat Jay yang semula terlihat percaya diri menjadi canggung dengan wajah memerah karena malu ditolak Nadya secara terang-terangan seperti itu."Hahahaa... Wanita yang galak! Aku suka. Oh man, sepertinya keberuntunganmu sudah habis. Jangan bilang kalau aku tidak memberikan kesempatan, hahaha!" Tawa Max menertawakan Jay.Max tanpa malu-malu bahkan duduk duduk di sofa depan meja Nadya sambil melipat satu kakinya dan mengeluarkan cerutunya.Seorang pengawal dengan sigap menyalakan korek untuk Max dan membuatnya terlihat seperti seorang bos yang mengendalikan situasi. Aura Max berbeda dengan Jay.Jika Jay terlihat seperti orang kaya pada umumnya, maka Max lebih terlihat seperti seorang mafia dengan aura menindas dan syarat kekejaman. Itu pula yang membuat Lona leb
Anton menatap iri kemegahan ruangan Nadya dan membayangkan jika ruangan semewah itu menjadi miliknya, tentu saja lengkap dengan perusahaannya.Wajar saja Anton cemburu dengan pencapaian Nadya. Baru beberapa bukan yang lalu Nadya dan keluarganya pindah ke kota ini dan meminta bantuan keluarga besarnya untuk meminta perlindungan dan membantu kehidupan mereka karena Madya Nadya dan keluarganya baru saja di'buang' oleh keluarga Wongso.Siapa sangka, nasib Nadya akan berubah begitu drastis hanya dalam beberapa bulan. Tidak hanya bisa mengenal keluarga kelas satu di kota ini tapi kehidupan mereka juga berubah sangat drastis. Nadya bahkan bisa memiliki sebuah perusahaan yang tingkatnya di atas perusahaan keluarganya dan hanya dalam waktu relatif singkat, status Nadya dan keluarganya bahkan sudah melewati keluarga Dehen.Karena kedengkiannya, Anton coba menghasut keluarganya dengan coba menjodohkan Nadya dengan kenalannya. Tentu saja, tujuan Anton yang sebenarnya adalah untuk memperdaya Nad
Dinding gua bergetar dan beberapa batu mulai berjatuhan. Gua yang telah ada selama ibuan tahun tersebut sepertinya tidak bisa lagi bertahan.Di saat bersamaan, Awan membuka mata dan aura kuat tampak mengelilingi seluruh tubuhnya.Dibanding sebelumnya, penampilan Awan yang sekarang terlihat seperti seorang pertapa. Rambutnya sedikit lebih panjang serta wajahnya yang tampan mulai ditutupi oleh jambang dan kumis tipis."Haah!" Awan menarik napas dalam dan melepaskannya ke udara dan seketika udara keruh memenuhi udara sebelum menguap tersapu angin.Awan tidak tahu berapa lama waktu yang telah ia habiskan untuk menyerap pil roh. Namun, hasil yang ia tuai melebihi dari ekspektasi naga Ragnarok terhadapnya. Ia telah berhasil membuka simpul ke tiga dan sekaligus mencapai level Pemutusan Roh.Sekarang, Awan dapat merasakan jumlah reiki di dalam tubuhnya meningkat drastis yang membuat tidak hanya kekuatannya meningkat berkali-kali lipat tetapi juga kemampuan persepsinya jadi lebih luas dan ter
Tanpa terasa dua hari sudah berlalu sejak Awan mulai berlatih teknik pemurnian tubuh naga.Naga Ragnarok yang sedang menjaga api di luar bejana dibuat terkejut begitu bejana tempat Awan berada tiba-tiba retak dan sebuah cahaya menyilaukan keluar dari dalamnya.Tidak lama setelah itu, bejana yang terbuat dari perunggu tersebut pecah dan sosok Awan muncul dari dalamnya dengan berselimutkan cahaya keemasan."Bagaimana mungkin? Dia benar-benar berhasil menyempurnakan tahap pertama pemurnian tubuh naga?" Seru Ragnarok tidak percaya.Bagaimana tidak? Teknik ini sejatinya adalah teknik bangsa naga karen mereka terlahir dengan fisik khusus dan juga api bawaan yang sudah ada semenjak mereka lahir.Namun, Awan menggunakan cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan elemen air untuk mengendalikan amukan api saat pemurnian tubuh naga.Tidak hanya berhenti disitu, Awan juga berhasil menyempurnakan teknik ini lebih cepat dan menyatu sempurna dengannya.Ragnarok bisa melihat jika cahaya yang menyelimu
"Namun, sebelum kamu menyerap teratai inti bumi dan memurnikannya, kamu harus menguasai teknik tubuh naga secara sempurna terlebih dahulu.""Teratai inti bumi ini mungkin cukup untuk mengantarmu naik tingkatan kecil menjadi Pembentukan Jiwa tahap puncak dan kalau beruntung, itu bisa membuatmu selangkah lebih dekat membuka simpul ketiga dalam tubuhmu.""Apa? Senior juga tahu tentang simpul dalam tubuhku?" Ujar Awan terkejut.Kultivasi Awan sangat unik dan berbeda dengan kultivator pada umumnya. Itu karena ia mewarisi teknik kultivasi dari raja Asura. Didalam tubuh Awan terdapat dua belas simpul murni yang membatasi kekuatan sejati. Sejauh ini, Awan baru membuka dua simpul dan jika ia membanding kekuatannya dengan tetua Wahyu yang ia lawan sebelumnya, Awan menyimpulkan kekuatannya berada di level Pembentukan Jiwa tahap menengah. Hanya saja, perbedaan pengalaman serta kekuatan, Awan masih berada setingkat di bawah tetua Wahyu.Namun, cara menentukan tingkat kekuatan Asura bukan dengan ti
Awan mengyunkan dager sepasang dager di tangannya beberapa kali untuk menguji kemampuannya lebih lanjut. Semakin lama ia menggunakannya semakin Awan dibuat kagum. Selama ini Awan belum pernah menggunakan senjata meski dalam warisan Asura terdapat beberapa teknik beladiri menggunakan senjata. Mungkin karena ia belum menemukan senjata yang cocok dengannya.Namun ketika ia menggunakan dager pemberian Naga Ragnarok, Awan seperti menemukan kecocokan dengan senjata tersebut.'Tebasannya sangat tajam namun tidak meninggalkan jejak apapun, sangat sempurna sebagai senjata pembunuh yang sangat mematikan. Beratnya juga ringan dan membuatnya menjadi sangat fleksibel. Bahkan, setelah diayunkan hampir tidak meninggalkan jejak lintasan angin. Meski begitu, hanya dengan mengayunkannya seperti ini, sudah cukup untuk membelah benda ringan.' Pikir Awan kagum."Senior naga, dari apa senjata ini terbuat? Ini terlihat kokoh dan sangat tajam seperti terbuat dari baja namun jelas ini bukan baja. Selain itu,
"Nak, terima warisanku ini!" Naga Ragnarok menjentikkan jarinya dan sebuah cincin hitam melayang tepat di depan Awan.Dengan cepat Awan meraih cincin tersebut dan menatap Ragnarok dengan penuh tanya. Bagaimanapun cincin ditangannya itu hanya terlihat seperti cincin hitam biasa dan bahkan tanpapermata ataupun ukiran apa-apa di permukaannya alias polos.Lalu, apa maksudnya naga Ragnarok menyebut cincin tersebut sebagai warisan."Hmn, aku lupa! Diduniamu sekarang mungkin sangat asing dengan benda ini. Kamu pasti sudah mengaktifkan kesadaran ilahimu, benar?"Awan mengangguk ringan, "Iya, sudah senior naga.""Kalau begitu gunakan kesadaran ilahimu dan lihat apa yang ada dalam cincin ditanganmu itu!" Perintah naga Ragnarok.Meski masih sedih bingung dengan maksud dibalik perintah naga Ragnarok namun Awan tetap menurutinya. Selama ini, Awan hanya menggunakan kemampuan kesadaran ilahinya untuk melihat apa yang tidak bisa dijangkau oleh inderanya. Karena itu, ia heran kenapa naga Ragnarok me