Radit menatap pintu kamar yang baru saja ditutup oleh Elina. Nafasnya pelan, tetapi penuh beban. Di balik ketenangan wajahnya, pikirannya penuh kegelisahan."Syukurlah... dia belum curiga," gumamnya lirih.Sebuah senyuman samar terukir di wajahnya. Namun, senyum itu belum sempat mengembang sempurna ketika ponselnya tiba-tiba berdering. Nada panggilan yang terdengar serius membuat alis Radit langsung mengernyit.Tanpa menunda, ia mengangkatnya."Halo.""Selamat pagi, Pak Radit. Maaf mengganggu. Saya hanya ingin melaporkan kejadian kemarin di kantor…"Nada suara dari seberang sana terdengar berat. Radit langsung berdiri tegak, tubuhnya menegang."Kejadian apa maksudmu?""Terjadi perkelahian kecil antara Bu Elina dan Bu Kina, Pak. Tapi yang membuat masalah semakin rumit… semua karyawan di lantai itu justru membela Kina dan membuli Bu Elina."Radit mengepalkan tangannya."Buli? Jelaskan lebih jelas. Apa yang sebenarnya terjadi di sana?""Mereka menuduh Bu Elina sedang mencoba menggoda Bap
Radit nampak tengah menunggu Elina. Setelah sarapan bersama, dia memutuskan untuk berangkat bersama dengan wanita itu. "Kamu lama sekali," umpat Radit. "Iya maaf Pak Radit. Kenapa gak berangkat duluan saja?" ujar Elina yang sebenarnya tidak nyaman jika terus bersama dengan bosnya. Bisa-bisa kejadian seperti kemarin akan terulang lagi. Di mana dia yang bertengkar dengan para karyawan yang ada di kantor. "Kenapa Elina, apa ada keluhan yang ingin kamu ceritakan kepada saya?" tanya Radit. Elina menoleh ke arah Radit yang memang sedikit peka sekali. Dia memang punya keluhan, tetapi dia bukan tipe orang yang suka mengadu. "Tidak ada," jawab Elina setelah masuk ke dalam mobil milik Radit. Radit langsung menyalakan mesin mobilnya dengan kecepatan sedang. Mungkin Elina pikir kalau dia tidak tahu apa yang tengah terjadi, tetapi sebenarnya dia tahu semuanya. Lagian dia juga tahu kalau hal ini pasti akan terjadi dengan dirinya. Dia sudah memikirkan semuanya agar lebih baik. "Sepe
Elina melakukan pekerjaan dengan baik, walaupun dia sempat dibuat kesal karena Radit malah menggoda dirinya. Membuat dia sedikit tidak nyaman."Radit sialan!"Elina hanya mengumpat saja, dia benar-benar malu karena Radit malah membahas putingnya yang mengeras.Dia langsung kembali duduk di bangkunya. Sampai dia teringat dengan sesuatu. Dia baru mengetahui kalau Bela dekat dengan Dani. Bahkan mereka sampai melakukan hal seperti ini.Dia mengira selama ini Dani orang yang baik, tetapi dia tidak menyangka sama sekali kalau Dani akan bersikap seperti itu pada dirinya."Mereka bisa melakukan itu," dengus Elina.Sampai Radit masuk ke dalam ruangan tersebut dan mendengar umpatan dari Elina barusan. Syukurlah kalau Elina sudah tahu semuanya sekarang."Kamu tidak menyangka bukan? Orang yang kamu kira selama ini baik, rupanya malah bisa berbuat seperti itu? Bukannya sudah aku bilang kalau Dani adalah seorang playboy," ledek Radit dengan puas.Elina menoleh ke arah Radit sekilas. "Iya sekarang s
Semua orang yang ada di sini terkejut dengan sebuah pengakuan yang diungkapkan oleh Radit barusan. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau pada akhirnya akan seperti ini."Elina calon istrinya Pak Radit.""Tidak mungkin, bagaimana bisa?" bisik para karyawan yang menyaksikan perdebatan antara Kina dengan Radit.Para karyawan saling berbisik, dan kini mereka mulai bersikap lebih baik kepada Elina—calon ibu bos."Gak menyangka yah Elina akan jadi istri Pak Bos.""Dia pakai apa yah bisa diangkat seperti itu.""Tapi mereka terlihat cocok juga sih. Sama-sama tampan dan cantik," puji karyawan yang lainnya setelah mendengar satu fakta ini. Bela mengepalkan tangannya, kesal dengan kenyataan yang baru saja diumumkan oleh Radit. Bahkan laki-laki itu sudah menyatakannya sendiri. Dia harus segera melaporkan ini kepada Dani. Tapi sebelum itu, Kina harus disingkirkan. Jika tidak, wanita itu akan menjadi ancaman karena sudah tahu rahasia antara dia dan Dani."Gawat," umpat Bela pelan.Kina terduduk
Radit memanfaatkan waktu mumpung Elina belum masuk ke dalam ruangannya. Dia memutuskan untuk menghubungi Rian dan meminta pendapat dari laki-laki itu. Terlebih dia merasa kalau Rian selalu membantu dirinya."Halo Rian.""Kenapa bro, ada yang bisa aku bantu?" tanya Rian."Aku barusan mengklaim kalau Elina adalah calon istriku agar tidak ada yang mengganggu dia. Terus tadi Elina malah marah, setelah itu aku ajak dia menikah, tetapi dia malah meminta waktu," kata Radit menceritakan semuanya kepada Rian.Berbeda dengan Radit yang terlihat serius, Rian justru malah tertawa setelah mendengarkan penuturan temannya barusan."Kamu hanya mengajaknya menikah tanpa mengatakan apa pun? Setidaknya kamu harus melakukan sesuatu yang romantis dulu, Radit," kata Rian yang mencoba untuk menasihatinya."Aku sudah menciumnya," bela Radit."Astaga, Radit! Hanya menciumnya saja? Itu pun pasti kamu menciumnya secara paksa, bukan? Lakukan dengan cinta, bukan pemaksaan. Mana mau dia kalau begitu," umpat Rian.
Radit kesal karena Elina malah menuruti apa yang dikatakan oleh Dani barusan. Terlebih dia tahu orang-orang dari perusahaan Makmur Jaya itu orang yang menyebalkan."Sebaiknya kamu memberikan pada orang lain saja," saran Radit."Sudahlah Radit, aku akan ke sana sendiri. Kamu urus meeting saja setelah ini."Elina bersikeras melakukan itu semuanya. Padahal Radit sudah berusaha untuk melakukan semuanya. Dia hendak akan melakukan semuanya dengan baik.Radit juga akan melakukan semuanya untuk saat ini. Ada hal yang membuat dia tidak bisa yakin atas semuanya."Kamu tahu kalau mereka mesum-mesum, aku tidak mau kalau kamu pergi ke sana," cegah Radit yang tidak mau kalau sampai Elina malah terjebak.Elina menatap ke arah Radit dengan pandangan yang sedikit menyindir. Dia sedikit tahu tentang semuanya sekarang ini."Apa bedanya dengan kamu," balas Elina."Jelas beda, Elina," ujar Radit.Radit berdebat dengan Elina sampai tidak terasa sudah saatnya makan siang. Akhirnya Radit memutuskan untuk men
Setelah makan siang selesai, saatnya untuk kembali bekerja. Radit memarkirkan kembali mobilnya ketika dia sudah sampai di kantor kembali. Dia kebetulan hari ini akan meeting dengan kliennya."Aku akan ada meeting, kamu harusnya mendampingi aku," kata Radit.Elina hanya tersenyum tipis saja, dia juga punya kegiatan sekarang. Terlebih dia memang sudah berjanji pada Dani tadi."Tidak usah khawatir, kamu meeting ada Dani dan lainnya."Elina berjalan bersama dengan Radit dan dia memutuskan untuk kembali ke dalam ruangan dirinya untuk mengambil berkas kerjasamanya.Setelah mengambil itu, Elina langsung berpamitan kepada Radit. Terlebih dia sudah melakukan semuanya dengan baik."Aku pamit.""Hati-hati."Radit hanya mengatakan itu dan dia melihat Elina yang sudah pergi dari sini sambil membawa berkas. Radit jadi merasa gelisah sendiri, dia tidak tahu harus berbuat apalagi.Sampai Dani datang bersama dengan klien mereka. "Ini Pak Andi."Dani mengatakan itu kepada Radit untuk memperkenalkan dia
Elina benar-benar tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ketakutan menyelimuti dirinya, terlebih lima laki-laki itu kini memandangnya dengan tatapan yang membuat tubuhnya gemetar.Dia harus lari dari tempat ini—sekarang juga. Tapi tubuhnya seperti membeku, tidak bisa bergerak, tak tahu harus berbuat apa.“Lepaskan aku!” teriaknya panik. Erika tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa sekarang. xl“Teriak saja sepuasmu,” ucap salah satu dari mereka dengan nada mengejek.Saat salah satu dari mereka mulai mendekat, tiba-tiba— sBrak!Pintu didobrak keras. Semua orang di ruangan itu sontak menoleh, terkejut oleh suara keras tersebut. Elina menoleh kearah orang tersebut dan bernapas lega. “Siapa kamu?!” seru Rudi, matanya menyipit curiga. “Sialan, jangan ganggu urusan kami!” kata Alex dengan nada marah.“Lepaskan Elina,” ujar Rian, berdiri tegap di ambang pintu.Rian terkejut ketika melihat Elina yang kini sudah dikerubungi oleh lima orang pria. Apalagi dengan tatapan mesumnya itu. Kal
Sesampainya di rumah, Rian segera memarkir mobil dan bergegas masuk. Radit sudah menunggu di ruang tamu, ekspresinya serius.“Bagaimana?” tanya Radit, melihat wajah Rian yang tidak tenang.Rian mengeluarkan kertas hasil lab dan menyerahkannya kepada Radit. “Ini hasilnya. Kita harus segera menindaklanjutinya. Aku yakin ada yang tidak beres di sini.”Radit memeriksa dengan seksama dan dia terkejut ketika melihat hasilnya. Bahkan dia tidak menyangka sama sekali kalau hasilnya akan seperti ini."Jadi bukan karena ASI dari Elina," ujar Radit.Elina yang ada di sana pun menoleh ke arah Radit, "Sekarang kamu percaya bukan."Sebenarnya Elina curiga kepada seseorang, hanya ada satu orang yang mencurigakan di sini yaitu Lisa. Tetapi dia tidak punya bukti untuk hal ini.Elina hanya punya bukti kalau Lisa sering keluar rumah dan bertemu seseorang. Itu pun semuanya dari Kina, wanita yang dia suruh untuk memata-matai."Menurut hasilnya, Jio seperti itu karena obat tidur.""Obat tidur?" tanya Radit
Radit merasa senang setelah makan siang bersama dengan keluarga Elina. Ia merasa lega karena ternyata ia telah mendapatkan restu dari kedua orangtua Elina. Padahal sebelumnya ia mengira ayah Elina akan marah atau bersikap rumit, tetapi ternyata semuanya berjalan jauh lebih baik dari yang ia bayangkan.Radit benar-benar merasa diterima, dan itu membuatnya bahagia."Jangan kapok ya untuk datang lagi ke sini," kata ibu Elina dengan senyum hangat."Iya, Bu. Terima kasih banyak," jawab Radit sambil menjabat tangan ibu dan ayah Elina sebelum akhirnya menuju mobil.Sementara itu, Elina berdiri di depan pintu rumah, memeluk ibunya dan ayahnya erat-erat. Rasa haru dan kerinduan menyelimuti hatinya, menyadari bahwa pertemuan ini mungkin akan menjadi awal dari jarak baru."Kalau begitu, aku pergi dulu ya," ujarnya, mencoba menyembunyikan rasa sedihnya."Iya, hati-hati di jalan. Kalian sering-sering main ke sini ya," balas ibunya lembut. Ayahnya hanya mengangguk pelan."Iya, Bu. Terima kasih bany
Elina akhirnya datang ke rumah kedua orang tuanya bersama dengan Radit yang kebetulan ingin menemaninya.Radit menghentikan mobilnya dan dia ikut keluar bersama dengan Elina sekarang. Matanya melihat rumah yang sedikit sederhana, tetapi pekarangan rumahnya cukup luas karena ada taman bunga."Ini rumah kedua orang tuamu?" tanya Radit."Iya, ayo masuk," ajak Elina.Elina dan Radit melangkah menuju rumah yang sederhana namun hangat. Dinding cat berwarna pastel terlihat cerah, dikelilingi oleh taman bunga yang beraneka warna. Aroma segar bunga melati dan mawar menguar di udara, memberikan nuansa nyaman."Rumah ini selalu membuatku merasa tenang," kata Elina sambil tersenyum.Radit mengangguk, terpesona oleh keindahan taman. Mereka berdua berjalan menuju pintu depan yang dihiasi dengan anyaman rotan. Elina mengetuk pintu, dan tak lama kemudian, suara lembut ibunya terdengar dari dalam."Elina! Kamu sudah datang!" Ibu Elina membuka pintu dengan senyuman hangat.Setelah berpelukan, Elina mem
Radit menoleh ke arah Elina setelah ia memberikan obat padanya. Radit merasa sedikit lega karena Jio sudah tidak rewel sekarang."Awas saja kalau sampai terjadi sesuatu dengan Jio, dan semuanya karena kamu."Elina melihat Radit yang kini sudah berani mengancam dirinya. Tapi dia tidak punya pilihan lain sekarang."Iya, Pak Radit."Lisa justru tersenyum penuh arti ketika melihat Elina yang kena marah oleh Radit. Dalam hati, dia berharap Radit sekalian mengusir wanita itu.Elina akhirnya keluar dari kamar Jio dan menatap sinis ke arah Lisa yang berdiri tak jauh dari tempatnya.Ia yakin, semua ini pasti ada hubungannya dengan Lisa. Jio sampai sakit begini, pasti ulah Lisa."Huh," umpat Lisa.Setelah Elina pergi dari sana, Lisa memutuskan untuk menjalankan aksinya. Dia berjalan menghampiri Radit yang masih berada di dekat tempat tidur Jio."Tuan Radit pasti lelah. Ini saya bawakan kopi," ucap Lisa sambil menyodorkan secangkir kopi.Radit melirik Lisa dan menerima kopi itu sekilas."Terima
Lisa merasa kesal karena Elina malah menolak ajakan dirinya. Padahal dia sudah merencanakan semuanya untuk menghabisi Elina."Sialan wanita itu."Lisa lalu memutuskan untuk berjalan menuju ke arah kamar bayi, tempat di mana anaknya Radit berada.Dia menggendong bayi tersebut sejenak. Sampai dia merasa kalau Jio panas."Astaga!"Lisa langsung panik dan dia berteriak dengan kencang. "Jio!"Radit keluar dari kamar Elina, dan itu membuat Lisa merasa sangat kesal. Tetapi dia segera mengatur ekspresi wajahnya kembali."Kenapa Lisa?" tanya Radit yang kini berjalan menuju ke arah Lisa."Jio sepertinya demam."Radit langsung berjalan menuju ke kamar tempat anaknya. Begitu pun dengan Elina yang mendengar informasi tersebut. Dia langsung keluar dari kamarnya.Elina bermaksud untuk menghampiri Radit karena ingin melakukan sesuatu sekarang. Tetapi sebelum itu, tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh Lisa."Mau ke mana kamu?" cegah Lisa.Dengan nada memaksa, dia menghalangi Elina, yang tampak panik
Dalam kamar.Elina tengah tersenyum dengan puas terlebih dia berhasil menolak ajakan dari Lisa barusan. Dia yakin kalau Lisa tengah merencanakan sesuatu."Kamu pikir aku bodoh, Lisa. Tentu saja aku tahu niat busukmu."Elina tersenyum dengan penuh arti, beruntung sekali dia dekat dengan Kina. Wanita itu yang menjadi mata-mata untuk dirinya. Tetapi Elina masih penasaran dengan sosok wanita yang dikatakan oleh Kina. Siapa orang yang mengobrol dengan Lisa.Elina membuka ponselnya dan memastikan kembali foto yang dikirim oleh Kina padanya. Di dalam foto tersebut, Lisa nampak tengah mengobrol dengan seseorang."Siapa dia?" batin Elina.Dia tidak mungkin bertanya pada Radit karena laki-laki itu pasti tidak akan memberitahu dirinya. Bisa juga kalau laki-laki itu pura-pura tidak tahu.Elina berpikir sejenak, siapa orang yang bisa membantu dirinya. Kemudian dia teringat dengan Rian, siapa tahu Rian tahu dengan orang tersebut."Tetapi bagaimana kalau Rian mengatakan pada Radit?" batin Elina yang
Radit berdiri di sudut ruangan, matanya terpaku pada Elina dan Dani yang tertawa bersama di pantry. Suara mereka menggema di telinganya, seakan seluruh dunia memudar hanya menyisakan tawa ringan itu. Elina, dengan senyum manisnya, tampak begitu nyaman berada di dekat Dani, membuat dada Radit terasa sesak."Bukannya bagus yah Dani.""Iya tentu saja, Elina." Radit diam-diam mengepalkan tangannya. "sejak kapan mereka malah dekat lagi?"Radit mengerutkan kening. Api cemburu mulai membakar di dalam dadanya. Setiap tawa Elina adalah seperti tamparan—tajam dan tak bisa dihindari. Dia berusaha mengabaikannya, tapi rasa itu terus tumbuh liar.Radit menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Tapi akhirnya dia melangkah cepat dan menarik tangan Elina dengan sedikit kasar."Ngapain kamu tadi dekat-dekat sama dia?" suaranya dingin, nyaris menggigit.Elina menoleh, alisnya terangkat, tatapannya tajam. "Memangnya kenapa, Pak?"Radit tak menjawab. Sebaliknya, dia menggenggam bahu Elina, menat
Lisa pergi dari tempat itu, dia takut kalau sampai ada orang yang melihat dirinya. Tetapi tanpa dia sadari, ada Kina yang diam-diam mengikuti Lisa."Jadi wanita itu yang sudah membunuh istrinya Pak Radit," ujar Kina, tidak menyangka.Dia melirik ke arah wanita yang tadi mengobrol dengan Lisa, wajahnya terasa tidak asing. Kina merasa pernah melihatnya sebelumnya.Diam-diam, Kina sudah mengambil foto dua orang tersebut. Sekarang, dia hanya perlu melaporkan semuanya pada Elina.FLASHBACK ONKemarin, saat Kina diusir dari kantor milik Radit karena difitnah oleh Dani dan Bela, Elina mendatangi dirinya dan memberikan sebuah penawaran menarik."Jika kamu mau bekerja sama denganku, maka kamu akan kembali punya pekerjaan, Kina.""Apa maumu, Elina?" tanya Kina, curiga."Tinggal di dekat rumah Radit dan awasi wanita bernama Lisa. Dia adalah babysitter anaknya Radit, dan sangat mencurigakan... dia bahkan pernah memasukkan garam ke dalam ASI-ku.""Hanya itu saja?""Iya, dan kamu juga bisa membalas
Elina diam-diam mencuri pandang ke arah Radit, pria yang kini berdiri di hadapannya dengan ekspresi tenang namun sulit ditebak. Ruangan kantor itu sunyi, hanya terdengar bunyi jam dinding yang terus berdetak, seakan ikut menghitung waktu yang terasa berat di antara mereka."Pak Radit..."Nada suara Elina terdengar pelan, namun cukup tegas. Ada sesuatu dalam intonasinya yang membuat Radit langsung menoleh, alisnya sedikit terangkat."Kenapa, Elina?" tanyanya, nada suaranya datar tapi matanya menyelidik, seperti bisa membaca apa pun yang tengah dipikirkan wanita itu."Saya... saya habis ini akan bertemu dengan seseorang. Mungkin nanti akan pulang sedikit malam," ucap Elina pelan, seperti tengah memilih kata-kata dengan hati-hati. Ia menggenggam ujung bajunya, gelisah.Radit menyipitkan mata. "Kamu mau ke mana?"Nada curiga itu tak bisa disembunyikan. Ia sudah terlalu sering melihat ekspresi gugup Elina akhir-akhir ini. Ia tahu ada yang disembunyikan."Kebetulan ibu saya menyuruh untuk m