Share

Kebakaran

Penulis: Enno Ramelan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Baik, Bu. Ira akan melakukan seperti apa yang Ibu katakan. Doakan Ira, ya, Bu," pinta Haira lirih.

"Doa Ibu selalu menyertaimu, Nak. Sudah waktunya Ibu pergi. Jaga dirimu baik-baik." Sekelebat cahaya putih kemudian membawa Nyonya Saraswati hanya dalam sepersekian detik.

"Ibumu telah pergi. Hanya itu yang bisa beliau sampaikan. Lakukanlah pesan ibumu dengan baik. Kalau kau butuh teman bicara bisa hubungi, Kakak. Kau simpan nomor Kakak, ya."

Haira mengangguk. Ia membuka resleting tas selempang kecilnya. Dikeluarkan ponsel miliknya lalu mengetik nomor yang Angela sebutkan.

Setelah itu, Haira kembali ke ayahnya dan Angela pamit mohon diri. Kasus kematian Nyonya Saraswati akan ia konsultasikan dengan Andreas. Besar harapannya pembunuh ibunya Haira bisa ditangkap dan diadili.

Angela langsung pulang begitu selesai pekerjaannya di rumah duka. Joana yang sejak tadi tidak terlihat ternyata ada di warung kopi di seberang jalan. Sepertinya ia sengaja melarikan diri karena Alena datang ke rum
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Beristirahat di Hotel

    Antoni sepertinya mengerti apa yang sedang dialami Angela. Pria tersebut melingkarkan tangannya ke bahu Angela. "Kalau begini kita pulang saja. Percuma juga melihat dari dekat. Masih banyak orang dan petugas pemadam kebakaran di sana," sebut Antoni mencoba membujuk Angela. "Kita sudah terlanjur sampai di sini, Kim," kata Angela sambil menutup kedua telinganya dengan tangan. "Aku tidak bisa membiarkanmu menahan dengung seperti ini. Setidaknya kita tahu di sini banyak jiwa yang tertahan. Aku tidak mau melihatmu seperti ini, An.""Tapi, Kim …." Angela masih bersikeras. "Tidak ada tapi-tapian. Kita keluar dari sini sekarang!"Antoni berputar balik. Mesin mobilnya sejak tiba memang belum dimatikan. Ia mengendarai dengan kecepatan rendah. Suara sirine mobil pemadam kebakaran terdengar silih berganti walaupun kobaran api sudah tidak begitu besar. "Tidur di hotel saja, An. Besok kalau masih tidak enak badan, aku telepon Olla. Tidak baik menahan sakit lama-lama. Harus istirahat! Aku sendi

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bicara Bertiga

    "Tenanglah, Sayang," kata Antoni lirih di telinga Angela, tangan pria itu mengelus-elus pinggang Angela. "Jangan berpikiran seperti itu.""Kim seperti candu. Ada ketergantungan yang tidak bisa kuatasi.""Apa kau tidak bisa merasakan itu? Jantungku berdebar begitu kencang. Aku tidak mungkin menginginkanmu lebih besar daripada hasratku saat ini.""Kalau begitu, tunjukkan padaku," ujar Angela lembut. "Aku ingin tahu apa yang kau rasakan. Aku ingin tahu apa yang kau hindari selama ini."Wajah Antoni memerah dan pria itu mengumpat pelan. "Baiklah. Akan kulakukan apa yang kauinginkan. Tapi aku tidak akan mencemarimu. Mengerti?"Angela mengangguk dengan senyum kecil di wajahnya yang terlihat merona. Antoni membawa Angela ke kursi panjang tanpa sandaran di balkon, duduk di atasnya, lalu menarik Angela ke pangkuannya. "Aku akan memberimu kenikmatan, Sayang. Setelah aku selesai, kau akan tetap suci." Antoni tersenyum muram pada Angela.Ucapan Antoni melegakan Angela. Ia tidak pernah menduga ba

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Enam

    "Semua gedung milik Delta Kencana dilumuri darah. Jadi, ke gedung manapun milik mereka, telingamu akan berdengung. Hanya kadarnya saja yang berbeda. Semakin besar dan penting gedung tersebut, semakin banyak darah yang tercurah." Dahlia menjelaskan. "Setelah kuteliti, merunut waktu pembangunan dan lokasi bangunan mereka, membentuk angka enam. Untuk menutup lengkungan agar membentuk bulatan angka itu dengan sempurna, rumah duka milik Pak Topan terletak tepat di lekukan itu. Karena itu Alena akan berusaha keras untuk membeli rumah duka tersebut, walaupun dengan harga yang tidak masuk akal," ujar Olla menjabarkan alasan Alena. "Luar biasa kau ini, La. Sampai sejauh itu memperhatikan detail." Angela terkagum-kagum. "Aku tidak sengaja menemukan polanya waktu sedang browsing tentang Delta Kencana. Ada beberapa kerjasama juga dengan perusahaan papa. Jadi aku banyak mencari tahu. Gak kebayang kalau aku harus berhadapan dengan perempuan seperti dia untuk berbisnis. Aku rasa Wuri memberitahun

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Sudah Terlanjur

    Kondisi Angela sudah pulih sepenuhnya. Joana yang sudah menunggunya terlihat semringah melihat Angela kembali ke rumah. "Akhirnya kau pulang juga, An. Tidak enak di rumah sendirian," kata Joana mengikuti Angela masuk ke kamar. "Aku pasti pulang walaupun tidur di hotel lebih enak. Kasurnya lebih empuk dan temannya lebih wangi juga tampan rupawan." Angela sengaja meledek Joana. "Iya, deh, yang pacarnya Tuan Antoni Hakim, pengusaha muda nan kaya raya tapi sibuknya dua puluh delapan jam," ujar Joana balas meledek. Angela terkekeh. Apa yang dikatakan Joana benar adanya. Dua puluh delapan jam pun masih kurang untuk seorang Antoni Hakim. "Aku mau ke rumah duka. Pak Topan pagi-pagi buta sudah nelepon. Katanya ada yang mau diomongin. Kau mau ikut, Jo?""Ikutlah! Malas di rumah sendiri. Tidak ada pemandangan bagus," jawab Joana mencium baju yang dikenakan Angela. "Kenapa?""Harumnya beda. Kau tidur dengan Tuan Antoni, ya?""Iya, di hotel yang sama." Angela tersenyum kecil. Ia sengaja meni

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Jenazah Misterius

    Angela menoleh ke samping kirinya dengan cepat. Namun, tidak terlihat siapapun. Ia berpikir sejenak, mengingat-ingat pemilik suara tersebut tetapi, sepertinya baru sekali ini ia mendengarnya. "Aku sudah lama ada di sini. Menjaga tempat ini bahkan sejak kalian belum menginjakkan kaki di sini. Aku melihat semua kebaikan yang kalian lakukan. Tentu aku tidak akan diam saja melihat mereka menyingkirkan kalian," terang sosok yang belum juga terlihat. "Lega saya mendengarnya, Ibu," tutur Angela sopan. Dari suara yang terdengar ia menduga sosok tersebut seusia ibunya. "Tuhan memberkati kalian. Bekerjalah seperti biasa, biarlah tangan-tangan Tuhan yang akan bekerja untuk urusan yang kalian risaukan.""Terima kasih, Ibu," kata Angela dengan manik mata yang bergerak memindai tempat yang bisa dijangkau pandangannya. Namun, tetap tidak ada siapapun yang terlihat. Angela menghela napas pelan. Ia beranjak dengan gerakan lambat. Masih berusaha mencari di mana pemilik suara itu sedang berada. Hasi

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Sebuah Peringatan

    Angela memulai pekerjaannya. Tas berisi peralatan make up-nya sudah ia letakkan di kursi yang sengaja diletakkan di samping kanannya. "Coba kau lihat ini sebentar, An!" Joana menunjuk ke atas kepala jenazah. Angela berdiri lalu bergeser ke arah Joana berdiri sebelumnya. Ia membungkuk agar dapat melihat kepala jenazah seperti yang Joana inginkan. Angela meraba bagian ubun-ubun sang jenazah. Jarinya merasakan seperti ada perekat non-woven yang biasa digunakan untuk mengencangkan pembalut penutup luka. "Awang! Bisa kesini sebentar?" "Ada apa, An, sampai harus memanggil Gumawang?" tanya Joana. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu."Tidak sampai satu menit, Gumawang sudah berada di samping Angela. Ia meraba puncak kepala jenazah tanpa diminta. Sepertinya ia sudah tahu maksud dan tujuan Angela memintanya datang. "Perempuan air itu, kan, Wang?""Tentu saja iya, An. Ini semacam peringatan untukmu dan Olla. Menjauh atau kalian binasa.""Apa dia tahu kalau Anda ada bersama Angela?" Joana

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Menunggu Steve Menda

    Angela mencari Joana di ruang persemayaman. Spot yang paling disukai Joana untuk menyendiri. Perkiraan Angela tidak salah, perempuan tersebut tengah melihat-lihat foto yang menghiasi dinding. "Jo … kesini sebentar. Ada yang ingin aku tanyakan. Soal Steve Menda," panggil Angela. Joana menoleh dengan cepat. Matanya melebar. Ekspresinya mencerminkan sebuah pertanyaan dan ketidakpercayaan dengan apa yang baru saja didengarnya. "What?! Apa aku tidak salah dengar?" tanya Joana untuk meyakinkan dirinya. "Tidak, Jo. Tuan Steve Menda yang tampan rupawan itu akan datang menemuiku secara khusus.""Untuk apa?" Joana mendekat."Belum tahu aku. Katanya kalau aku menolak bertemu maka aku akan menyesal. Sejujurnya aku malas bertemu pria itu tapi aku mempertimbangkan dirimu," sebut Angela. "Mempertimbangkan aku?""Ya. Kau ingin melihat dia bukan? Jujur!"Joana mengalihkan pandangannya. Sepertinya ia sedang mempertimbangkan jawabannya. "Tidak perlu pura-pura kalau memang kau ingin bertemu dia. In

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Steve Menda Menggila

    Steve Menda memandangi Angela seolah sedang mengorek-ngorek isi hati yang tidak dapat terbaca. Intensitas tatapan Steve mengingatkan Angela pada saat-saat pertemuan mereka di acara malam itu. "Kau terlihat sangat cantik dan menawan," kata Steve dengan aksen yang menimbulkan getaran di hati perempuan yang mendengarnya. Wajar saja bila pria beristri ini banyak digilai. Angela bisa melihat lingkaran hitam di bawah kedua mata Steve. Ekspresi tersiksa di wajahnya dan sinar sendu di mata pria itu. Tekanan hidup sepertinya sudah menjadi teman sejati. "Ada apa sebenarnya Anda ingin bicara dengan saya, Tuan Steve?""Pertama-tama, saya ingin tahu satu hal." Steve melangkah menuju meja, menyandarkan pinggulnya di situ, lalu menjauhi meja untuk menghampiri Angela. "Apakah aku melakukan sesuatu yang salah di acara malam itu?" Suara Steve hanya berupa gumaman serak. "Ketika kita berada di meja yang sama dan saya ... bicara dengan Anda, Apakah saya menyakiti Anda atau membuat Anda ketakutan ata

Bab terbaru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bersatu Dalam Ikatan Suci

    "Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Wuri Membawa Tubuh Antoni

    Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Berdua Menunggu Mati

    "Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Disangka

    Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Seperti Rencana

    "Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Mereka Datang ke Istal

    "Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Terjebak Sementara

    "Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Belum Menemukan Jawaban

    "Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Ditemukan

    Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela

DMCA.com Protection Status