Part 16 Mencari Tahu Sehingga Terungkapnya Hal LainAku berdiri tenang melihat apa yang akan dilakukan Mila. Membiarkan dia menumpahkan emosi adalah salah satu cara agar tidak tertahan di hati dan akan menjadi penyakit. Ini hanya pemikiranku saja. Karena menganalisa dari sikapnya, kala dia memendam sendiri masalah, terlihat tertekan dan bahkan ketakutan. Setelah ia mulai melawan, rasa takut sedikit demi sedikit menghilang atau pergi. Kini, ia mulai tampak lebih baik dari sebelumnya. “Apa yang kamu lakukan!” teriak Haris sambil bengkit dari duduk. Rambut dan seragamnya basah. Bahkan wanita yang duduk mesra di sampingnya juga ikut terkena percikan air.“Hhhah! Siapa wanita gila ini, Mas?” ucap wanita itu yang mengatakan putriku gila.Tentu pertunjukkan ini jadi pusat perhatian orang yang ada di rumah makan ini. Bahkan ada yang mulai merekam kejadaian dengan mengarahkan ponsel. Aku juga merekam dengan pura-pura memegang ponsel saja agar jangan ketahuan. Tujuanku ingin mengumpulkan bukti
Part 17 BerbalikSemua mata tertuju pada Gibran anaknya Jhoni. Tak disangka Allah membuka dan memberikan jalan padaku dan Mila. Aku yakin, doa orang-orang teraniaya akan terkabul. Seperti anakku yang teraniaya dalam kasus ini.“Ooh, jadi Gibran dikasih lilin sama Raka?” Kuulangi yang terdengar. Ajeng belum melepaskan tangan dari mulut anaknya.Raka hanya terdiam seperti patuh pada ibunya. Sementara semua mata sudah tertuju pada Raka dan Ajeng.“Apa kamu bilang, Nak?” tanya Jhoni menatap putranya.“Apa kamu nggak dengar kalau anakmu kasih lilin pada Gibran yang hanya berumur dua setengah tahun dan tentu belum mengerti!” Saking geramnya, kuucapkan dengan lantang. “Dan kalian semua menuduh dan menekan anakku hingga ia stres! Anakku yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari rumah ini justru sebaliknya. Malah yang bukan kesalahannya dia membayar dengan tenaga dalam ketakutan!” Rasanya aku mau cab*k-c*bik mereka semua. Anakku sudah mengalami tekanan hidup yang bukan kesalahannya tetapi
Part 18 DiceraikanAneh sekali, Bu Ida dan Haris datang dengan wajah baik, sambil membawa buah tangan. Perubahan yang hanya hitungan jam saja. Aku tahu maksud kedatangan mereka. Tetapi, bukan karena buah dan beras ini aku akan luluh. Apa yang terjadi degan Mila tidak bisa dimaafkan. Luka batin tak semudah mengobati luka fisik.“Ini, Mila.” Bu Ida masih menyodorkan kantong berisi buah-buahan itu pada putriku.Mila diam tanpa menjawab. Hanya terpana saja dengan tatapan ..., ah, aku tidak bisa mengartikan tatapan putriku kali ini.“Buat apa kalian datang ke sini?” tanyaku ketus. Untuk mereka tidak perlu berbaik-baik. Baik hanya ada maunya saja. Lebih baik kibarkan bendera peperangan biar jelas kalau aku sangat geram dengan mereka.“Oke, kalau pemberianku ini ditolak, tak masalah.” Bu Ida menurunkan tangannya karena buah tersebut tidak diterima Mila.“Bu, aku ke sini dengan niat baik.” Haris bicara terdengar sangat ramah. Loh? Ke mana ucapannya menghina anakku kala di rumah makan ketahua
Part 19 Fitnah tersebar di kampungAku berlari mengejar mereka dengan memegang pisau dapur. Kala anakku tersakiti, melukai mereka rasanya tak ragu. Keberanian ini muncul karena tak ingin mereka semakin menjadi menyakiti Mila dengan kata-kata. Biar mereka berduit, aku tak takut karena makan bukan dari uang mereka. Intinya tidak bergantung mereka kenapa harus takut. Selagi aku sehat dan kuat, apa saja dilakukan melindungi putriku satu-satunya.“Jangan pernah kalian kembali! Awas kalau menginjakkan kaki di rumahku lagi!” teriakku mengejar mereka. Namun sayang, Haris dan ibunya sudah meninggalkan rumah ini dengan melaju mobil seperti ketakutan. Bahkan ladang sayurku sedikit hancur karena diinjak mobil.Astagfirullahalaziim, kalau mereka tidak cepat lari meninggalkan rumah ini, mungkin aku khilaf dengan melukai mereka. Bahkan Mila tetap santai berdiri tanpa mencegah.“Ibu nggak usah capek-capek. Aku tak akan sedih dengan perceraian ini.” Mila mengambil pisau dari tanganku. “Aku mau lanjutk
Part 20 Pembawa Sial?“Uangku! Uangku!” teriak bu Ida kala jambret tasnya sudah tak terlihat lagi.Orang-orang berkerumun melihat Bu Ida terduduk di lantai pasar meratapi tasnya. Raka ikut menangis melihat neneknya. Namun tak ada yang bisa dilakukan bocah itu, kecuali mengadu ke papanya yang seorang polisi nantinya, mungkin.Aku ikutan mendekati Bu Ida. Teman-teman sesama penjual di sekitar lapak juga tahu kalau Bu Ida adalah besanku. Namun mereka belum tahu kalau anakku sudah dicerai dan mungkin proses cerai pengadilan sedang diajukan karena mereka orang-orang berduit dan mungkin lebih cepat bergerak.“Sabar, Bu. Sabar.”“Cepat sekali jambretnya lari.”“Iya, tadi aku sempat kejar tapi ia sudah naik motor duluan.”“Sepertinya mereka sudah mengikuti dari tadi.”Terdengar beberapa orang-orang mencoba menenangkan Bu Ida.“Raka, telpon papamu pakai hp ini.” Aku menawarkan ponselku pada Raka. Kasihan bocah ini tampak kebingungan.“Ya, Nek,” jawab Raka bangkit dan mengulurkan tangan mau men
Part 21 Tuduhan Lagi“Sebaiknya nggak usah diterima, Bu,” ucap Mila melanjutkan mengiris daging.“Aneh, kenapa Pak Yoyok perhatian sekali padamu? Kok tiba-tiba aja ya, Mil?” “Entahlah, Bu. Aku nggak mau pusing masalah dia.”Pak Yoyok juga teman almarhum suamiku. Masa ia berniat mau dekat dengan Mila? Lagian anaknya juga seumuran Mila. Lagian istrinya baru dua tahun ini meninggal karena serangan jantung. Selama ini, ia termasuk orang yang tidak banyak berulah di kampung ini. Malah sangat aktif dalam kegiatan warga.Baru saja mau mencuci beras, ponselku berdering. Aku beranjak ke meja mengambil ponsel, ternyata ada panggilan masuk dari Bu Ida.“Mau apa dia? Apa belum puas perang mulut di pasar,” gumamku.Ada rasa ragu menerima ponselnya, karena mengingat pasti hanya akan cari masalah. Kuputuskan mengabaikan dan melanjutkan mencuci beras.Akan tetapi, ponselku berdering lagi hingga Mila keluar dari kamarnya dan melihat ponselku di meja. Alisnya berkerut melihat siapa yang menelepon. Tan
Part 22 Semakin Runyam“Diam!” teriakku.Enak saja menuduh Mila selingkuh dengan Pak Joko. Fitnahan Ajeng sangat keterlaluan. Apa dia tidak memikirkan kalau Pak Joko adalah bapak mertuanya dan tidak jahat. “Aku bisa saja melaporkan perselingkuhan ini dan Mila akan dipenjara!” Bukannya diam, bu Ida semakin menjadi menumpahkan amarahnya.“Ini tidak benar, Bu. Aku ke sini hanya kasihan pada Mila karean sudah kuanggap anak kandung. Aku tidak selingkuh! Demi Allah!” Pak Joko berusaha meluruskan yang terjadi, namun sepertinya itu sia-sia karena wajah marah anak-anak dan istrinya belum juga hilang.“Bapak di sini ngapain? Trus uang ini kenapa diberikan pada Mila?” Ajeng memperkuat fitnahannya.“Kamu penyebab semua ini!” Pak Joko bangkit berdiri. Nafasnya sesak karena memegang dadanya.“Bapak jangan salahkan istriku! Justru ia telah membuka kebusukan yang Bapak lakukan. Apa begini cara Bapak melepaskan hasrat? Apa Bapak tidak peduli kalau ia mantan istri Haris!” Jhoni lebih percaya pada istr
Part 23 Menghadapi WargaTerlihat warga berbondong-bondong ke sini. Tentu ini membuatku panik karena yang dihadapi bukan satu atau dua orang saja. Bahkan mungkin puluhan warga. Ya Allah, tolong beri kami jalan keluar karena aku yakin hanya engkau tempatku mengadu. Aku hanya janda dengan satu orang putri teraniaya di rumah mertuanya hingga diceraikan, dan kini aku berjuang melindungi putriku satu-satunya.“Apa yang harus kita lakukan, Bu?” Mila memegang tanganku. Terasa dingin, mungkin saking cemasnya.“Waduh, ternyata lebih cepat dari yang terdengar.” Jeni juga berdiri menatap warga yang semakin dekat.Aku harus tenang biar bisa berpikir panjang. Lagian kalau tidak salah kenapa harus takut? Ini negara hukum, kalau nasib membuat aku dan Mila meninggal diamuk warga karena difitnah, mungkin ini jalan terbaik yang diberikan Allah dalam takdir hidup kami. Aku ikhlas, ya Allah ....“Cepat tutup pintunya!” Aku menutup pintu agar tidak terlihat. Pintu samping berhubungan dengan halaman sampin
Part 54 Demi KesepakatanPov Mila“Mas mau apa datang ke sini?” Tanyaku tanpa menatap pada mas Haris. Aku justru mengalihkan pandangan ke depan dengan sifat cuek berdiri melipat tangan di perut.“Mila, aku tidak bahagia dengan pernikahanku. Aku mau kita seperti dulu lagi.” Aku mengalihkan pandangan padanya. “Aku tidak bisa!” jawabku tegas.“Tapi, aku bisa menceraikan wanita itu. Dia hanya pelakor di rumah tangga kita.”Enak saja bilang ‘pelakor di rumah tangga kita’ setelah ia dengan senang hati berselingkuh dengan mengatakan kalau aku adalah wanita yang tidak menarik lagi. Bahkan tanpa ragu memperbandingkan aku dengan wanita lain di atas ranjang seolah hati ini terbuat dari batu. Namun, aku suka melihatnya hari ini meminta aku kembali. Bebarti tujuan hampir sampai, yaitu ingin membuat dia terluka hingga merasakan apa yang aku rasakan.“Aku tidak mau ibu dan saudaramu menentang hubungan kita, Mas.”“Itu jangan khawatir. Aku akan bicara dengan Ibuku. Kalau masalah saudara aku jangan k
Part 53 Kedatangan HarisMila terlihat lebih baik setelah ia pulang dari Jakarta dengan perubahan yang bertambah cantik. Bukan saja fisik, sifat pun lebih berani. Aku saja sebagai wanita yang melahirkannya masih tak percaya kalau ia bisa berubah hanya dalam beberapa bulan saja. Ini perawatan yang mungkin tidak ada di kampung ini. Satu hal yang membuat aku bersyukur yaitu, Mila sudah bangkit dari keterpurukan atas kehilangan anak dan apa yang dialaminya selama menikah dengan Haris.“Ibu kok melihat aku gitu?” Tanya Mila sambil memijat kakiku. Ia sadar aku perhatikan.“Ibu ingin kamu segera menikah biar ada yang jagain. Status janda di kampung ini sangat hina.”Mila tersenyum kecil. Tak ada jawaban dan tangannya terus bekerja memijat kakiku tanpa henti.“Kalau belum ada yang dekat, apakah Ibu bisa carikan calon menantu Ibu?” Aku sengaja memancingnya. Mana tahu ia punya seseorang yang sedang dekat atau sekedar ada yang memperhatikan lebih.“Masa iddah aku baru aja berakhir. Aku belum si
Part 52Pov Mila (2)Mas Bayu datang menghampiri. Entah mau apa lagi karena memang kami tak ada urusan sebelumya. Yang terjadi antara kami hanya sebatas berteman baik dari kecil. Ia saja yang menaruh hati yang tidak pernah terbalas dari hatiku. Entah kenapa tak ada getaran sedikit pun padahal ia lelaki yang baik.“Assalamualaikum,” ucap mas Bayu.“Waalaiakuamsalam,” jawabku dan ibu serempak.“Bu Yuni, aku datang mau bertemu Mila.”Seketika Ibu langsung menatapku sesaat. “Maaf, tapi ini ada apa ya, Bayu?” tanya ibu balik.Mas Bayu mengalihkan pandangan padaku. “Aku mau bicara yang menyangkut tentang lamaranku waktu itu, Bu Yuni.” Meski ia menjawab pertanyaan ibu, namun pandangannya tetap mengarah padaku.Aku sama sekali tidak tertarik untuk membahas lamarannya. Apalagi setelah orang tua dia menolak menjual daging pada Ibu dan membuat Ibu terhina ulah kegigihannya mendekati aku. Intinya, kami tidak bersalah malah dibuat bersalah. Jika Ibu dihina yang bukan salah Ibu, rasanya mau membal
Part 51Pov MilaAku yakin akan membuat Mas Haris mencariku. Kejadian menabrak mobil orang dari belakang bisa dilihat betapa ia terpesona, yaitu Mila mantan istrinya yang selalu dihina dan dikatakan bau matahari dan jelek, sekarang tidak ada lagi. Yang ada hanya Mila yang penuh dengan dendam.Anakku, Ibu yakin kamu sudah bahagia di sana. Allah lebih sayang kamu hingga rindu Ibu semakin berat dan hanya bisa menangis memeluk foto, membayangkan saat Ibu menggendongmu, menyuapi makan dan menjagamu kala bermain. Ibu rindu, Nak ..., sangat ....Setiap hari aku terus diselimuti penyesalan. Kenapa aku tak minta bantuan tetangga waktu itu kala tak ada uang buat berobat. Kenapa aku hanya diam menangis karena takut dan menuruti saja kala Mas Haris dan ibunya menyuruh minumkan paracetamol saja. Kenapa aku bodoh sekali sehingga diam ini membunuh anakku. Aku menyesal, sangat. Tekanan hidup dulunya sudah cukup! Aku akan melawan siapa saja yang menghina. Sudah cukup dengan menjadi Mila wanita bersik
Part 50“Astagfirullahalaziim! Ada apa ya, Bu?” Mila terkejut dan lalu mengalihkan pandangan ke arah Haris.“Haris nabrak mobil orang dari belakang.” Aku pun ikut menonton insiden ini dengan senang hati.Aku yakin mantan menantu aku itu terkejut kala melihat Mila sudah berubah cantik. Tidak kusam lagi atau badan kurus kering. Kini badan Mila sudah ideal dengan tinggi badannya. Aku saja yang melahirkan sangat terkejut jika hanya beberapa bulan saja bisa secantik ini.“Hey! Apa kamu nggak punya mata!” Lelaki yang mengendarai mobil bicara berteriak pada Haris.Haris turun dari motornya. Untung ia tidak jatuh karena motor yang tidak melaju kencang kala melihat putriku barusan. Dan bisa dilihat betapa ekor mobil penyok ulah tabrakan. Aku dan Mila sengaja menghentikan langkah menyaksikannya. Lagian, penasaran juga ingin melihat reaksi Haris sekali lagi.“Kamu tu yang salah bawa mobil lambat!” Bukannya mengakui kesalahan, Haris malah balik menyalahkan lelaki itu.“Ini bukan jalan keramaian!
Part 49 Mila Jadi Pusat PerhatianTidak! Kenapa pikiranku mengatakan kalau Mila seperti yang dikatakan Lili, bahwa ia kerja jual diri di Jakarta. Tetapi tidak mungkin anakku seperti itu. Aku membesarkannya dengan didikan agama dan tata krama yang baik. Apakah begitu pendeknya pemikiran Mila hingga melakukan ini?Ya Tuhan, aku mau mati saja jika pemikiran ini benar. Aku tak sanggup, aku tak kuat dan ....“Ibu kenapa?” Mila memegang kedua lenganku kala dada ini sesak dengan pemikiran buruk ini. Saking tak terimanya, hanya air mata yang berjatuhan. Tuhan, aku tak kuat, aku betul-betul tidak kuat.“Hah! Hah! Hah!” Dada ini makin sesak dan ini paling parah yang pernah dirasakan. “Ibu ..., Ibu kenapa?” Mila tampak khawatir dan terus memegangku.“Apa salahku hingga Ibu seperti ini? Kenapa Ibu?” Air mata Mila berjatuhan.Aku menghela napas panjang berulang kali agar bisa mengendalikan diri. Ini tepatnya rasa shock yang berlebihan hingga mengendalikan diri saja sulit. Mengucap di hati, inila
Part 48 Kepulangan Mila (2)Aku memeluk erat anakku yang sangat dirindukan. Sudah lama ingin melihatnya seperti ini. Bahkan sehari saja terasa sangat lama. Ia cantik dan kulit putih glowing seperti dulu kala masih gadis. Ya Allah, terima kasih telah mengembalikan putriku seperti dulu. Mila melepaskan pelukan. “Ibu lihat nih. Aku sudah cantik belum?” Mila berputar agar aku bisa melihatnya lebih jelas.Bukan saja kulitnya yang terawat, sekarang pakaian yang dikenakan juga bagus. Ia tak terlihat seperti wanita yang terlahir dari rahimku yang kerja hanya berjualan di pasar. Tidak, ia tidak seperti itu. Justru ia lebih cocok menjadi anaknya Cece. “Masyaallah, kamu cantik sekali, Nak.” Bahkan mata ini berembun saking terharunya. Ini terharu yang membahagiakan.“Ibu tau nggak, banyak sekali alat-alat yang digunakan buat perawatanaku ini. Bahkan ini perawatan tempat artis-artis, Bu. Dan biayanya juga sangat mahal. Tetapi Cece membiarkan aku menikmati perawatan itu tanpa memotong gajiku.”“A
Part 47 Kepulangan MilaSudah dua hari ini ke pasar, namun daging pesanan tak kunjung datang. Ditelepon tak diangkat. Bahkan aku pulang dengan membawa uang dua puluh ribu saja hasil dari jual sayur yang tidak banyak. Tetap bersyukur karena dari hasil kebun samping rumah saja bisa menganjal perut. Tak ada beras singkong pun jadi. Lagian ikan bisa diambil di kolam dan sayur juga dipetik. Alhamdulillahirabilalamiin, Allah masih sayang padaku.Sendiri, ini lebih membuat fokus beribadah. Selalu berdoa agar Mila bisa bahagia dan menemukan pendamping hidup yang bertanggung jawab. Tak lupa mendoakan almarhum suami yang sampai sekarang masih dirindukan. Rindu yang paling berat adalah kala merindukan seseorang yang telah pergi ke sisi Allah. Jika masih di dunia mungkin masih bisa melihatnya meski berjarak jauh, tetapi takdir memisahkan kami.Stok gula dan kopi telah habis. Aku ke warung untuk membelinya karena satu hari saja tanpa minum kopi, terasa ada yang kurang. Ya, beginilah jika kecanduan
Part 46 CaraElis semakin terlihat gelisah. Namun Lili sama sekali belum memperlihatkan kalau ia bersalah. Tatapan sinis masih terlihat seolah punya dendam besar padaku, astagfirullahalziim.“Kenapa diam?”“Sepetinya ia iri pada kita. Ayok pulang, Nak.” Lili menarik lagi tangan putrinya. Sekali lagi Elis menahan diri sehingga belum beranjak juga. Aku tahu, ia takut dengan ancamanku.“Oke, kalau gitu aku pergi dulu. Lama-lama di sini akan membuang banyak waktu.” Lalu aku melangkah mau pulang.Sebenarnya aku tak yakin apakah bisa kasus ini dilaporkan. Hanya berlagak sok pintar saja demi menggertak Lili. Namun, ia sama sekali tak gentar. Hanya Elis yang terlihat pucat.“Tunggu, Bu Yuni!” Tiba-tiba Elis menghentikan langkahku kala baru beberapa langkah meninggalkan warung ini.Aku berbalik badan. ”Ya, ada apa lagi?” tanyaku.“Aku nggak mau masalah ini semakin dikonsumsi orang banyak. Mungkin ini hanya salah paham saja. bisakah kita lupakan masalah ini?” Dengan nada baik Elis berucap.“Kam