Share

Bab 15

Penulis: Lia Mulianingrum Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Albany, kamu dimutasi ke unit RSF, ya,” kata Pak Tatang. “Di sana kurang orang. Mulai minggu depan kamu kerja di unit sana,” lanjut Pak Tatang.

Albany menyanggupi, karena jarak unit pabrik yang disebutkan  atasannya itu justru lebih dekat ke rumahnya.

Hari pertamanya di sana, banyak sekali karwati yang berdesas-desus tentang ketampanannya. Tak sedikit pula yang menitip salam untuknya pada Bu Narti. Namun, Albany hanya menanggapinya dengan senyum.

Tak hanya karyawati operator, bahkan staff pun banyak yang bergunjing tentang ketampanan office boy baru itu.

“Keren. Badannya juga kekar, kayak model,” bisik seseroang saat Albany lewat ke ruangan besar itu. Bagaimana tidak kekar, selama hidupnya dia bekerja berat dan kasar.

“Hei, Al, kok bisa sih kamu jadi OB? Kenapa gak daftar jadi model aja?” tanya Ayu saat mereka bertemu di pantr

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ana💞
sekarang Al jadi idola. .....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 16

    “Ayu, tolong ke sini, ada yang harus aku tanyakan sama kamu,” pinta Za. Gadis ceriwis itu langsung bangkit dari tempat duduknya menuju ke ruangan Za.“Iya, Bu Manager?” Ayu menyembulkan kepala di pintu sambil tersenyum.Zanna memberi kode agar Ayu segera masuk dan duduk di depannya.“Ini tolong kamu cek lagi sama Pak Ibnu. Di catatanku harga segini nggak masuk.” Za menunjuk angka-angka yang tertera di sales contract.“Ah, iya. Aku teledor,” pekik Ayu sambil menepuk jidatnya.“Terima kasih Bu Manager, kamu sudah menyelamatkan aku. Coba kalau sudah aku fax atau email sales contract ini, hancurlah aku,” ucap Ayu dengan nada yang lebay.Za hanya tertawa masam sambil geleng-geleng melihat tingkah temannya itu.Tok, tok.Sebuah ketukan terdengar di pintu. Zanna lan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 17

    “Pulangnya kemana Mbak?” tanya Al yang sedari tadi merasa risih karena dipeluk Ayu dari belakang.“Komplek Sentra Parahyangan. Kamu tau nggak?” Ayu balik bertanya.‘Wah lumayan jauh,’ bisik hati Albany.“Oh, iya. Itu kan komplek elite. Pasti banyak yang tahu,” jawab Al dengan suara samar karena terbawa desau angin.“Eh, Al, bisa nggak kamu nggak usah manggil aku pake mbak segala? Panggil Ayu aja, gitu?”Albany tak menjawab. Dia merasa risih dengan Ayu yang sok akrab.“Al, kita makan dulu yuk. Aku laper, nih,” ajak Ayu saat melihat restoran favoritnya. Albany semakin tak nyaman dengan Ayu, karena seenaknya menumpang dan ngajak makan.“Eh, itu … gimana ya?” Albany merasa bingung mencari alasan.“Tenang deh, nanti

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 18

    “Mbak bisa pulang sendiri nggak? Saya lagi buru-buru,” ujar Al pada Ayu. Wanita itu langsung memasang wajah masam.“Kamu tega banget ya, Al. Masa ninggalin cewek di tengah jalan, sih?” rengek Ayu. Albany mengusap wajahnya kasar dan menyugar rambutnya yang panjang. Dia terlihat kesal dengan tinngkah wanita yang terus mennguntitnya.“Mbak—“ Albany tidak jadi melanjutkan kalimatnya, dia lebih memilih mengantarkan Ayu hari ini dan akan mencari cara agar esook wanita ini tidak lagi mengganggunya.“Ayo naik,” ucapnya setelah dia memakai helm. Ayu terlonjak kegirangan karena merasa jika Al sudah mulai mau menerimanya.Ayu tanpa malu memeluk pinggang Albany dari belakang. Menghidu bau tubuh lelaki maskulin itu dan tersenyum sendiri.“Mulai hari ini, kamu adalah pacarku,” ucap Ayu percaya diri.Albany tersenyum masam

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 19

    Seperti rencana semula, sepulang kerja Albany mampir ke rumah Pak Rosyid untuk membicarakan pembelian sayuran milik lelaki paruh baya itu. Beruntung bagi Al, karena dua hari ke depan, kebun kol milik Pak Rosyid akan panen.“Kira-kira berapa banyak, Pak?” tanya Albany.“Mungkin ada sekitar dua ton untuk panen besok. Gimana?” kata Pak Rosyid setelah mereka mencapai kesepakatan dengan harga. Lumayan, Albany bisa mendapatkan 2500 Rupiah dari setiap kilogram selisih dari harga jualnya pada bandar. Lelaki itu bersyukur karena bisa mendapat penghasilan lebih besar dari gajinya sebulan yang hanya 2 juta saja.“Baik, Pak. Saya ambil. Uang mukanya saya kasih segini dulu,” ucap Albany menyerahkan sebuah amplop coklat. Uang tabungannya yang ia sisihkan selama ini. Tak banyak memang, tapi cukup untuk menjadi jaminan kepercayaan pada Pak Rosyid.Albany pulang ke ruma

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 20

    “Please, Ron, kamu mulai mabuk,” tepis Za saat Ronald mulai berani mencium pundaknya.“Nggak Za, aku masih sangat waras dan bisa melihat kecantikanmu. Bagaimana kalau malam ini kita lanjut ke hotel?” bisik Ronald yang masih dapat terdengar oleh Al. Darahnya mulai mendidih.“Please Ron, aku tidak suka seperti ini,” tolak Za dan mendorong tubuh Ronald agar menjauh.“Ah, tunggu sebentar. Aku harus ke toilet dulu,” ujar Ronald dan bangkit.Za terlihat lega dengan kepergian lelaki itu. Dia melirik pada Al yang juga tepat sedang menoleh padanya. Tatapan tidak suka tergambar jelas di wajah lelaki itu.“Maaf, aku juga sepertinya harus ke toilet,” ucap Al dan beranjak pergi.Dia menuju arah yang ada tanda panah bertuliskan toilet. Sebelah kanan untuk wanita dan sebelah kiri untuk laki-laki. Kakinya berhenti m

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 21

    Mobil kembali berjalan di jalanan mulus. Hati Ronald menggerutu kesal. Kacau sudah rencananya untuk malam ini. Gara-gara lelaki yang hanya seorang office boy itu rencananya hancur berantakan. Malam ini, Ronald harus menahan hasratnya untuk sementara. Jika memaksakan kehendak, bisa-bisa Za justru akan akan menghindar. Dia akhirnya mengantarkan Za ke rumahnya.“Bye,” ucap Za saat dia sudah berada di depan rumah. Ronald membalas lambaian tangan Za kemudian berlalu.“Shit! Keparat! OB sialan! Kacau rencana gue malam ini,” umpat Ronald dalam mobil setelah jauh dari rumah Za.Dia kemudian mengambil benda pipih dari saku kemeja dan mulai menghubungi seseorang.“Halo. Kamu lagi kosong malam ini? OK, aku ke situ.”Klik. Ronald menutup sambungan teleponnya.Laju mobilnya menyepat menuju tempat yang bisa memberikannya kepuasan untuk m

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 22

    “Eh, maksudku … dia bukan tipe aku untuk dijadikan suami,” elak Za gugup.“Oh, begitu. Kenapa emang? Dia kan, ganteng, sukses, lulusan luar negeri pula,” timpal Ayu.“Ya, nggak aja. Kamu mau emang? Kalau mau ambil aja.”“Ya udahlah, aku juga nggak maksa. Lagian aku juga nggak mau sih. lebih menarik Albany sih menurutku. Adem-adem gimana gitcuuuhh,” celoteh Ayu sambil mengerjapkan matanya. Za menanggapinya dengan tawa.“Jadi Sabtu depan kita ke puncak ya? Naik bis atau mobil pribadi aja?” Ayu kembali bertanya.“Perusahaan nyediain bis buat karyawan, tapi kalau mau berangkat pakai mobil pribadi juga boleh-boleh aja.”“Ok, siap, Bos!” Ayu mengangkat tangannya menghormat. Za terkekeh melihatnya.**“Kalian udah denger pengumum

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 23

    “Hai, Za. This is for you.” Ronald menyerahkan secangkir minuman panas. Za yang kebetulan sudah menghabiskan minumannya sejak tadi langsung menerimanya.“Minum, biar hangat,” ujar Ronald dengan sebuah senyuman manis. Za pun membalas senyuman Ronald dan menyesap minuman yang ada di tangannya. Lelaki itu tersenyum bahagia setiap melihat wanita di sampingnya meneguk minuman yang dia beri.“Enak?” tanya Ronald. Za hanya mengangguk pelan.Ronald mengembus napas panjang dan meneguk minuman di tangannya.“Kita cari temanmu itu. Ayo,” ajak Ronald. Za yang merasa tidak tahu harus berbuat apa hanya mengiyakan ajakan Ronald. Lagipula, suasana akan terasa lebih seru jika ada Ayu di antara mereka.“Ke mana ya mereka?” tanya Ronald sambil terus melangkah keluar dari vila. “Mungkin mereka berjalan-jalan di sekitaran sana. ayo,&rd

Bab terbaru

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 117

    Entah berapa lama mereka menunggu di sana. Hingga seorang suster menghampiri mereka dan mengatakan jika operasinya berhasil. Bayinya ada dalam inkubator, sementara Syafitri masuk ke ruang ICU karena kondisinya kritis.Ada rasa lega juga sedih di hati keduanya.Za menatap lekat pada bayi yang terbaring di dalam kotak kaca itu. Pikirannya kembali pada masa Rabbani masih ada. Air matanya kembali menetes tanpa bisa ditahan.Albany menatap nanar pada sang istri. Dia mengira jika itu adalah air mata bahagia atas lahirnya seorang putra.“Dia mirip Rabbani ya, Mas.” Za bergumam. Albany mengangguk.“Selamat, kamu sudah resmi menjadi seorang ibu,” bisik Albany seraya memeluk istrinya dari samping. Dia juga mengecup puncak kepala Za penuh sayang.**Za dan Albany sedang sarapan di kantin rumah sakit saat dering telepon

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 116

    Pagi-pagi Albany terbangun dengan tubuh yang luar biasa lelah. Kemarin malam dia bahkan tidak sempat makan. Hanya teh susu yang dihidangkan sang istri saja yang sempat diminumnya.Matanya mengerjap sambil dikucek. Za tersenyum di sebelahnya.“Kamu udah mandi?” tanya Albany saat melihat istrinya sudah rapih. Tak terlihat gurat lelah di mata wanita itu saat biasanya dia lihat setelah pergumulan mereka di malam harinya.“Udah. Aku bahkan udah siapin kamu sarapan. Ayo mandi dulu. kamu pasti cape,” ujar Za tersenyum semringah. Albany mengangguk. Dia lalu bangkit setelah sebelumnya meraih handuk yang semalam terjatuh ke lantai.Kening Albany mengerut saat dia berdiri dan sekilas melihat ke atas seprei hijau muda. Ada bercak darah di sana.“Sayang, kamu lagi dapet?” tanya Albany. Dia bahkan lupa jika istrinya sudah tak memiliki kantung rahim.&nb

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 115

    [Mas, nanti malem aku tunggu ya. I miss you so much.]Tulis Za ke nomor whatsapp suaminya. Albany yang sedang mengecek kebun selada sontak mengulum senyum saat membaca pesan itu.[Siap-siap saja kalau sudah berani menggoda.]Balas Albany. Dia tersenyum lalu kembali memasukan ponselnya ke saku celana. Dia geleng-geleng membayangkan sang istri yang biasanya mendominasi kalau ngajak duluan.“Tunggu saja, aku buat kamu minta ampun,” gumamnya sambil mengulum senyum.[Aku minta Fitri pulang dulu ke rumah Pak Ahmad, biar kita nggak ada yang ganggu.]Za kembali membalas. Getar ponsel membuat Albany mengambilnya lagi. Dia lalu tertawa kecil sambil geleng-geleng saat membaca pesan itu.**Albany pulang dalam keadaan basah kuyup. Walaupun sudah memakai jas hujan, tetapi karena hujan yang mengguyur sangat besar air itu masih dapat tembus melalui sela-sela leher dan beberapa bagian lainnya.Albany masuk ke rumah yang terlihat sepi.“Pada ke mana, kok nggak ada?” gumamnya sambil celingak-celinguk.

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 114

    Mereka tiba di rumah baru itu sudah sore. Rumah itu lebih terlihat seperti vila di daerah pegunungan. Za sengaja memilihnya, agar sang suami mudah mencari lahan perkebunan baru di sana.“Ini kamar kamu, ya, Fit.” Za menunjukan sebuah kamar di sebelah miliknya. Mata gadis itu tak henti-henti berbinar semenjak kedatangannya ke rumah ini. Rumah yang di matanya begitu mewah, jauh jika dibandingkan dengan rumah sang ayah.“Kamu nggak apa-apa, kan, di kamar ini?” tawar Za meminta persetujuan. Gadis itu mengangguk cepat.“Terima kasih, Bu,” ucap Syafitri dengan senyum semringah. Gadis yang baru setahun lulus SMA itu langsung masuk ke kamarnya dan berputar-putar melihat setiap benda yang seolah mimpi bisa menjadi miliknya.Za tersenyum melihat rona bahagia di wajah gadis itu. Gadis yang telah mau membantunya untuk memberikan seorang anak.Beberapa hari yang lalu, Za diam-diam mendatangi rumah Ahmad dan menceritakan semuanya. Za meminta Syafitri agar mau menjadi madunya.Awalnya Ahmad juga Sya

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 113

    “Mas, aku sudah siapkan sebuah rumah di luar kota untuk rencana kita itu,” ujar Za saat Albany berganti pakaian pagi itu.“Rencana? Rencana apa?” tanyanya menghentikan aktifitas.“Punya bayi,” jawab Za singkat.“Maksudnya gimana?”“Kita pindah rumah dari sini, Mas. Tidak mungkin kita membawa istri barumu ke sini, kan? Bisa-bisa Papa sama Ibu marah sama kita. Mereka juga tidak tahu, kan, kalau aku sudah tidak memiliki Rahim?” ungkap Za.Terdengar dengkusan dari mulut Albany. Ternyata keinginan dan rencana istrinya itu bukan main-main. Padahal dia sama sekali tak menginginkan pernikahan kedua. Jika memang Tuhan tidak menakdirkannya memiliki anak, Albany akan menjalaninya dengan ikhlas.“Mas 
 kok malah gitu, sih? Bukannya jawab,” kejar Za dan menarik lengan suaminya.Albany mengembus napas kasar dan menatap istrinya nanar.“Aku harus jawab apa, Sayang? Aku sama sekali tidak punya ide untuk itu. Bahkan membayangkannya saja aku berat,” jawab Albany.“Hanya sebentar, Mas. Kita harus berkor

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 112

    Mata Amara membulat seketika. Bahunya meluruh saat rekaman itu berakhir.“KAmu dengar sendiri, kan? Apa laki-laki macam itu yang akan kamu pertahankan? Dia hanya akan jadi penyakit untuk masa depanmu, Mara. Kamu lebih baik berhenti mengharapkannya,” ucap Za menatap dalam pada sepupunya.Amara mulai melemah emosinya. Tangis itu kini berganti isak. Za lalu merengkuh sepupunya dan mengelus punggungnya perlahan.“Kamu harus bersyukur karena mengetahui kebenaran tentang Rafael sebelum hari pernikahan kalian. Kalau seandainya kalian sudah menikah, sudah pasti akan jauh lebih berat buatmu,” bisik Za berusaha menyalurkan kekuatan.“Terima kasih, Za. Kalau seandainya kamu nggak ngasih tau semua ini, aku pasti salah paham terus sama kalian. Rafael bilang kalian telah menjebaknya hingga dia ditahan,” ucapnya terisak.Za tersenyum sekilas setelah mengendurkan pelukannya.“Kamu adalah adikku. Sudah sepantasnya aku menyelamatkanmu dari manusia picik seperti dia.” Za mengusap bahu Amara lalu mengaj

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 111

    “Apa?” Mata Za terbelalak. Albany mengangguk dengan mata terpejam. Tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya.“Dia sepertinya yang telah menabrakmu,” ucap Albany penuh sesal.“BAgaimana kamu bisa seyakin itu?” tanya Za dengan jantung yang bertalu kencang. Jika benar lelaki itu yang telah menabraknya, lalu apa alasannya?“Apa kamu tidak ingat waktu motor itu menabrakmu, Neng Za? Ibu melihat jelas sekali jenis motor, warna dan juga plat nomornya,” timpal Ningsih.“Aku kaget sekali waktu itu, Bu. Perutku juga sakit sekali diterjang motor itu. Kalau gak salah, memang motor yang sejenis motor Ninja warna merah. Hanya saja aku nggak tau nomor platnya. Lagi pula, buat apa dia nabrak aku?” Za tampak kebingungan.Albany mengembus napas kasar. Dia menggenggam tangan sang istri erat sebelum berani berterus terang tentang segalanya.“Kamu ingat dengan lelaki yang menggodaku di kafe?” tanya Albany dengan nada memelas.Mata Za terbelalak. Dia sadar, jika suara yang pernah dia dengar memang persis den

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 110

    Mata Albany membulat seketika, apalagi saat lelaki itu datang mendekat.“Ini, kenalkan, sepupuku. Za. Dan ini suaminya, Albany,” ucap Amara memperkenalkan.Alis Rafael terangkat sebelah. Dia lalu tersenyum semringah seraya mengulurkan tangan.“Hai. Aku Rafael. Senang bertemu denganmu,” ucapnya mengulurkan tangan pada Albany. Lelaki berkuncir itu dengan terpaksa menerima uluran tangan orang yang dibencinya. Kala tangan mereka berjabat, Rafael menggerak-gerakan ibu jarinya mengelus telapak tangan Albany dengan menyunggingkan seulas senyum.Albany bergegas menarik tangannya. Sungguh terasa menjijikan ketika harus berhadapan dengan lelaki belok itu.Rafael juga tersenyum manis pada Za seraya mengulurkan tangan. Namun, Albany segera menarik lengan Za yang lain agar segera menjauh dari lelaki itu. Ada perasaan aneh dalam hati Za dengan sikap sang sua

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA   Bab 109

    Za hendak bangkit, namun ditahan oleh sang suami. Tubuhnya semakin bergetar menahan tangis.“Lepas, Mas. Lepaas 
,” pinta Za memohon dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Albany yang menahan erat dirinya.“Tidak.” Albany menggeleng.“AKu mau pergi, Mas. Aku mau sendiri,” ucap Za terisak.“Tidak, Za. Aku mohon, jangan pergi lagi.” Lelaki itu tetap kukuh menahan tubuh istrinya yang hendak bangkit berdiri.“Aku hanya wanita tidak berguna, Mas. untuk apa lagi kau pertahankan aku,” isak Za semakin kencang.Albany merengkuhnya ke dalam pelukan. “Siapa bilang kau tidak berguna?” bisik Albany seraya mengusap punggung sang istri perlahan.“Kau adalah hidupku. Kau adalah nyawaku.” Albany semakin mengeratkan pelukannya. Tangis Za semakin pecah. Dia merasa menjadi wanita yang egois jika terus bersama dengan Albany.Lelaki itu sangat menginginkan seorang anak, dan sekarang 
 dia takkan lagi mampu memberikannya.“Aku tidak ingin kamu kecewa dengan keadaanku, Mas. Aku mandul. Aku tidak akan per

DMCA.com Protection Status