Share

KEJUTAN

Author: El Furinji
last update Last Updated: 2023-07-12 14:30:02

Mobil yang mereka kendarai berhenti tepat di halaman rumah. Dari balik kaca, Vita menatap rindu pada lelaki yang sedang berdiri di teras rumah. Desiran halus di hati kian terasa saat lelaki itu menoleh, meski sorot mereka tak bertemu. Buru-buru Vita melepas safety belt, turun lalu setengah berlari menghampiri lelaki tersebut.

 

“Mas Bagas!”

 

Vita menghambur dalam pelukan suaminya. Namun, lelaki itu justru kaget melihat kedatangan sang istri. Dia hanya mematung, tanpa membalas pelukan.

 

Vita yang menyadari perubahan sikap suami, melepas pelukan lalu menatap lekat pada wajah.

 

“Kamu enggak kangen aku, Mas?” tanya Vita dengan suara sedikit gemetar.

 

“Kangen kok.” Suara Bagas sedikit tergagap. Pandangannya tertuju pada Arum yang sedang membopong Kesya, mendekat padanya.

 

Sama sekali Bagas tak menyangka jika kakak perempuannya justru membawa Vita ke rumah, padahal dia sudah mewanti-wanti agar tak menceritakan kepulangannya.

 

Semakin lekat Vita menatap wajah suaminya, tapi Bagas justru menghindari kontak mata. Tentu saja hal ini membuat Vita semakin kebingungan.

 

“Kamu kenapa, Mas? Kok aneh?”

 

“Enggak kenapa-kenapa kok,” sahut Bagas.

 

Sedikit pun Vita tak percaya dengan apa yang dikatakan Bagas. Namun, dia sendiri tidak tahu ada apa dibalik perubahan sikap suaminya.

 

Sementara itu, Arum yang sudah berada di antara mereka menurunkan Kesya dari gendongan. Bagas langsung membopong, menimang anak  perempuannya.

 

Sesaat Vita tersenyum melihat binar kebahagiaan di wajah anak perempuannya. Tiga bulan tak berjumpa tentu Kesya merindukan Bapaknya, meski sekarang bocah itu belum paham apa itu rindu.

 

 

Sesaat kemudian, sesosok perempuan dengan rambut di cat kemerahan menyembul dari balik pintu. Vita yang tak merasa mengenal, tentu saja bingung ada perempuan di rumah mertuanya.

 

“Siapa dia, Mbak?” Vita berbisik di dekat telinga kakak iparnya.

 

Sampai beberapa detik berlalu, Arum tak kunjung membuka suara. Bibir terasa kelu untuk menyakiti hati adik iparnya.  

 

Karena tak kunjung mendapat jawaban, Vita mengangguk sembari melempar senyum pada perempuan itu. Diulurkan tangan meski tanpa sepatah kata terucap.

 

Bagas menurunkan Kesya, membiarkan bocah itu bersama Ibunya. Sementara perempuan itu mendekat ke arah Bagas.

 

“Itu kopinya di dalam, Mas! Aku taruh di atas meja,” ucap perempuan itu.

 

Bagas tak menyahut. Dia hanya sekilas memandang perempuan itu, lalu berganti menatap Vita. Tentu saja Vita merasa cemburu melihat perempuan itu dekat-dekat suaminya.

 

“Dia siapa, Mas?” Vita menatap penuh selidik.

 

Bagas kelimpungan. Dia yang sedang berusaha menyembunyikan hal ini, dihadapkan pada situasi sulit.

 

“Jawab, Gas! Jangan diam saja! Jangan jadi laki-laki pengecut!” ujar Arum yang berdiri di sebelah Vita.

 

Bagas menghela nafas berat. Seperti apa pun berusaha berkilah, pada kenyataannya Vita sudah melihat semua. Tak ada jalan lain selain berterus terang.

 

“Dia Gea, istriku.”

 

Memang hanya tiga patah kata yang keluar dari mulut Bagas, tapi efeknya begitu dahsyat hingga mampu memorak-porandakan perasaan Vita. Hatinya remuk berkeping-keping menyerupai gelas kaca yang dibanting.

 

Lebih tiga bulan Vita menahan rindu. Lebih dari tiga bulan dia berjuang sendiri tanpa nafkah suami. Selama itu juga dia masih meyakini bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Namun, saat pertemuan terjadi, pengakuan Bagas membuatnya seperti mati.

 

“Kau menikah lagi, Mas?” Vita menggeleng lemah dengan bulir bening membanjiri wajah.

 

“Iya, Dek! Dalam agama boleh kan kalau lelaki memiliki dua istri,”

 

“Jangan bawa-bawa agama kalau menafkahiku saja kamu tak pernah, Mas! Jangan hanya bicara hak, tanpa memikirkan kewajiban.

 

Asal kamu tahu, Mas! Semua kulakukan demi kita tetap bersama, tanpa memedulikan perkataan orang lain. Selama ini aku meyakini kamu akan berubah. Bahkan aku percaya saat kamu bilang mencintai keluarga kita. Tapi apa, Mas?? Apa yang kau lakukan padaku! Kau mengkhianatiku, Mas!”

 

Tangis Vita semakin histeris. Suaranya melengking tak terima dengan pengkhianatan yang suaminya lakukan, tapi sekuat apa pun dia berteriak, waktu tak akan kembali.

 

Vita mengalihkan pandangan pada perempuan yang berdiri ketakutan di sebelah Bagas. Perempuan itu sibuk menunduk sambil meremas sisi baju yang dikenakan.

 

“Dan kamu, siapa namamu? Kenapa merebut suamiku?” Tatapan Vita begitu tajam, bak elang yang siap menerkam mangsa.

 

“Maafkan aku, Mbak! Aku enggak tahu kalau Mas Bagas masih punya istri. Dia bilang sudah bercerai,” ucap perempuan itu tanpa berani mengangkat wajah.

 

Vita tersenyum sinis. Sama sekali dia tak percaya dengan apa yang di dengar, meski perempuan itu sudah berkata jujur.

 

“Jangan bohong! Kamu pasti sudah rahu kan!” Vita maju selangkah semakin mendekati perempuan itu, tapi langkahnya terhenti saat Arum memegang pundak, mencegahnya terus mendekat.

 

 

“Sabar, Vit! Kita bicara di dalam,” ajak Arum.

 

Vita menoleh.

 

“Sabar, Mbak? Apa aku harus sabar saat tahu suamiku menikah lagi?”

 

Arum terdiam sebagai sesama perempuan, dia tahu betul apa yang dirasakan adik iparnya. Namun dia juga tak bisa berbuat banyak selain mendekap Vita berusaha menenangkan.

 

Dalam pelukan Arum, air mata Vita tumpah ruah. Dia benar-benar tak menyangka bahtera rumah tangga yang dijalani berada di ambang kehancuran.

 

Mengurai pelukan, emosi Vita kembali memuncak saat melihat wajah Bagas.

 

“Kenapa kamu mengkhianatiku, Mas!”

 

“Maaf, Dek! Aku khilaf,”

 

Di saat yang sama, perempuan bernama Gea tiba-tiba bersimpuh di depan Vita. Menangis sesenggukan sembari memegangi kaki Vita.

 

“Maafkan aku, Mbak! Aku benar-benar enggak tahu kalau Mas Bagas masih beristri.

 

Vita tersenyum kecut. Lalu, memegang pundak Gea, membantu berdiri.

 

“Kamu ingin aku memaafkan?”

 

“Iya, Mbak! Tolong maafkan aku,”

 

“Kalau begitu, tinggalkan suamiku sekarang juga!”

 

Sontak saja permintaan Vita membuat mata Gea membulat sempurna.

 

“Aku enggak bisa, Mbak! Aku sedang hamil. Bagaimana nasib anakku nanti jika kutinggalkan Mas Bagas?” Gea mengelus perutnya yang masih rata.

 

Denyut nyeri mendera hati. Keinginan Vita untuk memiliki Bagas seutuhnya menjadi mustahil tatkala benih suaminya tumbuh subur di rahim perempuan lain.

 

Vita tercenung. Otaknya terasa tumpul, seakan tak mampu mencari jalan keluar. Sesaat dia menoleh pada Kesya yang sedang berpegang pada tangan Arum. Bocah itu hanya diam saja karena tak tahu jika keluarganya terancam hancur.

 

“Sudahlah, Dek! Terima saja Gea menjadi madumu,” ucap Bagas yang sedari tadi diam.

 

Sungguh besar nyali Bagas untuk mengatakan hal itu. Bagaimana mungkin memiliki dua istri, sedangkan satu saja tak mampu menafkahi.

 

“Enggak! Aku enggak mau dimadu. Sekarang ceraikan dia atau aku yang akan pergi?” ancam Vita.

 

Bagas tersenyum datar. Kata-kata istrinya seakan menjadi tantangan baginya.

“Jangan bodoh kamu, Dek! Mau pergi ke mana? Pulang ke rumah orang tuamu? Apa kamu yakin sanggup mendengar hinaan kakak iparmu? Atau pulang ke rumah sendiri?” Bagas mencebikkan bibir seakan merasa menang, “kamu jangan lupa kalau tanah tempat rumah itu berdiri, adalah milik ibuku. Jadi kalau kamu menuntut cerai, bersiap angkat kaki dari sana!”

 

 

Vita terperanjat. Semua yang dikatakan Bagas benar. Rumah yang dia tinggali, tanahnya milik Ibu mertua, meski uang yang digunakan untuk membangun rumah adalah miliknya.

 

Namun, sedikit pun kerumitan ini tak serta merta membuat Vita mau dimadu. Dia bertekad akan menuntut cerai jika Bagas tak mau meninggalkan istri barunya. Soal besok mau tinggal di mana, itu pikirkan nanti saja.

 

 

Related chapters

  • AMPLOP LEBARAN   PEMBELAAN MERTUA

    “Baik! Ceraikan aku sekarang!” tantang Vita. Tak ada pilihan lain. Jika harus berbagi suami, Vita tak akan sanggup. Merasa tertantang, Bagas langsung menjatuhkan talak pada perempuan yang empat tahun belakangan menemani hidupnya. Vita tersenyum getir, menertawakan perihnya hidup yang harus dijalani. Di keluarganya, saudara dan ipar selalu menghina, sedangkan suami yang diharap akan memberi kedamaian, nyatanya membunuh perlahan. “Kamu menceraikan Vita, Gas!” Arum menggeleng lemah, menyadari kebodohan adiknya. Sebagai seorang kakak ipar, dia tahu betul karakter Vita. Susah rasanya jika Bagas menemukan yang lebih baik dari Vita. “Dia yang minta, Mbak! Lagian aku sudah punya penggantinya,” sahut Bagas enteng. Terperangah Arum mendengar jawaban adiknya. Sebagai perempuan, dia membenci lelaki model Bagas yang begitu mudah mencampakkan. Sementara itu, Gea yang sejak tadi tergugu seolah larut dalam kesedihan, tiba-tiba mengangkat wajah dan menyeka air mata. Senyum kemenangan jelas se

    Last Updated : 2023-07-12
  • AMPLOP LEBARAN   AMARAH DONI

    Doni menghentikan motor di halaman rumah yang tampak sepi. Mobil kakaknya yang biasanya teronggok di halaman, tak terlihat. Pun motor anggota keluarga yang lain. Dia mengalihkan pandangan pada rumah yang pintunya sedikit terbuka. Langkahnya mendekat, menduga ada salah satu anggota keluarga yang berdiam di rumah. “Assalamu alaikum.” Doni berteriak seraya membuka pintu. Dia terkejut melihat seorang perempuan yang sedang bersandar si sofa ruang tamu dengan posisi kaki berada di atas meja. Sesaat dia memindai wajah perempuan yang rambutnya dicat merah itu, mencoba untuk mengenali. “Hei! Siapa kamu! Kenapa masuk rumah orang sembarangan!” Gea membentak dengan sepasang mata melotot. Kontan saja Doni bertambah bingung. Sama sekali dia tak merasa kenal dengan perempuan itu, tapi kenapa bisa ada di rumahnya. “Maaf, aku pemilik rumah ini. Harusnya aku yang bertanya kamu siapa. Kenapa ada di dalam?” Doni bertanya balik. Gea tercenung. Dia menarik ingatan pada cerita-cerita Bagas sebelumnya

    Last Updated : 2023-07-12
  • AMPLOP LEBARAN   MENYERAH

    Sekuat apa pun mencoba tegar, hakikatnya Vita hanya perempuan rapuh, yang butuh seseorang untuk menguatkan di saat hati terpuruk. Tiga hari sejak talak dijatuhkan, akhirnya dia menyerah untuk memikul beban itu sendiri. Vita pulang ke rumah Ibunya, mengeluh kesahkan semua perih pada keluarga. “Nah kan! Apa aku bilang! Bagas itu bukan lelaki yang baik buat kamu. Salah sendiri dulu enggak mendengar nasihat kami. Sekarang jadi janda kan!” celetuk Lina. “Kamu sih! Sekarang nyesel kan!” imbuh Anggi. Bukan! Bukan ini yang ingin Vita dengar. Setidaknya kalimat motivasi akan membuatnya sedikit lega. Namun, dua kakak iparnya justru seakan menyalahkan. Benar. Dulu mereka tak suka dengan Bagas. Tapi, bukan karena karakternya. Baik Lina maupun Anggi tak setuju karena Bagas berasal dari keluarga biasa. Vita menyeka sudut mata. Aroma perih menguar, tatkala empati dari keluarga tak di dapat. Hanya Bu Aminah yang sesekali memintanya sabar, tapi tak bereaksi saat dua kakak iparnya mencemooh. “Te

    Last Updated : 2023-07-13
  • AMPLOP LEBARAN   AMBIL SAJA!

    Dari balik kaca jendela, Gea melongok ke luar. Dahinya berkerut saat melihat dua perempuan turun dari mobil, di mana salah satunya ada Vita. “Mas, itu kok mantan istrimu datang ke sini? Mau ngapain?” tanya Gea tanpa mengalihkan pandangan pada dua perempuan yang berjalan mendekat. “Paling juga mau jenguk Ibu,” sahut Bagas santai. Lelaki itu paham betul seperti apa sifat mantan istrinya. Vita pasti akan datang saat mendengar kabar jila Bu Asti sakit. Gea kembali duduk di tempat semula saat Vita dan Arum semakin dekat. Pura-pura memainkan ponsel agar tak ada yang rahu kalau habis mengintip. Pintu terbuka. Arum dan Vita langsung masuk dan berjalan ke arah kamar tidur Bu Asti tanpa menyapa dua orang yang sedang duduk di sofa, sementara Gea merasa tersinggung karena diabaikan. “Masuk rumah orang kok enggak ketuk pintu dulu. Enggak sopan!” cibir Vita. Suara itu berhasil menghentikan langkah Arum dan Vita. Keduanya berbalik. “Kamu mengatai aku?” Arum menatap tajam pada adik ipar barun

    Last Updated : 2023-07-13
  • AMPLOP LEBARAN   FOTO TANPA WAJAH

    Selepas Magrib, Vita, Arum dan Bu Asti berjibaku di dapur bersama-sama menyiapkan makan malam. Seperti itulah keseharian mereka saat Vita datang. Berbeda dengan mereka, Gea yang saat ini berstatus istri Bagas justru mengeram di kamar. Hampir seminggu dia tinggal di rumah mertua, tapi sekali pun belum pernah membantu masak. Dia akan keluar setelah tercium harum aroma masakan matang. Di saat bersamaan, Doni yang baru pulang kerja langsung menuju dapur karena sejak tadi sudah kehausan. Dia terkejut mendapati sang kakak ipar ada di rumahnya. “Mbak Vita, kamu di sini,” ujar Doni yang wajahnya dihiasi senyum semringah. “Iya, Don! Kamu baru pulang?” Vita mengulurkan tangan dan disambut oleh mantan adik iparnya. “Iya. Tadi macet di jalan.” Doni mengambil gelas di atas rak, menuangkan air putih, lalu meneguk isinya hingga tandas. “Oh iya, Don! Nanti malam kamu tidur di ruang tamu ya! Vita mau menginap di sini. Biar dia tinggal di kamarmu,” pesan sang Ibu. Dulu, sebelum ada perempuan be

    Last Updated : 2023-07-14
  • AMPLOP LEBARAN   RAHASIA

    Dalam haru heningnya malam, sesosok perempuan bersujud, bersimpuh mengadukan nasib pada Sang Khalik. Dia merasa tak sanggup memikul beban ini sendiri.Sejatinya Lebaran menjadi momen bahagia bagi semua insan, tapi justru menjadi titik terendah bagi seorang Vita. Pengkhianatan, luka dan air mata kerap mewarnai harinya dalam sepekan belakangan. Keluarga yang dikasihi, suami yang dicintai, menjauh, menepi karena ego yang sebenarnya menghancurkan semua. Vita menengadahkan tangan, memohon petunjuk pada Sang Pencipta, berharap setiap luka yang dikecap, akan menjadi manis di kemudian hari. Dalam kepedihan, dia hanya mampu menghibur diri, bahwa semua yang terjadi adalah kuasa-Nya. Hingga tertanam satu keyakinan, semua akan baik-baik saja. Tanpa terasa, sayup terdengar Adzan Subuh berkumandang. Vita lekas melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk, lalu beranjak ke dapur menyiapkan sarapan untuk keluarga mantan suaminya. Rupanya, di saat yang sama, Arum dan Bu Asti juga keluar dari kamar, da

    Last Updated : 2023-07-14
  • AMPLOP LEBARAN   OH ... IBU

    Seiring bergulirnya waktu, kesedihan Vita mulai memudar. Dia mulai menikmati peran barunya sebagai single parent. Merawat Kesya seorang diri, seperti kebanyakan perempuan yang ditinggal suami. Tiap hari Vita bangun jam tiga dini hari. Menyiapkan masakan untuk dijual paginya. Meski untung tak seberapa, tapi setidaknya cukup untuk makan sekeluarga. Doni, lelaki itu sudah dua kali datang ke rumah. Dia menepati janji untuk membantu keuangan. Namun, Vita tak memakai uang tersebut, sebab penghasilan dari jualan sayur matang sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan. *** Mentari baru sepenggalah tingginya saat dagangan Vita telah disapu bersih oleh pelanggan yang kebanyakan para tetangga. Perempuan yang setiap hari memakai hijab itu tersenyum puas menghitung laba. Total keuntungan pagi ini 125 ribu. Sebuah nominal yang lumayan jika untuk hidup di kampung. Selesai, dia menyimpan uang ke dalam dompet. Lalu, mulai merapikan wadah tempat sayur yang dijual barusan. Di saat Vita sedang sibuk den

    Last Updated : 2023-07-15
  • AMPLOP LEBARAN   TANGAN KOSONG

    "Bu ..., Bu ...." Berteriak panik dari dalam kamar, Arum berlarian mencari ibunya ke depan. Bu Asti yang sedang menyapu halaman seketika menghentikan aktivitas. "Ada apa, Rum, teriak-teriak kayak orang kesetanan?" Arum tak langsung menjawab. Mengatur nafas yang masih terengah-engah. "Ibu lihat uang aku yang di lemari enggak?" "Uang apaan?" "Ya uang yang buat persediaan belanja, Bu! Tadi sebelum kita pergi, aku simpan di lemari. Tapi sekarang enggak ada," jelas Arum dengan nada suara panik. "Loh, kok bisa? Jangan-jangan kamu lupa naruh kali. Coba cari yang benar," "Enggak ada, Bu! Aku sudah mencarinya tapi tetap enggak ketemu," Uang sebesar dua juta yang kini telah raib, sejatinya adalah uang belanja bulanan. Siang tadi Arum dan Ibunya pergi kondangan. Sebelum pergi, dia menyimpan uang tersebut di dalam lemari. Sepulang dari kondangan, dia berniat mengambil uang itu untuk belanja. Betapa kagetnya Arum saat mendapati uang itu sudah tak ada. "Ayo Ibu bantu cari. Siapa tahu na

    Last Updated : 2023-07-15

Latest chapter

  • AMPLOP LEBARAN   BAHAGIA

    Azam berjalan pelan meninggalkan pekarangan rumah itu. Langkahnya terasa ringan, sebab semua beban di hati sirna setelah bertemu Vita. Soal kata maaf, dia tak terlalu banyak berharap. Semua kesalahan yang dilakukan sudah teramat fatal. Baginya, yang terpenting sudah menunjukkan itikad baik dengan meminta maaf. Di teras, Arsyi menunggu sang pemilik rumah kembali. Ia langsung bangkit saat melihat Azam melenggang ke arahnya. “Bagaimana, Mas?” Arsyi langsung menyambut dengan pertanyaan. Azam meletakkan bokong di kursi teras, diikuti Arsyi yang duduk di tempat semula. Lelaki itu menarik nafas panjang lalu membuang perlahan. Lega setelah hampir tiga hari batinnya bergolak. “Aku sudah meminta maaf,” sahut Azam. “Syukurlah ... apa Mbak Vita memaafkanmu?” Lelaki itu mengendikan bahu, bingung karena saat dia pergi belum terdengar kata maaf dari Vita. “Entah.” “Enggak apa-apa, Mas! Yang penting kamu sudah berusaha menjadi lebih baik. Aku bangga padamu,” ujar Vita kemudian. Sesaat Azam m

  • AMPLOP LEBARAN   MAAF

    Bu Aminah gelisah mendapati anak bungsunya masih belum juga keluar kamar meski matahari sudah sepenggalah. Biasanya, setiap hari Vita selalu bangun pagi untuk menyiapkan dagangan. Kalaupun libur tak jualan, dia tetap bangun pagi lalu menemani Kesya-anaknya. Namun, kali ini ada sesuatu yang mengganjal. Sejak tadi malam pulang dini hari, sama sekali Vita tak menunjukkan batang hidung meski Kesya sudah berlarian sejak pagi. Khawatir terjadi sesuatu yang buruk menimpa, Bu Aminah berinisiatif mengetuk pintu kamar Vita. Nihil. Tak ada sahutan dari dalam. Lalu, perempuan paruh baya itu memberanikan diri memutar gagang pintu. Dia bernafas lega saat melihat anaknya baik-baik saja. Namun, ada sesuatu yang beda. Tak biasanya Vita melangut di sudut ranjang sambil memeluk lutut. Bu Aminah mendekat lalu duduk di tepian ranjang. “Kamu kenapa, Vit? Kok sejak tadi enggak keluar?” tanyanya kemudian. Sama sekali ucapan sang Ibu tak membuat Vita menyahut, atau sekedar menoleh. Perempuan itu masih s

  • AMPLOP LEBARAN   PETAKA

    Azam semringah saat perempuan yang sedang ditunggu muncul di halaman rumah. Seketika dia bangkit menyambut Vita yang mengenakan daster longgar khas ibu rumah tangga. “Akhirnya kamu datang juga, Mbak!” ujar Azam saat perempuan itu telah berada di depannya. Vita memasang senyum. Sebuah senyum tulus untuk seorang sahabat, bukan kekasih. “Ayo masuk, Mbak!” Azam membuka pintu lalu mendahului masuk, sementara Vita mengekori di belakang. “Enggak usah di tutup pintunya, Mbak!” perintah Azam saat Vita hendak menutup pintu. “Loh .... kenapa? Ini kan sudah malam?” “Enggak apa-apa. Biar enggak jadi fitnah karena kita berduaan di dalam rumah,” Vita bernafas lega karena ternyata lelaki yang didatangi masih berpikir waras. Lalu, mereka duduk saling hadap, terhalang meja yang berisi dua piring nasi goreng, juga dua gelas air putih. Vita mengedarkan pandangan ke sekeliling. Suasana tampak lengang, nyaris tanpa suara terdengar selain bunyi kendaraan yang berlalu lalang di depan sana. “Bapak

  • AMPLOP LEBARAN   PERMINTAAN TERAKHIR

    “Terima kasih ya, Dek! Kamu sudah mau menemaniku,” ucap Doni saat mereka baru pulang dari Dokter Urologi. Menurut hasil diagnosa, Doni ditengarai kekurangan hormon testosteron, dan untuk penanganan awal dia diberi suntikan hormon serupa. Selain itu, Doni juga disarankan banyak mengonsumsi makanan berprotein tinggi seperti daging sapi, telur ataupun ikan jenis Tuna dan Salmon. Vita juga dihimbau untuk menjaga suasana hati calon pasangannya agar tak sampai stres berlebihan. Karena biar bagaimanapun tingkat stres yang tinggi turut memberi andil bagi masalah yang tengah Doni hadapi. “Enggak harus berterima kasih, Mas! Ini juga demi kebahagiaan kita,” sahut Vita disertai senyum tulus.“Tapi bagaimana kalau nanti aku tak kunjung sembuh?” Buru-buru Vita mendesis lalu menempelkan jemari telunjuk di bibir calon suaminya. Dia tak ingin Doni terbebani dengan masalah itu yang tentu saja akan membuatnya stres. “Kamu pasti sembuh, Mas!” Tersenyum penuh arti, batin Doni bersyukur memiliki cal

  • AMPLOP LEBARAN   100 juta (lunas)

    Benar adanya jika roda kehidupan itu berputar. Setelah semua perih dialami, setelah perjuangan yang seakan tak terhenti, hari ini kebahagiaan datang mengganti. Sempat Vita merasa trauma dengan kegagalan pada pernikahan pertama. Sempat pula berpikir untuk selamanya menjadi orang tua tunggal. Namun, sosok Doni yang kembali masuk dalam hidupnya seakan membangkitkan gairah cinta yang padam. Lelaki itu berhasil memberi warna baru dalam hidup. Perhatiannya, ketulusannya, semua membuat Vita merasa berarti. Perempuan pemilik nama lengkap Novita Anggraeni itu tersenyum simpul memerhatikan penampilan dari balik cermin. Demi terlihat anggun di acara lamaran, dia memadukan maxi dress putih dengan pashmina cokelat nude. Tambahan mini belt di pinggang semakin mempertegas bahwa ibu satu anak itu memiliki tubuh langsing. Jantung Vita berdebar-debar menunggu kedatangan keluarga Doni yang akan melamar. Meski ini bukan yang pertama, tapi efek yang ditimbulkan justru lebih kentara, sebab lelaki yang

  • AMPLOP LEBARAN   JANJI

    “Sampai kapan kamu akan menyiksa diri seperti ini, Don?” tanya Arum saat mereka sedang duduk berdua. “Menyiksa bagaimana, Mbak?” Meski sebenarnya paham akan arah pembicaraan kakaknya, Doni masih bersikeras pura-pura tak mengerti. “Sudahlah, Don! Jangan seperti anak kecil. Kami semua tahu sejak dulu kamu mencintai Vita. Dia juga begitu. Lalu kenapa kamu malah seperti ini?” Doni terdiam. Bayangan sosok perempuan itu langsung melintas di kepala hanya dengan mendengar namanya saja. Tak dipungkiri semua itu benar, hanya saja masih ragu sebab keadaan yang dialami. Bagi seorang Doni, cinta itu bukan sekedar bersama. Percuma saja terjalin hubungan jika pada akhirnya harus saling menyakiti. “Kamu sudah tahu alasannya kan, Mbak!” sahutnya datar. “Ya. Aku tahu. Aku mengerti perasaanmu. Tapi bukan berarti kamu harus menyerah. Aku yakin kamu bisa sembuh, Don. Apalagi Vita juga mau menerima kekuranganmu. Kamu harus semangat!” Menyuntikan mental pada adiknya, Arum terus memberi wejangan. Di

  • AMPLOP LEBARAN   PERINGATAN KERAS

    Lelaki yang baru pulang kerja itu terperanjat saat mendapati motor mantan kakak iparnya ada di halaman. Berbagai prasangka tentang tujuan kedatangan Vita mulai menari di kepala. Seketika dadanya berdebar kencang. Ketakutan mulai melanda, khawatir Vita akan membuka aibnya di depan keluarga. Langkah lelaki itu tergesa menuju pintu yang sedikit terbuka. Seiring salam yang terucap, dia langsung menyelonong masuk dan baru berhenti saat sampai di ruang tengah. “Mbak Vita! Ngapain ke sini?” tanya Doni. Vita menoleh, tersenyum. “Iya, Don! Baru pulang kerja?” Karena memang tak fokus, Doni hanya mematung. Raganya memang berdiri di situ, tapi pikirannya melanglang buana, masih menerka tujuan kedatangan mantan kakak iparnya. “Loh kok malah ngelamun sih! Sini duduk. Kami mau bicara.” Arum menepuk kursi kosong di sebelahnya. Doni yang masih belum fokus, menuruti saja perintah kakak perempuannya. Dia meletakkan bokong di atas kursi lalu menatap semua bergantian. Matanya menangkap sesuatu yang

  • AMPLOP LEBARAN   KEPUTUSAN

    Di depan teras Vita masih terisak. Dia semakin dihantui bersalah dengan Vonis ‘pengecut’ yang disematkan pada Doni. Nyatanya, lelaki itu rela terluka saking khawatirnya menyakiti. Buru-buru dia menyeka sudut mata saat sesosok lelaki yang sangat dikenali mendadak muncul di depannya. Lalu, tanpa permisi duduk di sebelahnya. “Kamu, Zam! Bikin kaget saja. Ngapain malam-malam ke sini?” Sebisa mungkin Vita menyembunyikan kesedihan. “Aku sudah dengar semuanya, Mbak!” Sontak Vita menoleh, menatap kaget pada lelaki di sebelahnya. “Dengar apa?” tanya Vita berusaha memastikan. “Dengar tentang perasaanmu, juga tentang Doni dan keadaannya,” Seketika wajah Vita menegang. Dia tak menyangka Azam sudah tahu, padahal dia berniat menyembunyikan dari semua orang. “Jangan khawatir, Mbak! Aku enggak akan cerita sama siapa pun,” ungkap Azam yang bisa membaca isi kepala Vita hanya dari gelagatnya saja. Vita sedikit lega, tapi masalah yang sedang dihadapi kembali menghantui. Dia begitu bingung harus

  • AMPLOP LEBARAN   FAKTA MENYAKITKAN

    Sejak tadi Doni tak henti mondar-mandir di dalam kamar. Sesekali duduk sambil melangut, terkadang menghempaskan tubuh di atas ranjang. Kabar yang didengar dari Bagas membuat hati gundah gulana. Ada semacam rasa tidak rela jika kekasih hatinya dimiliki lelaki lain. Meski tanpa kejelasan, dia merasa ada yang belum selesai antara dirinya dan Vita. Selain itu, sikap dingin Vita semakin menghantui pikiran. Rasa bersalah menjadi beban karena selama ini dia belum berterus terang alasan dibalik sikapnya yang tak berani mengungkap cinta. Lelaki itu memejam erat sambil menengadah. Dijambaknya rambut kasar berusaha mengempas beban pikiran. Sayangnya apa yang dilakukan tak kunjung membuat tenang. Dia berganti menangkupkan kedua tangan pada wajah. Mencoba berpikir jernih, berusaha mengesampingkan harga diri. Detik berikutnya bangkit lalu beranjak keluar. Ya. Dia menyadari bahwa harus berterus terang sebelum terlambat. Sebelum perempuan yang bertahun dicinta menjadi istri orang, hingga tak mun

DMCA.com Protection Status