BU LAYLA memang sungguh bermurah hati kepada Ashraff. Jika tidak dibantu wanita tersebut, Ashraff belum tentu bisa memiliki kesempatan untuk berbicara empat mata dengan Ameena. Ketika sedang duduk berhadapan dengan Ameena, Ashraff mengaku kurang nyaman. Dulu, Ameena selalu berpakaian tertutup. Tapi, sekarang? Ya, Tuhan. Ashraff malah bisa bebas menyaksikan sebagian dari aurat Ameena! Mata Ashraff benar-benar sudah ternoda.
Melihat rambut Ameena diatur bergelombang dan diberikan sentuhan warna caramel ombre brown, bisa dipastikan susah sekali untuk Ashraff dapat mengatakan bahwa mahkota milik Ameena tersebut tidaklah indah. Memaksa Ashraff untuk sering-sering menunduk. Yang lebih mengkhawatirkan, kedua lengan dan kedua betis Ameena entah mengapa seperti sedang menantang Ashraff. Jika tingkat keimanan Ashraff terlalu lemah, kemungkinan Ashraff sudah berbuat macam-macam kepada Ameena.Maksud Ashraff untuk mengajak Ameena mengikuti reuni khusus alumni dari SMA Islam Al-Mustaqim angkatan 2016 sudah tersampaikan kepada Ameena. Mulut Ameena sampai ternganga. "Apakah aku ngga salah denger? Jadi, kamu repot-repot dateng ke sini untuk ngajak aku ikutan reuni?"Ketika Ameena sedang tertawa tidak percaya, bibir Ashraff sudah setengah terbuka. Tapi? Merasa bahwa sekarang bukan waktu tertepat untuk bersuara, rencana Ashraff untuk berbicara langsung dibatalkan."Aku 'kan belum sempet lulus dari sana karena udah keburu dikeluarin secara ngga terhormat. Masa kamu bisa lupa, sih? Yang udah bikin aku dikeluarin, bukankah kamu sendiri?"Memang benar bahwa susunan dari kalimat Ameena dimaksudkan untuk menyudutkan Ashraff. Akan tetapi, Ameena tidak bisa menyabet keberhasilan untuk membuat mental Ashraff bobrok karena Ashraff sudah mempersiapkan argumen mumpuni. "Tapi, ibumu udah ngizinin aku untuk bawa kamu ke sana dan ... kalau kamu masih ngga percaya sama omongan aku, kamu bisa bertanya kepada ibumu."Mata Ameena berubah menusuk. "Meski ibuku udah ngizinin kamu, bukan berarti aku akan ikut kamu. Jika kamu kepengen dateng, ngga usah ajak-ajak aku, deh. Aku ngga tertarik untuk ketemuan sama orang-orang sekelas malaikat seperti kalian. Aku 'kan cuma sampah masyarakat. Jadi, aku ngga selevel dengan kalian."Mendapati karakter Ameena ternyata sudah berubah drastis sesudah dibandingkan dengan karakter Ameena semasa mereka masih SMA, Ashraff memiliki alasan ampuh untuk terdiam. Di mata Ashraff sekarang, Ameena sungguh teramat asing dengan dunia kelembutan, tidak memiliki banyak kesabaran, serta cenderung suka nyolot dan ketus.Mendadak, Ameena berdiri dan menghampiri Ashraff. Meraih salah satu lengan laki-laki tersebut untuk kemudian ditarik dengan bersusah payah. "Mending kamu cepetan pergi dari rumahku karena aku ngga bakalan menghadiri acara reuni bersamamu," kata Ameena selama sedang menyeret Ashraff ke arah akses utama untuk keluar dari rumah.Mendengar keributan, Bu Layla meninggalkan dapur untuk menuju ruang tamu. Melihat Ameena tengah mendorong-dorong Ashraff supaya laki-laki tersebut segera meninggalkan kediaman mereka, bisa dibilang Bu Layla teramat tertegun."Loh? Ameena?""Kok Nak Ashraff malah kamu usir?""Aku capek, Bu. Mau istirahat," ucap Ameena tanpa merasa berdosa. Membuat Bu Layla sampai menggelengkan kepala secara berulang-ulang."Tapi, bukankah kamu akan menghadiri acara reuni bersama Nak Ashraff?""Ameena bersikeras untuk menolak ajakan saya, Bu."Yang angkat suara duluan adalah Ashraff. Kenapa? Karena Ashraff mengharapkan dukungan dari Bu Layla."Astaga, Ameena. Maksud Nak Ashraff tuh beneran baik, loh."Perhatian Bu Layla dipusatkan ke arah Ameena. "Ibu seneng banget kalau kamu bisa memperbaiki hubunganmu dengan teman-teman SMA-Mu.""Ada bagusnya, kamu lebih sering berbaur sama anak-anak sebayamu daripada sama ... kekasih atau suami orang," ucap Bu Layla dengan menyertakan nuansa menuntut."Iiiiih, Ibu mah. Aku tuh ngga mau, Bu.""Mereka udah nyakitin aku dengan mulut dan tangan mereka. Maksain untuk dateng sama artinya dengan membuka luka lamaku."Melipat kedua tangan di depan dada, Ameena sudah selesai berucap tidak terima dengan sangat lancar. Menghadapi manusia berkepala batu, Bu Layla sudah membuat keputusan bagus dengan langsung mengusik kartu AS Ameena. "Baiklah. Ibu ngga akan maksa kamu. Tapi, kamu harus menanggung risiko untuk nikah sama Pak Karso.""Ibu ngancem aku?"Menatap Bu Layla, kedua netra Ameena lantas membesar secara serentak. Bu Layla mengerti benar tentang Ameena. Di mata anak semata wayang dari wanita berusia 52 tahun tersebut, Pak Karso merupakan sosok laki-laki menjijikkan. Kenapa? Karena Pak Karso sudah memiliki tiga istri. Masa masih mau ditambah? Di lain sisi, umur dari Pak Karso sudah mendekati angka kepala lima. Artinya, Pak Karso malah lebih sesuai untuk dijadikan ayah Ameena daripada suami Ameena."Ibu ngga ngancem kamu, Ameena. Yang benar, sebatas meminta kamu untuk memilih," kata Bu Layla karena tidak berkenan untuk disalahkan."Iya, deh. Iya.""Aku akan siap-siap sekarang."Alergi dengan kepribadian dari makhluk menggelikan semacam Pak Karso, suka tidak suka Ameena memang harus menuruti kemauan Bu Layla. Ketika Ameena bertolak ke kamar untuk bersiap, Ashraff diminta Bu Layla untuk bersantai seperti menit-menit sebelum Ameena membuat keributan."Nak Ashraff duduk lagi saja.""Iya, Bu, terima kasih, ya," ucap Ashraff terutama karena merasa terbantu sekali dengan ancaman Bu Layla kepada Ameena. Pada selang waktu singkat, intruksi dari Bu Layla sudah diindahkan Ashraff hingga membuat Ashraff bisa berakhir dengan ditinggal sendirian karena ibunda dari Ameena tersebut masih harus berkutat dengan urusan dapur.Menanti Ameena selama sepuluh menitan, Ashraff malah sukses dibuat meradang dengan penampilan Ameena sekarang. Mata Ashraff sampai melotot. Yah, bagaimana tidak? Ameena sedang mengenakan dress selutut dengan model tanpa lengan dan sebagian dada beserta daerah tulang belikat dibiarkan terbuka."A- Ameena, kamu ...?"Masih syok dengan busana Ameena, alunan napas Ashraff tahu-tahu sudah berubah memburu.Astaghfirullah.Yang harus disyukuri dengan lurus, Ashraff masih diingatkan semesta untuk beristighfar. Membuat Ashraff diberikan kemudahan ekstra untuk memalingkan wajah dengan tangkas. Agar kesucian mata Ashraff tidak bertambah terkontaminasi."Kenapa?" tanya Ameena bertanya dengan heran.Menatap Ameena dengan durasi ditetapkan sependek mungkin, mulut Ashraff tergerak untuk berseru cepat, "Apakah kamu ngga merasa salah kostum?"Ketika Ashraff sudah balik membuang muka, Ameena mengamati kondisi badan sendiri dengan tampang bloon. "Aku merasa salah dengan kostumku?" tanya Ameena dengan bingung.Mengaktifkan mode mencibir selama menatap kedua mata Ashraff, lidah Ameena entah mengapa bisa semakin licin hingga Ameena dapat berkata dengan lihai, "Shraff, Shraff, ngga usah ngadi-ngadi, deh. Aku tuh malah bangga banget karena bisa kelihatan modis begini."Menatap Ameena, Ashraff sebatas berbekal keberanian dengan volume tidak seberapa serta sebatas difokuskan ke kedua kornea mata Ameena. "Yakin, Am? Yang akan kita temui adalah temen-temen satu SMA kita, loh. Masa kamu bisa berani sekali untuk berpenampilan terbuka?"Ameena membalas dengan enteng, "Yakinlah, Shraff. Jika ngga, sekarang aku ngga akan berdiri di sini.""Tapi, temen-temen kita 'kan ...."Muka Ashraff sudah mengukir kerutan halus. Menjawab kerisauan Ashraff, Ameena malah berdesis dengan telunjuk tangan kanan ditaruh di depan bibir sebelum berujar, "Aku ngga suka ribet-ribet, loh, Shraff."Apakah Ameena sudah menggila? Ayolah. Baik Ameena dan Ashraff sudah sama-sama memahami tentang satu kebiasaan terhebat dari seluruh teman SMA mereka: mampu menutup aurat dengan benar. Jika Ameena datang ke acara reuni dengan busana Ameena sekarang, maka Ameena akan berbeda sendiri dan bisa-bisa malah mengundang syahwat.Masih dihadapkan dengan kebungkaman Ashraff, Ameena bertolak pinggang dengan kedua mata sempat diputar. Menatap laki-laki dengan badan dibalut kemeja bercorak kelabu tersebut, Ameena beralih meminta kepastian dengan bertanya, "Jadi ngga, nih?""Ya, udah. Yok!"Alis nyaris bertautan, Ashraff harus bisa menerima keadaan Ameena karena Ashraff tidak bisa memaksa Ameena. Meski dengan hati berduri? Yah. Begitulah.Akan segera bertolak ke lokasi acara reuni, Ameena dan Ashraff tidak kelupaan untuk berpamitan kepada Bu Layla sebentar. Lalu, selama sedang menaiki sepeda motor dengan memboncengkan Ameena, terus terang Ashraff sering tidak fokus karena kemulusan betis Ameena terus terpantulkan lewat kaca spion. Membuat Ashraff menegang hingga tidak tahan untuk berkali-kali menelan ludah.Pikiran Ashraff memang harus dialihkan. Jadi, Ashraff berinisiatif untuk memecahkan keheningan. "Aku ngga pernah boncengin wanita selain kerabat dekatku, loh, Am."Mendengus singkat dengan sudut bibir sebelah kanan ditarik cepat, Ameena baru berkata dengan nada sinis, "Aku ngga nanya tuh.""Aku ngasih tahu," balas Ashraff tanpa mempermasalahkan ketidakramahan Ameena."Tapi, aku ngga butuh dikasih tahu kamu.""Tapi, aku butuh."Ameena mengernyitkan kening dengan kedua mata dipicingkan. "Loh? Kok?"Meski tidak untuk disaksikan Ameena, Ashraff tetap bersikukuh untuk memamerkan senyuman tipis. "Aku adalah laki-laki berprinsip, Am," beber Ashraff dengan bibir masih melengkung dengan elok.Masih mengerutkan dahi, Ameena benar-benar diterpa kebingungan karena ucapan setengah-setengah dari Ashraff. Apakah laki-laki berjaket hitam di depan Ameena tersebut memang hobi bertele-tele?"Aku ngga akan membonceng siapa pun selain mahramku dan istriku," kata Ashraff dengan diiringi senyuman penuh makna hingga mampu memperdalam kerutan dari kening berkulit licin milik Ameena.Atas kalimat ambigu dari bibir Ashraff, Ameena masih mengedepankan kesinisan selama bertutur, "Aku bukan mahrammu maupun istrimu.""Memang."Di sini, Ashraff tidak berkelit. Malah langsung membenarkan. Menjadikan Ameena terheran-heran karenanya."Lalu?"Yang ditanya tidak lantas menyahut dengan kecepatan ekspres. Melirik ke arah salah satu spion untuk mengecek bagaimana mimik muka terbaru Ameena, diam-diam sebaris seruan sudah dikibarkan, tetapi tanpa dinyaringkan. "Artinya, kamu harus menjadi istriku, Am."Mulai berhenti tersenyum simpul, Ashraff baru dapat menyampaikan, "Aku yakin sekali. Pasti kamu bisa nyimpulin sendiri."Ameena tidak membalas. Asyik bergulat dengan batin sendiri menggunakan irama sewot. "Masa cuma gara-gara boncengin aku, kamu harus sampai nikahin aku segala?"Di depan akses masuk ke sebuah ballroom dengan kategori termasuk mewah, langkah Ameena terhenti. Mendadak, tubuh ramping wanita tersebut menegang dengan hebat. Di tengah kekakuan dari setiap tulang-tulang Ameena, bisa dipastikan Ameena sedang gemetaran. Melihat kedua tangan Ameena sampai dikepalkan di samping badan, bagaimana Ashraff bisa tidak khawatir?Menoleh dan menatap Ameena, Ashraff mencoba berseru dengan tenang, "Yuk, Am. Kita masuk sekarang."Mendapati Ameena menarik napas dalam-dalam dengan kedua mata dikatupkan sekilas, Ashraff mengaku tidak sampai hati. Kasihan Ameena. Pasti Ameena sedang ditimpa kesulitan. Apakah benar berupa tekanan?"Jika kamu merasa ketakutan karena harus menghadapi mereka, kamu boleh memegang bajuku," kata Ashraff dengan suara berhawa sejuk layaknya angin sepoi-sepoi.Memutar kepala ke samping untuk menatap Ashraff, kondisi Ameena sekarang sungguh cocok apabila disebut dengan setengah tercengang. "Ha? Aku memegang bajumu?"Meski Ameena masih tersentak, agenda Ashraff untuk bergumam dengan santai tidak lantas diurungkan. "Yah. Mau gimana lagi? Aku 'kan emang belum halal untuk dipegang-pegang sama kamu.""Iiissh!"Ameena mendesis dengan keki. Agak bersungut-sungut sebelum seluruh kalimat dari lubuk hati Ameena dikobarkan dengan beringas. "Aku ngga akan pernah kepikiran untuk megang-megang kamu."Tiap inci dari badan Ashraff malah dianggap Ameena seperti kuman. Alasan mengapa Ameena memilih untuk memasuki ruangan duluan. Ketika Ameena sudah dibiarkan mengibrit sendirian, langkah Ashraff harus tertahan sementara karena Ashraff tiba-tiba sudah dihantam suatu beban. Di dalam hati dan semasa masih bergeming, lantunan harapan disemarakkan kemudian."Bismillah.""Mudah-mudahan langkah awalku bisa berdampak baik untuk kehidupan keduamu, Am.""Ameena?" Mata Masha membola. Melihat sosok wanita bergaun merah maroon sedang berjalan memasuki ballroom dengan langkah menggoda, Masha sungguh-sungguh tersentak. Malah, sekarang manusia dengan tubuh dibalut gamis berwarna krem tersebut sudah memanggil-manggil Eyla dengan sebelah tangan ikutan digerakkan secara aktif supaya Eyla bisa segera merespons. "Eyla! Eyla!" Di samping Masha, mustahil sekali apabila kedua telinga Eyla tidak dapat menyerap seruan dari mulut Masha. Menilai bahwa setiap keributan Masha terbilang mengesalkan, Eyla sampai tidak bisa mengabaikan semata. Jadi, Eyla memaksakan untuk menyahut dengan tidak ikhlas, "Kenapa, Mash?" "Aku salah lihat atau ngga, sih?" Pandangan Masha masih belum dilepaskan dari Ameena. Tiap detik bertambah, Masha malah terus-menerus menolak untuk berkedip. "Yang masuk bareng Ashraff beneran Ameena?" Mengikuti ke mana arah dari tatapan Masha, kedua netra Eyla lantas menemukan Ameena dan Ashraff sedang melangkah bersama. Meski sekilas kel
MASUK ballroom lagi, Ashraff malah disambut dengan kalimat-kalimat hiperbolis dan dimaksudkan untuk menghibahi seseorang. Membuat maksud Ashraff semula harus tertunda untuk sementara."Begini, Girls, lima tahun lalu, barangkali Ameena emang ngga pernah berlaku murahan. Tapi, sekarang?"Perkataan Olyzia sudah membuat Eyla dan Masha sama-sama tergelak dengan kompak. Mencemooh Ameena memang mendatangkan kepuasan tersendiri untuk mereka. Ketika SMA, Ashraff selalu ikutan berbahagia setiap Ameena diserang sama Olyzia. Kini, Ashraff malah ikutan terluka dan akan menempati barisan terdepan untuk menangkis serangan verbal dari wanita berbaju biru navy tersebut."Aku sama sekali ngga kaget dengan respons kalian, kok.""Melihat kalian masih belum berhenti merendahkan Ameena sementara kalian sama-sama udah mengetahui kebenaran mengenai Ameena, berarti kalian memiliki masalah dengan nurani kalian," kata Ashraff. Mau Ameena baik atau tidak, orang-orang dari kelompok anti-Ameena akan tetap tidak suk
"Maafin Ibu, Am. Ibu ngga tahu," kata Bu Layla dengan suara rendah, tetapi lama-lama malah bisa ketularan menangis. "Jika Ibu tahu, Ibu ngga bakalan ngasih ruang kepada Ashraff untuk deketin kamu."Ketika Bu Layla sedang mengumpulkan kemantapan untuk berhenti berlaku ramah kepada Ashraff, suara ketukan terhadap sebuah benda berbahan kayu malah menginterupsi duluan. Mau tidak mau, Bu Layla harus meninggalkan Ameena. Yang datang untuk bertamu ternyata merupakan tokoh utama dari obrolan mereka. Achmad Ashraff. Maksud Ashraff adalah memastikan apakah Ameena sudah balik ke rumah atau belum. Akan tetapi, Ashraff disambut Bu Layla dengan tidak bersahabat?"Mau apa kamu ke sini?""Maaf, Bu, saya datang ke sini untuk memastikan apakah Ameena udah sampai rumah atau belum. Tadi, Ameena malah ninggalin saya," ucap Ashraff tanpa sempat berpikiran macam-macam terhadap keketusan Bu Layla."Memang lumrah sekali kalau Ameena ninggalin kamu, Shraff."Perkataan Bu Layla terdengar menohok. Yang disayangka
MASIH menduduki sofa bercorak hijau army dengan badan belakang ditempelkan ke bagian sandaran dan sebelah tangan ditekuk untuk menyangga salah satu sudut kepala, Ameena harus menghadapi seruan bernada persuasif dari Bu Layla. "Ibu ngga bermaksud untuk memaksamu, Am. Tapi, setelah dipikir-pikir, mungkin ... menikah dengan Ashraff emang merupakan solusi terbaik untuk kamu."Perkataan Bu Layla sungguh membuat kepala Ameena berputar-putar. Menjadikan wanita berkaus ungu dan celana warna tulang sebatas lutut tersebut merasa dianaktirikan. Mendapati Bu Layla terus mempromosikan Ashraff, bagaimana Ameena bisa tidak cemburu? Yang merupakan anak kandung dari Bu Layla siapa, sih? Ameena atau Ashraff?"Aku ngga cinta sama Ashraff, Bu," ucap Ameena dengan suara mantap. Di samping Ameena, Bu Layla meraih bahu kanan Ameena dengan memanfaatkan salah satu telapak tangan seraya berkata dengan menggunakan irama memaklumi, "Iya, Am. Ibu bisa ngerti."Apakah sudah cukup selesai di situ? Tidak.Bu Layla
SELAMA sedang duduk berhadapan dengan Bu Layla, Ashraff benar-benar diliputi ketegangan. Membuat Ashraff sampai tidak bisa leluasa bernapas dan tidak berani menggerakkan kaki dengan kedua telapak tangan terus memegangi lutut. Apakah sebelum Ashraff bisa menikahi Ameena, Ashraff akan dites Bu Layla terlebih dahulu?"Ibu minta kamu untuk dateng ke sini untuk suatu alasan, Shraff," kata Bu Layla dengan suara terdengar matang. "Memang ngga bisa dipungkiri bahwa Ameena bersedia menikah denganmu karena sebuah kesepakatan doang. Malah, kemungkinan besar ... status kalian nanti ngga akan bener-bener dianggap sama Ameena."Alangkah melegakan untuk Ashraff. Dia tidak sedang diinterogasi maupun disuruh untuk memecahkan tebak-tebakan rumit. Jadi, Ashraff bisa memanfaatkan momen untuk mengatur napas. Agar setiap buih dari oksigen dapat mengalir ke seluruh tubuh laki-laki tersebut dengan lancar dan teratur. "Yang menjadi masalah. Ibu ngga bisa berpura-pura ngga ngerti, Shraff. Di dalam agama kita,
MEMEGANG kedua bahu Bu Tsania, maksud Ashraff adalah menuntun sosok wanita berusia lewat dari setengah abad tersebut untuk menyelesaikan masalah antara mereka berdua dengan menggunakan kepala dingin. "Mari, Bu," kata Ashraff, "kita duduk dulu. Aku akan menjawab semua keresahan Ibu."Meski dada dari Bu Tsania masih bergerak naik dan turun secara berkesinambungan, Ashraff tetap membawa Bu Tsania untuk berpindah ke sofa. Di ruang keluarga, sekarang mereka sudah duduk bersebelahan dengan arah sama-sama sedikit diserongkan supaya tatapan mereka bisa memetik kemudahan setiap akan dipertemukan. Masih fokus dengan kornea mata Bu Tsania, bisa dibilang suara Ashraff tidak kalah lembut dengan sorot mata Ashraff selama sedang bertutur kata kepada Bu Tsania. "Maaf, Bu. Aku ngga berniat untuk nyurangin Ibu."Bu Tsania menarik napas untuk diembuskan dengan mengandalkan satu dorongan. Lalu, tidak lama berselang, kedua manik mata Bu Tsania diinstruksikan untuk memandang ke arah Ashraff. "Baiklah. Ibu
DI SAMPING Ameena, tiba-tiba Ashraff sudah muncul dan menghalau lengan kanan Ameena. Lalu, Ashraff menoleh dengan cepat untuk meluncurkan tatapan garang kepada Ameena. Di tangan kanan Ameena, sebuah gelas berisi cairan haram bergegas direbut Ashraff untuk kemudian dipindahkan ke atas meja.Atas keberadaan Ashraff, Ameena tidak sampai menampilkan ketertegunan karena Ameena masih belum kepikiran untuk bertanya-tanya mengenai bagaimana Ashraff bisa datang ke situ. Yang dipilih Ameena adalah memamerkan senyuman tanpa dosa seraya membalas tatapan Ashraff dengan sorot mata menantang serta berkarakter elegan."Aku malah sayang banget, Shraff," ucap Ameena dengan irama cenderung angkuh. "Jika aku ngga sayang sama tubuhku sendiri, aku ngga akan duduk di sini dan berusaha untuk ngilangin stress-ku.""Aku bukan ngga bisa ngerti mengenai kondisimu, Am. Tapi, caramu beneran salah," kata Ashraff, "selain haram ... minuman beralkohol bisa berpengaruh buruk terhadap kesehatanmu."Mengharap bahwa nase
LAMARAN RESMI dari Ashraff diminta Ameena untuk dibuatkan acara. Meski tidak sampai menyewa tempat karena cukup dilangsungkan di rumah Ameena, menurut ketiga teman bicara Ameena sekarang, keinginan Ameena sudah termasuk neko-neko hingga mampu membuat suasana ruang tamu lantas berubah kurang menyenangkan."Mengapa harus sampai bikin acara besar segala? Apakah ngga terlalu boros?"Bu Tsania sudah berucap dengan turut mencetuskan nada-nada berkesan memprotes dan Bu Layla sendiri merasa sependapat dengan sosok wanita berstatus ibunda dari Ashraff tersebut. "Iya, Am. Ibu pikir. Yang dikatakan Bu Tsania emang benar. Toh, tanggal lamaran dan tanggal nikahan kalian ngga berselisih lama," kata Bu Layla dengan kepala tidak kelupaan untuk diputar ke arah samping dan kedua mata dikerahkan untuk menatap Ameena. Menatap Bu Tsania, Ashraff, dan Bu Layla secara sekilas dan dilakukan dengan metode bergantian, Ameena sudah bertekad untuk tidak menerima masukan apa pun hingga menanggapi tatapan bermakn
Menurut Bu Layla, mustahil sekali apabila sosok semulia Ashraff bisa sampai menghancurkan hidup Ameena. Memang susah untuk bisa dipercayai. Di masa lalu, mungkin Ashraff memang bukanlah laki-laki baik. Tapi, sekarang? Ayolah. Bu Layla tidaklah buta. Kini, Ashraff sudah benar-benar merupakan sosok insan teladan. Mendapati Bu Layla masih belum bereaksi, kerongkongan Ashraff sungguh-sungguh merasa bosan karena sudah terlalu lama menganggur. Pita suara Ashraff sampai dibiarkan untuk bebas berekspresi kemudian. "Mohon diterima, Bu."Membuang napas dengan lembut, sudah cukup untuk Bu Layla menatap lama ke arah Ashraff. Dia harus cepat-cepat merespons tindakan dari Ashraff dengan bijaksana. "Baiklah, Shraff.""Ibu akan menerima bantuanmu," kata Bu Layla dengan kedua tangan terulur untuk meraih amplop berisi berpuluh-puluh lembar uang kertas dari tangan Ashraff.Meski habis dikasih rezeki nomplok dari menantu sendiri, Bu Layla tidaklah berlaku congak dengan sekadar menerima. Pribadi Ashraff
KEPULANGAN Ameena tidak disambut Bu Layla dengan sukacita. Melihat Ameena merengut, Bu Layla malah langsung melukiskan mimik muka bingung. "Loh, Am? Ini, kamu balik sendirian?""Iya, Bu," kata Ameena dengan ekspresi masih masam. Lalu, kedua kaki Ameena bergegas tergerak untuk menyusun langkah. Mau cepat-cepat memasuki rumah."Aku beneran balik sendirian."Ketika Ameena sudah dibiarkan melesat ke dalam, Bu Layla beralih menutup akses masuk ke rumah mereka seperti semula. Mendapati Ameena tahu-tahu sudah singgah ke ruang tamu dan menduduki salah satu sofa di sana, Bu Layla memutuskan untuk ikut-ikutan duduk dengan memilih sisi kosong di samping Ameena."Memangnya, kondisi Bu Tsania gimana, Am? Apakah serius sekali?" tanya Bu Layla. Penasaran? Pastilah. Akan tetapi, Bu Layla malah harus dikesalkan dengan sahutan apatis dari Ameena."Yah ... ngga gimana-gimana, Bu.""Iiih, kamu, tuh," ucap Bu Layla dengan sebelah tangan terangkat untuk mencubit salah satu lengan Ameena, memberikan hukuman
AGAK MENYIPITKAN kedua mata dengan sudut bibir sebelah kanan sedikit dinaikkan, maksud Ameena memang untuk memancarkan sorot mata dipenuhi selidik. Adalah awal mula sehingga Ameena bisa meluncurkan sebuah tebakan tidak berdasar."Ah. Aku tahu.""Pasti kamu ke sini untuk meriksain otakmu."Menghadapi tudingan Ameena, Mirza menampilkan mimik muka bermakna 'tidak sedang main-main' selama menatap ke arah Ameena dan berkata, "Maaf, Am. Jujur. Aku udah ngikutin kalian ke sini."Mirza menarik napas terlebih dahulu sebelum melanjutkan, ah ... siapa tahu, keberadaanku bisa membantu kalian."Tadi, Bu Tsania dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil milik orang EO. Jika Mirza memang berencana untuk membantu Ashraff dan Ameena, mengapa Mirza malah mengikuti doang dan tidak ikutan berpacu dengan keribetan?"Heh?""Apakah kamu sedang bercanda, Mir?"Pengakuan Mirza sudah membuat Ameena terperangah. Masa Mirza bisa kepikiran untuk bersikap ringan tangan? Memicu Ameena untuk mengangkat muka d
DI DALAM sebuah ruangan berdinding cerah, Ashraff dan Ameena sedang menunggui Bu Tsania. Jika tidak salah hitung, Bu Tsania sudah siuman selama lima sampai delapan menitan. Meski kesadaran dari Bu Tsania sudah terpulihkan, ibunda dari Ashraff tersebut masih merasa lemas sehingga harus terus berbaring, entah suka atau tidak suka.Menatap Ameena, Ashraf malah bergeming. Apakah Ashraff benar-benar sudah menikahi Ameena? Masih tidak mengirakah Ashraff? Pastilah. Meski sudah berusia matang dan mapan, Ashraff terus terang belum kepikiran untuk menikah. Jika bukan untuk menyelamatkan Ameena, kemungkinan masa single Ashraff beluma akan diakhiri."Aku mau ngurus administrasi dulu, Am. Aku titip Ibu sebentar, ya?" ucap Ashraff dengan kedua kornea mata semakin mantap selama dikerahkan untuk menatap Ameena. Di samping brankar, Ameena masih menduduki sebuah kursi bercorak hitam dengan kedua tangan memegang handphone untuk asyik dimainkan."Mm."Meski cukup ragu-ragu dengan balasan dari bibir Ameen
TANGGAL 14 Februari 2022, mula-mula adalah hari dimana Ameena resmi berstatus kekasih dari laki-laki berhati buaya bernama Krishna, dan sekarang Ashraff sudah tidak merasa waswas. Pada hitungan menit, takdir Ameena malah akan segera berubah. Peluang Ameena untuk bisa berkasih dengan Krishna sedang berusaha dienyahkan Ashraff.Di hadapan Ashraff, Pak Ismail sudah bersiap untuk menikahkan Ashraff dan Ameena dengan mendengarkan arahan salah satu staf dari Kantor Urusan Agama (KUA). Meski diawasi dengan ketat sama orang-orang terpilih dari lapas, Pak Ismail benar-benar bersyukur karena bisa menghirup udara bebas untuk sementara. Tapi, bukankah kemerdekaan Pak Ismail dimaksudkan untuk menghalalkan Ashraff dan Ameena semata? Yah. Begitulah.Memang tidak dibebaskan sampai satu hari utuh, tetapi tetap berharga sekali untuk Pak Ismail. Yah, bagaimana tidak? Pak Ismail harus melakoni masa hukuman berupa kurungan selama 15 tahun dan baru dilalui 5 tahun. Artinya, Pak Ismail masih butuh bersabar
DI SEBUAH TEMPAT MAKAN, bersama Olyzia dan Eyla, Masha sedang nongkrong dengan mulut tidak berhenti mengoceh untuk membicarakan tentang Ashraff dan Ameena. Membuat acara makan malam mereka tidak bisa selesai dengan cepat."Ashraff malah udah ngirimin undangan pernikahan mereka ke grup alumni," ucap Masha dengan irama meyakinkan. Masih terheran-heran dengan kenekatan Ashraff untuk meminang Ameena.Eyla tidak berkenan untuk dikalahkan Masha, malah lebih menggebu-gebu dibandingkan dengan wanita ber-sweater hitam tersebut. "Apakah Ashraff udah dipelet Ameena, ya? Masa Ashraff bisa turun kelas begini? Yang lebih baik dari Ameena, bukankah banyak?""Entahlah. Aku sendiri ngga ngerti," ungkap Masha. Dia sudah tidak menggelora. Mungkinkah karena enggan membuang-buang energi untuk memikirkan Ashraff dan Ameena? Memang.Mendapati Olyzia mendadak tidak banyak bersuara, Masha langsung diserang kecemasan bernilai tipis. Jika Masha tidak salah mengingat, bukankah Olyzia sempat menyukai Ashraff? Pad
DI TENGAH keterperangahan, beruntung Ameena masih mampu untuk berakal sehat dengan bergegas kabur. Tapi, mengapa Ameena harus direpotkan demgan suatu kesialan? Meski sudah melangkah lebar, Ameena malah bernasib mengenaskan dengan berkahir ditahan Mario. Lalu, dalam satu sentakan, tangan kanan Ameena langsung ditarik dengan cekatan."Mau ngapain kamu, Mas?!" tanya Ameena dengan suara tidak bersahabat.Mario tidak terpengaruh dengan kekasaran dan keketusan Ameena. Malah, Mario masih memiliki mental kokoh. Membuat Mario dibersamai kemudahan selama sedang berseru dengan lembut, "Aku kepengen mastiin sesuatu, Am."Mulut Ameena masih dikunci dengan rapat sehingga bisa membuka kesempatan untuk Mario meneruskan, "Apakah kamu beneran udah akan menikah?""Memang bener, kok," ucap Ameena dengan serampangan, tetapi sudah cukup untuk membuat Mario merasa dihancurkan, sampai bisa menggeleng berulang secara tidak sadar."Aku tahu, Am. Ini, kamu cuma lagi nge-prank aku doang, 'kan?""Mas, dengerin ak
DI KEHIDUPAN SEBELUMNYA, tanggal 7 Januari 2022 adalah hari dimana Ameena berkencan dengan Krishna. Di kehidupan sekarang, takdir Ameena untuk tanggal tersebut sudah berubah. Yaitu digantikan dengan fakta: Ashraff dan Ameena telah resmi bertunangan. Jadi, sekarang Ashraff benar-benar dilimpahi dengan kelegaan karena mendapati realita bahwa kisah romansa antara Ameena dan Krishna tidak sampai terulang.Jika orang-orang sering mengeluhkan keberedaan hari senin, Ashraff malah cenderung berkebalikan dengan mereka. Muka Ashraff entah mengapa bisa sampai bersinar dengan terang. Mungkinkah karena Ashraff akan membagikan undangan? Tapi, kenapa Ashraff bisa berbunga-bunga begini? Ayolah. Ashraff dan Ameena tidak serius-serius amat. Mereka akan menikah untuk sementara doang, bukan untuk selamanya.Mendatangi ruang kepala sekolah, maksud Ashraff adalah menghadap kepada Pak Azizul karena Ashraff tidak bisa melupakan eksistensi dari sosok laki-laki berusia 54 tahun tersebut. Pak Azizul akan dihara
MEMANDANG Mirza dengan kondisi tertegun, lidah Ameena teramat kaku hingga membuat Ameena harus mengusung kebisuan. Meski tidak dekat dan belum pernah mengobrol dengan Ameena, secara tidak terduga Mirza malah bisa bertanya, "Mau nyari cincin?"Aneh memang. Mendapati Ameena berdiri di hadapan etalase khusus benda-benda berukuran mungil, bagaimana bisa selama sedang berinteraksi dengan Ameena, Mirza malah beranggapan bahwa mereka seolah-olah adalah teman lama?"Iya. Aku mau nyari cincin tunangan untukku."Meski mulut Ameena masih separuh membeku, Ameena tetap membalas dengan cuek. Arah dari muka Ameena sampai diluruskan kemudian. Jadi, Ameena bisa menyudahi kontak mata antara mereka berdua.Atas tutur kata dari bibir Ameena, bisa dibilang Mirza memang tersentak bukan main. Mata dari laki-laki berkemeja hitam dengan motif garis-garis putih tersebut sampai melebar. "M- maksudmu, kamu akan segera menikah?" tanya Mirza masih dengan kedua mata separuh membola.Menatap Mirza dengan heran, Amee