Malam hari 21.30
Setelah pulang dari kantor dan makan malam, Galih masuk ke dalam ruang kerjanya. Raline ya percaya saja, ditambah pintu pun dikunci Galih.
Di dalam ruang kerjanya, Galih berbaring di atas sofa, dan mengambil gawainya. Ia kembali membuka akun sosial medianya dan chatting dengan semua wanita teman dunia maya.
"Ini pada agresif banget sih hari ini. Ngajak ketemuan. Ketemuan di hotel bintang 5?Bisa jebol dong dompet. Nggak ah!"
Galih says
"Nah, ini ngajak ketemuan juga nih. Minta beliin sepatu? Nih, apa-apaan sih? Pada minta kayak gini?! Wah, bisa kalah taruhan sama Dion nih?!Hancur dong harga diri aku. Padahal kan kalau gue menang kan bisa dapatin mobil dia. Kalau aku kalah taruhan,bisa-bisa dia ngeledekin gue terus kalau gue suami takut istri. Tapi kalau gue pakai uang gaji untuk beli permintaan cewek-cewek ini, bisa ketahuan Raline dong?!"
Galih terus mencari akal, agar bisa kembali kencan dan membeli semua permintaan teman kencannya itu tanpa harus Raline curiga.
"Hm, kenapa nggak kepikiran dari tadi?!" gumam Galih.
Galih pun beranjak dari ruang kerjanya.Ia menemui Raline di kamar Austin. Raline yang sedang membereskan pakaian Austin yang baru disetrika, melihat wajah Galih yang murung, sedih. Ia pun mendekati Galih yang duduk disofa.
"Siapa tuh yang datang?" ujar Raline, menengok ke arah Austin yang sedang berbaring diboxnya.
"Sayang, Austin." Galih mengajak bicara Austin, anak bayi itu pun bereaksi saat pipi gembulnya dimainkan sang ayah.
Raline pun melirik ke arah Galih, "Kamu kenapa, Mas?Kok wajahnya lesu gitu?"
Galih pun berdiri, membelakangi Raline.
"Aku baru dapat kabar jelek dari kantor. Kemungkinan tahun ini bonus nggak keluar karena kondisi keuangan perusahaan lagi kurang baik," terang Galih.
"Nggak apa-apa, Mas, kita berdoa aja ya, mudah-mudahan bulan-bulan depan kondisinya membaik, ya?" ujar Raline.
"Iya, tapi masalahnya aku sudah investkan 30% gaji aku untuk saham. Untuk invest masa depan kita," ujar Galih. Ia beralasan, agar bisa berfoya-foya dengan gadis-gadis cantik teman dunia mayanya.
"Ya udah, Mas, kita cukup-cukupin aja uang yang ada ya." Raline pun pasrah dan berusaha memahami kondisi suaminya.
"Maaf ya, kamu jadi ngirit gini sekarang," ucap Galih dengan wajah memelas.
"Nggak apa-apa, Mas," jawab Raline tersenyum.
"Kamu juga kerjanya jangan terlalu keras ya. Jangan lembur terus. Nanti kamu sakit lo," pesan Raline.
"Makasih ya, Sayang, kamu ini benar-benar istri yang pengertian. Aku beruntung banget punya istri seperti kamu," puji Galih. Ia pun memeluk erat Raline.
"Aku yakin, rumah tangga kita pasti baik-baik aja," tutur Raline tersenyum.
"Kamu nggak tahu aja, Lin, aku baru dapat bonus kemarin, tapi bonusnya aku pakai buat cewek lain," batin Galih.
****
Pagi hari pukul 08.00
"Assalamualaikum." Ibu Mertua Raline mengetuk pintu.
"W*'alaikumsalam." Raline yang berada di dapur, bergegas membuka pintu.
"Raline ...."
"Bu, Ibu nggak apa-apa? Aku kaget banget pas tahu kalau rumah Ibu atapnya bocor?!" tanya Raline khawatir.
"Alhamdulillah, Ibu nggak apa-apa. Tapi ya Ibu harus ngungsi ke sini dulu deh. Kamu nggak apa-apa kan?" tanya balik sang mertua.
Raline menggeleng tanda ia tak keberatan jika mertuanya itu beberapa waktu tinggal dirumahnya.
"Masuk, Bu," ajak Raline sambil membawa koper sang mertua.
"Lagian Ibu kan bisa tinggal di sini, kapanpun Ibu mau?" tutur Raline mengajak Ibu Galih itu duduk di sofa ruang tamu.
"Alhamdulillah," ucap ibu mertua.
"Ohya, Raline, tapi Ibu mau minta tolong sama kamu, nanti tolong bayarin biaya renovasi rumah ya," ujar sang Ibu mengenggam tangan Raline.
Raline berusaha tersenyum
"Duh, gimana nih? Uang bulanan dari Mas Galih kan lagi berkurang. Tapi aku nggak mungkin nolak permintaan Ibu. Apa aku pakai dana darurat aja ya? Tapi itu ku sisihkan buat Austin. Kalau-kalau terjadi sesuatu. Mau minta sama Mas Galih juga aku nggak tega. Apalagi semalam Mas Galih terpukul banget gara-gara nggak dapat bonus tahunan," batin Raline.
Malam hari, pukul 20.00
Di kamar Raline dan Galih
Galih termenung, sambil memandangi ponsel pintar miliknya.
"Duh, saldo tinggal segini lagi. Padahal profile aku lagi di atas banget. Sedikit lagi, aku pasti bisa ngalahin Dion. Kalau aku menang taruhan, aku bisa dapatin mobil dia. Aku harus dapat modal lagi nih. Untuk bisa menggaet cewek lebih banyak. Gimana caranya ya?" gumam Galih.
Sesaat kemudian, ia melirik ke sebuah lemari yang letaknya ada di sisi ranjang.
"Ohya ...."
Galih pun membuka salah satu laci lemari itu. Ia mengeluarkan sebuah kotak perhiasan. Satu set perhiasan mewah milik Raline.
"Nah, ini dia, perhiasan aku sama Raline. Ini aku bisa jual semua nih," kata Galih mengecek satu persatu perhiasan sang istri.
"Tapi aku harus cari cara, biar Raline nggak curiga, kalau perhiasan dia hilang. Gimana ya?" pikir Galih.
"Oh iya .... " Galih pun mengambil ponsel, dan memanggil sebuah nama.
[Hallo, Bang. Bang, bisa bikinin perhiasan imitasi nggak? Sama persis dengan perhiasan saya. Nanti saya kirim fotonya]
[Oke, bisa]
[Wah, mantap. Bang, kalau bisa secepatnya ya]
[Oke, Bang. Saya tunggu ya]
Galih pun mematikan sambungan teleponnya dan mengirim gambar perhiasan milik Raline itu melalui aplikasi chat berwarna hijau.
"Wah, mantap!" Galih pun tersenyum bahagia.
"Nanti setelah perhiasannya udah jadi, aku tukar dengan yang imitasi. Lalu setelahnya, aku jual dan aku ganti setelah aku dapat bonus. Dan Raline nggak akan tahu," pikir Galih.
Ibu Galih memanggil dari luar, "Galih!"
Galih pun panik. Ia segera mengembalikan kotak perhiasan itu keempat semula.
"Ibu .... "
Sang Ibu mengetuk pintu lagi, kali ini dengan sedikit keras karena sang putra tak kunjung membuka.
"Galih!"
Galih pun membuka pintu.
"Iya, Bu. Ada apa, Bu?" jawab Galih yang kini ada dihadapan sang Ibu.
"Ini, besok kan Ibu harus bayar renovasi rumah. Kamu ada uangnya kan? Cuma 5 juta aja kok," ujar sang Ibu tersenyum.
"Ibu minta sama Raline aja, Bu. Soalnya uang gaji aku sudah aku kasih sama Raline semua," jawab Galih ngeles.
Sang Ibu menarik nafas, dengan wajah kesal, "Ya udah deh, besok Ibu minta sama Raline aja."
"Iya,Bu." Galih pun bernafas lega.
Sang Ibu pun kembali ke kamarnya.
Keesokan harinya
"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing.
"Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas.
"Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.
Raline hanya terdiam
"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan.
bersambung ....
Keesokan harinya"Raline, kamu kemarin kan janji mau bantu biaya renovasi rumah. Ingat nggak? Nah, sekarang Ibu harus bayar. Cuma 5 juta aja kok, ada kan?" tutur sang ibu mertua, membuat Raline kembali pusing."Maaf, Bu, sekarang uangnya belum ada. Kalau minggu depan gimana?" ujar Raline memelas."Kamu ini gimana sih?! Mana bisa tukang-tukang itu nunggu! Kalian itu kan udah lama berumah tangga, masa nggak ada sih tabungan sedikitpun?" ujar Ibu Galih yang langsung memarahi dan mencaci sang menantu.Raline hanya terdiam"Ya Allah, aku nggak mungkin membuka aib Mas Galih, kalau lagi ada masalah dikantornya. Aku pasrah aja deh dimarahi sama Ibu," batin Raline yang tertekan."Kalian tuh pasti boros ya? Masak gaji segitu nggak cukup. Pokoknya Ibu nggak mau tahu ya, siapin uangnya untuk bayar tukang-tukang itu. Dengar ya!" ujar Ibu Galih dengan nada tinggi dan wajah ketu
Rumah sakit HusadaDi dalam kamar perawatan, Galih mengajak ngobrol Austin, yang masih terbaring lemah. Wajahnya sendu, seolah paham apa yang dikatakan sang ayah."Austin, cepat sembuh ya. Nanti Ayah ajak jalan-jalan ya," ucap Galih sambil mengelus kepala sang putra.Raline dan Ibu Galih hanya menatap nanar dari sofa."Yang tahu emas aku ada di mana, cuma aku dan Mas Galih. Apa mungkin, Mas Galih yang menukar emasku dengan perhiasan imitasi? Haa ... kalau iya, kenapa Mas Galih setega itu membohongi aku?" batin Raline.Ibu Galih pun bangkit, ia menghampiri sang putra yang nampak lelah karena sepulang dari kantor, harus ke rumah sakit lagi."Galih, Raline, sebaiknya kalian pulang saja. Biar malam ini, Ibu yang menjaga Austin di sini. Tapi, besok gantian ya," saran Ibu Galih yang kasihan melihat anak dan menantunya itu kelelahan."Jangan, Bu
"Andai Ibu tahu kecurigaanku selama ini sama Mas Galih."Ibu Galih itu akhirnya duduk disamping Raline."Ohya, tadi dokter sempat ke sini. Dia bilang, kondisi si Austin sudah membaik dan melewati masa kritis," ungkap nenek Austin itu tersenyum."Alhamdulillah ya, Bu. Kondisi Austin udah mulai stabil," ujar Raline tersenyum bahagia."Iya, alhamdulillah.""Bu, Raline ijin pulang dulu ya lihat rumah. Ibu ada yang mau dititip nggak?" tanya Raline."Ibu nggak perlu apa-apa. Ya udah, kamu pulang aja. Siapa tahu Galih ada perlu apa-apa," kata ibu mertuanya itu yang mulai mereda amarahnya."Kalau gitu, Raline permisi ya, Bu." Raline pun mencium dengan takjim tangan ibu mertuanya.Sebelum membuka pintu, Raline melirik ke arah ibu mertuanya yang sudah kembali duduk dikursi samping ranjang, me
"Seorang istri mampu bertahan dengan kekurangan suaminya. Tetapi, seorang istri tidak mampu bertahan, di saat suaminya tidak setia."Raline hancur. Hatinya patah. Suami yang dianggapnya setia. Suami yang dikenalnya sebagai laki-laki yang sangat mencintai keluarga, ternyata berkencan dengan banyak wanita di dunia maya."Apa aku buat akun sosmed juga?" gumam Raline dikamarnya. Ia pun mengambil ponsel pintar miliknya.Raline mulai mengotak-atik, hingga akhirnya, Raline pun mulai membuat akun dengan nama fake.Setelah aku fake itu dibuat, demi mengetahui sepak terjang sang suami, Raline pun meminta pertemanan pada Martin alias Galih."Aku harus tahu, siapa aja teman-temannya dan apa isi akunnya itu?" batin Raline. Hatinya menangis perih."Mas Galih mengaku bujangan?Ya Allah .... " lirih Raline."Semua teman wanitanya sepertinya terpesona dengan Mas Galih. Ya Allah, kua
Pagi itu Galih sangat bersemangat datang ke kantor karena ia ingin menceritakan perkenalannya dengan Bella. Wanita cantik dan memikat hatinya yang baru ia kenal di sosial media."Dion, gue baru kenalan dengan cewek cantik," sapa Galih saat melihat Dion sedang berjalan memasuki pelataran gedung perkantoran mewah itu.Dion tertawa melihat sahabatnya itu penuh semangat menceritakan teman chatingnya itu."Bukan cuma itu, Dion. Hobi kami berdua itu sama. Apa yang gue suka, dia juga suka. Kayaknya gue jodoh ini," ucap Galih tertawa menepuk pundak Dion.Dion tertawa terbahak-bahak"Haduh, Galih, Galih. Semua cewek lu bilang jodoh. Eh, ingat ya, Lih! Kita itu di sosmed cuma cari pacar, nggak lebih.""Iya, gue ngerti. Tetapi, kali ini, benar-benar beda. Gue kayak ngerasain gimana ya ... tiap gue ngechat sama dia, dia itu kayak soulmate gue," dalih Galih.Dion
"Maaf, Mas, tetapi aku nggak bisa lagi percaya sama kata-kata kamu. Aku mau kita pisah!" ucap Raline tegas.Galih pun syok. Begitupun dengan Nyonya Amira, Ibu Galih."Line, aku mohon. Jangan kamu bilang pisah sama aku, Raline," pinta Galih memohon agar istrinya itu mau memaafkannya."Aku mohon. Tolong kasih kesempatan aku, tolong ...." jerit Galih.Galih tidak pernah menyangka jika permainan keisengannya di dunia maya justru menghancurkan rumah tangganya. Raline tetap bersikeras bercerai. Ia tidak lagi bisa memberi kesempatan pada suami yang telah mengkhianatinya."Mas, maafin aku, Raline ....""Aku sudah memaafkan kamu. Tetapi, untuk menjalani rumah tangga lagu bersama kamu, aku minta maaf. Aku nggak bisa, Mas," jawab Raline tegas dengan keputusannya."Jadi mulai saat ini, kita jalani saja hidup kita masing-masing!" pinta Raline tegas. Tanpa airmata
"Jangan pernah bermain api, jika kamu takut terbakar dan tidak sanggup menahan panasnya ...."Jangan lupa tinggalin jejak di kolom komentar ya kakak, terimakasih ❤️.....Sesampainya di rumah sang Ibu, terlihat plang 'DIJUAL'."Bu, Raline, begitu benci kalian padaku?"Galih semakin tak menentu. Pikirannya pun kacau. Bukan perceraian yang diinginkannya. Terlebih kehilangan Austin. Membayangkannya saja, Galih tak sanggup."Austin ...."Saat hendak kembali memasuki mobilnya, seorang tetangga rumah Ibunya pun menyapa Galih."Mas Galih, lama tak kelihatan," sapa seorang lelaki berusia 50 tahun itu."Iya, Pak. Pak,
"Benarkah, dua orang cewek dan cowokbisa benar-benar bersahabat?"Sebuah tanya kini menyeruak tentang hubungan Andre dan Raline. Bersahabat sejak usia mereka 5 tahun, membuat keduanya sangat dekat.Namun, saat kedua orang tua Andre ditugaskan menjadi salah satu duta besar di negara Eropa, Andre terpaksa pindah saat ia berusia 8 tahun. Sejak itulah, Andre dan Raline terpisah jarak yang sangat jauh.Hingga akhirnyaKepulangan Andre ke Indonesia membuat hubungannya bersama Raline kembali dekat. Pertemuan tidak sengaja di rumah sakit mempertemukan 2 sahabat itu kembali.Sebulan berlaluSejak hari itu, Raline dan Galih tidak pernah bertemu. Hanya berkomunikasi lewat Nyonya Amira-lah Galih dapat tahu perkembangan kesehatan Austin, putra semata wayangnya bersama Raline.Hari ini, hari di mana Raline dan
Hari itu Lexy pun menyiapkan semuanya. Setelah semua kejahatan yang pernah dilakukannya di masa lalu pada Raline dan Hamid, Lexy ingin menebusnya dengan membahagiakan kedua kakaknya malam ini.[Mas, nanti kamu sama Raline datang sama Austin ke Cafe D'cante jam 20.00 ya. Aku tunggu.]Setelah mengirimkan pesan ke nomor Hamid, Lexy pun melanjutkan semua persiapan agar tampil sempurna. Surprise malam ini, dia persembahkan tepat di hari anniversary Raline dan Hamid.Beberapa jam berlaluMobil yang dikendarai Hamid pun sampai di pelataran cafe mewah itu. Raline pun sudah turun dan duduk di atas kursi rodanya, ditemani oleh Austin."Mas, kamu saja yang masuk ya. Aku menunggu di mobil saja," ungkap Raline yang merasa tidak percaya diri sejak duduk di atas kursi rodanya."Sayang, kamu nggak boleh gitu. Kasihan dong sama Lexy, dia undang kita berdua, bukan hanya aku kan?!" bujuk Hamid. Raline akhirnya setuju d
Sejak Hamid memutuskan kembali ke Indonesia, praktis Lexy maupun kedua orang tuanya tidak pernah lagi bertemu dengan putra sulung kebanggan Tuan Amran.Masa-masa yang pernah dirasakan Lexy bersama Hamid dulu menorehkan banyak kenangan. Tanpa sepengetahuan sang Mami, Lexy pun berangkat ke Jakarta untuk memberi surprise untuk kakak dan kakak iparnya itu."Lexy, berapa lama kamu di Singapura?" tanya Marissa saat mengantar putra kesayangannya itu di bandara."Mungkin satu atau dua Minggu, Mi. Ya kalau udah selesai secepatnya aku pasti pulang. Mami sama Papi jangan terlalu capek ya," pesan Lexy.Setelah mendengar informasi akan keberangkatan pesawat, Lexy pun berpamitan pada kedua orang tuanya. Langkahnya pun cepat menaiki tangga pesawat."Maafkan aku, Mi. Aku terpaksa berbohong. Tapi, aku sudah merindukan Mas Hamid. Aku harus memberikan ini langsung padanya. Ini haknya. Bukan milikku," gumam Lexy dalam hatinya.
Sisil dalam sebuah dilema. Persahabatannya dengan Raline sedang dipertaruhkan. Rumah tangganya dengan Zayn pun bisa goyah jika ia jujur tentang perasaannya.Sisil mencintai Hamid, ya itu memang benar. Namun, itu hanyalah masa lalu. Sisil pun sudah mengikhlaskan semuanya. Baginya, persahabatannya dengan Hamid dan Raline jauh lebih berharga dari rasa cintanya."Katakan yang sebenarnya Sisil. Kenapa kamu diam?!" cecar Dion.Zayn dan Hamid menatapnya tajam. Raline pun menunggu jawaban dari pertanyaannya. Namun, akhirnya Sisil memilih jujur tentang semuanya."Oke, aku akan jujur tentang semuanya," ungkap Sisil memulai pembicaraan."Dion benar. Aku memang mencintai Hamid. Tapi itu dulu. Sekarang aku hanya mencintai Zayn, dia suamiku.""Perlu kalian tahu, jauh sebelum aku menikahi Zayn, aku sudah mengikhlaskan Raline dan Hamid menikah. Karena aku tahu,mereka saling mencintai dan aku ingin melihat Raline bah
Andre yang terkejut dengan kedatangan Dion dan Nyonya Amira pun langsung menarik paksa keduanya keluar dari ruangan. Andre tidak ingin semua rencana yang sudah disusunnya dengan rapih jadi berantakan."Mau apa kalian ke sini?" pekik Andre saat menarik Dion kasar ke teras rumah. Menjauh dari perkumpulan sahabatnya."Lepaskan tanganku, Andre!" bentak Dion."Ingat, Andre. Aku ini Kakakmu!" hardiknya yang langsung hendak memukul Andre tapi dicegah Nyonya Amira."Stop! Jangan kayak anak kecil kalian!" bentak Amira.Kedua kakak beradik itu hanya terdiam saat ibu tirinya memisahkan pertengkaran itu. Sesungguhnya Amira hanya memanfaatkan Dion dan Andre demi dendamnya pada Raline."Kita di sini satu team. Nggak seharusnya kalian berdua ribut begini Nanti kalau mereka dengar, gimana?" bentak Nyonya Amira."Andre, apa rencana kamu selanjutnya?" tanya Amira berbisik Andre pun berbi
Hamid yang tidak ingin kembali ada pertengkaran dengan kedua orang tuanya akhirnya mengalah. Setelah pamitan dengan sang Papi yang selama ini sudah begitu menyayanginya, Hamid pun tetap berusaha menghormati Maminya."Nggak usah. Lebih cepat kamu pergi, itu lebih baik!" ketus Nyonya Marissa saat Hamid hendak mencium tangannya dengan takjim.Tuan Amran pun menegur istrinya itu tapi Marissa tak perduli. Ia tetap dengan kekerasannya. Tuan Amran pun menggendong Austin dan mencium kening anak lelaki Raline yang sudah dianggapnya cucu itu. Tuan Amran pun mencium kening Raline. Pelukan hangat orang tua yang dirindukannya itu kini didapat Raline. Andre pun begitu haru menyaksikan kebahagiaan Raline, walau hanya sesaat.Saat hendak beranjak meninggalkan rumah mewah itu, tiba-tiba suara teriakan pria yang memanggil nama Hamid dengan keras membuat langkah Hamid terhenti."Tunggu, Hamid!" panggil Lexy.Hamid pun
Marissa tetap dengan keputusannya. Ia menekan suaminya untuk memilih antara ia dan Lexy ataukah memilih mempertahankan Hamid dan Raline. Cara jitu Marissa seperti berhasil. Ia tahu bagaimana karakter Hamid yang diurusnya sejak kecil."Mami, Papi, dengarkan aku," cegah Hamid saat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Lexy pun hanya diam mengamati."Kalian nggak perlu bertengkar, aku yang akan mengalah. Aku dan Raline akan segera meninggalkan semua ini. Termasuk rumah ini. Aku akan memulai hidup baru bersama Raline," ucap Hamid tegas."Tidak, Hamid!" sergah Tuan Amran."Maaf, Pi. Kali ini aku nggak bisa menuruti keinginan Papi. Aku akan tetap pergi. Semua demi kebaikan kita semua," jawab Hamid lugas."Baguslah," sahut Marissa tersenyum sinis.Hamid tetap dengan keputusannya walau Tuan Amran terus mendesaknya dengan berbagai cara. Hamid tidak ingin ia dan Raline menjadi penyebab kehancuran rumah tangga o
Raline akhirnya kembali ke rumahnya. Wanita yang dinyatakan tim dokter sudah mengalami cacat permanen dengan semangat dari sang suami yang begitu mencintainya pun memasuki rumah megahnya.Walau matanya kini tak dapat melihat bagaimana Hamid menata dengan rapih rumah itu demi menyambut kepulangannya, Raline dapat merasakan wangi harum bunga Rose kesukaannya."Mas, kamu taruh bunga Rose ya di ruangan ini?" tanya Raline dengan wajah tersenyum di atas kursi rodanya."Iya, Sayang. Ini kan bunga kesukaan kamu," jawab Hamid mengenggam tangan Raline. Hamid pun berlutut dihadapan istrinya itu.Nyonya Marissa dan Tuan Amran yang ikut mengantar kepulangan Raline pun akhirnya duduk di sofa berwarna keemasan itu menatap anak dan menantunya yang memasuki kamar utama.mi"Sayang, kamu istirahat dulu ya. Aku temani Mami sama Papi dulu. Nggak enak kalau ditinggal," pamit Hamid. Raline pun memutuskan beristirahat di ranjang empuk i
Hamid akhirnya bisa tersenyum bahagia ketika sang dokter menyatakan kesembuhan Raline. Raline kini sudah sadar. Namun, kebahagiaan Hamid hanya sesaat. Seketika wajahnya kembali sendu saat mendengar pernyataan dokter yang lainnya."Maaf, tapi kami juga punya kabar buruk untuk anda," ucap dokter Tanaka."Ada apa, Dok?" sahut Hamid."Istri anda memang sudah dinyatakan sadar dari komanya tapi ada hal lain. Raline mengalami kelumpuhan dan matanya buta," ucap sang dokter dengan berat hati.Hamid yang syok tak bisa berkata apapun. Kakinya seperti tak bisa berpijak lagi. Nyonya Marissa pun membantu putra angkatnya itu duduk di sebuah kursi. Marissa pun mempertanyakan kemungkinan Raline kembali normal."Apa dia bisa kembali normal?" tanya Marissa."Kemungkinan Raline sembuh seperti sediakala sangat tipis," terang dokter Tanaka."Ada apa ini?" celetuk Tuan Amran yang baru saja datang karena men
Hamid sedikit bernapas lega pada akhirnya Austin dinyatakan sudah membaik dan diijinkan dibawa pulang. Namun, karena kondisi Raline yang belum mengalami perubahan, ia memilih Austin tinggal bersamanya menemani Raline di kamar VVIP."Hamid, apa sebaiknya Austin di rumah papi aja? Kasian kan dia harus di rumah sakit," ujar Pak Amran menawari Hamid agar Austin berada dalam perawatannya."Pi, maksudnya apa sih?" celetuk Marissa ketus. Hamid pun menyadari ketidaksukaan ibu angkatnya itu."Ya nggak apa-apa kan? Bisa untuk teman Mami," ledek Amran tertawa."Nggak usahlah, Pi. Biar Austin sama Hamid di sini. Kasihan dia, takutnya cari Raline," ujar Hamid menengahi.Setelah kedua orang tua Hamid itu pulang, Hamid pun kembali ke kamar Raline dan membujuk Austin yang menangis karena Mamanya yang hanya diam tidak bereaksi ketika diajak bermain.****Hari ini Andre mulai memainkan per