Beranda / Urban / AKU MEMBUNUH IPARKU / BAB 35 HARI YANG DITUNGGU

Share

BAB 35 HARI YANG DITUNGGU

Penulis: Lailatun H
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Tidak percuma aku jadi menantu Mama dan Bapak," imbuhku.

"Tidak percuma Mama membesarkan kamu semua," tanggap Bapak.

Kami tertawa kecil.

Wajah Bapak tampak lebih cerah.

"Itu sebabnya saya dan Mamamu tidak pernah melarang-larang kalian mencari pasangan dari suku mana saja. Biar tambah banyak pengalaman saya menghadapi orang-orang ini. Semakin banyak kita menghadapi orang yang berbeda, semakin bertambah pengetahuan kita tentang bagaimana menyikapi orang-orang di sekeliling. Orang-orang dari bangsa dan suku mana pun sama, ada yang baik ada yang buruk. Tak bisa kita kelompokkan satu bangsa atau satu suku lebih baik dan kelompok lainnya buruk," ujar Bapak.

"Calon tamu kak Lily orang mana, pak?" Tanyaku.

Bapak menyebutkan sebuah kabupaten dari salah satu provinsi di negeri ini. Masih satu provinsi dengan daerah asal Bapak dan Mama.

"Semoga sajalah ini benar-benar jadi jodoh si Lily," gumam Bapak.

Kami mengaminkan.

###

Handphone-ku

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 36 LAMARAN

    "Jadi tidak dikembalikan tidak apa-apa?" tanya Lily."Tidak apa-apa. Aku yang tanggungjawab. Naya ikhlas kan, Nay?" Nandean mengedipkan mata padaku."Iya, ambil saja. Nanti kalau ada rezeki kami beli lagi," jawabku."Tapi janji, jangan dijual ya!" kata Nandean."Walaupun kalian tidak punya uang sama sekali, barang ini jangan dijual," tegas Nandean."Iyaaa, " jawab mereka serempak."Naura, Anggun, Marry, Rossy, nanti kubawakan lagi. Di rumah masih banyak," janji Nandean. Senyum terkulum di bibirnya."Naya tidak marah, Nay?" tanya Anggun.Aku menggeleng."Yang penting kalian bahagia," jawabku santai.Aku mengambil sebentuk gelang dan kalung, lalu kuberikan kepada Marry."Terimakasih," katanya, tanpa berani menatap wajahku. Tapi kulihat bibirnya mengulas senyum.Sebenarnya mungkin dia baik hati, tapi aku tak pandai mengambil hatinya. Saat tinggal disini dulu aku tak pernah mengajaknya bicara, apalagi memberikan ben

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 37 FAKTA BARU

    "Gara-gara kau masuk rumah sakit, uang bapak habis!" bentaknya.Marry menatapnya ketakutan."Sana kau minta ganti pada perempuan yang sudah menimpa kepalamu dengan batu!" lanjut Lily, matanya membelalak."Waktu itu kan kau yang bilang sendiri kau yang tanggungjawab," kata Marry pelan. Tubuhnya kentara gemetar."Kapan aku bilang?" tentang Lily."Waktu kau suruh aku buka pagar. Buka pagarnya yang lebar, Mar, biar anak setan itu lari ke jalan, biar ketabrak mobil. Nanti aku yang tanggungjawab. Itu katamu," jawab Marry tersendat-sendat.Lily mendengus."Awas saja kalau kau cerita pada yang lain!" ancam Lily. Tangannya diangkat keatas.Marry semakin ketakutan, kedua tangannya menutupi kepalanya.Aku berdiri terpaku di pintu ruang tengah, mereka tak menyadari kehadiranku. Hingga Leang berlari dari arah belakang dan menubruk kakiku."Ibu!" teriak Leang sambil tertawa gembira.Lily terkejut, menoleh ke arahku."Eh, Naya

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 38 PERNIKAHAN

    "Kalian lihatlah bagaimana saya dan Mamamu membangun hubungan dengan keluarga besar kami, bagaimana kami memperlakukan saudara-saudara kami. Bantulah yang perlu dibantu, dukunglah yang perlu didukung, tapi jangan menyakiti yang lain. Jangan membela yang satu tapi melukai yang lain, mendukung yang satu tapi menginjak yang lain. Itu namanya licik. Dan itu tak baik kau praktekkan dalam keluargamu."Intonasi Bapak tenang, walaupun suaranya cukup keras.Kami semua terdiam."Kau Lily, kau yang berhajat besar dengan acara ini, kau mau acara ini dilanjutkan atau tidak?" tanya Bapak."Lanjutkan, pak," jawab Lily pelan."Kalau kau mau acara ini dilanjutkan, jangan kau buat onar! Paham kau?" Suara bapak mulai meninggi."Tak perlu kau buat keributan, mengancam-ancam saudaramu. Belum puas kau lihat akibat perbuatanmu di keluarga ini?" tanya Bapak lagi."Aku tak ada mengancam siapa pun! Itu fitnah!" seru Lily."Si Marry cerita sama saya, Mamamu ceri

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 39 MENCURIGAKAN

    Marry, Anggun, dan Rossy, sibuk menerima dan mengantar tamu. Naura dan Rara sibuk mengawasi persiapan konsumsi para tamu. Aku dan Nandean melayani dan menemani tamu-tamu kerabat Bapak dan Mama. Beberapa orang mempertanyakan tentang peristiwa beberapa minggu lalu, kami menjelaskan bahwa kejadian itu murni kecelakaan biasa.Saat ada yang bertanya tentang Lily dan Antar, kami hanya bilang bahwa mereka berkenalan dalam sebuah perjalanan udara. Jika ditanya sudah berapa lama kenal dan berhubungan, kami jawab sudah lama. Ketika mereka menanyakan sendiri kepada Lily, cuma dijawab: "ya, cukuplah." Entahlah, cukup yang dimaksud cukup singkat atau cukup lama.Tamu-tamu terus berdatangan hingga malam hari. Bapak meminta aku dan Nandean tetap berada di tempat dan menemani Bapak dan Mama melayani tamu-tamu dari kerabat dekat. Ipar-iparku sudah nampak lelah. Naura dan suaminya beristirahat di paviliun samping bersama dengan keluarga Rara. Marry sudah masuk ke kamar. Rossy dan Anggun

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 40 UANG PALSU

    "Jangan-jangan dia punya rencana jahat ya, kak," gumamnya."Kita doakan saja semoga tidak begitu," jawabku."Minta tolong Kak Anggun untuk mengeluarkan barang-barang berharga dari kamar Lily," usulku."Bagaimana caranya?" tanya Rossy. "Bilang saja mau ambil beberapa barang Marry, Lily dan Marry satu kamar kan? Siapa tahu masih ada pakaian atau barang Marry yang lain disana," jawabku. Rossy menemui Anggun.Kulihat Anggun bicara pada Lily di ruang depan. Antar masih di luar, beramah tamah dengan beberapa teman Nandean. Tak lama kulihat Anggun keluar dari kamar Lily, membawa beberapa buah pakaian."Sudah," lapornya pada Rossy."Nay, perhiasan yang dikasih Naya tetap saya biarkan disana ya. Seandainya diambil juga tidak apa-apa kan?" tanya Anggun sambil tersenyum."Iya, tidak apa-apa," jawabku."Untuk pancingan kan?" tanyaku lagi.Anggun dan Rossy tertawa. Malam itu aku tidur nyenyak. Bahkan Leang pun tidak terbangun sama sekali

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 41

    "Kalau dia kemudian tahu?""Aku akan mengelak, bilang saja dia yang sengaja menukarnya!" "Orang licik, balas licik!" kata Nandean lagi.Aku memandangi suamiku. "Jangan protes ya, ini kulakukan karena dia saudaraku. Biar dia dapat pelajaran!" Nandean seolah tahu apa yang kupikirkan. Usai waktu maghrib Nandean keluar, membawa amplop uang."Nanti aku pulang agak malam ya, Nay," katanya. "Antisipasi kalau mereka nanti mencariku ke rumah," kekehnya."Ya," sahutku."Kalau mereka tanya padamu, bilang kita cuma jadi nasabah BR*. Tunjukkan beberapa amplop coklat dalam kamar itu," titahnya. "Ya," jawabku.Aku mulai paham maksud Nandean membungkus kertas uang tadi dengan dua lapis amplop. Kini tugasku hanya menunggu. Namun hingga tengah malam, Lily tidak datang. Sampai Nandean pulang. ### "Nanti siang ke rumah Mama saja, Nay," kata Nandean saat kami sarapan pagi."Bantu-bantu menyiapkan minum orang-orang

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 42 MEMINTA MA'AF

    Aku sedang menemani Leang menonton TV saat ponselku berbunyi.Nama Rossy tertera di layar pipih."Ya, Assalamualaikum," sapaku."Waalaikumsalam, kakak di rumah atau di toko?" tanya Rossy."Di rumah," jawabku."O ya sudah, aku ke rumah kakak ya," katanya.Lima belas menit kemudian ada suara motor berhenti dan suara pintu pagar dibuka. Kulihat dari vitrase transparan, Rossy sedang memarkirkan motornya di halaman. Marry menutup pintu pagar.Aku agak tercengang. Baru kali ini Marry mengunjungi rumahku. Kulihat dia memperhatikan tampak depan rumahku dan menyentuh tanaman hias di sudut teras.Pintu ruang tamu kubuka sebelum mereka mengetuk."Assalamualaikum," sapa Rossy."Waalaikumsalam, masuk, sy," ajakku.Ku ulas senyum ramah untuk Marry. Kusalami tangannya. Tangan yang pernah menjambak rambutku, menampar pipiku, meremas tanganku dengan keras saat Bapak memaksanya meminta maaf.Kutatap matanya dengan hangat. Mata ya

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 43 KEPANIKAN

    "Nanti aku akan rutin memberimu uang," kata Rossy."Tapi kau harus janji, tidak mengikuti Lily lagi. Kau mau?" tanya Rossy.Marry mengangguk cepat."Kalau masalah uang, asalkan kau bersikap baik pada kami, pada Bapak Leang, pada Ibunya Leang, aku yakin tidak ada yang keberatan memberimu uang saat kau membutuhkan sesuatu," kata Rossy lagi."Bapak Leang juga sering memberiku uang," kata Marry."Tapi kadang direbut Lily," lanjutnya."Katanya itu uang haram," bisik Marry pelan."Astaghfirullah.." aku dan Rossy beristighfar serentak.Betapa busuknya hati Lily, aku membatin."Lalu diapakan oleh Lily uangnya?" tanyaku.Marry menggeleng."Aku tidak tahu," jawabnya."Maaf ya, kak. Berapa biasanya Bapak Leang memberi uang pada kakak?" tanyaku."Biasanya limaratus ribu, kalau mau hari raya satu juta, pernah juga satu juta lima ratus," jawab Marry."Dan semua direbut Lily?" tanya Rossy."Iya." Marry mengangguk.

Bab terbaru

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 61

    Sebulan berlalu tanpa ada berita apa-apa tentang para iparku. Sesekali Mama menelpon menanyakan Leang, tapi tak pernah menyinggung tentang anak-anaknya. Hanya ada satu cerita dari beliau, kini Marry sudah rajin beribadah. Aku mengucapkan syukur.Hingga di suatu sore, Rara menelpon."Bapak Leang, si Lily sudah beli rumah!" serunya."Alhamdulillah..." jawab Nandean."Harganya limaratus juta," lanjut Rara "Syukurlah," sahut Nandean."Lebih mahal dari rumah kalian," kata Rara lagi."Ya, rumah kami memang tidak semahal itu," jawab Nandean datar."Kau mau menyumbang apa?" tanya Rara."Maksudnya?" Nandean balik bertanya."Perabotan Lily belum ada, jadi dia minta sumbangan dari kita," jawab Rara."Katakan pada Lily, beli otak dulu baru beli rumah!" ujar Nandean ketus dan langsung memutuskan sambungan telepon."Apalah maksudnya, pamer beli rumah limaratus juta, rumahnya lebih mahal dari rumah kita, tapi minta sumbangan beli perabot! Sakit Jiwa orang itu," gerutu Nandean.Aku tertawa kecil

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 60 BAPAK MARAH

    Sebulan sudah Lily dan Antar berada di rumah Bapak. Nandean sering bercerita bahwa Bapak sering mempertanyakan mengapa Antar bisa meninggalkan pekerjaannya lebih dari sepuluh hari, padahal cuti maksimal yang bisa didapatkan seorang karyawan maksimal cuma 10 hari."Mungkin dia berniat mencari pekerjaan lain, pak," jawab Nandean."Sudah sebulan ini dua orang itu makan-tidur, makan-tidur di rumah saya," gerutu Bapak."Tak ada basa-basinya menambah uang belanja Mamamu atau membantu pekerjaannya di rumah. Saya lihat Mamamu kerepotan sendiri di rumah," kata Bapak lagi."Bapak bilanglah kalau bapak keberatan," saran Nandean."Sudah pernah saya tanya, alasannya tunggu proses mutasi si Lily," jawab Bapak."Tunggu proses kan tidak harus disini, bisa tunggu di kampungnya sana," ujar Nandean."Seminggu yang lalu si Marry lihat si Antar membuka-buka laci buffet di ruang depan katanya. Waktu ditanya, dia bilang sedang cari gunting. Si Lily ada di kamarnya, Mamamu sedang di belakang." Bapak bercerit

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 59 PINJAM MOBIL

    "Aku mau pakai mobil," katanya."Terus?""Bawa sini mobil Bapak!""Mau aku pakai!""Kau kan punya mobil sendiri,""Itu mobil mertuaku, mau dipakai anaknya!""Biasanya Naya tidak bawa mobil,""Sekarang disuruh ayahnya bawa mobil, karena setiap pagi dia mengantarkan Leang ke rumah mertuaku,""Kau sajalah yang mengantarkan mereka!""Naya berangkat lebih pagi dari aku,""Rempong amat sih!""Kau yang rempong! Tak punya mobil tapi ingin pakai mobil! Naik motor saja kalau belum punya mobil,""Sok kaya kau!""Jangan lupa, motor yang kau pakai itu juga punyaku! Baca nama di STNK nya baik-baik!"Klik! Panggilan diputus.Nandean tertawa."Kapan lagi aku bisa mengerjai mereka, kalau tidak sekarang." Dia bicara sendiri."Nanti kau berubah jadi seperti mereka, Pak," sahutku."Ya, tidaklah! Aku kan hanya mengantisipasi berbagai kemungkinan, sekaligus memberi pelajaran pada Lily sedikit demi sedikit.

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 58 LILY TIBA DI RUMAH

    Sebulan kemudian Lily dan Antar kembali ke rumah Bapak."Aku tak mau pindah kamar, Pak!" Marry protes kepada Bapak."Lalu kakakmu tidur dimana nanti?" tanya Bapak."Di kamar belakang lah! Kan kosong!" Marry berkeras."Memangnya aku pembantu?" ujar Lily emosi."Dulu kau yang bilang, kalau sudah menikah tidak boleh menempati kamar yang ada di depan, harus di belakang," jawab Marry."Kapan aku bilang?" debat Lily."Waktu Nandean dan Naya tinggal disini!" jawab Marry keras."Ooo... Jadi kau anggap aku dan istriku pembantu waktu tinggal disini ya?" tanya Nandean sambil tertawa."Aku tidak bilang begitu," gumam Lily."Tadi kau bilang, 'memangnya aku pembantu?' seolah yang ada dalam pikiranmu hanya pembantu yang pantas tidur di kamar belakang," cecar Nandean."Konsisten dong, Ly, konsisten. Apa yang pernah kau ucapkan, kau ajarkan pada adik-adikmu, harus kau laksanakan." Nandean bicara sambil menahan tawa."Kau dengar

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 57 LILY MINTA DIJEMPUT

    "Tapi jangan main-main dengan saya, kalau ada yang berniat jahat pada keluarga saya, akan saya balas lebih jahat!" lanjutnya sambil tertawa.Lily menangis terisak-isak. Antar hanya diam.Setelah semua siap, kami pun berangkat. Kembali menyusuri jalan-jalan kampung yang lengang, melewati pasar-pasar desa, dan memasuki jalan lintas provinsi.Tiba-tiba Bapak tertawa, "saya rasa cocok si Lily bertemu mertua seperti Mamak si Antar ini. Sama-sama beringas dan bermulut pedas," ujarnya.Mama ikut tertawa."Semoga ke depannya jadi baik semua, Pak," ujar Nandean."Yang masih mengganggu pikiran saya, apa motif si Antar waktu berniat kabur kemarin itu ya?" tanya Bapak."Sebab orangtuanya orang baik-baik saya lihat," lanjut Bapak."Cuma si Antar lah yang tahu alasannya. Apa kita kembali lagi kesana, menanyakan langsung pada si Antar, pak?" tawar Nandean sambil tertawa.Bapak dan Mama tertawa kecil.Pikiranku melayang pada Lily. Membayan

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 56 PERPISAHAN DENGAN LILY

    "Tidak jauh kan kebunnya, Mak?" tanyaku."Dekat, lima menit pun jalan kita sampai," jawabnya."Ayoklah! Kuambil dulu karung di belakang," lanjutnya."Aku ikutlah!" ujar Nandean."Mama juga ingin ikut," ucap Mama."Ayoklah! Kita ke kebun, tak jauh! Sambil jalan pagi-pagi," ajak Pak Busthami.Akhirnya kami berangkat ke kebun. Sepanjang jalan Pak Busthami bercerita tentang kebun-kebun yang kami lalui."Milik kami tinggal tiga per empat hektar inilah, yang lain sudah habis dijual untuk biaya sekolah si Farida dan Antar."Kami hanya tersenyum menanggapi ceritanya."Si Farida agak lumayan hidupnya. Suaminya rajin berkebun dan menjual hasilnya langsung ke pedagang di pasar-pasar. Banyak langganannya. Kami pun kalau panen menitipkan hasil panen pada si Arifin untuk dijualkan." Kata Bu Busthami."Kalau si Antar tak mau dia ke kebun. Sudah terbiasa di kota, malas dia mau ke kebun," lanjutnya.Kami pun memetik jeruk den

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 55 LILY JADI BABU

    Bakul-bakul berukuran sedang berisi nasi diletakkan berselang seling dengan berbagai lauk, sayur, sambal, dan lalapan. Tidak ada sendok dan garpu. Sendok hanya diletakkan di mangkuk-mangkuk lauk dan sayur saja, bukan untuk makan. Mangkok-mangkok kecil berisi air disediakan sebagai tempat cuci tangan. Kami makan bersama, para ibu tak henti-hentinya berbicara meski mulutnya berisi makanan. Mereka membicarakan kelebihan dan kekurangan menantu masing-masing lalu saling membanding-bandingkan. Selesai makan para tamu pulang, beberapa masih tinggal dan membantu membereskan peralatan makan yang kotor dan membawanya ke belakang. Lagi-lagi Farida memanggil Lily."Jangan ngobrol disini!" Ujarnya, "kita ngobrol di belakang saja sambil cuci piring dan beres-beres yang lain," tangannya bergerak mengajak. "Aku ganti pakaian dulu," jawab Lily."Tak perlu ganti pakaian, pakai itu pun tidak masalah untuk ke dapur dan ke sumur, kan tidak mahal-mahal amat bajumu itu," celoteh Farida.Lily mengepalkan

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 54 MENAHAN TAWA

    Jam sepuluh kami kembali lagi ke rumah Pak Busthami, orangtua Antar. Kursi-kursi yang tadi kami duduki sudah dikeluarkan. Di ruang tamu dan ruang tengah rumah sudah dibentangkan tikar. Bapak masih terlibat perbincangan dengan Pak Busthami. Sepintas kudengar mereka sedang bercerita tentang sejarah hidup dan masa lalu masing-masing.Ibu Busthami kembali duduk menemani Mama di ruang tengah, kue-kue disuguhkan. Separuhnya adalah kue bawaan kami. Pembicaraan kami pun hanya seputar jenis kue dan resep-resep masakan. Ciri khas ibu-ibu."Sedang apa si Lily, Bu?" tanya Mama pada Bu Busthami."Sedang menggoreng ikan dia," jawab Bu Busthami."Disini menantu harus terlihat rajin, Bu. Biar tak malu kami pada tetangga," ujarnya lagi.Kami hanya tersenyum."Da, Farida!" Panggil Bu Busthami."Iya, Mak!" Farida menyahut. Beberapa detik kemudian sosoknya muncul."Suruhlah Lily mandi, biar bersiap dia. Tamu sebentar lagi datang," kata Bu Busthami."Pekerjaannya belum selesai, Mak," ujar Farida."Biar si

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 53 LILY MENIMBA AIR

    Orangtua Antar menyambut kami di depan."Cepat sekali kalian sampai," Ayah Antar menyambut kami dengan senyum lebar."Ayolah, masuk sini!" Ajak Mamanya Antar.Kami menyalami mereka."Farida! Farida! Adikmu sudah sampai, da!" Mama Antar berseru sambil berjalan ke dalam rumah.Seorang perempuan seusia Marry keluar, dengan kaos oblong warna biru dan sarung warna merah bermotif bunga."Selamat datang di kampung," ucapnya sambil tersenyum canggung pada kami.Kami duduk di ruang tamu dengan satu set kursi kayu yang terlihat masih baru. Jendela-jendela terbuka menampilkan pemandangan di luar rumah yang tampak hangat disirami cahaya matahari.Suguhan teh, kopi, goreng ubi, dan rebusan jagung memenuhi meja ruang tamu. Kami menikmati teh hangat tanpa harum melati sambil berbincang.Antar dan Nandean membuka bagasi, menurunkan koper-koper Lily dan memasukkannya ke dalam kamar yang ditunjukkan Mamanya Antar."Lily, kau bantulah kakak

DMCA.com Protection Status