Karma itu nyata.
Kau akan menuai apa yang kau tanam.
Mungkin tidak secara langsung, mungkin tidak pada saat itu juga, tapi jelas karma tidak pernah salah sasaran.
Lalu apakah ini karma Syila?
Kenapa? Untuk apa? bisakah aku menemukan benang merah agar aku merasa tenang dan mengabaikan musibah yang terjadi kepadanya?
Hidup akan selalu berada di antara pilihan-pilihan. Dari hal yang spele, seperti ketika kau harus memilih antara makan malam sisa makanan siang tadi yang dipanaskan, atau memilih menenggelamkan diri dalam lelap, dalam keadaan lapar, sampai menentukan pilihan untuk hal yang lebih kompleks, seperti apakah kau harus mengatakan tentang perselingkuhan calon suami adik iparmu, atau tetap bungkam.
Sejujurnya, kini semua jawabanku menjadi lebih subjetif. Jika aku mengetahui hal ini sejak dulu, aku takkan mungkin berdiri dengan setenang itu saat melihat Aldo bersama gadis lain di sebelahnya begitu saja. Sebuah tamparan? Sebuah pukulan? Ata
Langkahku terhenti di ruang tamu. Sebelumnya, di dinding itu terpasang foto pernikahanku dengan pria itu dalam bingkai berukuran 10 R. Praktis, setiap tamu yang berkunjung ke rumah kami pasti akan mendapat sapaan pertama dari foto itu. Lalu ketika Andra hadir, kami menambahkan tiga bingkai foto Andra ketika bayi.Sekarang, secara ajaib dengan bertambahnya kepala di rumah itu, bertambah juga bingkai foto yang ditempel. Sialnya itu bukan foto yang bisa membuatmu tersenyum saat mengenang memori yang dibawa bersamanya.Bingkai lain yang terpasang di sana adalah bingkai foto pernikahan kedua pria itu, tepat di samping foto pernikahan kami, sekarang terlihat seperti foto parade penikahan, tapi dengan wajah pria yang sama.Bukankah itu terasa sangat memuakkan?Dengan gusar aku mengambil kursi, lalu menaikinya untuk menurunkan bingkai itu.“Mbak Mia! Kenapa diturunin?!” pekik gadis itu saat keluar dari kamar, lagi-lagi menggunakan
Kabar itu menjadi sebuah malapetaka lain bagiku.Meskipun akhirnya Syila selamat, tapi kenyataan bahwa ia melakukan bunuh diri karena kabar yang kuberikan menjadi bahan rumor yang begitu hangat. Ibu mertuaku bahkan secara terang-terangan tidak mengizinkanku masuk lagi ke rumahnya, padahal rumah itu masih atas namaku.Untuk kesekian kalinya, aku menonton video rekaman kecelakaan Andra beberapa waktu yang lalu. Siang itu, ia bermain bersama Lily ke gerbang belakang sekolah. Tempat yang sepi dan jarang didatangi anak-anak. Silvia benar, kunci selot di pintu belakang sangat sulit dibuka oleh anak-anak seperti Andra dan Lily, tapi siang itu mereka bisa membukanya hanya dengan sedikit berjinjit.Andra tampak ragu sejenak saat pintu gerbang terbuka. Ia berkali-kali menoleh ke belakang, seakan khawatir akan dimarahi guru. Namun, Lily menarik tangannya hingga mereka berada di trotoar di luar gerbang. Dua bocah kecil itu berdiri di samping jalanan yang cukup ramai tanpa p
Suaranya lebih nyaring dari pada terompet di malam tahun baru, atau petasan di acara pernikahan, dan aku mulai berpikir sebentar lagi cermin-cermin akan pecah karena lengkingan suara gadis itu.Andra menangis keras di belakangku, sedangkan wajah Xei sudah memerah, aku yakin sebentar lagi ia akan menampar gadis itu jika terus berteriak.“Di… dia menikah lagi?” desis Xei marah.Apa jawaban untuk pertanyaan itu penting sekarang?Kami sudah menjadi pusat perhatian kantin rumah sakit yang cukup ramai sore itu. Orang-orang mulai berbisik, membicarakan kami dengan lirikan-lirikan judgemental yang maha tau. Jelas, di mata mereka aku dan Xei adalah penjahat seperti yang gadis itu tuduhkan.“APA? MBAK MAU NGELAK APA LAGI SEKARANG?! AKU AKAN LAPORIN SEMUANYA KE MAS ABRAR! AKU AKAN KASIH TAU DIA BETAPA MUNAFIKNYA ISTRI YANG SELAMA INI DIA JAGA. TERNYATA MBAK SENDIRI PUNYA LAKI-LAKI LAIN DI BELAKANG MAS ABRAR!”“Tolon
Apakah aku sudah mati?Tapi mengapa aku masih merasakan sakit yang sama?Bukankah ketika kau mati kau takkan lagi merasa sakit?Atau ini adalah salah satu mimpi-mimpi buruk itu?Mimpi buruk yang rasanya akan berlangsung selamanya.Jika aku hidup? Mengapa? Mengapa Tuhan membiarkanku hidup?Mengapa Tuhan membiarkanku tetap hidup jika aku hanya akan ditingalkan oleh semua orang yang kusayangi, semua orang yang berharga.Apa hikmahnya?Apa pelajaran yang bisa kuambil dari kisah-kisah menyakitkan itu?Mengapa Tuhan tidak membiarkanku mati? Ketika hidup terasa begitu menyakitkan?***“Mama…”Kedua mataku mengerjap pelan saat mendengar suara Andra.“Mamaa…” isaknya, mengguncang-guncangkan tubuhku dengan jemari kecilnya.“Ibu.” Jihan terlihat sama paniknya dengan bocah kecil itu.Aku mengerang pelan. Seluruh tubuhku terasa s
“MIA, APA-APAAN INI?! KAMU DI MANA, HAH?!” Pertanyaan itu membuatku bergeming. Suaranya seperti bisa menerobos keluar dari dalam ponsel, lalu ia akan berada di hadapanku untuk –mungkin– sekali lagi membunuhku.“JAWAB MIA! KAMU DI MANA?!” bentaknya keras. “PULANG, B*NGSAT! CEPAT PULANG!” teriakan dan makian itu kini tak lagi terdengar asing. Mungkin karena terlalu sering ia ucapkan aku mulai menjadi terbiasa.“MIA!”“Ya, Mas,” jawabku pelan.“KAMU DI MANA, BR*NGSEK?! CEPAT PULANG! KAMU PIKIR KALIAN BISA KABUR DARIKU?! KAMU DENGAR, AKU NGGAK AKAN PERNAH CERAIKAN KAMU. AKU NGGAK AKAN PERNAH LEPASKAN KALIAN! CEPAT PULANG!”Itu bukan lagi rumahku.Rumah adalah tempat yang membuatmu merasa aman, dan aku tak menemukan rasa itu lagi di sana. Bagaimana mungkin aku bisa kembali?“Ayo kita bercerai, Mas.”“BR*NGSEK, MIA! AKU NGGAK A
BRAK!Kejadian itu sangat cepat.Rasanya baru sedetik yang lalu aku melihat kedua mata nyalang pria itu di balik kemudi mobilnya, lalu teriakan Andra yang begitu girang melihat ayahnya, sedetik kemudian kami sudah terpelanting di atas aspal, tepat di depan gerbang rumah yang ditempati mertuaku.Saat melihat mobil itu melaju begitu kencang, tak ada lagi yang bisa kupikirkan selain membungkukan badan, melindungi Andra dengan seluruh tubuhku. Meski mungkin itu akan sia-sia andai ia memang berniat membunuh kami.Suara benturan keras terdengar memekakan telinga. Aku masih memeluk tubuh Andra yang tampak syok dan menangis kesakitan. Namun, yang lebih mengejutkan adalah rembesan darah di sekitar kami. Aku mencoba bangkit, memeriksa tubuh Andra kalau-kalau ia terluka, tapi itu bukan darah kami.Sedetik kemudian, aku menyadari sosok Syila yang berbaring di sampingku, wajahnya meringis menahan tangis, dengan kaki yang remuk di bawah ban mobil kakaknya sendir
Kalau kau diberikan pilihan, untuk melanjutkan hidup, dan memperbaiki semua yang terjadi – semampumu,Atau,Kembali ke masa lalu, ketika kau bisa mengulang semuanya dengan lebih baik, dan menghentikan kegilaan-kegilaan itu sebelum terjadi, apa yang akan menjadi pilihanmu?Pertanyaan-pertanyaan yang kubaca di dalam buku-buku fiksi itu terngiang-ngiang saat malam datang. Meski aku hanya membaca selembar, itu pun tidak sengaja membacanya saat menemukan lembaran novel yang dibuang di tempat sampah, atau secarik kertas yang dijadikan bungkus makanan oleh pedangan asongan, tapi pertanyaan itu terus terngiang.Pada dasarnya, manusia selalu mengarapkan sebuah pengandaian.Andai itu tidak terjadi,Andai aku bisa memperbaiki semuanya,Andai aku memilih jalan yang lain,Atau mungkin, andai aku tidak pernah hidup sejak awal.Jika aku mendapatkan pertanyaan di atas, mungkin secara egois aku akan memilih opsi kedua
Jika ada yang mengatakan bahwa hidup itu mudah, maka orang itu tengah berbohong kepadamu.Semua selalu memiliki harga yang setimpal. Kau mungkin iri melihat keberhasilan salah satu kenalanmu, ia bisa sukses diusia mudanya, memiliki pekerjaan berpenghasilan besar, keluarga harmonis, dan bahagia, seakan tak memiliki celah sama sekali.Lalu kau akan berkata, betapa beruntungnya ia, tapi tidak pernah berbela sungkawa atas apa yang sudah ia lewati untuk sampai ke titik itu.Ingatan adalah hal yang rumit. Otak tidak akan mungkin mengingat semua yang terjadi dalam hidupmu. Otak tidak punya kapasitas penyimpanan. Kita akan lupa sebagian besar apa yang terjadi, termasuk kejadian yang mungkin sangat penting pada saatnya. Hal-hal yang tersimpan dari masa lalu hanyalah keping-keping kecil informasi-informasi yang kadang terlalu membahagiakan, atau terlalu menyedihkan, tapi sebagian besar, hanya menguap dan terlupakan.Pun, dengan kejadian pemerkosaan 7 tahun yang lal
Beberapa saat yang lalu. “Jadi itu orangnya?” tanya Lily pelan. “Jadi, aku benar-benar terlambat sekarang?” Ada jeda yang cukup panjang di antara mereka. Hening yang membungkam setiap aksara, tapi tetap menyisakan serpihan rasa sakit. Lily mengerjap perlahan. Napasnya mendadak lebih berat oleh sesal. Andai ia lebih cepat kembali, apakah tempat di hati pria itu masih miliknya seorang? “Aku minta maaf.” Pria itu menatap pilu. Namun Lily sama sekali tidak mengerti apa maksud dari kata maaf itu. Apakah ia baru saja meminta maaf karena sudah menempatkan sosok lain di hatinya? Jika memang ia menyesal, bukankah artinya mereka masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan itu? Bukankah artinya mereka bisa memulai dari awal lagi? Lily meremas jemari di atas pangkuannya. Jutaan pemikiran itu membuat dadanya semakin sesak. “Apa kita nggak bisa mulai dari awal lagi?” tanya Lily, menggantungkan seluruh harapny
Kinan tau, ia seharusnya tidak pernah membiarkan rasa ingin tahu menguasai dirinya. Karena saat itu terjadi, tidak ada apa pun yang ia dapatkan kecuali luka yang begitu dalam.Susah payah Kinan menahan isakkannya sampai ke toilet. Ia tidak pernah menyangka akan mendengar pengakuan seorang wanita kepada Andra. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, ternyata selama ini Andra bukannya tidak pernah bisa mencintai seorang wanita. Tapi, jauh di dalam lubuk hati pria itu, memang sudah tidak ada celah lain yang bisa dimasuki siapa pun.Karena seseorang dari masa lalunya, sudah mengambil tempat itu secara utuh.Kinan menangis pelan di dalam toilet, berharap tidak ada satu pun yang datang dan mendengar seluruh tangisnya. Ia mengutuki dirinya yang mencintai pria itu terlalu dalam.Sekarang, ia bahkan tidak yakin apakah ia bisa melupakan rasa cintanya kepada pria itu.Saat ponselnya bergetar, Kinan membuka pesan yang masuk sambil menyeka air matanya.Sebua
“Gimana kabarmu sekarang?” tanya Lily, memecah kesunyian yang tercipta di antara mereka. Ia menarik napas panjang berkali-kali, berusaha menenangkan gemuruh di dalam dadanya. “Aku nggak nyangka kita bisa ketemu lagi,” tambahnya dengan senyuman penuh haru.Rasanya masih seperti mimpi.Setelah lusinan hari berlalu dalam perasaan rindu yang menyesakkan, akhirnya mereka bisa kembali bertemu.Di dalam ruangannya yang sunyi, Andra duduk berhadapan dengan sosok yang selalu muncul dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha mencari wanita itu, tapi berkali-kali pula Andra menemukan kegagalan.4 tahun yang lalu, Andra hampir saja menemukannya. Ia berhasil melacak keberadaan Lily yang bekerja di Singapura. Namun saat Andra pergi mengejar keberadaannya, wanita itu sudah pergi, ikut bersama kekasihnya kembali ke Indonesia. Dan hanya meninggalkan selembar foto yang Andra dapatkan dari perusahaan lamanya.Andra kembali ke Indonesia dengan be
“Eciieeeee!!!!!!!” pekik Willia kencang. Wajah marahnya melebur seketika, tergantikan senyuman yang sangat teramat lebar. Ia melompat kegirangan bersama Wisnu. Bahkan sekarang ia lupa tentang rasa sukanya kepada dokter muda itu. “Cieeeee cieeee!!! Gimana dokter Kinan? Dokter keberatan nggak jadi istri Om-ku?” tanya Willia tanpa basa-basi.Wajah cantik Kinan semakin bersemu merah. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Padahal beberapa saat yang lalu, ia hampir saja putus asa karena penolakan Andra. Namun, ternyata pria itu membalikan suasana hatinya sekedipan mata.Mata Kinan berkabut oleh air mata haru yang tak bisa ditahannya lagi. Apakah itu artinya cinta bertepuk sebelah tangannya selama 7 tahun sudah terjawab?“Gimana, gimana, Dok? Dokter keberatan nggak??” tuntut Willia tidak sabar.“Mm, mungkin kalau anaknya nggak kaya Willia, saya juga nggak keberatan,” gumam Kinan malu-malu.
“Pagi, Dokter An,” sapa beberapa perawat yang berpapasan dengan mereka di koridor. Andra mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban.“Dokter Andra? Bukannya Dokter libur hari ini?” sapa seorang dokter muda dengan snelli di balik batiknya. Ia baru saja keluar pintu IGD dengan beberapa berkas di tangannya.“Dokter Wisnu.” Andra menghentikan langkahnya, membalas sapaan dokter umum itu.Melihat Andra berhenti, Willia ikut berhenti, meski berada jauh di depan.“Iya, hari ini saya lagi jadi keluarga pasien,” senyum Andra.“Eh, siapa yang sakit, Dok?”“Tante saya lahiran.”“Wah, punya sepupu baru dong?”Andra mengangguk.“Adiknya Willia?”“Iya. Tuh anaknya.” Andra menunjuk gadis kecil yang tengah bersembunyi di balik tiang rumah sakit. Ia tersenyum puas melihat kelakuan malu-malu Willia. Gadis itu memang sangat lemah
“Jadi itu yang namanya Dokter Kinan?” bisik Syila di telinga kakak iparnya. Saat ini, ia sudah dipindahkan ke ruang perawatan setelah operasi Caesar. Bayinya juga sudah berada di ruangan yang sama, dan baru saja selesai menyusu. Sekarang bayi itu sedang dikerumuni ayah, kakak, sepupu, dan gadis yang dipanggil Dokter Kinan.Miranda mengangguk pelan.“Ya ampun, cantik banget. Mbak yakin dia bukan artis?” desis Syila tidak percaya. Kinan adalah gambaran wanita cantik yang sempurna. Rambut hitam yang sehat, kulit seputih pualam, dan senyum secantik mawar. Ia pasti akan langsung melejit jika menjadi artis.“Hus. Dia dokter gigi.”“Tapi dia cantik banget, Mbak.”Miranda tidak membantah. Gadis itu memang menawan dan anggun.“Bisa-bisanya dewi secantik itu naksir Andra. Padahal dia anak yang punya rumah sakit kan?”Lagi-lagi Miranda hanya terdiam.“Pokoknya kalau sampai
Kinan pikir ia akan melewati makan malam yang indah dan seru dengan keributan dua sepupu itu. Namun, saat keduanya sampai di rumah sakit, wajah mereka terlihat begitu murung. Bahkan, ketika mereka sampai di restoran yang berada tepat di belakang rumah sakit, mereka tetap tidak terlihat bersemangat.Willia hanya mengaduk makanannya tanpa selera, sedangkan Andra makan dengan sangat cepat, juga tanpa kata.“Dok, saya titip Willia sebentar boleh? Saya mau ambil berkas di ruangan dulu.”“Ya?”“Om mau ke rumah sakit lagi? Aku ikut!” rengek Willia.“Om cuma mau ambil berkas yang ketinggalan aja. Cuma sebentar. Kamu di sini sama Dokter Kinan. Cepat makan makananmu, jangan diaduk-aduk aja.”Wajah mungil Willia tertunduk menatap nasi goreng pesanannya, tapi tidak membantah. Kinan yang melihat kepergian Andra hanya bisa mengangguk pelan. Ini benar-benar aneh. Dan saat ia menoleh lagi ke arah Willia, betap
“Ah, ma-maaf.” Andra yang pertama kali tersadar dari keterkejutannya. Ia mundur beberapa langkah, sampai menabrak dental chair di belakang punggungnya.Kinan ikut menegakkan punggung, saat sadar jika itu bukanlah sebuah mimpi. Saat ia bergerak, sesuatu meluncur jatuh dari pundaknya. Kinan menatap benda putih yang kini berada di bawah kaki kursi. Itu adalah snelli, tapi jelas bukan miliknya.Ketika Kinan membaca nama di jas putih itu, debaran jantungnya kian tak menentu. Apa pria itu sengaja memakaikan jas untuknya?“Ma-maaf, Dok, tadi dokter kelihatan kedinginan,” jelas Andra, sambil mengusap tengkuknya.“Iya, Dok, terima kasih,” senyum Kinan dengan pipi bersemu merah muda. Bahkan hanya dengan kebaikan sederhana saja, jantungnya sudah berdebar tak karuan.“Dokter kelihatannya kelelahan. Sebaiknya Dokter istirahat. Dan, terima kasih karena sudah menjaga sepupu saya. Saya minta maaf karena datang ter
Ternyata menjadi dokter gigi itu tidak semudah yang Willia bayangkan. Padahal Willia pikir, jika dibandingkan dengan proses menjadi dokter-dokter lainnya, maka dokter gigi lah yang termudah.Namun, ketika ia menonton Kinan yang harus berurusan dengan pasien-pasien beragam kondisi, Willia mulai meralat pikirannya. Terlebih, kebanyakan pasien Kinan adalah pasien anak-anak yang terlalu takut bertemu dengan dokter Juniar, dokter gigi lain di rumah sakit itu.Mereka bahkan rela untuk memundurkan jadwal berobat mereka jika Kinan sedang tidak praktek.Kinan tengah menuliskan status pasien saat mendengar helaan napas Willia di sudut ruangan. Sesuai permintaannya, saat ini Willia sudah berganti pakaian dengan pakaian steril yang disediakan rumah sakit. Ujung lengan dan kaki pakaiannya digulung sedemikian rupa karena masih terlalu besar untuk tubuhnya.“Kamu bosen ya, Will?”“Eh, nggak kok, Dok.” Willia menegakkan punggungnya. “