Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 37.***POV Lita.Aku meneteskan air mata ketika mendapati kabar bahwa Shela meninggal dunia.Shela alias Nia. Dia pergi dalam kondisi mabuk bersama Mas Arifin."Ummi tidak apa-apa?" tanya suamiku.Aku hanya menggeleng. Kemudian terdengar suara jeritan Sari. Sontak aku dan Eza langsung berlari ke dalam ruang rawat Mas Arifin."Apa yang terjadi Sari?" tanyaku cemas."Mas Arifin ... Mas Arifin tak bisa diselamatkan," ucap Sari dengan isak tangis.Aku terdiam, kutoleh ke arah suamiku. Ia pun terpaku tak percaya."Kamu harus ikhlas," ujar Eza datar."Sari tidak siap jadi janda, Kak. Sari sangat mencintai Mas Arifin."Sari begitu histeris. Aku dan suamiku mencoba menenangkannya..Waktu berjalan, kini kami semua membawa jenazah Mas Arifin pulang ke rumahnya.Sampai di sana, Mama Mas Arifin menangis sejadi-jadinya."Kenapa kamu meninggalkan Mama sendiri, Fin! Kenapa? Mama sudah tak punya siapa-siapa lagi sekarang," jerit Mama."Sudah, Ma. Jangan dit
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 38.***Tujuh belas tahun kemudian.“Lula! Buruan Nak. Kakakmu Salman sudah mau berangkat kerja!” teriakku memanggil putri bungsuku.Lula Permata Syahreza. Hari ini usianya mencapai 17 tahun.Sedangkan putra tampanku Salman, sudah berusia 28 tahun. “Iya, Ummi! Tunggu sebentar, Lula sedang memasang jilbab,” balasnya sambil berlari membetulkan kerudung panjangnya.“Cepetan, Dek! Kakak sudah telat nih,” sambung Salman.“Iya, Kak. Ini sudah siap. Ayo kita berangkat!”Keduanya berlalu dengan bekal yang sudah aku sediakan.Lula masih duduk di kelas 3 SMA. Sedangkan Salman memimpin di salah satu perusahaan milik suamiku, Eza.Kehidupan kami selama ini sangat harmonis. Tak ada lagi yang mengganggu.Namun, entah datang dari mana, tiba-tiba badai itu kembali menyerang.Tepatnya pagi ini setelah kedua Anak-anakku berangkat dari rumah.“Ummi, ada sebuah kertas yang berisikan teror. Abi menemukannya di depan pintu,” ujar suamiku.Perlahan aku me
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 39.Raka Bastian Wilson. Laki-laki yang sangat tampan. Dia baru saja pindah ke sekolahku. Semua wanita sekelasku menjerit histeris saat pertama kali melihat wajah tampan Raka.Hanya aku yang berusaha tenang, padahal dalam hatiku pun ikut menjerit.Bagaimana tidak, Raka memang benar-benar tampan..Setelah tiga hari Raka berada di sekolah yang sama denganku. Dia semakin sering menyapaku. Hal ini tentunya membuat yang lain merasa iri.“Hey! Tadi sebelum berangkat ke sekolah aku melihatmu berada di depan rumah. Ternyata rumah kita satu arah,” ujarnya.“Oya? Memangnya kamu tinggal di mana?” tanyaku tersenyum sumringah.“Di kompleks D.”“Wah, itu sangat dekat.”“Bagaimana kalau nanti kamu ikut pulang denganku saja?”Aku mengangguk dengan ragu. Sebenarnya aku ingin berteriak riang, tapi gengsi dong..Tak disangka saat sampai di rumah, Ummi menghujani Raka dengan banyak pertanyaan.Setelah Raka pulang, Ummi masih mengomel begitu cerewet
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 40.POV Lula.***“Aku tidak apa-apa. Terima kasih, Seno. Tapi bagaimana kau bisa ada di sini?”Ternyata yang menolongku adalah Seno, teman satu sekolahku juga.Selama ini Seno dikenal sebagai sosok yang pendiam dan tak pernah terkena masalah apa pun. Ia adalah saingan terberatku dalam mempertahankan prestasi di sekolah.Tak disangka hari ini Seno malah jadi sosok penyelamatku.“Aku mengikuti kalian,” ujarnya.“Seno, awas!”Aku menarik Seno ke samping. Raka hampir saja memukul kepala Seno dengan tempat minuman kaca yang ia bawa.“Si*lan! Kau kira dirimu itu hebat?” hardik Raka.Tak lama Aldi pun menghampiri. Aku semakin cemas saat melihat tatapan Aldi yang seolah siap mengeroyok Seno.Namun, lagi-lagi hal tak terduga terjadi sore ini. Kak Salman dan Abi muncul.“Anak ingusan sudah mau jadi preman,” ujar Kak Salman.Raka dan Aldi langsung ciut dan menunduk.Sedangkan aku semakin merasa bersalah dan takut. Aku takut untuk memberikan p
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 41.POV Lula.Saat jam istirahat berakhir. Kepala sekolah masuk ke dalam kelas untuk bicara dengan Miss Michele, guru bahasa inggis yang tengah mengajar kami.Entah apa yang dibicarakannya, karena kepala sekolah setengah berbisik. Namun, Miss Michele berlalu meninggalkan kelas.Semua terdiam. Tak ada yang berani bersuara ketika berhadapan dengan Buk Asma Wati, beliau kepala sekolah yang sangat tegas dan bijaksana.“Lula, Raka, Seno, Aldi, dan Manda ... kalian ikut ke kantor. Untuk yang lain silakan pulang. Miss Michele juga ada urusan,” ujar Buk Asma.“Baik, Buk.” Semua menjawab dengan kompak..Aku dan yang lain bersama-sama menuju ke kantor sekolah.Sampai di sana, ternyata ada Kak Salman dan juga Ummi.Miss Michele pun juga ada dengan wajah yang cukup tegang.“Apa kalian tahu kenapa kalian semua saya panggil ke sini?” tanya Buk Asma.Aku menggeleng, begitu pun yang lain.“Langsung saja. Saya tak suka basa-basi. Masalah kejadian di
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 42.Hari yang ditunggu telah tiba. Kami sekeluarga mengantar Kak Salman ke rumah mempelai wanitanya.Kak Alisa, kekasih Kakakku Salman. Ia tampak begitu cantik dengan riasan wajahnya.Sebentar lagi dia akan sah menjadi pendamping halal Kak Salman.Semua berkumpul. Bapak penghulu pun sudah datang. Kak Salman mulai berjabat tangan untuk mengucapkan kalimat sakral.“Saya terima nikah dan kawinnya, Alisa Rinisa binti Abdul Hamid, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”“Sah.”“Sah.”“Sah.”Alhamdulillah, riuh terdengar kata sah, dan doa-doa baik.Acara dilanjutkan dengan menikmati hidangan dan persandingan mewah Kak Salman bersama Kak Alisa.“Semoga bahagia selamanya, Kak. Terima kasih telah menjaga Lula dengan baik selama ini. Lula pasti akan merindukan Kakak. Sekarang Kakak sudah memiliki istri, Lula tak bisa lagi bermanja,” ucapku dengan linangan air mata.“Aamiin. Kau tetap Lula Kakak yang sama. Kasih sayang, bahkan
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 43. Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa hari ini aku sudah akan menerima kelulusan.Kak Salman menemaniku sebagai ganti Ummi yang tengah sibuk mengecek toko-toko miliknya.“Selamat, Lula. Kamu lulus dengan nilai terbaik,” ucap Miss Michele.“Terima kasih, Miss.”Kak Salman sedikit menjauh ketika Miss Michele mendekatiku..Setelah semua selesai. Aku dan Kak Salman pulang dengan perasaan senang.Di dalam mobil aku bertanya-tanya tentang ke mana ia seminggu terakhir ini.“Kakak sibuk kemarin?” tanyaku.“Seperti biasa, Lula. Kakak hanya mengurus perusahaan Abi.”“Lalu kenapa Kak Alisa yang mengantar Lula?”Kak Salman bergeming sesaat.Hingga akhirnya ia menoleh sekilas ke arahku dengan wajah yang entah.“Kakak atau Kak Alisa sama saja toh? Yang penting sampai tujuan dengan selamat.”“Beda lah. Kak Alisa tidak bicara selama di perjalanan. Lula seperti naik taksi saja,” keluhku.“Kak Alisa tidak bicara?” Kak Salman mengulang kalimatk
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Season 2.Part: 44. ***POV Lula.Aku kembali ke rumah. Aku juga menceritakan semuanya pada Ummi.“Alisa padahal sudah cukup matang dalam usianya, tapi tidak dewasa dalam menyikapi sesuatu. Kasian Miss Michele,” ucap Ummi. “Iya, Lula juga merasa begitu, Ummi.”“Semoga Miss Michele dimudahkan segala urusannya.”“Aamiin.”Aku dan Ummi sama-sama tak bisa berbuat apa-apa. Kecemburuan Kak Alisa terlalu berlebihan. Namun, itu juga karena Kak Alisa terlalu menyayangi suaminya.“Dua bidadari Abi ini sedang membahas soal apa sih? Sepertinya serius sekali,” sambung Abi yang muncul tiba-tiba.“Biasalah, Bi. Masalah perempuan,” sahut Ummi.“Berarti Abi tak boleh tahu dong?” tanya-nya.“Boleh, tapi nanti saja Ummi ceritakan di dalam kamar. Sekalian kita bernostalgia membahas masa-masa muda kita,” ujar Ummi bercanda.Kehidupan rumah tangga orang tuaku tampak begitu bahagia. Mereka harmonis sampai di usia senja.Aku berdoa, semoga aku bisa seperti mereka. Aku a
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti