Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 31.***POV Abraham.Pagi ini ada suasana begitu sunyi. Tidak ada terdengar tangisan Samuel. Aku dan Jelita sama-sama saling menatap dan berjalan menuju kamar Luka.Semalaman Jelita gelisah karena tidur terpisah dengan Samuel. Namun, aku memberinya pengertian kalau Luka butuh Samuel berada di sampingnya. Sebab selama ini tak ada kesempatan bagi Luka menggendong Putranya sendiri.Akan tetapi, saat kami tiba di kamar Luka ruangan itu kosong. Tak ada Luka, tak ada pula Samuel. "Mas, di mana Luka dan Samuel?" tanya Jelita."Mungkin di dapur, atau di taman samping. Coba kita cek," ujarku.Jelita mengangguk. Detik berikutnya kami mencari keberadaan Luka dan Samuel bersama-sama.Sekeliling rumah sudah kami telusuri. Bahkan halaman depan, samping dan belakang pun sudah di datangi. Namun, Luka tak terlihat.Jelita mulai panik. Firasatku juga tak enak saat ini."Mas, Luka pasti sudah kabur membawa Samuel! Saya sudah meminta para pembantu mengecek pakai
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 32.***POV Abraham.Samuel berada dalam dekapanku. Sementara hatiku semakin cemas mencaritahu keberadaan Luka.Dan aku mendapat sebuah kertas yang tergelatak di atas nakas.Perlahan aku meraihnya dan membaca pesan yang tertulis di sana.MAAFKAN AKU, TUAN. AKU PERGI SEBAB AKU TAHU TUAN AKAN DATANG KE SINI. JAGALAH SAMUEL! JANGAN CARI TENTANGKU LAGI. AKU INGIN HIDUP BEBAS TANPA BEBAN.Aku rasanya tak percaya dengan isi surat dari Luka tersebut. Kenapa ia mendadak mengambil keputusan konyol itu?Sebelumnya Luka sangat antusias memperjuangkan Samuel. Kenapa sekarang ia malah meninggalkan Putranya begitu saja?Ini tidak masuk akal. Aku semakin tak mengerti dengan jalan pikiran Luka..Aku pulang ke rumah dengan membawa Samuel. Jelita yang melihat keberadaan Samuel langsung mengambil alih dari gendonganku."Putra Mama akhirnya kembali ke sini lagi. Senangnya Mama dapat menggendongmu, Nak."Jelita tampak lebih menyayangi Samuel ketimbang Luka. Entahl
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 33.***POV Abraham.Di malam ini, tepat usia pernikahanku yang 22 tahun bersama Jelita, pun sekaligus tanggal pernikahan yang 17 belas tahun bersama Luka walau ia bukan lagi berstatuskan istriku.Jelita merayakan dengan begitu meriah. Semua tamu dari kalangan ternama hadir. Bahkan teman-teman Samuel juga diundang."Selamat ya, Om ... Tante! Saya doakan semoga pernikahan kalian kekal selamanya," ujar Elisa sembari menyerahkan sebuah kado berukuran besar pada Jelita."Terima kasih, sayang. Harusnya tak perlu repot-repot," sahut Jelita.Aku turut tersenyum dan mengaminkan kata-katanya.Sedangkan Zulaikha, ia tampak menunduk dengan langkah yang ragu-ragu."Zulaikha, kemarilah! Kenapa dari tadi hanya berdiri sendirian di sana?" tanyaku menyelidik."A--anu ... sa-sa--ya ... saya tidak memiliki hadiah, Om. Maaf, saya cuma bisa berdoa yang terbaik untuk keluarga Om dan Tante," paparnya gugup."Tak masalah, Zulaikha. Kami tidak mengharapkan hadiah. Keh
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 34.***POV Luka.17 belas tahun yang lalu, aku sedang menidurkan Samuel, tapi tak disangka tiga orang yang sama sekali tidak aku kenali menerobos masuk ke dalam rumah.Ia membekap wajahku dengan sebuah sapu tangan. Setelah itu aku tak sadar lagi.Saat aku membuka mata, ternyata aku sudah berada di suatu tempat yang begitu kumuh.Kakiku sudah terpasung dengan mulut yang disumpal kain. Tak lama kemudian salah satu diantara mereka melepas penutup mulutku."Makan! Kau tak boleh mati begitu saja," ujarnya.Aku masih mengingat semua kalimat yang pernah penjahat itu sebutkan saat pertama menyekapku.Aku menangis memberontak ingin pergi. Namun, aku tak berdaya. Pikiranku saat itu hanya satu, yaitu Samuel.Aku takut Putraku kenapa-napa. Aku sangat mencemaskannya.Siapa sangka aku terkurung begitu lama. Bahkan aku tetap diberi makan agar terus hidup. Namun, tentunya hidup dengan tersiksa.Rasanya aku ingin mengakhiri hidupku saat itu. Akan tetapi, kemba
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 35.***POV Luka.Hari terus berganti, Tuan Abraham sering mengunjungiku sekedar ingin tahu keadaanku."Luka, maafkan saya! Sampai hari ini pun saya belum berhasil membuat Samuel mengerti. Saya bingung harus memulai menjelaskan padanya dari mana," papar Tuan Abraham.Aku menarik napas berat. Aku pun sangat paham situasi Tuan Abraham. Ia berada di fase serba salah."Tidak apa-apa, Tuan. Aku sudah terlalu banyak menyusahkanmu dari dulu. Seandainya Samuel mau mengakuiku sebagai seorang Ibu, maka aku akan segera pergi jauh bersamanya dan tak akan merepotkan keluarga Tuan lagi," ujarku."Jangan bicara seperti itu, Luka! Saya senang bisa membantumu. Ini ada kebutuhan sehari-hari untukmu. Saya permisi, dulu!"Aku mengangguk dengan penuh haru. Lelaki terbaik itu adalah cinta pertamaku. Betapa hatiku masih bergetar setiap melihat wajah tampannya, walau sekarang ia tak lagi muda. Namun, wibawa itu masih terpancar penuh pesona.Ya Tuhan, aku benar-benar m
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 36.***POV Luka.Aku dan Samuel saling menguatkan. Tak ada lagi ketakutan di hidupku setelah bersamanya.17 tahun aku bertahan demi anakku, kini tak sia-sia. Dan aku sungguh tak habis pikir dengan Nyonya Jelita. Bisa-bisa ia melakukan kejahatan berulang-ulang kali. Padahal aku sudah banyak mengalah untuknya."Bu, besok aku tidak usah kuliah, ya. Aku tak mau menyusahkan Ibu," ujar Samuel."Kenapa, Nak? Kau tetap harus belajar agar kelak kau bisa menjadi orang sukses seperti Papamu. Ibu memang sudah tak ada ikatan apa-apa lagi dengan Papamu, tapi dirimu masih punya hak atas tanggung jawabnya," sahutku."Aku tahu, Bu. Tapi, aku malas jika harus berurusan dengan Mama lagi. Eh, maksudku wanita yang melakukan kejahatan itu.""Samuel, Anakku ... Nyonya Jelita memang jahat terhadap Ibu, tapi tidak padamu, bukan? Tetaplah menghormatinya, sayang! Ibu tak mau dirimu tumbuh dengan dendam."Samuel bergeming. Tak lama kemudian bel rumah berbunyi."Siapa ya
.Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 37.***POV Samuel.Aku mengantarkan Zulaikha ke rumahnya. Sebenarnya aku malas memaki mobil pemberian Papa.Walau pun aku tahu, Papa sangat baik dan tak berniat membuat susah Ibu. Namun, tetap saja aku kecewa dengan sikap diamnya selama ini."Samuel, Ibumu sangat cantik. Jujur dari awal aku melihatnya di pesta kemarin, hatiku kecilku berkata ia tidak berbohong," ujar Zulaikha memecahkan keheningan."Ya, Zulaikha. Aku terlalu bodoh karena tidak dapat merasakan ketulusannya," sahutku penuh penyesalan."Bukan bodoh. Kau wajar tak percaya, sebab Tante Jelita selama ini sangat menyayangimu.""Jangan sebut nama wanita itu lagi! Aku membencinya. Penderitaan Ibuku terlalu banyak karena ulahnya. Seandainya dia tidak merawatku 17 tahun ini, mungkin aku akan bertindak tegas padanya," paparku."Oke, Samuel. Maaf. Hem, kita bahas yang lain saja.""Sebaiknya diam saja, Zulaikha! Isi kepalaku sekarang sedang tak berfungsi. Lagian kita sudah sampai. Silakan
Judul: Undangan pernikahan suamiku.Part: 1."Bu, ada undangan!" teriak Salman, putra semata wayangku.Aku pun langsung keluar menghampiri Salman. "Siapa yang ngantar, Nak?" tanyaku sambil meraih undangan itu."Gak tahu, Bu. Tadi Salman dapat di bawah pintu."Aku bergeming mendengar penjelasan Salman. Perlahan kubuka, dan kubaca. Tertulis dua nama mempelai pengantin.Nia Surtia dan Arifin Ilham."Namanya sama seperti nama Bapak ya, Bu." Lagi-lagi aku terdiam. Entah kenapa bisa kebetulan begini. Tiba-tiba perasaanku jadi tak enak. Terlebih lagi, aku tidak mengenal nama mempelai wanita itu, dan Arifin Ilham, aku juga tak punya kenalan dengan nama itu selain suamiku.Penasaran aku dengan undangan misterius yang putraku temukan di balik pintu.Aku berniat menghadiri acara itu besok. Mungkin saja salah satu temanku memakai nama baru. Ya, mungkin saja.Akan tetapi besok aku tak bisa pergi bersama Mas Arifin. Karena suamiku itu sedang ke luar kota untuk beberapa hari.***Hari berganti ..
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti