Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBURPart: 25.***POV Abraham.Pagi ini aku tak ke kantor, walau dari rumah tadi Luka tahunya aku masuk kerja. Hatiku dilanda kegelisahan. Mama mengancam tak mau makan jika aku tak membebaskan Jelita. Padahal perbuatan yang dilakukan Jelita bukan perkara kecil. Aku sebenarnya ingin memberikan pelajaran padanya. Namun, lagi-lagi aku tak berdaya karena Mama.Sedangkan Luka, aku terpaksa menutupi ini kalau sebenarnya semua adalah perintah Mama. Aku sengaja berkata bahwa aku sendiri yang tak tenang.Aku tak mau Luka semakin merasa tak dianggap menantu oleh Mama. Sedihnya adalah sedihku juga. Perasaan yang tumbuh sungguh sudah terlalu dalam pada Luka.Ia wanita yang baik dan tulus. Aku sangat mencintainya. Sedangkan Jelita, ia adalah cinta pertama. Walau kini getaran itu perlahan goyah di hatiku. Semua karena sikapnya.Kini, aku sampai di kantor polisi. Ternyata Mama serta mertuaku sudah tiba duluan di sana."Syukurlah kamu masih mendengarkan Mama, Abraham.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 26.POV Luka.***Kehamilanku ini sungguh membuahkan kebahagiaan menjadi berlipat ganda.Mama mertua pun kini sudah mulai bisa menerimaku. Sikapnya tak sekasar dulu. Mungkin karena keinginannya yang teruwujud melalui rahimku.Aku sangat bersyukur. Bahkan Tuan Abraham juga memberikan aku lebih banyak waktu dari sebelumnya. Saat ini aku yakin Nyonya Jelita merasa tersiksa. Walau aku mencoba berdamai dari dendam masa lalu, tapi keadaan sekarang ini cukup membuat aku kembali puas.Namun, tiba-tiba saat aku beristirahat di kamar, ponselku berdering. Sebuah panggilan dari Mama mertua."Halo, Luka! Di mana Abraham? Dari tadi Mama menelepon tapi tak diangkat.""Sepertinya handphone Kanda Abraham sedang tak di tangannya, Ma. Ada apa?" tanyaku."Katakan padanya untuk segera ke rumah sakit! Jelita sedang dirawat karena mencoba bunuh diri."Aku terdiam mendengar penuturan Mama mertua.Detik berikutnya aku bergegas keluar dan memberitahu Tuan Abraham..Se
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 27.***Waktu terus berjalan, semakin hari perutku semakin membesar. Sikap Nyonya Jelita berubah total. Ia tak pernah membuat kerusuhan atau pun menyakitiku lagi."Saya sudah tak sabar menunggu buah hati saya itu hadir ke dunia," ucap Nyonya Jelita. "Saya senang sekali melihat kelembutanmu yang sekarang, Jelita. Bahkan kamu mau menganggap Anak Luka sebagai Anakmu juga," sahut Tuan Abraham."Tentu saja, Mas. Saya sangat tidak sabar ingin menggendongnya," lanjut Nyonya Jelita.Aku hanya tersenyum getir. Tiba-tiba saja hatiku merasa sedikit nyeri mendengar kata-kata Nyonya Jelita.Apa iya aku rela menukar bayiku nanti dengan seorang suami?Ah, sudahlah. .Malam harinya, pinggangku sakit. Perutku juga sakit. Sakit sekali."Kanda," lirihku pada Tuan Abraham."Iya, Luka. Kenapa kamu keringatan? Kamu baik-baik saja, bukan?""Aku merasa sakit di bagian perut hingga ke pinggangku, Kanda.""Sepertinya kamu hendak melahirkan. Ayo ke rumah sakit. Saya a
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 28.***POV Jelita.Setelah Luka pulang dari rumah baruku, Mas Abraham pula yang datang."Jelita, ayo kembali ke rumah kita. Saya tak sanggup jauh darimu," ujar Mas Abraham.Aku tersenyum miris. Andai kata-kata itu diucapkannya lebih awal, mungkin hatiku akan tersentuh. Namun, tidak lagi sekarang. Aku tak mau bermadu. "Tidak, Mas. Saya lebih merasa tenang di sini. Mas pulanglah! Saya tak mau Luka menganggap saya telah mengingkari kesepakatan. Oya, satu lagi ... tolong urus perpisahan kita secepatnya!" paparku.Wajah Mas Abraham terlihat sedih. Ia membuang napas yang terdengar begitu berat. Aku iba, walau tak seberapa. Sejujurnya cintaku masih lagi untuknya. Namun, aku sudah bulat pada keputusanku untuk tak mau hidup dimadu. "Sampai kapan pun saya tidak akan melepaskanmu, Jelita. Hentikan perjanjian konyolmu bersama Luka! Kita bisa hidup bersama-sama. Saya mampu berlaku adil."Laki-laki memang egois. Kaum mereka tak mengerti betapa sakitnya h
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 29.***POV Luka.Sebulan sudah berlalu, aku merasa sikap Tuan Abraham semakin dingin padaku. Walau ia mencoba untuk bicara dengan intonasi suara seperti biasa, tapi tetap saja terasa berbeda.Setiap hari ia pulang terlambat. Aku tak tahu ia ke mana. Mungkin saja Tuan Abraham mendatangi Nyonya Jelita.Dan malam ini ketika hujan lebat diiringi dengan petir, Tuan Abraham nekad keluar hanya sekedar ingin melihat kondisi Nyonya Jelita."Kanda jangan pergi! Tidak aman menyetir dalam keadaan hujan deras begini," ujarku."Saya hanya sebentar, ingin memastikan kondisi Samuel dan Jelita baik-baik saja," sahutnya.Aku menelan ludah getir. Nyonya Jelita tak ada di sini, tapi Tuan Abraham tetap memikirkannya.Rasanya aku menyesal telah menyepakati perjanjian itu. Harusnya Samuel saat ini bersamaku.Tak lama kemudian Tuan Abraham pergi..Waktu berjalan, Tuan Abraham belum juga pulang. Padahal tadi katanya hanya pergi sebentar. Aku resah dan gelisah sebab
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 30.***POV Luka.Tuan Abraham menatapku cukup lama setelah mendengar kalimatku barusan."Apa maksudmu dengan ini semua, Luka?" tanya-nya datar.Air mataku selalu saja tertumpah. Memang pertahananku semakin goyah sejak melihat sikap Tuan Abraham satu bulan terakhir ini."Kanda, aku mengalah. Biarlah aku pulang ke desa dan menerima takdirku sebagai wanita kampung yang tak pantas berada di istana ini," ujarku.Lalu, tiba-tiba saja Tuan Abraham meraih kedua tanganku dan menggenggam dengan begitu hangat."Jangan pernah berpikir untuk pergi, Luka. Saya minta maaf. Saya tahu, di posisi ini saya yang paling egois karena tak bisa memilih satu diantara kalian berdua. Saya benar-benar tak ingin kehilangan kamu atau pun Jelita," paparnya.Kalimat itu terdengar menjengkelkan. Namun, sepertinya keputusanku kali ini adalah yang paling tepat."Aku tak mau membuat Nyonya Jelita semakin merasa tersakiti. Biarlah sementara waktu aku yang keluar dari sini. Tolong
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 31.***POV Abraham.Pagi ini ada suasana begitu sunyi. Tidak ada terdengar tangisan Samuel. Aku dan Jelita sama-sama saling menatap dan berjalan menuju kamar Luka.Semalaman Jelita gelisah karena tidur terpisah dengan Samuel. Namun, aku memberinya pengertian kalau Luka butuh Samuel berada di sampingnya. Sebab selama ini tak ada kesempatan bagi Luka menggendong Putranya sendiri.Akan tetapi, saat kami tiba di kamar Luka ruangan itu kosong. Tak ada Luka, tak ada pula Samuel. "Mas, di mana Luka dan Samuel?" tanya Jelita."Mungkin di dapur, atau di taman samping. Coba kita cek," ujarku.Jelita mengangguk. Detik berikutnya kami mencari keberadaan Luka dan Samuel bersama-sama.Sekeliling rumah sudah kami telusuri. Bahkan halaman depan, samping dan belakang pun sudah di datangi. Namun, Luka tak terlihat.Jelita mulai panik. Firasatku juga tak enak saat ini."Mas, Luka pasti sudah kabur membawa Samuel! Saya sudah meminta para pembantu mengecek pakai
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 32.***POV Abraham.Samuel berada dalam dekapanku. Sementara hatiku semakin cemas mencaritahu keberadaan Luka.Dan aku mendapat sebuah kertas yang tergelatak di atas nakas.Perlahan aku meraihnya dan membaca pesan yang tertulis di sana.MAAFKAN AKU, TUAN. AKU PERGI SEBAB AKU TAHU TUAN AKAN DATANG KE SINI. JAGALAH SAMUEL! JANGAN CARI TENTANGKU LAGI. AKU INGIN HIDUP BEBAS TANPA BEBAN.Aku rasanya tak percaya dengan isi surat dari Luka tersebut. Kenapa ia mendadak mengambil keputusan konyol itu?Sebelumnya Luka sangat antusias memperjuangkan Samuel. Kenapa sekarang ia malah meninggalkan Putranya begitu saja?Ini tidak masuk akal. Aku semakin tak mengerti dengan jalan pikiran Luka..Aku pulang ke rumah dengan membawa Samuel. Jelita yang melihat keberadaan Samuel langsung mengambil alih dari gendonganku."Putra Mama akhirnya kembali ke sini lagi. Senangnya Mama dapat menggendongmu, Nak."Jelita tampak lebih menyayangi Samuel ketimbang Luka. Entahl
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti