Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 5***Malam harinya, Mas Zidan masuk ke dalam kamarku. "Ma, Papa ingin bicara serius," lirihnya dengan begitu lembut sembari menggenggam tanganku.Jantungku berdesir hebat. Bukan aku merasa bahagia diperlakukan seperti ini, tapi aku malah semakin ingin melampiaskan semua dendamku."Tentang apa?" tanyaku tanpa merespon belaiannya."Tentang Laura, Ma. Papa ingin melangsungkan pernikahan bulan depan. Papa meminta restu Mama secara baik-baik," ujarnya."Oh, silakan. Mama akan menyetujuinya dengan senang hati, asalkan ...."Kalimatku sengaja aku gantung. Alis suamiku bertaut seolah menunggu kelanjutan ucapanku."Asalkan apa, Ma? Katakanlah! Papa akan mengabulkan apa pun persyaratan dari Mama."Aku tersenyum getir mendengar perkataannya. Mas Zidan begitu antusias ingin menikahi Laura. Dia bahkan lupa tentang kematian putriku yang baru satu minngu berlalu.Entah suami macam apa yang aku miliki ini?Rasanya ingin aku meracuni dirinya dan wanit
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 6***Laura semakin pucat saat mendapat bentakan serius dari Mas Zidan."Laura, Mas berangkat ke kantor sekarang. Kamu istirahatlah ke kamar. Besok Mas akan membawamu untuk periksa ke dokter.""Mas pikir aku gila? Mas percaya dengan semua omong kosong Mbak Ningsih?" Laura tak terima.Aku tertawa dalam hati melihat keraguan suamiku."Sudahlah, Mas bisa telat jika terus meladeni kalian berdebat.""Mama izin ke rumah Ibu duluan ya, Pa. Nanti sore Papa menyusul saja," ujarku."Oh, iya Ma. Papa sampai lupa. Ayo sekalian Papa antar."Aku mengangguk dan menggandeng lengan suamiku. Sekilas aku menatap ke arah Laura yang seperti ingin murka.Aku tersenyum sinis dan mengedipkan sebelah mata.Ini baru awal permulaan, Laura. Setelah sakit hatiku terbayar lunas, maka lelaki di sampingku ini juga akan segera aku tendang dari hidupku.--Di dalam mobil."Ma," lirih suamiku."Iya.""Papa tak bisa tidur dengan tenang semenjak kepergian Monika. Papa mer
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 7***Waktu berjalan, Mas Zidan datang ke rumah ibu."Apa kabar Mas? Kenapa Mas tak pulang saat pemakaman Monika?" tanya suamiku pada kakaknya.Mas Adrian menatap dengan tajam. Sikapnya saat ini berubah jadi dingin pada Mas Zidan."Aku tidak baik-baik saja setelah mendapati kenyataan ini, Zidan." "Maafkan aku, Mas. Semua memang kesalahanku, tapi ini juga sudah jadi takdirnya," ujar Mas Zidan pula."Takdir kau bilang? Kau itu sudah buta karena wanita! Sadarlah, Zidan! Usiamu tidak lagi muda, harusnya saat ini kau lebih banyak memberi waktu untuk keluargamu, bukannya malah membuat dosa dengan bermain wanita," papar Mas Adrian.Mata suamiku membesar, gerakan dadanya naik turun. Sepertinya Mas Zidan sedang menahan amarahnya."Mas tahu apa tentang hidupku? Aku laki-laki sukses, dan tak ada salahnya jika ingin memiliki dua istri. Lagi pula ini bukan urusanmu, Mas! Jangan ikut campur! Silakan lihat dirimu sendiri, sudah berumur tapi belum jug
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 8***Hari berikutnya, aku mengunjungi Laura ke rumah sakit jiwa. Laura tampak tersiksa berada dalam lingkungan orang yang tidak waras. "Hey! Gimana kabarmu?" tanyaku dengan senyum mengejek."Mbak sudah membuat aku menderita di sini. Mbak akan menerima akibatnya nanti," ancam Laura dengan garang."Oya? Bagaimana bisa kau menyakitku sedangkan sekarang kau masih terkurung di sini.""Aku pasti segera keluar. Mas Zidan sudah berjanji akan menjemputku. Lagian aku tidak gila! Mbak pasti sudah membayar dokter si*alan itu!" makinya.Aku tertawa dengan lepas. "Kau cukup pintar. Namun, sebentar lagi kau akan kubuat menjadi gila sungguhan."Sorot mata Laura sangat tajam seperti seekor singa yang siap menerkam. Akan tetapi aku malah senang melihat api kemarahan dari wajahnya itu."Selamat menikmati hari-hari menyenangkanmu di sini," ujarku sembari berlalu."Aku akan membalasmu, Mbak!" teriaknya.Aku tak peduli. Detik berikutnya aku menemui Dokter
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 9***Plak!Plak!Dua tamparan melayang ke wajah cantik Laura.Aw, pasti sakit. Namun, tak seberapa jika dibandingkan dengan sakit hatiku."Mas tega menampar aku?" Laura berlari ke dalam kamar.Sedangkan aku pura-pura merasa takut dan teraniaya."Pa, Mama sangat takut sekarang. Laura masih bisa kumat," ujarku.Mas Zidan memelukku, dan berkata. "Mama tenang saja. Papa akan bicara lagi dengan Laura, kalau memang kejiwaannya masih terganggu, maka Papa akan membawanya kembali ke rumah sakit jiwa. Papa juga tak mau menikahi orang gila, Ma."Waw, jawaban suamiku sungguh luar biasa.Mas Zidan berlalu menyusul Laura. Sedangkan aku tak tahu lagi apa yang mereka bahas di dalam kamar.Namun, tak berapa lama Mas Zidan kembali keluar."Papa ke kentor lagi, Ma. Tadi cuma mengambil handphone yang ketinggalan," ucapnya."Oke, Pa. Tapi bagaimana dengan Laura?" tanyaku seolah terancam."Papa sudah menegurnya. Laura berjanji tidak akan mengulangi itu lagi
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 10***Hari mulai gelap, tapi Mas Zidan dan Laura belum juga kembali.Sepertinya keadaan Laura cukup parah. Aku menunggu dengan gelisah, bukan mencemaskannya. Namun, aku gundah untuk diriku sendiri. Jangan sampai Mas Zidan mengetahui kejadian yang sesungguhnya. Bisa-bisa aku terusir sebelum membalaskan dendam dengan tuntas.Akhirnya aku memutuskan untuk menelepon Mas Zidan.Panggilanku berdering, dan dijawabnya dengan cepat."Halo, Ma! Papa belum bisa pulang. Laura dirawat, kata dokter perut Laura terluka dibagian dalam. Keadaannya cukup memprihatinkan, Ma. Laura diinfus, dan belum bisa bicara banyak. Papa tidak mengerti kenapa ini bisa terjadi," ujar suamiku.Aku menarik napas panjang. Saat ini aku masih aman. Laura belum mengatakan apa-apa pada Mas Zidan.Menjelang ia sembuh, aku harus mencari alasan untuk berkilah. "Kok bisa ya, Pa? Dokter bilang apa lagi Pa? Tentang perut itu kenapa sampai begitu?" tanyaku seolah tak mengerti apa-
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 11***Sehari sebelum pernikahan Mas Zidan dan Laura akan digelar. Aku sudah mempersiapkan semuanya."Ma, apa persyaratan yang Mama ajukan? Besok tanggal pernikahan sudah kami tetapkan. Namun, prosesnya tak mungkin tekejar, sedangkan tanda tangan Mama, surat izin dari Mama belum Papa dapatkan," ujar Mas Zidan.Laura yang berada di sebelah suamiku tersenyum penuh kebanggaan."Mama akan beritahu nanti malam. Di hadapan Ibu dan Mas Adrian. Kalian tentunya akan meminta restu pada mereka juga, bukan?" "Mbak terlalu bertele-tele. Katakan saja apa syarat yang Mbak inginkan itu! Masalah restu dari keluarga Mas Zidan, kami bisa mengaturnya sendiri," sambung Laura."Jangan ribut! Mas akan menunggu sampai nanti malam. Jika pun proses pernikahan tak bisa selesai besok, kita akan melangsungkan pernikahan sirih dulu. Setelah itu baru kita resmikan pula," papar Mas Zidan."Itu lebih baik, Mas. Aku tak mau menundanya lagi," sahut Laura.Aku hanya ters
Judul: Pelakor yang menghancurkan hidupku.Part: 12***Malam ini sepasang kekasih itu ditahan di kantor polisi.Sedangkan aku tersungkur lemah menerima kenyataan yang harus aku hadapi kini."Ning, bagaimana bisa hasil visum kemarin menyatakan luka dibagian perut Monika hanya dengan satu tusukan saja? Sedangkan dari pengakuan Laura, dia menusuk sebanyak tiga kali?" tanya Mas Adrian dengan bingung."Aku juga tidak mengerti, Mas. Saat itu aku tak sadarkan diri. Dan prosesnya sangat cepat, seperti ada permainan," sahutku."Ya sudah, yang penting sekarang Laura telah mendapatkan hukuman," sambung Ibu.Aku bergeming. Dalam benakku berpikir, aku akan segera menggugat cerai Mas Zidan. Namun, aku juga merasa kesepian. Putriku sudah tak ada, aku sebatang kara sekarang.--Waktu berjalan, aku memenuhi panggilan sidang atas tuntutanku terhadap Mas Zidan. Ibu dan Mas Adrian juga hadir menemani."Berdasarkan segala bukti yang ada, dengan ini kami menyatakan, bahwa pihak tergugat, Zidan Anggara te
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti