Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 19.***POV LukaHari ini aku pergi lagi mencaritahu duri dalam kehidupan suamiku. Penemuan kunci itu sangat janggal. Kenapa benda tersebut ada di pot bunga milik Mama mertua.Bahkan, pengirim pesan misterius itu juga masih mengganggu pikiranku. Kemarin aku pergi tapi tak membuahkan hasil. Si pengirim pesan hanya menipuku. Ia tak menemuiku di tempat yang sudah dijanjikan.Lalu, hari ini ia mengirimkan aku pesan lagi. Kebetulan Tuan Abraham tidak kembali ke rumah. Sepertinya suamiku masih marah.Tak masalah. Ini lebih baik, agar aku bebas bergerak. Semua aku lakukan untuknya. Aku tak rela jika ada yang berniat jahat terhadapnya."Mili ... Mini, aku ada keperluan lagi. Kalau Tuan Abraham datang katakan saja aku pergi ke salon," ujarku."Tapi, Nyonya ... akhir-akhir ini saya perhatikan Nyonya selalu keluar. Sebenarnya ada urusan apa? Maaf, Nyonya bukannya saya lancang, saya hanya mengkhawatirkan Nyonya," papar Mili.Aku tersenyum penuh haru. Sedi
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 20.***POV Luka.Aku menangis di dalam kamar. Nyonya Jelita masih mengunci pintu dari luar.Tubuhku gemetar membayangkan Tuan Abraham akan segera menceraikan aku. Tidak. Aku tidak mau. Jika, itu terjadi maka lebih baik aku mati.Kreeek!Tiba-tiba pintu dibuka lagi."Cepatlah ikut dengan saya!" perintah Tuan Abraham.Mataku masih basah. Namun, aku tetap menurut tanpa banyak protes. Kali ini aku sudah benar-benar lemah."Mas, kalian mau ke mana?" tanya Nyonya Jelita saat kami sudah berada di ruang tengah."Pulang ke rumah kedua, Jelita. Kamu jangan khawatir. Saya akan tetap menyelidiki kasus ini. Di depan juga ada delapan penjaga untukmu," ujar Tuan Abraham."Baik, Mas. Terima kasih atas pertanianmu," sahut Nyonya Jelita."Itu harus. Kau adalah istri saya, dan cinta pertama dalam hidup saya. Seluruh tenaga bahkan seluruh jiwa akan saya pertaruhkan untukmu," ucap Tuan Abraham pula.Hatiku terasa nyeri. Aku bagai tak dianggap ada lagi di sini.De
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 21.***Tak lama kemudian Tuan Abraham datang. Aku tidak menyangka kalau ia akan balik ke rumah lagi."Kalian," lirihnya menatap kedua Paman dan Bibiku."Hem, Tu--tuan Abraham ... apa kabar?" tanya Paman terdengar ragu-ragu."Saya baik, tapi sekarang menjadi sedikit buruk," jawab Tuan Abraham."Kenapa begitu, Tuan? Kita sudah lama tidak bertemu. Terakhir di hari pernikahanmu dengan Luka," sambung Bibik pula."Ya. Sepertinya ada hal penting yang membuat Paman dan Bibik ke sini.""Benar sekali Tuan Abraham. Kami sedang mengalami kesulitan. Sawah di kampung habis semua. Kami butuh modal," papar Paman tanpa rasa malu."Modal apa? Lagian kenapa mengadu ke sini?" sambung Mama mertua yang muncul dari ambang pintu.Suasana akan semakin riuh nantinya. Aku pasti juga terkena imbas dari kedatangan Bibik dan Paman ini."Bukan maksud hati menyusahkan kalian, tapi kami sekedar bertukar keluh kesah pada keponakan kami, Luka. Itung-itung memberinya kesempatan
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 22.***POV Abraham.Aku duduk termenung di ujung dermaga yang sepi ini. Rasanya masih tak percaya kalau Luka setega itu.Bukan cuma sekedar ingin melenyapkan Jelita, tapi Luka ternyata juga bermain api di belakangku.Salah aku memang karena telah menjatuhkan hati padanya.Masalah yang satu belum selesai, kini sudah muncul masalah baru. Perusahaan Azel Group sekarang mulai menyaingi perusahaanku.Bahkan data-data penting di perusahaan milikku telah bocor. Itu bukan suatu kebetulan Azel Group memiliki konsep yang sama seperti yang sudah aku rancang.Aku yakin, mereka berbuat curang. Di kantor tentunya ada musuh yang menjadi mata-mata. Argh! Aku semakin tak mengerti dengan situasi apa yang tengah aku hadapi sekarang ini..Setelah cukup lama aku menyendiri, akhirnya aku pulang ke rumah utama. Aku masuk menggunakan kunci rumah yang selalu aku bawa ke mana-mana. Aku dan Jelita memang memegang satu masing-masing kunci rumah ini.Dengan langkah ya
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 23.***POV Luka.Aku tak mengerti dengan masalah yang aku alami saat ini. Kenapa semua menyudutkan aku, dan memfitnahku?Yang lebih membuat sesak di dada ialah Tuan Abraham menaruh benci karena masalah ini.Aku memaklumi karena semua perkaranya selalu menyeretku. Padahal aku tak tahu apa-apa.Kini aku dan Tuan Abraham sampai di rumah. Ia tak semarah saat di kantor tadi.Entahlah."Kanda, aku mohon jangan terlalu percaya dengan fitnah yang diciptakan untuk merusak rumah tangga kita. Aku tak mungkin melakukan hal yang membuatmu rugi," ujarku memegang tangannya.Ia bergeming dengan tatapan kosong. Aku mengerti, pasti saat ini Tuan Abraham sangat kebingungan."Kanda, tak mengapa jika dirimu ingin marah dan melampiaskan padaku semua rasa sakit hati Kanda. Tapi, satu kupinta. Jangan pernah tinggalkan aku."Tuan Abraham tetap bergeming. Detik berikutnya ia masuk ke dalam kamar.Aku duduk menyenderkan kepala ke badan sofa. Sungguh aku ingin menyerah,
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 24.***POV Luka.Aku menceritakan semua penyelidikanku pada Tuan Abraham sebab aku tak mau ia kembali salah paham."Saya tidak menyangka kalau Jelita tega berbuat hal selicik itu," ujar Tuan Abraham."Aku pun masih tak percaya, Kanda. Lalu apa keputusan Kanda?" tanyaku menatap matanya yang mulai berkaca-kaca.Aku tahu, pasti Tuan Abraham sangat terpukul dengan kenyataan ini. Biar bagaimana pun, Nyonya Jelita adalah istri dan cinta pertamanya."Saya akan segera mengungkap kebenaran ini, Luka. Akan tetapi, saya tak bisa menceraikan Jelita. Sungguh saya lemah dalam hal ini," paparnya menunduk sedih.Jujur saja, aku jauh lebih sedih melihat Tuan Abraham menjadi begini. Aku cemburu pada Nyonya Jelita. Posisi kami jelas berbeda. Saat Nyonya Jelita bersalah, Tuan Abraham bahkan tak berdaya untuk melepaskannya. Sedangkan saat semua masalah itu mengarah padaku. Ia tanpa ragu meminta aku pergi dan hendak meninggalkanku.Sakit sekali menerima semua ini.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBURPart: 25.***POV Abraham.Pagi ini aku tak ke kantor, walau dari rumah tadi Luka tahunya aku masuk kerja. Hatiku dilanda kegelisahan. Mama mengancam tak mau makan jika aku tak membebaskan Jelita. Padahal perbuatan yang dilakukan Jelita bukan perkara kecil. Aku sebenarnya ingin memberikan pelajaran padanya. Namun, lagi-lagi aku tak berdaya karena Mama.Sedangkan Luka, aku terpaksa menutupi ini kalau sebenarnya semua adalah perintah Mama. Aku sengaja berkata bahwa aku sendiri yang tak tenang.Aku tak mau Luka semakin merasa tak dianggap menantu oleh Mama. Sedihnya adalah sedihku juga. Perasaan yang tumbuh sungguh sudah terlalu dalam pada Luka.Ia wanita yang baik dan tulus. Aku sangat mencintainya. Sedangkan Jelita, ia adalah cinta pertama. Walau kini getaran itu perlahan goyah di hatiku. Semua karena sikapnya.Kini, aku sampai di kantor polisi. Ternyata Mama serta mertuaku sudah tiba duluan di sana."Syukurlah kamu masih mendengarkan Mama, Abraham.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 26.POV Luka.***Kehamilanku ini sungguh membuahkan kebahagiaan menjadi berlipat ganda.Mama mertua pun kini sudah mulai bisa menerimaku. Sikapnya tak sekasar dulu. Mungkin karena keinginannya yang teruwujud melalui rahimku.Aku sangat bersyukur. Bahkan Tuan Abraham juga memberikan aku lebih banyak waktu dari sebelumnya. Saat ini aku yakin Nyonya Jelita merasa tersiksa. Walau aku mencoba berdamai dari dendam masa lalu, tapi keadaan sekarang ini cukup membuat aku kembali puas.Namun, tiba-tiba saat aku beristirahat di kamar, ponselku berdering. Sebuah panggilan dari Mama mertua."Halo, Luka! Di mana Abraham? Dari tadi Mama menelepon tapi tak diangkat.""Sepertinya handphone Kanda Abraham sedang tak di tangannya, Ma. Ada apa?" tanyaku."Katakan padanya untuk segera ke rumah sakit! Jelita sedang dirawat karena mencoba bunuh diri."Aku terdiam mendengar penuturan Mama mertua.Detik berikutnya aku bergegas keluar dan memberitahu Tuan Abraham..Se
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti