Beranda / Pernikahan / AKU (BUKAN) WANITA KEDUA / Bab 3 Harga Diri Yang Runtuh

Share

Bab 3 Harga Diri Yang Runtuh

Penulis: Buluh Perindu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-18 21:20:13

Lantai yang dipijak Wulan seolah tenggelam ke dasar bumi tiba-tiba. Tubuh Wulan ikut terpuruk ke dasarnya.  Apakah telinganya tak salah menangkap gelombang suara itu?

"Apa maksud ucapan Ibu barusan?" tanya Wulan sembari menahan sesak di dadanya. Dadanya bergerak naik turun, menahan emosi yang mulai menguasainya.

Hanum menyunggingkan senyum sinisnya kembali. Walaupun jelas mata wanita itu menahan kesedihan yang coba ditutupinya.

"Bu Wulan belum jelas dengan ucapan saya tadi? Damar Prawira itu merupakan suami saya sejak lima belas tahun yang lalu. Suami sekaligus imam saya, Bu. Dan Raya Putri Kirana itu merupakan putri sulung kami. Artinya lelaki yang bernama Damar Prawira itu berstatus sebagai ayah dari dua orang anak sebelum mengikat janji dan menghalalkan Ibu. Bahkan sampai sekarang, ikatan itu masih terjalin di antara kami."

Tampak sekali Hanum berusaha mempertegas statusnya di hadapan Wulan. Sepasang manik itu tajam menghujam Wulan. Penuh ketegasan. Bahkan rahang wanita ini tampak mengeras untuk mempertegas ucapannya. 

"Bagaimana bisa Mas Damar menjadi suami Ibu? Mas Damar itu suami saya. Ayah putri kecil kami. Saya istrinya."

Wulan sedikit menaikkan nada suaranya. Wanita yang bernama Hanum ini harus tahu posisinya. Jangan sembarangan berbicara. Apalagi dengan kata-kata yang jelas memfitnah. 

"Masih belum jelas dengan ucapan saya tadi, Bu Wulan? Oh iya, terkait bagaimana bisa Mas Damar menjadi suami saya, harusnya saya yang bertanya, bagaimana bisa Ibu menikahi laki-laki beristri? Menjadi wanita kedua di hati lelaki yang pernah mengucapkan akad pada wanita lain sebelumnya!"

Wulan tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak percaya apa yang dikatakan wanita yang ada di hadapannya ini. Tentu wanita ini hanya ingin membuat hancur rumah tangganya karena gagal mendapatkan Damar sebagai pendampingnya.

"Saya tak pernah menikahi laki-laki beristri. Mas Damar berstatus bujangan saat menikahi saya. Saya yang menjadi istri satu-satunya. Ibu jangan membuat fitnah seperti ini! Tak patut Ibu menyebarkan berita bohong hanya karena Ibu gagal mendapatkan Mas Damar kembali?"

Kali ini Wulan benar-benar tak mampu menahan emosinya. Menegaskan statusnya di hadapan wanita yang jelas-jelas sembarangan bekerja. 

Terdengar kekehan kecil dari mulut Hanum. Sementara itu, Wulan berusaha menguatkan dirinya. Wanita yang ada di hadapannya ini benar-benar sangat licik. Siapa lagi yang akan membela laki-laki yang menjadi suaminya itu, jika bukan dirinya sebagai istri?

Tampak Hanum membuka tas hitam yang sedari tadi ada di dekatnya. Wanita itu mengambil sebuah amplop berwarna cokelat. Membuka penutup amplop lantas mengeluarkan beberapa lembaran kertas dari dalamnya. Dengan gerakan yang pasti Hanum menata lembaran-lembaran kertas itu di atas meja yang membatasi dirinya dan Wulan.

"Apa yang akan Bu Wulan katakan saat melihat semua ini?"

Sontak saja Wulan dengan gerakan cepat menarik lembaran-lembaran itu. Memindai satu per satu lembaran kertas tersebut dengan napas yang memburu. Pupil matanya bergerak cepat untuk menangkap bayangan benda yang terpampang jelas di hadapannya. Tak boleh salah menangkap bayangan benda yang tercipta. 

Salinan surat nikah, salinan dua akta kelahiran, beberapa foto keluarga dengan wajah Damar dan Hanum tampak jelas di sana. Tampak bahagia. Senyuman lepas tercetak dari setiap lengkungan bibir keempat sosok yang ada di sana. 

Wulan tertegun tiba-tiba. Apakah semua yang ada di hadapannya nyata? Apakah ini hanya halusinasi saja? Mengapa semuanya tergambar sempurna? 

Perlahan Wulan kembali berusaha menajamkan penglihatannya. Menelusuri deretan aksara di tiap lembar kertas yang terhampar di hadapannya. 

Lembar pertama yang ditelusuri Wulan adalah salinan surat nikah. Jelas sekali nama Damar Prawira dan Hanum Khoirunnisa tertulis di lembaran itu. Wulan merasa langit seolah runtuh menimpanya seketika.

Mencoba menahan nyeri di kepala yang mulai dirasakannya, Wulan berpindah ke dua salinan akta kelahiran yang ada di samping surat nikah. Jantungnya berdegup sangat kencang, tak ubah genderang perang. 

Salinan akta kelahiran anak atas nama Raya Putri Kirana dan Hanif Fathurrahman ada di tangan Wulan sekarang. Kedua anak itu memiliki nama orang tua yang sama, Hanum Khoirunnisa dan Damar Prawira. 

Dada Wulan terasa semakin sesak. Jantungnya kian bergemuruh. Dua kenyataan pahit baru saja ditemukannya. Akankah ada kenyataan pahit lain yang akan didapatkannya lagi?

Berpindah ke lembaran lainnya, Wulan menemukan beberapa helai foto. Banyak peristiwa dan momen penting yang tergambar di foto itu. Momen kebersamaan sebuah keluarga kecil yang benar-benar bahagia. 

Foto pernikahan sepasang suami istri yang membuat Wulan kembali harus membelalakkan matanya. 

Bagaimana tidak? Tanggal foto itu diambil jelas terlihat di sudut kanan bawah. Tak hanya itu, meski perawakannya sedikit berbeda, Wulan tak mungkin salah mengenal sosok sang mempelai laki-lakinya. Hanya karena usia, sosok itu terlihat sedikit berbeda. Jauh lebih muda dari sekarang tentunya. 

Tak hanya itu, ada beberapa foto lainnya yang cukup membuat hati Wulan tercabik-cabik. Bukan hanya sayatan, torehan luka dirasakan Wulan saat ini. Bahkan hatinya sangat hancur, sehancur-hancurnya. Berkeping-keping, bahkan tak berbentuk lagi.

Ada foto mereka sepasang suami istri sedang berlibur dengan putri kecil mereka yang berusia sekitar dua tahun. Ada pula foto seorang sedang wanita menggendong bayi dengan suaminya memeluk erat pinggangnya dengan latar tulisan "Akikah Raya Putri Kirana". Tak hanya itu, foto keluarga dengan pakaian seragam yang sama, yang sepertinya diambil saat hari Raya Idul Fitri atau Idul Fitri pun ada. 

Masih ada beberapa foto lainnya, namun Wulan tak punya lagi kekuatan untuk melihatnya. Tak ingin luka yang ada akan semakin nyeri dan berdarah-darah bak disiram dengan air garam tentunya.

"Jangan menuduh saya telah mengedit foto-foto dan bukti ini, Bu Wulan! Terlalu banyak bukti yang ada. Bahkan sebenarnya ... ini hanya sebagian saja."

Hanum menatap tajam pada Wulan. Hanum sepertinya sedang menunggu reaksi Wulan selanjutnya.

"Masih banyak bukti lainnya yang  dapat saya tunjukkan. Bu Wulan siap?" tanya Hanum dengan penuh ketegasan.

Wulan diam. Tak menolak ataupun mengiyakan. Semuanya ini terlalu di luar dugaannya. Bahkan bagi Wulan, semua yang sedang berjajar di hadapannya ini bak petir menyambar di siang bolong saja rasanya.

"Jadi Ibu adalah istri Mas Damar? Ibu bukan sekadar kerabat jauh seperti yang dikatakan Mas Damar selama ini kepada saya?" tanya Wulan dengan bibir yang gemetar. 

Lirih, tak lagi tegas seperti sebelumnya. 

Tak ada lagi kekuatan untuk menatap wajah Hanum. Harga diri Wulan runtuh saat harus mengakui jika dirinya tak lebih hanya seorang istri kedua, bukan pertama apalagi satu-satunya.

Hanya gelengan yang sekilas dilihat Wulan dari kepala Hanum sebagai jawaban atas pertanyaannya. Cukup untuk membuat hati Wulan semakin terkoyak-koyak.

"Kami masih terikat sebagai suami istri. Tak ada talak, apalagi surat cerai. Dan mau tidak mau Bu Wulan harus mengakui, Ibu merupakan orang ketiga dalam rumah tangga kami, saya dan Mas Damar."

Tegas ucapan itu dilontarkan Hanum. Dan sukses membuat hati Wulan semakin nyeri hingga nyaris tak mampu lagi mengangkat wajahnya. Apakah dirinya menjadi wanita kedua? Perusak rumah tangga wanita lainnya? 

Bab terkait

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bab 4 Pembelaan Diri

    Wanita yang hadir di hadapan Wulan saat ini tak mengada-ada. Wanita yang selama ini diakui sebagai kerabat jauh oleh suaminya ternyata sosok yang menjadi kakak madunya. Wulan tak menyangka jika ternyata sosok wanita yang hadir dalam kehidupannya hari ini akan menjadi pengubah  jalan hidupnya sejak saat ini. Wulan menggugam perlahan. Wanita ini bukanlah kerabat suaminya. Dia merupakan wanita yang lebih dulu hadir dan dihalalkan lelaki yang menjadi imam kehidupannya saat ini. Bahkan sampai saat ini, ikatan mereka masih ada dan terjalin dengan kuatnya. Tak terputus. Hanum Khoirunnisa, wanita yang berstatus sebagai istri pertama seorang Damar Prawira. Dan itu artinya Wulan hanyalah seorang wanita kedua. Wanita yang akan dicap sebagai perusak dan pengganggu rumah tangga wanita lainnya. Laki-laki yang selama ini dibanggakan Wulan ternyata seorang pembohong dan pendusta. Dua tahun mengabdi sebagai istri seorang Damar Prawira bukanlah waktu yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bab 5 Haruskah Menggugat Takdir?

    Wulan menghela napasnya. Ada rasa tak tega di hatinya saat melihat air mata dari sosok yang berjenis kelamin yang sama dengannya ini. Sejatinya mereka berada pada posisi yang sama. Terluka karena telah didustai oleh lelaki yang sama. Tanpa mereka tahu jika telah dibohongi selama ini. Apalagi Wulan yang artinya sudah terikat pernikahan dengan landasan dusta dari lelaki pujaan hatinya itu. Melihat detail informasi yang disampaikan Hanum, Wulan yakin wanita ini bukan baru kemarin menemukan kenyataan pahit ini. Jelas informasi yang dikantongi Hanum sangat jelas dan rinci.Hanum jelas sudah mempersiapkan diri untuk berhadapan secara langsung dengannya hari ini. Mempersiapkan mental dan juga emosi untuk bertatap muka langsung dengan dirinya, wanita yang berstatus sebagai adik madu seorang Hanum Khoirunnisa. Wulan menggumam perlahan dalam kecemasan hatinya. Wanita kedua. Suka atau tidak, status itu melekat dengan dirinya sejak saat

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Akad

    "Saya terima nikahnya dan kawinnya Wulandari Purnama binti Ahmad Wiryawan dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”"Bagaimana saksi?" tanya laki-laki dengan jas berwarna hitam dan peci warna yang sama sembari menolehkan kepalanya pada dua orang saksi yang duduk di dekat meja yang sama."Sah."Kompak kedua laki-laki itu berkata yang disambut lafaz hamdalah dari setiap bibir orang-orang yang memenuhi ruangan itu. Raut wajah bahagia tergambar dari setiap orang yang hadir menyaksikan momen sakral dalam kehidupan putri bungsu keluarga Wiryawan itu. Wulan menyapu wajahnya dengan kedua telapak tangan. Hal yang sama dilakukan juga oleh Damar Prawira, laki-laki yang baru menghalalkannya itu. Laki-laki pujaan hati yang menjadikan dirinya sebagai pasangan tulang rusuk. Nama mereka tertulis di Lauhul Mahfuz sejak akad tadi terucapkan, lancar tanpa pengulangan. Lega, bahagia. Perasaan itu yang bercampur aduk dalam hat

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kecewa

    "Pengantin perempuan silahkan untuk menciumi tangan suaminya."Sontak saja lamunan Wulan menjadi buyar seketika. Mungkin sudah sejak tadi Kak Ana, sang MC memberikan arahan itu kepadanya. Mengingat perjuangannya untuk bersanding dengan lelaki pujaannya ini membuat Wulan lupa akan keadaannya sekarang.Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Butuh kegigihan menunjukkan niat baik sang calon imam untuk menghalalkannya. Wulan tak berjuang sendiri. Damar pun berusaha sekuat tenaga menunjukkan keseriusannya. Dengan rasa gugup dan malu, Wulan memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Berhadapan dengan lelaki yang telah mengambil alih tanggung jawab atas dirinya dari sang ayah. Ketika akad itu terucap, banyak hal yang berubah atas dirinya. Perlahan Wulan mengangkat tangan kanannya. Meraih tangan kanan lelaki yang sudah bergelar suaminya yang sudah terulur lebih dulu. Menciumi dengan takzim tangan yang akan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kepergian Yanga Mendadak

    Wulan duduk di tepi tempat tidur. Mengarahkan pandangannya ke sekeliling kamar yang tampak mewah dengan berbagai dekorasi selayak kamar pengantin umumnya. Hiasan bunga imitasi mendominasi ornamen kamarnya. Ditambah satu vas mawar merah segar dengan aroma khasnya. Harum menguar memenuhi indera penciumannya. Ada beberapa tangkai melati segar yang diselipkan di bagian atas tempat tidur. Harumnya berpadu menciptakan sebuah sensasi. Harusnya malam ini merupakan malam kebahagiaannya. Harusnya malam ini dirinya tak sendiri di kamar indah ini. Harusnya malam ini dirinya memadu kasih dengan sang pujangga hati yang didambakannya selama ini. Angan Wulan membayang kelebat kisah tadi sore."Mas, apa Wulan ikut saja?" Tiba-tiba Wulan menawarkan ide yang menurutnya terbaik untuk mereka. Terlalu sesak rasanya dada jika harus berpisah hingga beberapa hari ke depan nantinya.Bagaimana tidak, baru tadi pagi akad itu diucapkan. Ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-31
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Meragu

    "Mas mau salat Asar, setelah itu bersiap pergi. Mau salat sama-sama?" tanya Damar sembari melangkah meraih sarung yang ada di ujung tempat tidur mereka."Mas duluan saja, Wulan nanti mau mandi dulu. Badan gerah dan kotor rasanya jika tak dibersihkan dulu."Damar tersenyum dan mulai mengenakan sarungnya. Sementara Wulan meraih gawai yang sejak pagi tadi tak tersentuh jemarinya sama sekali. Banyak pesan yang masuk melalui aplikasi berlogo hijau. Semuanya berisi ucapan yang senada, selamat atas pernikahannya. Juga doa agar pernikahannya sakinah, mawaddah warahmah. Senyum bahagia kembali tersungging di bibir Wulan. Sebahagia ini rasanya menikah? Mungkin usianya  saat ini tergolong masih wajar saja belum menikah. Baru dua puluh tujuh tahun. Belum pantas dijuluki perawan tua. Sedangkan Damar akan berusia tiga puluh enam tahun, enam bulan lagi. Nyaris menyandang gelar sebagai bujang lapuk tentunya menurut istilah orang di

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Merindu

    Ketukan pintu kamar membuyarkan lamunan Wulan. Mengusap matanya yang sempat mengembun, Wulan lantas melangkahkan kaki menuju pintu dan menarik gagangnya."Ibu?" ucap Wulan saat melihat sosok yang ada di hadapannya saat pintu terbuka. "Ibu hanya ingin melihat keadaanmu, Lan. Sejak Magrib tadi kamu masuk kamar tapi tak keluar-keluar lagi setelah itu. Kamu sakit?" tanya Bu Yayuk sembari menatap wajah putrinya.Wulan menggelengkan kepalanya. Tak berbohong. Memang dirinya tak sakit. Hanya saja hatinya merasa kosong saat ini. Ada sesuatu di lubuk hatinya yang dirinya sendiri tak tahu apa namanya. Entahlah, tak nyaman pokoknya."Lantas mengapa mengurung diri di kamar? Damar juga kan tak ada di kamar."Bu Yayuk memang tahu jika menantunya itu pergi. Laki-laki itu sendiri yang berpamitan pada Bu Yayuk dan suaminya saat hendak berangkat tadi. Bahkan laki-laki itu sempat  berpesan,  menitipkan istrinya pada kedua mertuanya.

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Cinta Tak Butuh Alasan

    Inikah rasanya nikmat menikah? Merindui dan dirindukan sebagai pasangan halal tentunya. Wulan menyandarkan tubuhnya pada kepala tempat tidur saat sudah lelah menghubungi Damar tanpa hasil. Ingatannya membayang saat laki-laki itu meminta kesediaannya sebagai pendamping hidup hingga menua."Dek, Mas ingin menjadikan Adek sebagai pasangan hidup. Mas merasa Adek merupakan sosok wanita yang selama ini Mas cari," ujar Damar sembari menatap mata Wulan yang terkejut dengan ucapannya.Wulan memang sungguh terkejut. Baru dua bulan lebih mereka saling mengenal dan Damar langsung mengutarakan keseriusannya.Suasana di sekeliling mereka memang cukup ramai. Apalagi saat malam Minggu seperti ini. Rumah makan Aroma Laut yang dipilih Damar sebagai tempat makan malam mereka berada di tepi pantai Pasir Padi. Pantai yang menjadi ikon kota yang menjadi ibu kota provinsi Serumpun Sebalai ini. Suasana malam Minggu akan dipenuhi para muda-m

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-03

Bab terbaru

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kesempatan Untuk Hanif

    "Apa maksud Bapak? Boncengan? Mau kemana?" balas Wulan sembari mengernyitkan dahinya. "Ibu belum tahu kalau kita berdua ditugaskan untuk mengikuti Technical Meeting Kabupaten?"Dengan santainya Hanif memasang tampang lugu dan polos di hadapan Wulan. "Kita? Saya saja, Pak. Tidak Bapak."Dengan tegas Wulan membantah ucapan Hanif itu. Dirinya tak mungkin salah mendengar kalimat yang disampaikan Bu Lidia tadi pagi. Hanya namanya. Tak ada nama guru laki-laki ini."Di surat tugas ini tertera nama kita berdua, Bu. Saya dan Ibu."Tak kalah tegasnya Hanif pun menunjukkan bukti atas ucapannya tadi. Tak ingin dianggap bercanda apalagi berbohong oleh wanita yang memang sedang ditaksirnya ini. Dengan gerakan tangan yang cepat Wulan meraih kertas yang disodorkan Hanif itu. Memindainya dengan cepat. Air wajahnya berubah seketika. Benar saja. Nama mereka berdua tertera di sana. Perint

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Godaan

    Wulan baru saja tiba di parkiran. Ketika tangannya bergerak hendak membuka helm yang menutupi kepala, sebuah sepeda motor berhenti tepat di sampingnya. "Bu Wulan, mengapa pesan saya tak dibalas? Padahal saya beberapa kali mengirimkan pesan. Dan semuanya centang dua biru. Dibaca Bu Wulan bukan?"Lidah Wulan mendadak kelu. Mengapa sepagi ini dirinya harus bertemu dengan lelaki ini? "Anak saya yang membukanya barangkali, Pak. Maklumlah kalau di rumah, HP ini menjadi milik berdua."Wulan terpaksa berbohong. Jika tidak, entah apa alasan yang harus dikatakannya kepada lelaki ini. "Oh begitu. Nanti siang ada acara? Sepulang sekolah maksud saya."Meletakkan helm pada spion sepeda motornya, Wulan ingin segera pergi dari hadapan lelaki ini. "Memangnya ada apa, Pak? Ada kegiatan tambahan ya kita hari ini? Kok saya tak tahu infonya?"Wulan mengernyitkan dahi. Seingatnya tak ada in

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bukalah Pintu Hatimu

    "Lan, kamu melamun?"Wulan menolehkan kepalanya. Tatapannya bertemu dengan wanita yang telah menghadirkannya ke dunia. Wanita yang senantiasa mendukungnya menjalani masa-masa sulit satu tahun terakhir ini. Mereka saling menguatkan setelah sama-sama kehilangan. Kehilangan lelaki yang sama-sama mereka cintai. Kepergian selamanya, tak akan pernah kembali lagi. Tak selesai begitu saja. Bahkan belum lagi kering air mata akibat kehilangan cinta pertamanya, pipi Wulan masih harus terus membasah. Perpisahan, meskipun dirinya yang meminta tetap saja menyakitkan rasanya. Bukan sakit karena perpisahan itu sendiri sebenarnya. Sakit yang terbesar adalah ketika menyadari dirinya telah dibohongi selama ini. Menghabiskan waktu dengan lelaki yang salah. Melabuhkan cinta kepada lelaki yang tak sepatutnya. "Tak ada. Menikmati malam saja. Kebetulan purnama begitu sempurna. Ibu belum tidur?" tanya Wulan sembari menggeser posisi duduknya, memberi

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Talak

    "Apa???"Jelas sekali Bu Yayuk tak dapat menutupi keterkejutannya. Bahkan suara wanita itu yang tadinya lirih berubah lebih tinggi tiba-tiba. "Jangan bercanda, Lan! Ibu tak suka!" ucap Bu Ayu dengan nada tegas. "Bu, Wulan tak bercanda. Memang demikian fakta yang sebenarnya. Suka tidak suka, mau tidak mau, itulah kenyataan yang ada."Akhirnya Wahyu ikut berbicara. Sebagai sulung keluarga Wiryawan, masalah ini jelas menjadi tanggung jawabnya. "Tapi bagaimana bisa? Bukankah pada saat Wulan dan Damar menikah jelas status keduanya sebagai gadis dan perjaka? Ibu tak mengerti. Sungguh-sungguh tak mengerti."Bu Yayuk semakin bingung. Terlebih mendengar kalimat yang diucapkan putranya. "Kalau untuk hal itu, Ibu jangan menanyakannya kepada Wulan. Damar tentu akan lebih dapat memberikan penjelasan."Tatapan mata Bu Yayuk berpindah ke arah Damar, menantu yang selama ini menjadi ke

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Di Depan Pusara Ayah

    Para pelayat satu per satu pergi meninggalkan area pemakaman. Para kerabat pun mendekati Bu Yayuk dan anak-anaknya, memohon izin untuk pulang lebih dulu. Hanya tersisa keluarga besar Wiryawan saja. Tiga pasang anak menantu, lima orang cucu, dan seorang wanita yang resmi telah menyandang gelar sebagai seorang janda. "Ibu tak menyangka jika ayah kalian akan pergi secepat ini. Padahal kondisi Ayah sebelumnya sudah membaik. Entah mengapa tiba-tiba menurun lagi."Isakan tangis Bu Yayuk masih terus terdengar. Sementara ketiga anaknya nampak diam dengan wajah yang sama sembapnya. Seluruhnya berjongkok, mengelilingi gundukan tanah merah yang masih basah. "Wahyu, Firman, ayah kalian sudah tak ada. Pelindung keluarga ini sudah tak ada. Tanggung jawab itu ada di pundak kalian sekarang."Kalimat itu diucapkan Bu Yayuk dengan lirih. Bulir bening membasahi pipi. Tak menyangka jika secepat ini lelaki halalnya akan pergi. Wahy

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kepergian Ayah

    "Siapa?" tanya Firman dan Wahyu serempak. Raut wajah Wulan terlihat jelas menunjukkan kebingungan. Dan membuat kedua lelaki itu fokus pada bungsu mereka. Tanpa menjawab Wulan segera mengarahkan benda pipih itu ke arah telinganya. Tentu saja setelah menggeser tombol hijau yang ada pada layar pipih itu sebelumnya. "Assalamu'alaikum, Bu. Ada apa? Maaf Wulan masih ada urusan sedikit yang harus diselesaikan. Jadi agak lama. Kak Ayu sudah membawakan Ibu nasi bukan? Ibu masih mau dibelikan nasi bungkusnya?"Wulan hendak memperjelas ucapan abangnya tadi. Jangan sampai dirinya disalahkan oleh sang ibu. "Waalaikum salam. Bukan masalah nasi Ibu, Wulan. Kalian dimana sekarang? Kedua abangmu pun  tak ada. Ayah tiba-tiba kritis."Sontak saja Wulan menutup pembicaraan itu tanpa mengucap salam sama sekali. "Ayah kritis."Hanya kalimat itu yang terucap dari bibir Wulan. Kakinya melang

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bukan Wanita Kedua

    Mengabaikan pesan itu, Wulan menggerakkan layar pipih dengan cepat. Menekan tombol hijau saat menemukan kontak Firman Maulana, abang keduanya. Tak ada jawaban meskipun panggilan terhubung. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Dengan langkah yang cepat dan panjang, Wulan bergegas menyusul Wahyu. Membiarkan pikirannya berkecamuk seiring ayunan langkah. Benar saja, dugaan Wulan tak salah. Langkah gegasnya ke kamar inap sang ayah terhenti ketika melihat abang sulungnya itu ada di dekat kamar kecil.Tak hanya sendiri, lelaki berpakaian seragam putih itu bersama Firman. Menggiring Damar ke arah rerimbunan melati yang letaknya cukup tersembunyi. Wulan semakin mempercepat langkahnya. Melihat gelagat abangnya, Wulan yakin keributan akan terjadi setelah ini. "Aku hanya ingin bertanya, apa benar semua yang sudah diceritakan Wulan kepadaku tadi?"Benar saja. Wahyu sedang menginterogasi Damar.

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Pengakuan Wulan

    Memilih diam dalam pergulatan batinnya saat ini. Hanum sudah pasti akan terus menerornya nanti. Wulan pun tahu semuanya pasti akan terungkap nanti. Hanya masalah waktu, bom ini akan meledak kapan pun. "Abang memang tak dekat denganmu, Lan. Tapi bukan berarti Abang akan membiarkanmu sendiri. Terlebih saat adik Abang punya masalah."Akhirnya Wahyu buka bicara kembali. Sementara Wulan tetap dalam kegamangan hatinya. "Melihat sikapmu saat ini, Abang ikut merasakan yakin jika naluri Ibu benar. Kamu punya masalah yang disimpan sendiri."Menguatkan diri, Wulan tak ingin menangis lagi. Mungkin dirinya memang harus berbagi. "Kami keluargamu. Sampai kapan pun kamu menyimpan masalah itu, pada akhirnya keluarga akan menjadi tempatmu kembali."Pilu menggores bilik hati Wulan seketika. Haru menyeruak dada. "Bang, aku melakukan kesalahan. Kesalahan besar dalam hidupku."

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Naluri Seorang Ibu

    [Mas Damar pulang tadi malam dengan alasan pekerjaan. Aku yakin itu hanya kebohongannya yang entah untuk keberapa kalinya. Dan aku yakin kepulangan lelaki itu karena dirimu bukan?]Wulan memejamkan mata setelah membaca pesan itu. Wanita ini kembali membuat perasaannya tercabik-cabik. Apa maksud wanita ini? Mengapa Hanum harus mengirimkan pesan ini kepadanya? [Aku tak pernah meminta Mas Damar pulang, Mbak. Kenapa Mbak tak tanyakan saja langsung alasannya pulang lebih awal?]Memilih membalas, Wulan tak suka dengan tuduhan Hanum ini. Ada geram yang memenuhi ruang hati Wulan. Dirinya disalahkan. Padahal dirinya tak tahu apa-apa. Jika boleh meminta, Wulan berharap Damar tak muncul lagi di hadapannya. Tak perlu ada perdebatan panjang untuk membahas masalah mereka. Perpisahan jelas lebih baik baginya saat ini. Wulan menatap layar pipihnya. Tampak tulisan mengetik terlihat di sana. Wanita itu tampaknya m

DMCA.com Protection Status