Bab 21
POV Dimas
"Kamu mau angkat teleponnya? Silahkan!" Ana terlihat mendelik dan sungkan saat aku mempersilahkan ia untuk mengangkat teleponnya.
"Nggak ah, aku bukan siapa-siapa Pak Dimas," cetus Ana. Kemudian, ia pun mengalihkan pandangannya ke depan. Suara dering telepon pun terhenti. Syukurlah Bu Lita memutuskan untuk berhenti menghubungiku.
Aku letakkan kembali ponselnya dan memfokuskan diri untuk melihat ke arah jalan.
Teringat ucapan Ana, bahwa ia akan membicarakan tentang pengakuanku pada Sinta. Aku hendak menanyakan maksud dari ucapannya. Sebab, aku khawatir ia salah paham dengan ucapanku.
"Maaf, Bu Ana," potongku.
"Ana saja," sahutnya.
"Kalau gitu, sebut aku dengan nama juga, jadi sama-sama enak, bukankah kita sudah bukan mitra kerja lagi?" terangku. Kemudian ia pun mengangguk tanda setuju dengan nama panggilan.
"Baiklah, kamu mau bicara apa, Dimas?" tanyanya.
"Soal tadi, yang kamu bilang Sinta mengagum
Bab 22POV DimasAku coba tenangkan diri, segera kuambil ponsel yang ada di saku celana. Kemudian, aku klik sunyi untuk dering telepon.Lega rasanya telah mengatur silent nada deringnya. Kemudian, aku perhatikan ia mulai menekan tombol panggilan dan meletakkan ponselnya di telinga."Nggak diangkat," cetusnya. Ia tampak kesal karena aku tak angkat telepon darinya.Kebetulan sekali, berhubung masih megang ponsel, lebih baik aku videokan saja aktivitas Bu Lita bersama laki-laki berhidung bangir yang bernama Angga itu.Ia letakkan kembali ponselnya, kemudian berbincang-bincang dengan Angga."Sudahlah, tak perlu kesal, sebentar lagi nama kamu dipanggil suster," gumam Angga. Ia tampak memperlakukan Bu Lita sangat istimewa. Ini membuatku semakin penasaran."Ya, semoga anak kita sehat-sehat di rahim ini, terus terang saja, aku capek bolak-balik penjara dan perusahaan," pungkasnya. Astaga, anak kita katanya? Bukankah Bu Lita itu i
Bab 23POV Lita"Pak Zaki, sudah habis jam besuknya!" teriak petugas membuatku bernapas lega. Beruntungnya aku, sebab kalau tidak, pasti ia buka video itu. Habislah terbongkar semua tentang siapa ayah dari janinku ini sebenarnya."Yah, padahal masih kangen aku, Mas. Besok pasti kudatang lagi, kamu sabar ya, nanti sidang kedua aku pastikan kamu akan bebas dari tuduhan Ana," ucapku sambil berdiri, ponsel yang tadi ia pegang pun segera aku masukkan kembali ke dalam tas."Kamu jaga kandunganmu, ya. Jangan capek-capek, banyakin istirahat. Ingat, jangan nakal dengan laki-laki lain!" pesannya. Aku tersenyum ke arahnya.'Tidak mungkin aku mengkhianatimu, Mas. Melakukan hubungan dengan laki-laki lain pun itu karena ingin mendapatkanmu, Mas Zaki,' gumamku dalam hati.Setiap kali aku terobsesi dengan keinginan, pasti ini membuatku hilang akal sehat. Segala cara pun aku lakukan, demi mendapatkan apa yang kuinginkan.Bukan harta semata yang ingin
Bab 24"Astaga, ini surat diagnosis dokter bahwa Mas Zaki mandul? Itu hasil tes pemeriksaan sper*a bulan lalu?" tanyaku heran. Tangan ini menutupi ruam mulut karena terkejut dengan apa yang sebenarnya aku lihat.Pak Gilang mengangguk, kapan ia melakukan pemeriksaan ini? Bukankah Mas Zaki berada di penjara?"Maaf, Pak. Ada yang aneh di sini, kenapa ada diagnosis? Bukankah Mas Zaki di penjara?" tanyaku menyelidik."Coba, Mbak lihat tanggal dan bulan kapan pemeriksaan itu dilakukan?" Mataku membulat, menyorot ke arah lembaran di dalam amplop coklat. Ternyata itu sudah lama sekali. Kejadian di saat aku memeriksakan kondisi kesehatan kami berdua."Lalu, Pak Gilang tahu ini dari mana?" tanyaku pada laki-laki yang selalu saja mengetahui apa yang tidak pernah kuketahui.***💚💚💚POV Pak GilangSaat Lita memanipulasi hasil diagno
Bab 23"Ini, Ana. Simak video ini," ucap Dimas. Ia menyerahkan ponselnya padaku. Baiklah, aku segera membuka ponsel yang ia berikan, sudah masuk ke sebuah galeri handphone. Kemudian, aku klik video yang berdurasi lima menit kurang tiga detik itu. Kusimak baik-baik setiap kata dan gambar yang tersirat dalam ponsel itu.Aku perhatikan wanita yang tengah berbadan dua, dan memperhatikan satu lagi laki-laki yang bersamanya. Mataku terbelalak melihat Lita dan seorang laki-laki, postur tubuhnya mirip dengan laki-laki yang berdiri saat hendak menaiki mobil Terios putih itu.Aku menelan sedikit salivaku, saat mendengar satu ucapan darinya. Astaga, Lita bilang itu anaknya dengan laki-laki yang bertubuh kekar itu. Tanganku tak tersingkir dari mulut ini. Berati Lita hamil dengan pria yang bernama Angga? Ya, terdengar jelas namanya adalah Angga.Kemudian, aku simak lagi saat ia mengepalkan tangannya ke laki-laki tersebut, entah kenapa terlihat dari becandanya ada sesu
Bab 24POV DimasAku sudah putuskan, untuk bicarakan ini pada Pak Ardi Dinata, rasanya ada yang mengganjal di hati jika tidak diungkapkan sendiri. Khawatir, Pak Ardi mengetahui dari orang lain.Aku pun sangat mencemaskan Ana, jika ia tidak diberi tahu masalah kehamilan Lita yang ternyata bukan hamil anaknya Zaki. Ini suatu kemenangan untuk Ana. Jika ia tahu terlebih dahulu tentang anak yang dikandung oleh Lita."Permisi, Pak.""Silahkan duduk, Dimas!" suruhnya. Lalu aku pun duduk tepat di hadapan laki-laki yang sangat berpengaruh di dalam hidup keluargaku."Maaf sebelumnya, saya ingin menyampaikan sesuatu pada Pak Ardi," cetusku. Kami pun mulai serius membicarakan ini, Pak Ardi pun mulai menyanggah dagunya dengan tangan."Sepertinya serius," timpal Pak Ardi.Aku tak banyak bicara, kurogoh saku celana dan memberikan ponsel yang sudah siap memutar video.Kulihat ia menyaksikan video itu dengan serius. Matanya membula
Bab 25Tepuk tangan saling bersahutan saat pemandu acara memulai acara.Aku duduk tersigap di samping mama dan papa. Kemudian, Sinta mengulurkan tangannya, ia dingin sekali."Kamu tegang?" tanyaku."Iya, Kak. Memang Kakak nggak tegang?" tanya Sinta membuat kedua alisku menyatu."Tegang kenapa sih? Memang ini acara apa?" tanyaku keheranan. Tidak lama kemudian, pemandu acara melanjutkan acara ini."Kita akan menyambut kedua pasangan yang akan bertunangan hari ini. Mari kita sambut keduanya, Sinta dan Ana. Beserta dengan pasangannya, Gilang dan Dimas!" teriaknya membuatku terkejut. Bagaimana papa bisa melakukan hal ini? Aku masih berstatuskan istri orang. Kenapa ia melakukan ini?Sinta menarik pergelangan tanganku agar maju ke depan. Aku berdiri, masih bingung dengan keinginan papa yang satu ini.Kemudian, papa menghampiriku dan meraih telapak tangan ini untuk digiringnya ke depan. Di hadapan semua orang papa menyandin
Bab 26Ngapain mereka datang ke sini? Tahu dari mana tentang hal ini? Bukankah papa hanya undang rekan dekat saja? Pertanyaan seketika muncul di kepala. Aneh memang, Yuni, mertuaku, dan Lita datang tiba-tiba."Keluarkan mereka!" tekan papa dengan penuh amarah. Emosinya meledak-ledak karena rekan kantor yang datang orang penting semuanya."Kalian malu? Apa sudah tidak tahu malu? Ana itu masih istrinya Zaki, tapi malah bertunangan dengan laki-laki pilihan papanya!" teriak Bu Ayu, mertuaku.Aku dan Sinta sontak beradu pandangan, berharap ini tidak akan menjadi masalah besar dalam karier papa. Namun, sepertinya celetukan Bu Ayu tengah membuat rekan-rekan kerja papa yang hadir kini kebingungan.Gilang dan Dimas pun turun untuk mencairkan suasana. Mereka berdua memboyong ketiga wanita itu, Lita, Yuni, dan Bu Ayu. Aku tak mengerti maksud kedatangan mereka bertiga ke sini apa?"Ini gimana sih, Pak? Bukankah wanita yang telah bersuami tid
Bab 27"Kamu serius, Sin?" tanyaku tepat di telinga Sinta. Rasanya aku tak percaya papa akan berbuat nekad seperti ini. Ia orang pintar, pasti tidak akan melakukan kekerasan dalam hal apa pun. Namun, ini cerita yang berbeda. Rasa malu yang Lita dan mertuaku perbuat tadi tengah membuat siapapun itu jadi binal.Aku terperanjat, dan terpaksa turun ke lantai bawah. Tubuh papa yang sudah mulai tua itu kupeluk erat-erat."Kamu kenapa, Ana?" tanyanya."Pah, aku nggak mau melihat Papa melakukan hal yang di luar batas, ini tindakan kriminal, tolong jangan lakukan itu!" tegasku padanya. Kemudian, ia melepaskan dekapan anaknya yang sedang ketakutan ini."Siapa yang ingin berbuat kriminal?" tanya papa keheranan, kedua alisnya sudah merapat bagaimana ulat bulu. Aku memandangnya, kemudian berpindah ke arah Sinta."Kata Sinta, Papa menyewa preman hanya untuk balas dendam pada Lita dan keluarga Mas Zaki?" tanyaku memastikan bahwa dugaan Sinta itu tidak bena
Bab 39POV AnaKetika kami sedang berbincang-bincang, dan menyantap hidangan yang telah tersaji di hadapanku. Tiba-tiba Lita menghubungiku, ada apa ya kira-kira? Aku angkat teleponnya, sepertinya mereka sedang bertengkar. Buktinya Mas Zaki tak mau disebutkan sedang bersama dengannya."Halo, Lita, ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi. Pasti ini hal penting, bukan hal main-main."Ana, aku sulit menghubungi Mas Zaki. Ya Tuhan, anakku meninggal dunia barusan dokter mengabarkan, ia melemah tadi, lalu tidak kuat," tuturnya membuatku terkejut. Astaga, rupanya bayi prematur yang dilahirkan Lita sudah tak bernapas. Bibirku pun kaku, sulit untuk berkata apapun.Setelah Lita bercerita, aku pun sontak mematikan teleponnya. Mataku sedikit berair, merasa bersalah atas kejadian yang menimpanya ini."Ana, ada apa?" Mas Zaki terus menerus menanyakan apa yang Lita katakan."Mas, bayi itu meninggal," ujarku padanya.Aku menghela napas, begitu pun de
Bab 38POV Zaki"Maaf, Anda siapa ya? Ada keperluan apa ke sini?" tanyaku penasaran. Sebab, wajahnya tak pernah kulihat sebelumnya."Mas, ini laki-laki yang sudah beristri itu," jawab Yuni tertunduk. Dadaku bergetar hebat, tanganku tiba-tiba mengepal. Namun, saat melihat wajah Yuni, tak tega rasanya melakukan kekerasan di hadapannya."Jadi, kamu yang mempermainkan adikku?" selidikku."Ya, aku orang yang dirayu adikmu," sahutnya membuat darah ini semakin mendidih. Namun, lagi-lagi wajah Yuni yang memelas di hadapanku membuat tangan ini hanya mengepal tak kuat melampiaskan."Mau apa lagi kamu ke sini?""Aku ingin Yuni segera menggugurkan kandungannya, sebelum istriku dan keluarga besar mengetahuinya," terangnya.Plak ....Tak tahan lagi aku menahan emosi yang sudah meledak, tangan ini melayang ke pipi laki-laki songong itu. Bibirnya pun berdarah kala aku memukulnya dengan sekuat tenaga."Mas, tolon
Bab 37POV ZakiPonselku berdering kembali, kini kurogoh dengan cepat agar tidak keburu mati lagi. Kulihat ke arah layar ponsel, ternyata Ana yang menghubungi."Halo, Ana, ada apa?" tanyaku masih dalam keadaan gemetar. Sebab, belum berhasil lihat wajah di balik kain putih itu."Mas, Yuni bersamaku, ia sudah kuantar pulang," celetuknya membuatku bernapas lega. Berati wanita yang berada di balik kain putih itu bukanlah Yuni. Ia sudah dibawa pulang oleh Ana."Ana, kamu membawanya pulang ke rumahku, kan? Aku mohon, tolong jangan tinggalkan Yuni sendirian, please!" pintaku. Dengan amat sangat, aku mengharapkan Ana menemani Yuni di rumah."Maaf, Mas. Aku tidak bisa, sebentar lagi ada meeting dengan klien, tapi aku sudah suruh bodyguard Papa untuk berjaga di depan rumahmu sampai kamu dan Mama tiba di rumah," tolaknya. Aku tidak bisa berharap lebih padanya. Ana sudah mau menolong Yuni saja aku seharusnya berterima kasih."Maaf ya, Ana. Aku me
Bab 36POV ZakiBerita tentang Yuni kini tersebar di mana-mana. Akun sosial medianya pun ia tutup karena sudah meresahkan keluarga. Mama tak bisa bicara apa-apa, karena sejak berita itu muncul, Yuni pergi meninggalkan rumah."Mah, sebenarnya aku sudah tahu mengenai berita Yuni ini," ungkapku akhirnya membuka rahasia ini."Maksud kamu bagaimana?" tanya mama masih belum paham. Rupanya ia masih berharap bahwa berita ini adalah tidak benar."Mah, berita ini benar, dan saat ini Yuni sedang bersembunyi," sahutku lagi.Mama terdiam, matanya sudah berkaca-kaca saat mendengar penuturanku tentang Yuni. Lita yang baru pulih dari sakitnya pun menghela napas."Lalu bagaimana keadaannya?" tanya mama penasaran."Yuni hamil, Mah. Suami yang disebut-sebut menghamilinya itu memang pengusaha, tapi seenaknya ia meninggalkan Yuni, ini dikarenakan ia tak punya bukti apapun," sambungku membuat lutut mama tiba-tiba lemas. Ia mencari kursi untuk bersan
Bab 35Aku berusaha tenang, terus berjalan ke arah Lita. Hati ini berusaha melawan rasa sakit hati atas pengkhianatannya padaku."Ana, maafkan atas segala kesalahanku," ucapnya membuatku dan Sinta saling beradu pandangan. Seorang Lita yang tak pernah mengucapkan kata-kata maaf, kini kata-kata itu terdengar merdu di telingaku?"Aku tidak salah dengar? Lita, ini kamu?" Aku benar-benar tidak menyangka bahwa ia telah dibukakan pintu hatinya."Tidak, Ana. Aku sungguh menyesal telah mengkhianatimu, dengan merebut Mas Zaki dari sisimu," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.Rasa bahagia pun sontak mengiringi pertemuanku dengan Lita. Tubuhnya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit, membuatku yang harus mendekatinya lebih dekat lagi.Aku memeluknya erat, dan menangis sesegukan. Menyesal pasti ada, telah balas membalas rasa sakit hati yang telah ia torehkan. Begitu pula dengan Mas Zaki, aku yang memiliki dendam berapi-api kepadanya, kini menyesali ke
Bab 34"Angga, ternyata elo pengkhianat, kenapa lakukan ini pada gue?" teriak Mas Zaki tak menghiraukan tempat. Seharusnya ia bisa jaga emosi di rumah sakit."Jangan ribut di rumah sakit!" sentak Pak Farid saat melihat pertikaian Mas Zaki dengan laki-laki yang ternyata bernama Angga itu. Mereka pun menghentikan perkelahiannya.Aku menyaksikan kedua orang yang ternyata berteman. Lita memilih Angga agar ia bisa memiliki anak dan mengaku anak itu adalah benih cinta Mas Zaki. Kutepis pikiran buruk tentang Lita untuk sementara, karena ia sedang berjuang antara hidup dan mati.Seorang suster pun keluar dari ruangan observasi. Ia memberikan kabar terbaru kondisi Lita."Pak, Bu, alhamdulilah pasien Lita sudah melewati masa kritisnya, silahkan untuk keluarga, segera urus ruang rawat inapnya," ungkap suster seketika membuat kami yang berada di depan ruang observasi menghela napas panjang.Syukurlah kalau begitu, aku sudah tenang atas kabar yang telah
Bab 33POV AnaBahagia itu saat ulang tahun dirayakan bersama keluarga, kebahagiaan yang tak pernah aku lalui selama ini. Bertahun-tahun hidup sebagai anak dari Ardi Dinata, ini adalah kali pertamanya aku diberikan kejutan manis olehnya. Rupanya salah memilih pasangan hidup yang kualami, telah membuat papa mengesampingkan egonya. Kini, sosok seorang ayah benar-benar ada dalam dirinya.Aku yakin setelah kejadian ini, Mas Zaki takkan pernah berharap untuk kembali padaku. Namun, ia juga harus mengetahui bahwa sebenarnya ia yang tidak bisa memiliki keturunan.Tidak pernah menepis, mertuaku, Bu Ayu, hanya menilai sosok menantu dari harta saja. Seandainya ia dulu tidak pernah menganggap rendah seorang anak jalanan, mungkin kepura-puraanku juga takkan terjadi. Namun, itu semua juga tidak akan terjadi bila papa menyetujui hubunganku dan Mas Zaki. Jadi, inilah yang dinamakan garisan takdir yang tak bisa dipungkiri."Tolong kirim berkas ini ke alamat y
Bab 32POV ZakiAku buka hingga full, ternyata tes kesuburan Ana Mellisa pada 7 bulan lalu. Aku baca hingga habis, ada keterangan bahwa semua hasil tes menunjukkan Ana Melissa normal dan tidak ada kendala dengan hormonnya.Hasil tes ini persis sama dengan tanggalnya saat aku dan Ana tes dulu. Namun, ada perbedaannya, dulu hasil tes Ana menunjukkan bahwa ia mandul dan harus melakukan serangkaian tes lagi, tapi dia menolaknya pada saat itu."Ini tes kesuburan Ana, kenapa beda dengan yang dulu?" tanyaku pada mama, Lita, dan Yuni. Mereka semua terdiam, matanya membulat secara serempak.Tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan yang telah aku lontarkan."Bisa saja Ana mengubah itu semua, ia berkuasa untuk mendapatkan hasil apapun yang ia mau," sanggah Lita. Namun, hasil tes kesuburan ini asli, tidak mungkin dapat dipalsukan, stempel rumah sakitnya pun asli."Ini asli, atau mungkin saat itu ada yang menukarnya?" tanyaku pad
Bab 31POV Zaki"Mas Zaki! Ke sini kok nggak ngomong-ngomong?" celetuknya sembari menghampiriku. Tangannya sudah mulai merangkul lengan ini, rayuan pun mulai ia lontarkan."Angga, laki-laki ini ngapain di sini?" tanyaku menyelidik. Ya, aku mengenal sosok laki-laki yang berada di sebelah Lita tadi, tapi aku tidak tahu kenapa ia berani merangkulnya dengan begitu mesra.Lita terdiam, begitu pula dengan Angga. Namun, tiba-tiba Pak Farid datang menghampirinya."Angga, sudah lama kamu menunggu saya?" tanya Pak Farid."Tuh kan, Angga itu sedang ada janji dengan Papa. Kamu nggak usah curiga macam-macam dong, Sayang!" rayu Lita. Aku pun terdiam, lalu menghampiri papa mertua."Pah, apa kabarnya?" tanyaku pada mertua yang berada di dekat Angga."Baik, Zaki. Saya dan Angga permisi, kamu lanjutkan saja ngobrolnya dengan Lita," tuturnya. Mungkin aku salah paham terhadap Lita. Buktinya papanya tetap meminta aku yang menemani putrinya.Ak