แชร์

15. Perlawanan Asti

ผู้เขียน: Kharisma Ramadhan
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-07-23 10:56:35

Akibat Sumpah Al-Qur'an (15)

***

"Nia mandi dulu gih! Adik biar Ibu yang jaga. Abis ini segera sarapan," pintaku padanya. Nia mengangguk, lalu segera mengambil handuk dan berlari kecil ke kamar mandi.

Aku membuka bungkusan yang Bu Ayu berikan itu. Aku tidak begitu tahu soal daging segar, sebab selama ini bisa dibilang aku tidak pernah membeli daging.

Untuk melelehkan kebekuannya, aku merendam daging tersebut ke dalam air. Setelahnya kubiarkan, lalu menyiapkan sarapan.

"Bu ... dagingnya nggak bisa dimakan ya, Bu? Kok, nggak dimasak?" tanya Nia, lalu ia kembali menyuap nasi ke dalam mulut.

Akhir-akhir ini kulihat makannya begitu lahap. Padahal hanya sekadar telur dadar dan kecap. Memang selama ini bisa dihitung dengan jari berapa kali Nia makan telur. Sembako yang Ibu kemarin berikan begitu banyak.

"Nia pengen makan daging, kah?"

"Ngga sih, Bu. Cuma tanya doang hehehe." Ia menyengir menampakkan barisan giginya.

Aaarrghh!

Aku tersentak mendengar erangan seseorang. Suara itu cukup jauh,
บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    16. Sakit Parah

    Sumpah Al-Qur'an (16)***Bu Ramlah mengejar langkahku dan berusaha menghalangi agar aku tidak masuk. Rahangnya terlihat mengeras dengan mata yang berkilat. "Ibu .... Nia pulang!" Teriakan Nia mampu mengalihkan tatapan tajam mata Bu Ramlah padaku. Nia berlari kecil menuju kemari.Aku menghela napas lega. Setidaknya kami tidak lagi melanjutkan perdebatan konyol ini. Aku tidak bermaksud sok jago sekarang, tetapi aku hanya ingin menjadi lebih tegas untuk mempertahankan kemanusiaan diri sendiri.Teriakan dan amukan orang-orang dari arah barat memecah keheningan. Bu Ramlah terlihat terkejut lalu dengan tergesa berlari ke asal keributan. Pasalnya dari teriakan orang-orang itu terdengar mengamuk dan menyebut 'kambing'. "Gara-gara kambing yang tadi pasti," celetuk Nia. Ia melongok ke asal suara keributan.Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapannya. "Kambing tadi?" tanyaku memastikan.Nia mengangguk dengan ekspresi datar, masih berusaha melihat ke arah keributan. "Jadi pulang sekolah tadi Ni

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    17. Lemparan Bom

    Akibat Sumpah Al-Qur'an (17)****Ingin rasanya bangkit lalu membuka pintu, melihat apa penyebab keributan ini. Sayangnya aku benar-benar kehilangan keberanian. Bahkan sekujur tubuh terasa lemas.Menjelang Subuh, keributan tak juga usai. Justru semakin menjadi. Mataku benar-benar tak dapat terpejam.Aku memutuskan bangkit, melepas mukena lalu berdiri di depan pintu. Aku menarik napas dalam-dalam, untuk meringankan ketakutan. Begitu daun pintu terbuka, aku terperangah kaget melihat orang-orang ramai di depan rumahku. Di jalan, di teras rumah, bahkan ada yang berdiri di bawah pohon jambu saling berbisik. Namun, yang membuatku terpaku adalah keramaian di rumah Bu Ramlah. Tubuhku kembali gemetar. Di luar rumahku ini kebanyakan bapak-bapak, membuatku mengurungkan niat untuk bertanya. Sehingga aku memutuskan untuk kembali masuk. Sungguh pikiranku begitu kalut. Aku merasa rumahku seperti tengah dijaga. Begitu matahari merangkak naik, aku kembali membuka pintu. Masih ramai, tetapi di depan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    18. Bu Ramlah Yang Angkuh Kini Lemah

    Akibat Sumpah Al-Qur'an (18)Aku terbangun saat adzan Subuh mengalun indah menyelusup indra pendengaran. Lalu, segera bangkit mengambil wudhu. Kesadaran kembali penuh ketika dingin air wudhu menyapu wajah. Saat kembali ke ruang tengah, kudapati Nia sudah terbangun dan segera beranjak, menuju kamar mandi. Aku bergeming di tempat, merasa ragu untuk membangunkan Bu Ramlah, sebab kuyakin ia begitu lelah seharian menjaga Pak Bahri di rumah sakit. Ah iya, apa mungkin Bu Ayu menemaninya di rumah sakit, itu mengapa tak kulihat sosoknya? Namun, jika iya demikian, kenapa tadi Bu Ramlah masih menanyakan perihal Bu Ayu padaku?"Bu, kenapa kok ngelamun?" tanya Nia mengejutkanku. Aku segera mengalihkan pandangan dari Bu Ramlah yang sedang tertidur begitu pulasnya, menggeleng pelan dan tersenyum menatap Nia. Wajah Nia tampak terkejut saat melihat Bu Ramlah. Ia memang tak tahu kedatangan Bu Ramlah semalam. Mungkin, saat bangun tidur tadi kesadarannya belum pulih, itu mengapa tak menyadari keberada

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    19. Bertengkarnya Dua Ipar

    Akibat Sumpah Al-Qur'an (19)Dua ipar itu kenapa bertengkar begitu hebat, sedang anak-anaknya hanya diam, menonton ibunya yang sedang beradu urat.Genggaman Nia terasa makin erat di tangan. Aku bingung, sama sekali tidak ada seorang pun yang kulihat untuk diminta bantuan."Nia di sini, ya, sama adik. Ibu mau ke sana dulu," pintaku pada Nia. Namun, ia tak melepas tanganku. Setelah meyakinkan Nia, aku pun menghampiri Bu Ramlah dan Bu Ayu yang masih bersahutan adu bicara. "Bu ... Bu Ramlah!" cegahku. Berusaha memotong ucapannya. Namun suaraku kalah dengan teriakan mereka berdua. Aku kelimpungan. Mereka memang tidak cakar-cakaran atau main tangan, tetapi berteriak saling tunjuk seolah menyalahkan. Aku tak paham dengan apa yang dibicarakan itu.Dengan nekat aku berdiri di tengah-tengah mereka, hingga keduanya pun terdiam seketika. Sebetulnya aku takut, khawatir mereka malah mengeroyok diriku. Namun, aku harus menghentikan pertengkaran mereka, terlebih di depan rumahku."Bu berhenti! Lih

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    20. PoV; Pak Bahul

    Akibat Sumpah Al-Qur'an (20)PoV ; Pak Bahul.***"Jadi gimana, Mas?" tanya Bahri memastikan. Dia adikku."Ya, jadi, dong! Bagaimana pun, kalau kita bisa memojokkannya, lama-lama tanah itu jadi milik kita. Kamu mau bangun rumah kan, buat anakmu?" ucapku meyakinkannya. Ia mengangguk, membenarkan ucapanku."Tapi aku dapet nggak, nih?" "Tentu saja!" sahutku segera. Saat ini, kami sedang membicarakan hal serius di ruang keluarga. Bahri dan istrinya, juga aku dan istriku. Mereka tampak setuju dengan usulku ini. Terutama Ayu, ia paling antusias menginginkan tanah di sebelah. Bukan tanpa alasan kami menginginkan tanah itu. Pasalnya, tanah yang seharusnya milik kami itu justru Nenek berikan ada anak tirinya, padahal ia tak punya hak atas harta Nenek. Juga, aku berniat untuk membuka usaha ternak kambing join dengan Bahri. Aku datang baik-baik ke rumahnya, janda dua anak yang masih muda itu cukup lugu, kurasa bukan hal sulit untuk merebutnya. Pun, ia hanya pendatang. Suaminya yang notabene

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    21. Bu Ayu Mengamuk

    Akibat Sumpah Al-Qur'an (21)"Kalau begitu silakan Bu Ayu saja yang menemani mereka nggak papa. Bu Ramlah minta bantuan saya karena anak-anaknya nggak ada yang pedulikan," sahutku dengan yakin. Bukan sok jago, tetapi aku menyuarakan isi hati. Enggan dianggap cari sensasi. Mendengar sahutanku, matanya berkilat. Ia seakan meradang tak terima aku melawan.Bu Ayu mendekat dengan kedua tangan bersedekap. Tubuhku menegang kala ia mengangkat jari telunjuknya tepat di depan mukaku."Ka-kamu--" Bibir dengan polesan lipstik merah menyala itu gemetar dengan rahangnya yang mengeras. Giginya seolah saling beradu karena geram. Aku menyondongkan kepala ke belakang, sungguh gerakanku begitu terkunci. Kaki ini seolah terpaku pada bumi."Sejak kapan kamu menjadi berani? Sejak Ramlah berpihak padamu, iya?" sergahnya, suaranya pelan, tetapi penuh penekanan.Aku tak dapat berkata, hanya menggelengkan kepala yang kubisa. Ada rasa menyesal telah menanggapi ucapannya. Aku seakan serba salah, diam saat ditud

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    22. Kayu Bakar

    Sumpah Al-Qur'an (22)***Aku menggigit bibir kala melihat Pak Bahri seolah menahan sakit ketika berjalan. Setelah membukakan kembali pintu rumahnya, aku segera melangkah ke rumah untuk menyusul anak-anaknya.Mobil polisi datang dan menepi di pinggiran jalan. Lalu seorang bapak turun dan tergesa ke rumah Pak Bahri. Melihatnya, aku mengurungkan niat untuk membawa anak-anaknya bertemu sang Ayah. Khawatir mereka sedang membicarakan hal serius dengan polisi. Baru setelah polisi itu pulang, aku membiarkan anak-anaknya pulang.***"Di pasar lah, tokonya milik orang Cina," ujar Mbak Tatik pada seorang ibu-ibu. Aku yang baru saja tiba, tak dapat menangkap apa yang mereka bicarakan."Laki apa perempuan, Mbak?" tanya seorang wanita paruh baya. Tangannya terlihat lincah memilah aneka sayuran yang tertata di meja."Perempuan, Buk. Dia baik, nggak suka marah-marah kalau memang nggak disalahin," sahut Mbak Tatik lagi."Sistem kerjanya?" timpal yang lain."Dari jam setengah tujuh sampai pukul dua so

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23
  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    23. PoV ; Pak Bahul (Mimpi)

    Sumpah Al-Qur'an (23)PoV ; Pak Bahul***"Yu, semalem itu ledakan apa?" tanyaku lemah. Untuk sekadar bersuara keras saja aku tak begitu mampu. Bahkan kini Ayu sering uring-uringan saat merawatku. Mungkin ia sudah mulai capek. "Nggak tau! Nggak usah peduliin orang, dirimu aja sendiri peduliin," sahutnya datar. Semalam, dentuman keras membuatku terjaga. Aku tak tahu apa sebab untuk bangkit sekadar mengecek saja tak mampu. Suara itu terdengar begitu dekat. Sekarang, aku begitu trauma kala mendengar suara-suara yang terdengar keras. Khawatir seperti kemarin, kandang kambingku yang roboh. Hingga kini, kandang itu masih terbengkalai. Kesehatanku benar-benar membuat gerakanku terbatas. Dan menghambat segalanya.Terlebih kaki ini sudah sekitar dua minggu tak kunjung sembuh. Tidak ada hasil baik yang didapat. Hasil rontgen dari dokter, tidak menunjukkan adanya patah tulang atau penggeseran. Namun, lain hal yang dikatakan tukang urut, berkata jika tulang lutut ini bergeser. Lalu, lain perkar

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-07-23

บทล่าสุด

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    63. ENDING

    PoV ; Asti ***"Nak, gini. Ibu pengen kalau meninggal nanti, kita bisa sama-sama lagi di surga. Percaya deh, kebersamaan dan kebahagiaan di surga itu jauh lebih segalanya daripada di dunia." "Termasuk hingga saat ini Ibu tidak merenovasi rumah agar lebih besar, itu karena Ayah?" tanyanya menyelidik.Aku mengangguk."Iya. Ibu tidak mau mengubah apapun dari rumah ini. Rumah pertama tempat kita bersama. Setidaknya hanya tampilannya saja, tetapi tidak dengan bentuknya. Biarkan rumah ini menjadi kenangan.""Nia paham itu, Bu. Terima kasih, Ibu sudah setia sama Ayah. Nia juga mengharapkan hal yang sama seperti Ibu." ***Pagi hari, saat aku ke rumah Bu Ramlah, aku merasakan hal yang berbeda. Aku tak dibiarkannya bangkit untuk sekadar mencuci piring, bahkan membuatkan jamu untuknya. Tanganku tak dibiarkan lepas dari genggamannya.Aku membuang firasat buruk jauh-jauh. Meyakinkan diri, bahwa Bu Ramlah baik-baik saja. Ia hampir sembuh dan akan pulih. "Maaf, ya, As." Aku membelalakkan mata me

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    62. Kebaikan Asti

    Sumpah Al-Quran (62) Pov ; Asti *** "Nggak, As. Saya nggak mau. Saya cuma mau mati. Saya ini sudah nggak bisa sembuh. Allah mungkin hanya mau nyiksa saya. Dosa apa yang saya perbuat, As! Kenapa Allah segitu dendamnya sama saya," ucap Bu Ramlah meraung. "Istighfar, Bu. Allah bukan dzat yang pendendam. Allah memberi Ibu kesempatan untuk hidup, berbuat baik. Tidakkah Ibu tahu, bahwa setiap rasa sakit, bisa mengurangi nafsu makan, nafsu minum, bahkan dosa kita juga berkurang, Bu. Tapi, atas kebaikan Allah, ketika kita sembuh, Allah kembalikan nafsu makan dan minum itu. Tapi Allah tidak mengembalikan dosa-dosa kita. Dosa-dosa kita akan berkurang setiap rasa sakit yang kita rasakan." Aku mencoba memberi Bu Ramlah pengertian dengan panjang. Entah Bu Ramlah paham dan mendengarkan atau tidak, yang penting aku berusaha mengingatkannya. Agar tidak lagi-lagi berprasangka buruk pada Allah. Walau pada akhirnya juga tetap sama. Ucapanku seolah mental, lagi-lagi Bu Ramlah menyudutkan Allah setia

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    61. Penderitaan Bu Ramlah

    Sumpah Al-Quran (61)PoV ; Asti"Kalau sekarang, tidur di lantai pun Nia nggak ngeluh. Lantainya halus, nggak kasar nggak bikin sakit," celetuk Nia. Ia tampak begitu girang. Berguling di lantai dengan tawa lebar.Lalu, ia beralih ke kasur. Mengempaskan tubuhnya dengan kasar. Tertawa riang dengan sang adik. Kebahagiaan yang rasanya sudah lama tak kurasakan. Gema tawa yang sudah lama tak kudengar. Ini suasana yang kutunggu, yang kuimpikan sejak dulu.Terima kasih, Ya, Allah ....Terima kasih. Atas kemurahanMu, Kau permudah segalanya. Ini kebahagian yang sesungguhnya, yang kucari sejak dulu.***Tak ada setiap detik yang terlewat tanpa adanya cerita. Dari rangkaian minggu yang berganti bulan, lalu berguling menjadi tahun, tak ada masa yang terlewat tanpa adanya kenangan dan sebuah pengajaran.Pelajaran hidup. Ica gadis kecilku, kini ia sudah kanak-kanak. Ia bukan lagi anak kecil yang merengek ketika kutinggal. Yang harus kuberikan mainan agar bisa terdiam, ketika aku disibukkan dengan

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    60. Perlakuan Pak Bahri

    Sumpah Al-Qur'an (60)PoV; Asti***Aku bergeming sesaat, mengatur napas. Jika kubersihkan sekarang, waktunya mepet. Lagipun, ini sudah malam. Bukan waktunya beberes. Biarlah esok hari saja aku ke mari. Aku menghela napas panjang. Tak berpikir untuk menyalahkan Bu Ramlah juga atas kondisi rumah yang teramat kotor ini. Aku paham di posisinya.Yang tak habis pikir kenapa Pak Bahri bisa demikian tak peduli pada Bu Ramlah. Siapa istri keduanya, hingga membuat Pak Bahri tergila-gila?Ah, biarlah. Ini menjadi urusan keluarga Pak Bahri. Aku orang luar, tidak ada hak untuk itu. Aku kembali ke ruang tengah. Mata Bu Ramlah tarkatup rapat. Aku memperhatikannya dengan seksama. Betapa malangnya hidup Bu Ramlah kini. Wajahnya mulai kusam, tanpa bedak dan lipstik. Kurus."Dari mana, As?" Aku mengerjap saat Bu Ramlah tiba-tiba membuka matanya. Kupikir ia sudah lelap."Da-dari dapur, Bu," sahutku, "Kupikir Ibu sudah tidur.""Ngapain? Udah di sini aja. Saya hanya butuh teman.""Bu, makan, ya. Dikit

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    59. Pengakuan Bu Ramlah

    Sumpah Al-Qur'an (59)PoV; Asti***Bu Ramlah tersenyum. Masam. "Lama. Mungkin tiga bulanan. Anehnya saya nggak mati-mati. Padahal saya nggak berobat. Makan juga nggak teratur. Allah seakan dengan sengaja menyiksa saya seperti ini. Dia tidak puas melihat penderitaan saya, As!" Bu Ramlah tergelak.Astaghfirullah."Bu, istighfar. Jangan bicara seperti itu. Yakin, Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya." Aku berkata lembut. Mencoba memberi pengertian.Bukan maksud menggurui, atau sok pintar. Namun, aku tak mau Bu Ramlah berprasangka buruk kepada pencipta. Dia sang Maha, maha segalanya."Hidup kamu sudah enak, ya, sekarang. Tadi aja saya liat kamu mau bangun rumah lagi, kan. Selamat, ya. Kamu pasti tertawa liat kondisi saya sekarang kayak gini. Kamu di atas sekarang." Bu Ramlah tertawa. Seolah menertawakan dirinya sendiri.Dari sini aku dapat menangkap. Mungkin Bu Ramlah tadi terganggu dengan keramaian Ibu-Ibu dan pengangkut barang. Lalu ia berusaha mengintip dari pin

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    58. Bu Ramlah Dipoligami?

    Sumpah Al-Qur'an (58) PoV; Asti. _ "Mas Bahri membawa mereka, tinggal bersama istrinya." Deg. Jantungku, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Apa maksud Bu Ramlah. Apa dia ngelantur. Istri? "Ma-maksud, Bu Ramlah?" Aku menatapnya dalam. Pandangan Bu Ramlah yang sebelumnya terpaku pada langit-langit ruangan, sontak menoleh padaku sesaat. Jelas, matanya memerah. Bukan hanya tangis yang terlihat. Namun, luka. Aku bisa melihat dari matanya, Bu Ramlah menyimpan luka yang dalam. Bu Ramlah mencoba bangkit. Aku membantunya, lalu menyusun bantal di balik punggung, agar ia nyaman duduk dengan posisi bersandar. Aku meraih jahe hangat yang sebelumnya kuletakkan di kepala ranjang. Ranjang di ruang tengah ini ranjang kuno. Bukan ranjang kekinian empuk yang aku tak tahu namanya, tetapi pernah kulihat di kamar Bu Ayu waktu memijat Pak Bahul tempo lalu. Di bagian kepala ranjang, terbuat dari kayu jati dan berupa semacam lemari kecil. Khas ranjang kuno. "Minum, Bu." Aku menyodorkan te

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    57. Miris Kondisi Bu Ramlah

    Sumpah Al-Quran (57)PoV ; Asti****Bu Ramlah.Ia terkapar di lantai. Tubuhnya sangat kurus. Bu Ramlah yang cantik dan anggun, kini terlihat tua tak terurus. Wajahnya pucat. Rambut hitam legamnya itu kini nampak kusut dan tak lagi lebatTak jauh dari Bu Ramlah terbaring, tepat di sebelah kirinya terdapat pecahan gelas serta cairan bening dan irisan jahe tercecer di lantai. Aku termangu menatapnya sebentar, sebelum akhirnya kesadaran menyergap."Buuu!" pekikku. Aku tergopoh menghampiri.Bu Ramlah mengangkat tangan, mengulurkannya padaku. Aku segera peka, ia hendak berdiri.Aku menyambut uluran tangannya dan membantu untuk berdiri. Tubuhnya yang dulu berisi, kini sungguh kurus. Bahkan aku tak merasa keberatan walau menopang tubuh Bu Ramlah sendiri"Ranjang, As," lirihnya.Aku menuntunnya untuk ke ranjang, di ruang tengah yang berada di depan televisi. Setelahnya, aku dengan tergesa keluar, untuk pamit pada Nia jika aku berada di rumah Bu Ramlah. Lalu segera kembali menghampiri Bu Ram

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    56. Tuduhan Orang-orang

    Sumpah Al-Qur'an (56)PoV; Asti.***Mobil pickup dengan bak berwarna hitam kombinasi hijau tosca memasuki halaman rumah, ketika aku baru saja tiba dari sungai. Aku hendak menjemur kain cucian di teras depan. Seorang lelaki turun dengan tergesa. Dia menghampiriku yang mematung di tempat."Benar ini dengan rumah Bu Asti?" tanyanya sopan. Aku menjawab dengan senyuman. "Iya, benar, Pak. Diturunkan di sini saja, ya!" pintaku menunjuk beranda rumah yang hanya beralaskan tanah.Dua lelaki itu mulai meletakkan barang-barang di bak pickup ke beranda rumah. Pintu terbuka, Nia keluar sembari menuntun Ica. Sedikit tergesa ia menghampiriku."Nia kaget. Nia pikir ada apa rame-rame kayak dibanting," celotehnya. Ia menguap, lalu segera ditutupinya dengan tangan.Aku tersenyum geli melihat ekspresi wajahnya. Ia baru saja bangun tidur. Beruntung Ica kecil tidak menangis. Aku meminta mereka untuk kembali ke dalam. Aku segera menyelesaikan menjemur kain, untuk kemudian membuat kopi. Khawatir mengangg

  • AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN    55. Kondisi Pak Bahul

    Sumpah Al-Qur'an (55) "Jadi Nia bohong?" tanyaku serius. Aku mengunci matanya dengan tatapanku. Nia sontak menghentikan tawanya, lalu menunduk. "Nia minta maaf." "Nia bilang kalau memang suka tidur di bawah, karena kasurnya panas." Aku terus memojokkannya dengan alasan yang selalu keluar dari mulutnya, ketika kutanya mengapa aku selalu menemukannya tidur di bawah setiap aku bangun di pagi hari, atau ketika malam saat hendak Tahajjud. Kasur lantai memang tak begitu luas. Beberapa kali kutemukan Nia tidur di bawah, di lantai semen tanpa alas apapun. Kasar, apalagi sebagian berlubang. "Gerah, Bu. Di bawah adem. Makanya Nia guling aja ke bawah." Begitu sahutnya untuk kesekian, ketika kutanya dengan perihal yang sama. Bukan hanya sekali, bahkan bisa dibilang setiap malam ia kutemukan tidur di bawah. Tidur meringkuk dengan menekuk lutut. Kedua tangannya bersilang memeluk lengan. Ketika aku bangun tengah malam, aku memindahkannya ke atas. Namun, esok harinya kutemukan ia di bawah

DMCA.com Protection Status