Pagi itu, semua sudah sibuk. Hari ini, Davina akan pulang ke Tasik, dan Kamania akan pulang ke Jakarta. Tania sudah sibuk memasak sejak usai salat subuh. Gilang sedang asik berbincang dengan Erlangga dan Ivan di teras. Sementara Davina, Kamania, dan Kinanti membantu Tania di dapur. Sementara Arjuna asik bermain play station bersama Elvano dan Elvira. Betul- betul keluarga besar.
"Na, nanti bawa makanan ini buat mama kamu ya. Bunda udah bikin banyak. Davi juga, nanti bawa masakan ini buat Ibu." Kata Tania sambil menyerahkan masing-masing satu kotak tupperware berisi pepes ikan gurami. Selalu seperti itu. Hanya buah tangan sederhana, tapi Tania membuatnya dengan penuh cinta. Karena bagi Tania, Hesti dan Fahira sudah seperti saudaranya sendiri. Jadi, Tania selalu menyempatkan diri untuk memasak buat mereka.
"Bunda jadi ngerepotin, padahal kemarin Kamania nggak sempet bawain apa- apa loh waktu ke sini."
"Iya, D
Sudah beberapa hari Andrea tidak kuliah, tidak keluar kamar. Makan hanya jika ia benar-benar merasa lapar. Ia merasa begitu hina dan tidak memiliki harga diri lagi. Apa yang menjadi kebanggaannya sebagai seorang wanita sudah tiada lagi. Apa yang nanti harus ia persembahkan kepada suaminya kelak? Andrea betul- betul menyesal. Ia bergabung dengan geng Kanaya bukan untuk kehilangan mahkotanya, tetapi untuk ketenaran. Untuk gengsi dan harga diri. Bukan untuk merendahkan dirinya sendiri. "Kau bodoh Andrea kau betul- betul bodoh!" Andrea bermonolog memaki dirinya sendiri. Saat ini dia betul-betul kalut bahkan ia takut sekali. Bagaimana jika ia sampai hamil akibat kejadian itu? Andrea tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan Arini. Apa ia masih bisa menatap Ivan dengan percaya diri. Apa ia masih berharga? Rasanya tidak. Jika kemarin dia masih bisa memiliki suatu kebanggan dan memiliki rasa percaya diri, sekarang itu semua sudah hilang.
Arini terkejut dengan kedatangan Fahira dan Kamania yang tanpa kabar sebelumnya. Ia memang tau, kalau Ivan menyusul Kamania ke Bandung. Dan ia juga tau Ivan dalam perjalanan pulang tapi,dia tidak menyangka kalau Ivan akan pulang bersama Fahira dan Kamania."Aduuuh, Jeng Fahira. Saya nggak tau Jeng mau ke sini. Si Ivan nggak bilang-bilang juga. Duh, saya jadi nggak enak nggak ada persiapan," sambut Arini."Walah, repot sih Mbak. Saya cuma mampir aja, abis ini mau ke butik. Tapi, antar Ivan pulang dulu. Nanti, Kamania baru antar saya. Oya, ini ada oleh- oleh dari Bandung. Kamania beli di Kartika Sari.""Kok jadi ngerepotin sih, Nia?""Nggak kok tante. Eh, iya Andrea ada?""Ada di kamarnya. Mau ketemu?" tanya Arini."Kalau boleh ... Tante? Tapi mama mau ke butik ya, aku ngobrol sama Rea bentar boleh, Ma?""Aku aja yang anter mama kamu, gimana?" Ivan menawari. Fahira tersenyum
Dan akhirnya Kamania pun menghabiskan waktu di rumah Ivan bersama Andrea, Arini dan Ivan tentu. Andrea terlihat lebih tenang. Mungkin karena dia merasa lebih tenang setelah menceritakan bebannya kepada Kamania. Arini yang melihat anak dan calon menantunya itu rukun tentu saja merasa senang. Arini membuatkan banana muffin dan martabak mini untuk camilan mereka."Nanti, kamu bawa pulang ini buat mama dan adikmu ya, Na.""Loh, kok jadi ngerepotin kayak gini sih, Tante," ujar Kamania."Nggak repot, kok. Ini kebetulan tante lagi cuti. Jadi bisa bikin makanan kayak gini. Biasanya mana sempat sih.""Biasanya aku sama kak Ivan yang jadi koki," timpal Andrea sambil menyomot banana muffin. Arini dan Ivan saling pandang dan tersenyum. Pertama kalinya Andrea terdengar seperti Andrea setelah lama mereka tidak mendengar perkataan Andrea yang manis."Emang Ivan bisa masak, Re? Aku kok meragukan ya," sahut Kamania meledek Ivan."Eiits, jangan me
Kanaya asik menghisap rokoknya. Ia menatap Damian yang tengah berbaring di ranjangnya. Ya, begitulah kehidupan Kanaya sehari- hari. Bebas, tidak ada batasan. Kedua orang tuanya jarang di rumah. Kalaupun di rumah mereka akan sibuk sendiri. Lagipula Kanaya menempati faviliun yang ada di rumah besar ini. Sehingga, orang tuanya tidak akan tau siapa saja yang berkunjung ke paviliun itu."Andrea, kawanmu itu ....""Ah, kenapa dengan dia, beb?" tanya Kanaya sambil mengenakan kembali pakaiannya yang berserakan di lantai.."Rangga bertemu denganku kemarin di Crown. Dan, menurut Rangga mereka sudah menginap bersama saat pulang dari pestamu. Ia bertanya padaku, bisakah kau mengatur kembali pertemuan mereka. Rangga sepertinya tertarik dengan Andrea.""Kau yakin mereka bersama?""Rangga bilang, Andrea masih perawan ketika mereka melakukannya." Kanaya tertawa lepas. "Hhahah, betulkah? Jadi, dia sudah tidak gadis lagi?
Ivan membuka pintu kamar Andrea, ternyata Andrea sedang membaca buku. Saat melihat Ivan masuk, Andrea langsung memperbaiki sikap duduknya."Ada apa Kak?" tanya Andrea.Ivan melangkah masuk dan duduk di sofa."Waktu tadi kakak pulang ... Kanaya, Damian dan seorang kawan mereka datang. Tapi, kakak suruh mereka pulang.""Kawan mereka? Siapa?""Sepupu Kanaya, namanya Rangga." Wajah Andrea memucat seketika. Dan, Ivan melihat perubahan wajahnya."Kamu kenal? Katanya, dia bersamamu di malam minggu itu?"Andrea terdiam, air mata mengalir di kedua netranya. "Kok malah nangis? Siapa dia sebenarnya? Pacar kamu? Ada hubungan apa kamu sama dia? Nggak mungkin dia cari kamu sampai ke rumah, Rea." Andrea menundukkan kepalanya, ia tidak berani menatap Ivan. Ivan menghela napas, lalu menghampiri adiknya itu. Perlahan ia mengelus rambut Andrea dan merangkul Andrea."Kamu ada m
Hari itu, Andrea sudah kembali ke kampus. Saat ia ke kantin, ternyata Kamania dan Yunita sedang makan siang. Andrea langsung menghampiri mereka. Melihat Andrea, Yunita langsung memasang wajah angker pada Andrea."Ngapain lo ke sini? Mau cari ribut lagi?!" hardik Yunita."Sttt ... Ta, jangan gitu. Sini, Rea duduk," kata Kamania. Yunita menatap Kamania tak percaya. Lebih tak percaya lagi, saat Andrea langsung duduk di samping Kamania."Aku belum cerita, kami udah baikan kok. Udah, kalian juga jangan ribut. Malu tau dilihat sama orang," ujar Kamania. Yunita memicingkan mata masih menatap Andrea penuh selidik. Kamania yang melihat hal itu hanya menyenggol tangan Yunita.“Benar, kamu udah minta maaf pada Kamania? Nggak pura- pura kan?" selidik Yunita."Bener kok, Ta. Aku dan Kamania udah baikan. Tanya saja pada kak Ivan kalau nggak percaya. Tuh, orangnya dateng," kata Andrea sambil menunjuk ke ara
Rangga mengempaskan tubuhnya ke atas kasur Kanaya yang empuk dengan kesal. Tentu saja hal itu membuat Kanaya bingung."Kenapa lo?""Gue kesel sama temen lo yang namanya Ivan itu. Ivan pukul gue gara- gara gue datengin dia ke kampus.""Dia? Maksud lo Andrea? Lo tadi ke kampus datengin Andrea?" tanya Kanaya."Iya, gue tadi datengin dia ke kampus. Gue pengen ketemu dia.""Gila ya lo? Heran gue kenapa sih, kali ini lo bener-bener ngebet banget buat ketemu ? Emang berkesan banget ya cinta satu malam itu buat lo?!" Rangga menghela napas, ia memang bukan anak baik. Ia lebih sering berada di kelab malam dibanding pergi ke kampus. Bahkan, terkadang ia menghabiskan waktu dengan memakai narkoba. Entah berapa banyak gadis yang sudah ia ajak berkencan. Rata- rata mereka adalah gadis- gadis malam yang dengan mudah menyerahkan tubuhnya demi sejumlah uang. Dan, bagi Rangga uang bukan masalah. Kedua o
HARGA DIRI Kamania merasa sangat lelah sekali hari ini. Yunita ikut pulang ke rumahnya. Mereka pulang setelah Andrea tenang dan tertidur pulas. Kamania melarang Ivan untuk mengantarkannya pulang, karena Kamania khawatir Andrea tidak ada yang menjaga."Rumahmu sepi amat, Nia," komentar Yunita."Mama jam segini masih di butik. Arjuna hari ini ada les jadi dia pulang sore. Ayah, di rumah sakit seperti biasa.""Kamu nggak kesepian, Nia?""Makanya kamu sering- sering main ke sini, temenin aku.""Iya, kalau weekend aku ke sini. Aku kok,kasian ya sama Andrea. Sebenarnya gimana sih kejadiannya? Kok bisa kaya begitu?" Kamania menghela napas panjang. Lalu ia pun mulai bercerita tentang kejadian yang menimpa Andrea. Yunita menyimak cerita Kamania tanpa memotong."Kelewatan sekali si Rangga itu. Dia nggak punya saudara perempuan apa? Gimana coba kalau adiknya yang diperlakuk
EKSTRA PART : AKHIR YANG BAHAGIA Siang itu rumah Kamania di penuhi banyak orang. Semua keluarganya berkumpul, tak ketinggalan juga Arini dan Barata. Tentu saja, mereka berkumpul untuk menghadiri acara akikah putra dan putri Kamania dan Ivan. Ya, mereka mendapatkan anak kembar. Tidak lama setelah menikah. Kamania langsung hamil karena memang mereka tidak menunda untuk memiliki keturunan. Ivan memberi nama Vania Larasati dan Kendra Sadewa. Semua menyambut gembira lahirnya bayi kembar itu. Fahira berulangkali meneteskan air matanya bahagia."Jadinya nggak berebut ya kalau langsung dua begini,"kata Arini sambil menggendong Vania. Fahira yang sedang menggendong Kendra hanya tertawa kecil. "Kita sudah tua ya, Mbak. Sudah punya cucu," sahut Fahira yang disambut dengan tawa semuanya. "Oya, aku ada kabar gembira, Fahira," kata Hesti."Apa? Kabar apa ni? Si kembar?"tanya Fah
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Kamania Khairani Wijaya binti Gilang Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas senilai 25 gram dan uang tunai sebesar delapan puluh juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah di bayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya ananda Kamania Khairani Wijaya dengan mas kawin tersebut di atas tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Saah.....!!!" Kamania tersenyum dan mencium punggung tangan Ivan sebagai tanda baktinya. Lalu Ivan memasangkan cincin di jari manis Kamania. Setelah itu mereka pun sungkem kepada kedua orang tua masing-masing. Gilang sendiri yang menikahkan Kamania sebagai ayah kandung. Tidak butuh waktu yang lama untuk mereka menikah. Sebulan setelah Kamania kembali ke Indonesia, Ivan melamarnya dengan penuh kebanggaan. Dan, Kamania pun menerima dengan restu kedua orang
_5 Tahun kemudian_ Seperti hari yang telah berlalu dan terlewatkan. Pagi ini Fahira terbangun dengan segar. Dan, seperti biasa dia menyiapkan sarapan untuk Yoga dan Arjuna. Arjuna sekarang sudah kuliah. Ia tidak mau jauh-jauh dari kedua orang tuanya. Sementara, Kamania selepas S2 nya selesai ia bekerja di St Mary's Hospital. Dan, hari ini dia akan pulang ke Indonesia. Sesuai janjinya dulu dengan membawa kebanggaan. Beberapa kali Fahira,Yoga dan Arjuna mengunjungi Kamania di London. Bahkan Gilang dan Tania serta anak-anak mereka pun sempat sekali mengunjungi Kamania di sana. Fahira bangga pada putri pertamanya itu. Dia berhasil mendidik Kamania dengan baik. Sehingga bisa seperti sekarang ini."Pesawatnya jam satu siang kan, Ma?"tanya Arjuna sambil memakan roti bakarnya."Iya, kamu mau ikut?""Iya Ma, aku nggak ada kuliah kok hari ini. Biar nanti aku yang bawa mobil. Kita berangkat jam sebelas aja,
Ivan terkejut Kamania mengajaknya bertemu dan makan malam. Padahal seminggu ini dia selalu menghindar. Ivan sendiri merasa serba salah. Ia tidak tau di mana letak kesalahannya sehingga Kamania menghindarinya selama beberapa hari terakhir. Mereka memilih untuk makan di restoran seafood favorit mereka untuk makan malam kali ini. Kamania sudah menelepon sebelumnya untuk reservasi temoat dan memesan beberapa menu makanan. Sehingga, saat mereka datang tidak akan terlalu lama menunggu. "Ada apa sih, Na? Tumben , kamu ajak dinner berdua kayak gini. Trus udah pesen makanan kesukaan aku juga loh,"kata Ivan sambil menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan mereka. Kamania memesan sate kerang, udang goreng tepung, khailan dan tim ikan bawal favorit Ivan. Kamania memang sengaja mengajak Ivan keluar supaya mereka bisa santai bicara berdua. Dalam suasana yang menyenangkan juga.
Sudah beberapa hari ini Fahira melihat Kamania tidak bersemangat. Ia sering kedapatan sering melamun, entah sedang memikirkan apa. Setiap kali jika ia ditanya hanya geleng kepala dan mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Fahira memutuskan untuk mempercayakan Butik sementara kepada Nela, asisten kepercayaannya. Ia merasa harus meluangkan waktu menemani Kamania. Fahira, tau Kamania saat ini pasti sedang memikirkan sesuatu. Dan, Fahira harus mencari tau. Fahira juga sudah membicarakan perihal Kamania kepada Yoga. Termasuk permintaan Kamania untuk meneruskan S2 nya di London."Aku tidak masalah, kalau memang Kamania mau meneruskan kuliahnya di London. Kan ada mas Surya di sana. Lagi pula, universitas di sana bagus. Kau sendiri kan pernah kuliah di sana. Kamania sendiri menghabiskan beberapa tahun dengan tinggal di sana, kan. Tidak akan perlu waktu yang lama untuk dia menyesuaikan diri. Lagi pula, Kamania anak yang pintar."
Akhirnya setelah melewati perjalanan panjang selama beberapa bulan, Andrea pun melahirkan seorang bayi perempuan yang lucu. Andrea menjalani proses melahirkan secara Cesar. Dan bayi yang lahir itu sangat menggemaskan. Wajahnya merupakan perpaduan dari wajah Rangga dan Andrea. Mereka sepakat memberinya nama Aulia Putri Rinjani. Entah mengapa, Andrea menyukai nama itu. Yudistira dan Aryatie yang mendengar berita kelahiran Aulia tentu saja language menyambangi ke rumah sakit. Tangis haru mereka pun pecah. Tidak perlu pembuktian melalui tes DNA melihat wajah bayi lucu itupun mereka percaya bahwa memang itu adalah darah daging Rangga. Rangga yang sedang berada di Kanada pun langsung diberi kabar, dan dia langsung menghubungi melalui panggilan video untuk melihat buah hatinya. Tangisnya pun tak terbendung saat melihat bayi lucu dalam gendongan Aryatie."Titip cium dariku,
Air mata sudah membasahi kedua netra Andrea. Ia merasa terharu dengan pernyataan Rangga. Ruangan tamu itu hening sejenak. Rangga mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Rea,aku membeli ini sudah lama. Sejak kejadian itu, aku tidak berhenti memikirkamu. Jika kamu mau menunggu, tolong pakai cincin ini. Tapi, jika kau tidak mau, buang saja di hadapanku sekarang." Andrea menatap Rangga, mencari kesungguhan di wajah pemuda itu. Perlahan, ia menghela napas, dan meraih cincin yang diberikan oleh Rangga."Aku akan memakai cincin ini. Aku bersedia menunggumu. Tapi, tidak lebih dari tiga tahun. Dalam tiga tahun, kau harus kembali dan membuktikan bahwa kau benar-benar mencintaiku dengan tulus dan sepenuh hatimu. Selama tiga taun, kita tidak perlu bertemu untuk menguji perasaan kita masing- masing. Jika dalam tiga tahun kau tidak kembali. Artinya kau bukan jodohku. Dan aku akan mengembalikan cincin ini kepada kedua orangtuamu sebagai tanda bahwa aku ti
Sejak kejadian mulut - mulut nyinyir ibu- ibu sosialita kompleks yang dibungkam dengan manis oleh Arini, tidak ada lagi yang berani kepo. Terlebih-lebih ibu Sinta dan bu Erpani. Mereka akan menghindar dan merasa malu sendiri jika kebetulan berpapasan dengan Arini. Dan, tak lama setelah itu bu Erpani diam- diam menikahkan anak gadisnya. Dan ternyata, gosipnya sang anak sudah berbadan dua akibat pergaulan bebas. Memang, terkadang banyak orang yang pandai sekali membicarakan keburukan orang lain. Sementara itu, mereka sendiri tidak sadar kalau mereka sama saja buruknya. Gajah di seberang sungai tampak, semut di mata sendiri tidak kelihatan. Pagi itu Kamania sudah berada di rumah Ivan. Rencananya ia akan menemani Andrea ke tempat senam. Saat ia datang, kebetulan Mae sedang menyapu halaman, Kamania pun langsung masuk dan menyapa semuanya."Pagi Om, Tante," sapanya riang."Eh, calon mantu. Selamat p
Lama kelamaan berkat dukungan dan support keluarganya. Andrea berhasil melewati masa sedihnya. Ia mulai bisa menerima kenyataan yang ada. Bahkan ia mulai membuka diri terhadap janin yang saat ini ia kandung. Ia mulai bisa kembali menata hatinya. Tentu saja melihat hal ini Arini dan Barata merasa senang. Mereka merasa lebih tenang saat meninggalkan rumah. Sesekali Kamania datang berkunjung. Ia dan Ivan yang selalu mengantarkan Andrea untuk cek up rutin ke Obgyn. Andrea pun mulai senang saat melihat pergerakan bayinya melalui layar USG. Andrea juga mulai mengikuti senam hamil. Kamanialah yang selalu menemaninya. Sementara Yudistira dan Aryatie terkadang datang menjenguk Andrea. Hanya Rangga saja yang belum bisa bertemu langsung dengan Andrea. Namun, terakhir kali Yudistira datang membawa titipan surat permohonan maaf dari Rangga. Dan, Andrea hanya tersenyum, ia memang tidak berharap terlalu ba