Fahira sedang menemani Kamania belajar, saat pintu terdengar diketuk dari luar. Fahira segera membukanya dan ia hanya bisa menatap tak percaya saat melihat siapa yang datang.
"Bapak, Ibu? Ayo silakan masuk. Maaf kalau berantakan ... saya sekarang bekerja di rumah sambil menjaga Kamania," kata Fahira sedikit canggung
"Tidak apa-apa, Fahira. Bapak kemari mengantarkan Ibu. Sejak kemarin, Ibu ingin bertemu kamu katanya."
Endang dengan sedikit canggung melangkah masuk dan duduk di sofa. Ia menatap cucunya yang sedang duduk memegang buku bacaan dengan huruf braille.
"Nia, ini eyang uti," sapa Endang. Kamania tersenyum manis. Endang langsung memeluk cucunya itu.
"Maafkan Eyang Uti, selama ini eyang yang egois dan bersalah."
Kali ini Endang tak kuasa menahan tangisnya. Runtuh sudah semua tembok kesombongan yang selama ini ia bangun dengan kokoh.
Fahira yang terha
* Hesti dan Gilang pulang, sesaat setelah Ammar, Endang selesai makan malam."Dari mana kalian? Kok sampai malam begini baru pulang?Hesti kan sedang hamil besar, tidak baik keluar malam, " kata Ammar sambil melirik belanjaan di tangan Hesti."Belanja keperluan bayi , Pak. Hesti sebentar lagi sudah mau lahira," jawab Gilang.“Kalian duduk dulu, Bapak sama Ibu mau bicara," kata Ammar. Endang sebenarnya sudah ingin menyemprot Hesti dengan makiannya. Tapi, ia ingat pembicaraan dengan suaminya siang tadi. Ia tidak ingin membuat suaminya kecewa. Sehingga ia memilih diam dan menahan sedikit emosinya."Menurut perkiraan dokter, kapan Hesti lahiran?" tanya Ammar."Kami baru saja periksa juga, Pak. Masih dua bulan lagi. Minggu depan kan, tujuh bulanan. Oiya, anaknya ternyata kembar , Pak." Gilang menjawab dengan bersemangat."Hmmm, Bapak d
Seperti janjinya, Ammar membelikan Gilang sebuah rumah. Sebuah rumah di perumahan elite yang cukup besar. Lengkap dengan furniture dan barang-barang lain. Ammar merasa tidak rugi mengeluarkan uang agak banyak untuk Gilang dan Hesti. Tidak mengapa, ini adalah bantuan terakhir yang bisa dia berikan kepada putra tunggalnya itu. Sebab, jika mereka sudah pindah nanti, Gilang benar-benar harus mandiri. Sementara itu, sejak Ammar memutuskan untuk mereka pindah, Hesti jarang keluar kamar. Makan pun ia mau delivery lewat aplikasi. Sama sekali tidak mau makan masakan yang ada. Endang sebetulnya kesal dengan tingkah Hesti, dalam hati ia sudah geregetan ingin mengomel. Namun ia tahan. Jika sudah begitu, Endang akan mengobrol dengan anak- anak kos atau bik Atun. Ammar pun tidak mau menegur kelakuan menantunya itu. "Biarkan saja mereka menikmati. Sebentar lagi, mereka baru akan menjalani h
Hesti sudah berada di ruang operasi saat Iman dan Masayu datang bersama Gillang Ammar dan Endang terlihat sedang duduk di depan ruang operasi sambil mengobrol. Iman dan Masayu segera menyapa dan mencium tangan Ammar dan Endang. Iman dan Masayu memang sangat menghargai Ammar dan Endang. Karena jika dilihat usia mereka hampir sama dengan almarhum kedua orang tua mereka."Kenapa Hesti harus operasi segala, Pak, Bu? Apa dia yang meminta?" tanya Iman.Endang dan Ammar saling pandang. Gilang sudah tampak ketakutan." Begini, nak Iman. Sebelumnya, Bapak minta maaf. Hesti dan Gilang bertengkar, entah apa masalahnya. Sehingga, Gilang kelepasan menampar Hesti. Maaf sebelumnya, mungkin dipicu dari pertengkaran dengan Ibunya. " Iman mengerutkan dahinya tak mengerti."Bertengkar dengan Ibu? Saya tidak mengerti Pak, Bu," kata Iman sambil mengerutkan dahinya. Ammar pun menjelaskan
Dokter terlihat agak sedikit bingung untuk menyampaikan. Ammar dan Endang saling berpandangan. Bagitu juga dengan Iman dan Masayu."Begini saja, kedua bayi Bapak sedang dimandikan. Bapak bisa melihatnya sebentar lagi. Saya akan antar ke ruang bayi," kata dokter. Gilang semakin merasa tidak enak. Firasatnya sebagai seorang ayah mengatakan jika telah terjadi sesuatu dengan anaknya."Bagaimana dengan putri saya?" tanyanya."Putri Bapak sehat dan sempurna." Gilang merasa sebagian dunianya runtuh. Ammar menepuk pundak anaknya itu seolah ingin mentransfer kekuatan. Tak lama kemudian Gilang melihat Hesti dipindahkan ke ruang perawatan. Ia pun segera menuju ruang bayi untuk melihat putra dan putrinya terlebih dahulu ditemani oleh Ammar. Sementara Ibunya, Iman dan Masayu langsung ke kamar perawatan Hesti."Ada apa dengan putra saya, Dokter?" tanya Gilang dengan jantung berdebar kencang.&
FAHIRA VS HESTI Pagi itu, Fahira dan Kamania sudah bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Pagi itu, untuk pertama kalinya, Fahira memakai make up tipis. Wajahnya terlihat segar. Rambut Fahira yang biasa hanya digulung ke atas, kali ini digerai. Lalu diberi curly di bawahnya. Fahira mengambil sebuah jumsuit yang ia beli beberapa hari lalu dari situs belanja online. ”Barangkali, yang dikatakan Ibu Endang benar, aku ini sebenarnya cantik. Hanya saja selama ini aku tidak pernah menyadari,” gumam Fahira.Postur tubuh Fahira yang memang tinggi kelihatan cantik dengan jumsuit yang dikenakannya. Fahira melihat bayangan dirinya sendiri di cermin . Ia merasa pangling dengan apa yang ia lihat. Merasa dirinya cantik, Fahira mulai senyum senyum sendiri.Akhirnya setelah merasa puas dengan penampilannya Fahira pun segera berangkat. Kamania pun terlihat cantik memakai jumsuit yang sama dengan yang Fahira
PERTEMUAN Sedikit tergesa Fahira meninggalkan Rumah Sakit. Supaya cepat, ia menggendong Kamania dalam pelukannya. Fahira benar-benar merasa emosi sekali.dengan sikap Hesti. Seharusnya aku yang marah, kenapa.jadi dia yang marah- marah. Fahira hanya bisa menggerutu dalam hati. Untung saja, ia masih bisa mengendalikan emosinya. Sehingga tidak sampai memaki. Bahkan saat pamit pada Endang, Ammar dan Gilang pun Fahira masih bisa bersikap sopan.. Karena tidak memperhatikan jalan, Fahira kurang hati- hati. Tak sengaja ia menabrak seseorang lelaki."Aduh, hati- hati atuh Teh. Yaa, barang- barang saya jatuh semua.""Eh, aduh... aduh maaf ya, saya lagi buru- buru." Fahira berkata sambil membantu lelaki itu membereskan barang-barangnya."Iya, tidak apa, lain kali hati- hati. Apalagi sambil bawa anak. Loh, kamu Fahira kan?""I-iya saya Fahira. Kamu...?""Ya ampun Fahira, saya Yo
RUMAH BARU Hesti mengamati rumah barunya. Tidak kecil, hanya memang tidak sebesar rumah Mertuanya. Namun, rumah ini bergaya minimalis yang modern. Hesti tidak banyak berkomentar. Mereka diantar Ammar dan Endang ke rumah baru langsung dari Rumah Sakit."Ini mbok Iyem, Ti. Ibu sudah membayar gaji Mbok Yem untuk tiga bulan, selanjutnya tugasmu untuk mengatur keuangan. Kulkas kalian juga sudah Ibu isi dengan bahan makanan. Kalau habis ya kamu bisa atur ulang. Mbok Yem tidur di kamar belakang. Jadi, kalau ada apa-apa kamu bisa panggil mbok Yem. Ibu tau, kalau kamu tidak bisa beberes rumah, apalagi ada bayi. Itu sebabnya Ibu menyuruh Gilang menggaji asisten rumah tangga," ujar Endang. Gilang hanya mesem mendengar ucapan Ibunya. Kedua anak Gilang sudah dibaringkan di dalam cribnya. Ammar juga yang telah menyiapkan segalanya."Terima kasih Pak. Rumahnya bagus, " ujar Gilang. Ammar menepuk
BersambungBIMBANG Fahira tidak kuasa untuk menahan debaran di jantungnya. Akhirnya, ia pun tidak berani bertanya apa pun lagi pada Yoga. Fahira takut, ia takut jika ia hanya mendapatkan harapan palsu. Bagaimanapun juga, ia pernah gagal dalam berumah tangga. Dan, Yoga masih berstatus bujangan. Apa kata keluarga Yoga nantinya jika ia dan Yoga bersama. Terlebih Fahira tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Fahira merasa sangat minder. Yoga melirik Fahira, ia tau bahwa Fahira saat ini sedang bingung dan resah. Mungkin, ia terlalu cepat mengatakan hal itu pada Fahira. Tapi, ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri, kalau ia sudah lama sekali mencintai dan menanti Fahira. Seperti biasa, Yoga selalu membukakan pintu untuk Fahira. Kali
EKSTRA PART : AKHIR YANG BAHAGIA Siang itu rumah Kamania di penuhi banyak orang. Semua keluarganya berkumpul, tak ketinggalan juga Arini dan Barata. Tentu saja, mereka berkumpul untuk menghadiri acara akikah putra dan putri Kamania dan Ivan. Ya, mereka mendapatkan anak kembar. Tidak lama setelah menikah. Kamania langsung hamil karena memang mereka tidak menunda untuk memiliki keturunan. Ivan memberi nama Vania Larasati dan Kendra Sadewa. Semua menyambut gembira lahirnya bayi kembar itu. Fahira berulangkali meneteskan air matanya bahagia."Jadinya nggak berebut ya kalau langsung dua begini,"kata Arini sambil menggendong Vania. Fahira yang sedang menggendong Kendra hanya tertawa kecil. "Kita sudah tua ya, Mbak. Sudah punya cucu," sahut Fahira yang disambut dengan tawa semuanya. "Oya, aku ada kabar gembira, Fahira," kata Hesti."Apa? Kabar apa ni? Si kembar?"tanya Fah
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya Kamania Khairani Wijaya binti Gilang Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas senilai 25 gram dan uang tunai sebesar delapan puluh juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu rupiah di bayar tunai.""Saya terima nikah dan kawinnya ananda Kamania Khairani Wijaya dengan mas kawin tersebut di atas tunai.""Bagaimana para saksi, sah?""Saah.....!!!" Kamania tersenyum dan mencium punggung tangan Ivan sebagai tanda baktinya. Lalu Ivan memasangkan cincin di jari manis Kamania. Setelah itu mereka pun sungkem kepada kedua orang tua masing-masing. Gilang sendiri yang menikahkan Kamania sebagai ayah kandung. Tidak butuh waktu yang lama untuk mereka menikah. Sebulan setelah Kamania kembali ke Indonesia, Ivan melamarnya dengan penuh kebanggaan. Dan, Kamania pun menerima dengan restu kedua orang
_5 Tahun kemudian_ Seperti hari yang telah berlalu dan terlewatkan. Pagi ini Fahira terbangun dengan segar. Dan, seperti biasa dia menyiapkan sarapan untuk Yoga dan Arjuna. Arjuna sekarang sudah kuliah. Ia tidak mau jauh-jauh dari kedua orang tuanya. Sementara, Kamania selepas S2 nya selesai ia bekerja di St Mary's Hospital. Dan, hari ini dia akan pulang ke Indonesia. Sesuai janjinya dulu dengan membawa kebanggaan. Beberapa kali Fahira,Yoga dan Arjuna mengunjungi Kamania di London. Bahkan Gilang dan Tania serta anak-anak mereka pun sempat sekali mengunjungi Kamania di sana. Fahira bangga pada putri pertamanya itu. Dia berhasil mendidik Kamania dengan baik. Sehingga bisa seperti sekarang ini."Pesawatnya jam satu siang kan, Ma?"tanya Arjuna sambil memakan roti bakarnya."Iya, kamu mau ikut?""Iya Ma, aku nggak ada kuliah kok hari ini. Biar nanti aku yang bawa mobil. Kita berangkat jam sebelas aja,
Ivan terkejut Kamania mengajaknya bertemu dan makan malam. Padahal seminggu ini dia selalu menghindar. Ivan sendiri merasa serba salah. Ia tidak tau di mana letak kesalahannya sehingga Kamania menghindarinya selama beberapa hari terakhir. Mereka memilih untuk makan di restoran seafood favorit mereka untuk makan malam kali ini. Kamania sudah menelepon sebelumnya untuk reservasi temoat dan memesan beberapa menu makanan. Sehingga, saat mereka datang tidak akan terlalu lama menunggu. "Ada apa sih, Na? Tumben , kamu ajak dinner berdua kayak gini. Trus udah pesen makanan kesukaan aku juga loh,"kata Ivan sambil menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan mereka. Kamania memesan sate kerang, udang goreng tepung, khailan dan tim ikan bawal favorit Ivan. Kamania memang sengaja mengajak Ivan keluar supaya mereka bisa santai bicara berdua. Dalam suasana yang menyenangkan juga.
Sudah beberapa hari ini Fahira melihat Kamania tidak bersemangat. Ia sering kedapatan sering melamun, entah sedang memikirkan apa. Setiap kali jika ia ditanya hanya geleng kepala dan mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Fahira memutuskan untuk mempercayakan Butik sementara kepada Nela, asisten kepercayaannya. Ia merasa harus meluangkan waktu menemani Kamania. Fahira, tau Kamania saat ini pasti sedang memikirkan sesuatu. Dan, Fahira harus mencari tau. Fahira juga sudah membicarakan perihal Kamania kepada Yoga. Termasuk permintaan Kamania untuk meneruskan S2 nya di London."Aku tidak masalah, kalau memang Kamania mau meneruskan kuliahnya di London. Kan ada mas Surya di sana. Lagi pula, universitas di sana bagus. Kau sendiri kan pernah kuliah di sana. Kamania sendiri menghabiskan beberapa tahun dengan tinggal di sana, kan. Tidak akan perlu waktu yang lama untuk dia menyesuaikan diri. Lagi pula, Kamania anak yang pintar."
Akhirnya setelah melewati perjalanan panjang selama beberapa bulan, Andrea pun melahirkan seorang bayi perempuan yang lucu. Andrea menjalani proses melahirkan secara Cesar. Dan bayi yang lahir itu sangat menggemaskan. Wajahnya merupakan perpaduan dari wajah Rangga dan Andrea. Mereka sepakat memberinya nama Aulia Putri Rinjani. Entah mengapa, Andrea menyukai nama itu. Yudistira dan Aryatie yang mendengar berita kelahiran Aulia tentu saja language menyambangi ke rumah sakit. Tangis haru mereka pun pecah. Tidak perlu pembuktian melalui tes DNA melihat wajah bayi lucu itupun mereka percaya bahwa memang itu adalah darah daging Rangga. Rangga yang sedang berada di Kanada pun langsung diberi kabar, dan dia langsung menghubungi melalui panggilan video untuk melihat buah hatinya. Tangisnya pun tak terbendung saat melihat bayi lucu dalam gendongan Aryatie."Titip cium dariku,
Air mata sudah membasahi kedua netra Andrea. Ia merasa terharu dengan pernyataan Rangga. Ruangan tamu itu hening sejenak. Rangga mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Rea,aku membeli ini sudah lama. Sejak kejadian itu, aku tidak berhenti memikirkamu. Jika kamu mau menunggu, tolong pakai cincin ini. Tapi, jika kau tidak mau, buang saja di hadapanku sekarang." Andrea menatap Rangga, mencari kesungguhan di wajah pemuda itu. Perlahan, ia menghela napas, dan meraih cincin yang diberikan oleh Rangga."Aku akan memakai cincin ini. Aku bersedia menunggumu. Tapi, tidak lebih dari tiga tahun. Dalam tiga tahun, kau harus kembali dan membuktikan bahwa kau benar-benar mencintaiku dengan tulus dan sepenuh hatimu. Selama tiga taun, kita tidak perlu bertemu untuk menguji perasaan kita masing- masing. Jika dalam tiga tahun kau tidak kembali. Artinya kau bukan jodohku. Dan aku akan mengembalikan cincin ini kepada kedua orangtuamu sebagai tanda bahwa aku ti
Sejak kejadian mulut - mulut nyinyir ibu- ibu sosialita kompleks yang dibungkam dengan manis oleh Arini, tidak ada lagi yang berani kepo. Terlebih-lebih ibu Sinta dan bu Erpani. Mereka akan menghindar dan merasa malu sendiri jika kebetulan berpapasan dengan Arini. Dan, tak lama setelah itu bu Erpani diam- diam menikahkan anak gadisnya. Dan ternyata, gosipnya sang anak sudah berbadan dua akibat pergaulan bebas. Memang, terkadang banyak orang yang pandai sekali membicarakan keburukan orang lain. Sementara itu, mereka sendiri tidak sadar kalau mereka sama saja buruknya. Gajah di seberang sungai tampak, semut di mata sendiri tidak kelihatan. Pagi itu Kamania sudah berada di rumah Ivan. Rencananya ia akan menemani Andrea ke tempat senam. Saat ia datang, kebetulan Mae sedang menyapu halaman, Kamania pun langsung masuk dan menyapa semuanya."Pagi Om, Tante," sapanya riang."Eh, calon mantu. Selamat p
Lama kelamaan berkat dukungan dan support keluarganya. Andrea berhasil melewati masa sedihnya. Ia mulai bisa menerima kenyataan yang ada. Bahkan ia mulai membuka diri terhadap janin yang saat ini ia kandung. Ia mulai bisa kembali menata hatinya. Tentu saja melihat hal ini Arini dan Barata merasa senang. Mereka merasa lebih tenang saat meninggalkan rumah. Sesekali Kamania datang berkunjung. Ia dan Ivan yang selalu mengantarkan Andrea untuk cek up rutin ke Obgyn. Andrea pun mulai senang saat melihat pergerakan bayinya melalui layar USG. Andrea juga mulai mengikuti senam hamil. Kamanialah yang selalu menemaninya. Sementara Yudistira dan Aryatie terkadang datang menjenguk Andrea. Hanya Rangga saja yang belum bisa bertemu langsung dengan Andrea. Namun, terakhir kali Yudistira datang membawa titipan surat permohonan maaf dari Rangga. Dan, Andrea hanya tersenyum, ia memang tidak berharap terlalu ba