Главная / Fantasi / AJISEKA / Bab 3. Kebengisan Sariti

Share

Bab 3. Kebengisan Sariti

Aвтор: Arya. P
last update Последнее обновление: 2024-03-13 07:20:28

Wilayah Punden semakin mencekam. Obor-obor menancap di sembarang tempat, menerangi sebagian lokasi yang semula gelap gulita. Ya! Pasukan dari golongan manusia yang dipimpin oleh Sariti mulai beraksi, mereka berasal dari suatu daerah yang telah dikuasai oleh pengaruh pimpinan lelembut wilayah punden.

“Merekalah yang harus kalian bersihkan, binasakan! Tunjukkan bakti kalian kepadaku!” ujar Sariti.

Titahnya terdengar jelas di telinga para abdinya yang menyebar. Bersembunyi di balik pepohonan dan semak. Ya! Hanya mereka yang mendengar titah itu.

Kelompok Danuseka mulai tersudut. Puluhan siluman ular dan penampakan kuntilanak yang tiba-tiba muncul membuat beberapa tetua panik. Pasalnya, bukan kekuatan silumannya yang merepotkan, tetapi kehadiran makhluk bergaun putih yang acapkali membuat mereka kehilangan fokusnya.

“Ki, lakukan sesuatu agar mereka tidak mengganggu.” Titah Danuseka.

Tetua itu bergegas melakukan sesuai perintah Danuseka. Dia lebih memfokuskan diri menghadapi makhluk astral. Sesekali Danuseka datang, lalu pergi lagi membantu tetua lainnya. Hal itu dilakukan Danuseka agar warganya tidak mengalami luka fatal saat menghadapi siluman, dan tindakan Danuseka nyatanya dapat meminimalisir hal itu.

Sementara itu, salah satu tetua berhadapan dengan lawan yang tidak main-main. Sayangnya sebelum melakukan penyerangan, ia terlebih dahulu terkena pengaruh sihir pemikat. Pimpinan siluman ular tersenyum manakala musuh telah masuk ke dalam pengaruhnya.

“Ekheum ... Kenapa kau memandangku seperti itu?”

“Ah tidak, Nyai ... Aku ... Aku ...”

“Ikutlah bersamaku, Kakang. Aku pastikan, Kau akan selamat dari pertempuran ini, bagaimana ... Mau?”

Tetua yang sudah terpengaruh hanya mengangguk pasrah dan menurut ketika dirinya dibawa ke suatu tempat yang tidak jauh dari area pertempuran. Sungguh digdaya yang sangat meresahkan, sebab ia tidak perlu melumpuhkan musuhnya tanpa pertarungan. Sama seperti yang dilakukan Sariti kepada Danuseka, sayangnya cara itu tidak mempan untuk Danuseka.

“Tetaplah di sini, jika pertempuran sudah selesai kau bisa mencariku di tepi Utara Punden, atau aku yang akan menemui dirimu di sini,”

“Baik, Nyai. Aku akan menunggumu, cepatlah kembali.”

Setelah mendengar jawaban dari tetua bawahan Danuseka, siluman itu tersenyum senang lalu melesat pergi kembali ke medan pertarungan. Membantu bawahannya yang masih berjibaku melawan kelompok Danuseka.

Di sisi lain, para pemuda yang baru saja memasuki wilayah Punden langsung mendapatkan serangan mendadak dari lawan yang telah mengintainya sejak tadi, tidak ada pilihan lain selain melakukan perlawanan. Akan tetapi, kelompoknya kalah jumlah. Satu per satu korban berjatuhan meskipun tetua mereka memiliki Kanuragan yang mumpuni, sayangnya ada sosok yang mengganggunya.

“Seret mayat itu ke pendopo! Biarkan manusia-manusia bodoh ini menjadi urusanku!” Perintah Sariti yang tiba-tiba sudah berada di medan perang.

“Biadab kalian!” sang tetua merangsek maju tatkala sebagian musuhnya menarik korban yang sudah tiada.

Pertempuran kembali memanas, sang tetua bahkan sudah tidak segan lagi menghabisi lawannya begitu ia melihat wanita jelmaan berlaku bengis, ia pun melakukan hal yang sama.

 Akan tetapi sang tetua dihadapkan dengan pilihan sulit. Ia harus melawan rekannya yang dirasuki oleh makhluk astral bawahan Sariti. Sedangkan Sariti sendiri sudah berada di area dalam pendopo yang di penuhi puluhan mayat.

“Kalian! Para pimpinan wilayah!”

Dalam sekejap mata, dua wanita menampakkan diri di depan Sariti.

“Ada apa, Nyai ...” jawab salah satu dari wanita itu.

“Buatlah kekacauan di pemukiman! Pilih yang paling lemah dan bawa kesini! Malam ini puncak Punden akan menjadi ladang kematian mereka.“

Sariti tidak menyadari jika pimpinan dari danau tepi Barat sudah melakukan pergerakan terlebih dahulu. Di ikuti pimpinan tepi Utara. Sejatinya masing-masing pimpinan sudah memiliki rencana sendiri, tidak terpaku dengan perintah Sariti saja.

“Sebagian bawahanku sudah sejak tadi bergerak ke sana, Nyai. Lalu bagaimana dengan tetua mereka yang satu itu? saya rasa digdayanya tidak main-main, Nyai ...” jawab pimpinan dari danau tepi barat.

“Biar aku yang mengurusnya, kita tidak bisa melawannya dengan digdaya. Satu-satunya harapan untuk mengalahkan lelaki itu adalah tipu daya.”

Tentu Sariti memahami kekhawatiran dua bawahannya. Jelas mereka bukan tandingan keturunan langsung trah pemilik Keraton Setyaloka. Bukan hanya Danuseka, keturunan sebelumnya pun memiliki digdaya yang serupa. Hal itu membuat Sariti selalu gagal menguasai wilayah punden.

“Luar biasa! Tipu daya Nyai memang tidak diragukan lagi bahkan, pimpinan tetua punden baru saja menuduh diriku. Sebagai bukti tuduhan itu, aku akan benar-benar menculik warganya,” jawab pimpinan siluman danau tepi barat.

“Ah! Maafkan aku, Nyai. Aku terpaksa melakukan itu, lebih baik segera laksanakan semuanya. Lebih cepat lebih baik, bukan?”

“Baiklah, tidak ada yang lebih menyenangkan selain menuntaskan hasrat membunuh.”

Wanita ayu itu berubah wujud dan melesat turun ke pemukiman. Memimpin semua siluman dari danau tepi Barat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sesampainya di pemukiman mereka berhenti di sebuah pohon besar. Mengintai kediaman penduduk secara seksama agar bisa melakukan pekerjaannya sesuai dengan titah Sariti.

“Jangan bertele-tele! Lumpuhkan mangsa kalian dan bawa ke dalam puncak Punden sesegera mungkin!” perintah sang pimpinan kepada bawahannya.

Puluhan siluman itu melesat cepat ke rumah-rumah penduduk. Mengintai dari celah-celah dinding anyaman bambu rumah warga. Setelah aman para siluman langsung melumpuhkan mangsanya dan membawanya ke puncak Punden, dalam sekejap mata sebagian penduduk telah berpindah tempat dengan keadaan yang mengenaskan.

Di puncak punden, jeritan wanita baru saja terdengar di telinga Danuseka. Membuat dirinya menghentikan perlawanannya.

“Kakang! Tolong...” kelebatan bayangan putih melintas tidak jauh dari Danuseka dan teriakan itu berasal dari sana.

Mendengar itu, Danuseka langsung bertindak. Ia meninggalkan rekan-rekannya yang masih berjibaku melawan para siluman ular yang semakin menggila. Ia melesat cepat menyusul sosok yang diduga membawa sang istri, lelaki itu tidak perduli seberapa jauh makhluk putih itu membawa istrinya.

 Di sisi lain, seorang tetua masih berjibaku melawan beberapa siluman ular, banyak yang binasa di tangannya. Kekuatan besar yang dimiliki olehnya membuat sebagian siluman ular pergi begitu saja dari pertempuran. Tidak jauh darinya seorang tetua juga menghabiskan lebih dari setengah jumlah pasukan manusia yang di pimpin oleh Sariti. Amarah tetua muda itu menyebabkan lawannya tidak mampu bertahan melawan keberingasannya.

“Berhenti, Kang! sadarlah!” ucap seorang tetua sepuh. Beruntung lelaki sepuh itu datang tepat waktu, ia segera menghalau gerakan brutal rekannya.

“Raga ini begitu kuat, aku menyukainya ...” jawabnya sembari sedikit memiringkan kepala.

Tidak disangka sesuatu merasuki tubuh sesepuh muda yang mulai menyerang rekannya sendiri. Rupanya salah satu kuntilanak berhasil menguasai tetua muda yang diamuk amarah. Akibatnya ia berbalik menyerang rekan-rekannya.

“Kau! Keluarlah!” lelaki sepuh itu segera bertindak. Mulutnya komat-kamit membaca sesuatu. Tidak lama kemudian lengkingan kesakitan terdengar bersamaan dengan melesatnya bayangan putih dari raga tetua muda.

“Percuma kalian bertarung di sini, lihatlah! Banyak korban binasa dan akan bertambah banyak!” ucap wanita yang tidak lain adalah Sariti. Tunjuknya ke arah tumpukan mayat di dalam pendopo.

*****

Related chapter

  • AJISEKA    Bab 4. Murka Danuseka.

    Ketika kebengisan dipertontonkan oleh Sariti, tetua wilayah punden tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa mengutuk sosok yang berdiri angkuh di atas sebuah batu besar. Ya! Sariti mengendalikan seluruh lawannya. Dia memanfaatkan amarah rekan-rekan Danuseka.Cukup lama tubuh para tetua berada dalam kendali Sariti. Selama itu pula mereka menyaksikan penyiksaan yang terjadi bahkan, ketika sanak saudaranya meregang nyawa mereka hanya bisa meratapi. Lebih mengejutkan lagi pelakunya adalah warga punden yang disusupi makhluk tinggi besar dan berbulu. Pantaslah mereka tidak lagi merasa iba kepada sesama manusia. Sebab sejatinya yang melakukan itu Adalah makhluk-makhluk itu.“Ki Danuseka!” tiba-tiba salah satu tetua berteriak memanggil nama pimpinannya. Dia tersadar pesan yang pernah disampaikan Danuseka.Di tempat yang jauh dari Punden Danuseka menghentikan pengejarannya, dengan jelas ia mendengar teriakan yang memanggil namanya. Seketika Danuseka sadar jika ia telah terkecoh oleh Sari

    Последнее обновление : 2024-03-13
  • AJISEKA    5. Alam mimpi

    Terik mentari pagi menghangatkan wajah-wajah sendu warga Punden. Berjibaku mengurusi puluhan mayat sisa tragedi semalam, duka diwilayah Punden tidak terelakkan lagi. Jangankan puluhan nyawa, satu nyawa saja melayang akibat kebengisan, mereka sangat menyayangkannya. Belum genap satu bulan memangku tanggung jawab, Danuseka sudah di hadapkan dengan kenyataan pahit. Merasa terpukul karena tidak bisa mengemban amanah dari pendahulunya. Tetapi Danuseka tidak menunjukkan perih hatinya, ia masih terlihat tegar di depan warganya. Terlebih di depan Ajiseka, putra semata wayangnya. Dirinya lebih memilih turut membantu warga menyiapkan keperluan pemakaman. Ikut menggali lubang raksasa agar pekerjaan cepat selesai. Bahkan, Danuseka tidak segan membersihkan jenazah yang hendak dimakamkan. Lubang besar disiapkan untuk pemakaman warga, setidaknya ada tujuh lubang besar. Tetapi saat pemakaman berlangsung kejadian aneh menimpa mayat-mayat yang berasal dari luar Punden. Sekitar dua puluhan mayat meny

    Последнее обновление : 2024-03-14
  • AJISEKA    6. Awal perjalanan.

    Cicit burung mengantar langkah riang Ajiseka. Tekadnya yang kuat membuat dirinya mantab meninggalkan ayahnya. Bahkan, embun pagi yang dingin tidak menyurutkan ayunan langkahnya.Tepi Selatan menjadi tujuan pertama Ajiseka, ia dijemput oleh dua orang tetua yang cukup mumpuni. Belum lagi pengawalan diam-diam Ki Dirgodono, tetua sepuh Punden yang jarang sekali berbaur dengan warga. Lelaki yang piawai dalam penyamaran dan ahli menekan aura kedigdayaannya.Untuk pertama kalinya Ajiseka keluar dari pemukiman, langkahnya begitu riang manakala dirinya melintasi hutan lebat. Bahkan, Ajiseka tidak khawatir jika ada binatang buas seperti yang pernah diceritakan oleh sang ibu. Sesekali Ajiseka bersiul menirukan kicauan burung, terkadang mengernyitkan dahinya saat mencurigai sesuatu.Tiba-tiba Ajiseka berhenti, ia menatap tajam pohon besar yang letaknya tidak jauh dari tempatnya berdiri.“Ki, apakah itu gubuk, Aki?” tanya Ajiseka kepada Ki Sawung, tetua sepuh yang menjemputnya.“Bukan Aji? Gubuk A

    Последнее обновление : 2024-03-31
  • AJISEKA    7. Kehadiran Kumbolo

    Dewi Panguripan. Wanita dari bangsa lelembut beraliran putih, memiliki paras yang ayu dan berbudi baik. Sosoknya tidak banyak di kenal, sebab ia sendiri sejatinya sudah menjauh dari permasalahan-permasalahan dunia. Tetapi, tidak untuk keturunan penguasa Punden, pemilik keraton Setyaloka yang kini moksa. Kehadirannya yang tiba-tiba membuat Ki Sawung sedikit tergagap. “Ah, Nyai ... Maafkan saya yang tidak menyadari kehadiran Nyai,” “Tidak mengapa Ki Sawung, berikan ini kepadanya, biarkan dia sendiri yang mencari keberadaan padepokanku,” ucap Dewi Panguripan sembari memberikan Sebuah benda berbentuk daun berwarna kuning emas. “Maafkan saya Nyai, rasanya saya tidak tega membiarkan Ajiseka berangkat sendiri, Nyai?” “Tidak perlu khawatir, Ki. Dengan membawa benda ini lelembut wilayah Selatan tidak akan ada yang berani menyentuhnya, kecuali bocah itu mendapat rintangan lain. Kembalilah, energimu akan terkuras jika sukmamu terlalu lama di tempat ini.” Ki Sawung menyadari jika ucapan Dewi

    Последнее обновление : 2024-04-01
  • AJISEKA    8. Ujian dari Kumbolo.

    Dhar!Dhar!Senyum mengembang manakala Ajiseka mampu membuat makhluk itu terpental jauh. Namun, bukan niat Ajiseka untuk melukai, ia gegas mengayunkan langkahnya menghampiri sosok yang baru saja terpental.“Maafkan aku, aku tidak berniat sekeras itu melemparmu,” tangan Ajiseka mencoba meraih pergelangan makhluk besar yang sedang terjerambab, tidak sedikit pun rasa takut dihati Ajiseka.“Kau yang mengajarkan diriku menyerang seperti itu. Bahkan, aku sama sekali belum pernah menggunakannya, sekali lagi maafkan aku,” ucap Ajiseka lagi.“Hua ha ha ha ha, Kau bocah kecil! Jangan bilang kau tidak tau sedang dimana dirimu saat ini, Kau tampak polos sekali,”Mendengar itu Ajiseka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu ia menatap makhluk itu dengan raut muka yang bingung.“Lho, memangnya aku dimana? Di bumi kan? Bumi ciptaan sang pangeran kan? Setidaknya itu yang pernah Romo sampaikan kepadaku,” ucap Ajiseka.“Hua ha ha ha ... Ghoaar ... Kalau begitu, Kau harus mengalahkanku bocah kecil!”

    Последнее обновление : 2024-04-02
  • AJISEKA    9. Penguasa Alam mimpi.

    Teng! Dalam sekejap Ajiseka tersadar, melihat sekeliling dan memastikan jika dirinya telah benar-benar kembali. Senyumnya mengembang manakala bilah-bilah bambu tersusun rapi mengitari Sekitarnya , artinya ia benar-benar berada di kediaman Ki Sawung. ‘Syukurlah aku sudah kembali.’ Monolog Ajiseka. Ia keluar dari bilik, berusaha mengayunkan langkah gontainya. Tetapi saat pandangan Ajiseka terarah di kegelapan malam, dirinya menangkap sekelebat bayangan. Persis seperti makhluk yang baru saja membersamainya di alam bawah sadar. “Terimakasih, Ki Kumbolo!” teriak Ajiseka. “Ada apa Ajiseka ...” jawab Kumbolo manakala berhenti melesat tepat di depan Ajiseka. “Eh? Tidak apa-apa, aku hanya mengucapkan terimakasih saja, Ki,” Ajiseka mengulum senyumnya, merasa lucu melihat makhluk yang begitu cepat kembali ke hadapannya. Tentu Ajiseka membayangkan Kumbolo yang begitu repot menghentikan laju dan kembali dalam sekejap. “Ah! Kau ini, baiklah” ucap Kumbolo, makhluk itu tidak lagi melesat, tetap

    Последнее обновление : 2024-04-02
  • AJISEKA    10. Nyai Ajeng Ratri.

    “Lepaskan aku!”Ajiseka ingin meronta manakala wanita sepuh itu seperti memangkas waktu. Pasalnya, dirinya dan wanita sepuh tidak berjalan saat mendekati gubuk, tetapi setiap kedipan mata posisinya semakin mendekati gubuk reot miliknya.“Tenangkan dirimu, Nak Mas. Nanti Kau akan senang di gubukku, aku hanya minta sedikit pengorbanan dari rasa ikhlasmu. Oleh karena itu, tenanglah.” Mendengar itu Ajiseka mengendurkan ototnya, ya! Ia tidak bisa bergerak, namun otot tubuhnya menegang, mengikuti gejolak amarahnya.Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Ajiseka, dirinya hanya perlu sedikit berpikir agar terlepas dari pengaruh digdaya wanita sepuh itu. Ajiseka mulai memikirkan sesuatu, tidak mungkin dirinya hanya diam tanpa melakukan perlawanan seperti saat ini. Sedangkan otaknya masih sangat mampu untuk mengatur strategi agar dirinya tidak terus menerus berada dalam kungkungan.“Ah! Baiklah, lepaskan diriku agar bisa seperti yang Simbah harapkan, jika tidak. Sampai kapan-pun aku tidak akan menu

    Последнее обновление : 2024-04-03
  • AJISEKA    11. Menuju Padepokan Lelembut

    Ajeng Ratri benar-benar murka, Dia sama sekali tidak menghentikan serangannya. Wanita sepuh itu terus melontarkan energi panas. Bahkan, kekuatannya melebihi yang sebelumnya. Sayang, kekuatan besar Ajeng Ratri malah menambah kehancuran alam mimpi yang dia kuasai.“Kau membuatku murka Tirtadunya!”“Seharusnya Kau murka kepada dirimu sendiri, Nyai. Bukankah Kau sendiri yang menghancurkan tempatmu ini? He?”“Semua karena Kau mencampuri urusanku!”“Tentu saja ikut campur, Nyai ... Karena aku adalah bagian dari mereka,”“Tirtadunya ... Sadarlah ... Kau berada di alam ciptaanku ... Artinya aku adalah dalang di tempat ini ... Eh eh eh” Ajeng Ratri mengibaskan tangannya.Gumpalan merah melesat dan memendarkan aura panas di sekitarnya. Dedaunan seketika layu, udara menghangat dan pengap. Bahkan, kondisi diwilayah itu menjadi temaram disertai kabut jingga.***Beberapa saat berada di tempat persembunyian membuat Ajiseka bosan, ia hanya mendengar ledakan-ledakan dan sesekali mendengar ocehan kedu

    Последнее обновление : 2024-04-04

Latest chapter

  • AJISEKA    141. Akhir perjalanan manusia.

    Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny

  • AJISEKA    140. Jasad leluhur

    Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.

  • AJISEKA    139. Raga mati Sariti

    Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho

  • AJISEKA    138. Laut Utara

    Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik

  • AJISEKA    137. Danau yang hilang

    Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba

  • AJISEKA    136. Memasuki alam mimpi

    Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak

  • AJISEKA    135. Seteru Danuseka dan Sariti

    Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas

  • AJISEKA    134. Sekar Sari alias Sariti

    Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,

  • AJISEKA    133. Tulang yang kembali hidup

    Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status