Home / Fantasi / AJISEKA / 14. Pencarian Mustika bening.

Share

14. Pencarian Mustika bening.

Author: Arya. P
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Perbincangan masih terjadi antara Dewi Panguripan dan Ajiseka. Pasalnya Ajiseka masih belum menguatkan niatnya saat di tanyai oleh Dewi Panguripan. Hal itu membuat Wanita pimpinan padepokan itu terus menanyainya perihal Keteguhan dan tujuan. Hingga akhirnya Ajiseka memutuskan mengambil langkah agar tetap berada di padepokan.

“Tidak kanjeng Ibu, saya ingin menjadi kuat,”

“Untuk menyelamatkan ibumu saja?” tanya Dewi Panguripan lagi. Ajiseka menggelengkan kepalanya.

“Salah satunya itu kanjeng ibu,” jawab Ajiseka.

“Baiklah, ibu tunjukkan sesuatu agar Kau tau apa yang harus dilakukan setelahnya, pejamkan mata.” Dewi Panguripan memegang pundak Ajiseka.

Ajiseka dibawa ke masa sebelum dirinya dititipkan oleh sang Ayah kepada Janudoro dan Ki Sawung. Ia melihat orang-orang wilayah Punden bertarung melawan makhluk yang tidak lazim. Bahkan, Ajiseka merasa berada di puncak Punden pada saat itu. Menyaksikan mayat-mayat yang tertumpuk akibat kekejian yang dilakukan oleh makhluk aneh dan juga oleh or
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • AJISEKA    15. Rintangan di telaga.

    Keteguhan hati Ajiseka terbangun manakala cecaran pertanyaan terus menghimpit dirinya. Bahkan, sikapnya yang menentukan berhasil dan tidaknya misi pertama yang ia emban. Maka, melawan adalah pilihan terakhirnya.“Aku sedang tidak berbohong, terlepas salah dan benarnya tugas yang kuterima,”“Apa yang kau cari wahai lelembut aneh! Di tempat ini tidak ada satu pun barang yang boleh kau bawa! Pergilah dengan tangan kosong sebelum aku melaporkan hal ini kepada Raja!” Ancam wanita itu. Namun Ajiseka tetap bergeming. Ia telah memantapkan hatinya untuk mendapatkan apa yang ia cari.“Sayangnya aku tidak akan kembali sebelum mendapatkan keinginanku,” jawab Ajiseka. Ia tau masalah telah menghampiri dirinya, bahkan semenjak pertama kali bertemu pun Ajiseka sudah mencium adanya masalah.“Itu artinya Kau mencari masalah di wilayahku! Maka, tidak ada pilihan lain selain mengusir paksa dirimu dari tempat ini!”Beeer ...Tubuh wanita itu mengeluarkan sayap di belakang kedua lengannya, ia terbang seper

  • AJISEKA    16. Amukan Tirtawani.

    Wanita tua itu adalah istri Raja Tirtadunya yang tidak lain adalah Kumbolo. Maka, demi kepatuhannya kepada suami, ia menurut manakala diminta menunjukkan letak Mustika bening yang notabene benda pusaka milik bangsanya.“Carilah air terjun, disana Kau akan mendapatkan Mustika bening itu,” ucap wanita itu sembari menunjuk ke suatu tempat.“Hah? Kau tau apa yang aku cari?” tanya Ajiseka. Tentu dirinya heran mengapa wanita tua itu memberitahu dimana letak benda yang ia cari.“Cepatlah Kau ambil benda itu sebelum bangsaku menyadari kehadiranmu,” jawabnya pelan.“Baiklah, terimakasih.” Tidak membuang waktu, Ajiseka segera meninggalkan Wanita itu dan hendak menghampiri Galuh yang melihat dirinya dari kejauhan. Namun, saat langkahnya semakin dekat tiba-tiba Galuh lesap dari pandangannya.“Heuh! Gadis aneh!” sungut Ajiseka manakala gadis itu tidak ada lagi di hadapannya.Ajiseka berjalan menyusuri tepian telaga, mencari air terjun yang dimaksud oleh si wanita tua. Semangat Ajiseka kembali tumb

  • AJISEKA    17. Peringatan Tirtawani.

    Reruntuhan tanah bercampur ranting menimbun tubuh kecil Ajiseka, dirinya tidak kuasa menahan serangan gencar yang di lakukan oleh Tirtawani. Bahkan, Ajiseka tidak sempat mengeluarkan satu-pun digdaya yang ia miliki. Kalaupun siap, kemungkinan dirinya hanya bisa mengandalkan ilmu Kanuragan yang merupakan serangan fisik dengan jarak dekat.Ajiseka bergeming, ia pasrah jika dirinya harus berakhir. Namun, keanehan terjadi, ia sama sekali tidak terluka. Hanya tubuhnya saja yang mengalami memar di beberapa bagian. Namun begitu, Ajiseka masih mendengar dengan jelas perbincangan kedua Wanita yang beberapa saat lalu menyerangnya.“Cepat cari dia Tirtawani, jika dia sudah menelan Mustika bening, mustahil dia binasa,” ucap salah satu wanita yang bersuara agak parau.“Baik Ibu.”Srek!Srek!Srek!Langkah kaki semakin jelas terdengar. Artinya posisi wanita yang dipanggil Tirtawani sudah mendekati keberadaan Ajiseka. Sedangkan Ajiseka sendiri mulai menggerakkan tubuhnya, timbunan tanah yang tidak

  • AJISEKA    18. Anak angkat sang Dewi.

    Sementara itu di padepokan Kahuripan. Sudah dua hari keadaan raga Ajiseka kembali menunjukkan aura kehidupannya, pasalnya sebelumnya kondisi tubuh Ajiseka benar-benar memprihatinkan. Bahkan, Dewi Panguripan sampai mengirim Galuh ke alam yang di tuju oleh Ajiseka, walau pada akhirnya Galuh kembali ke padepokan dengan kabar yang cukup melegakan untuk Dewi Panguripan. Tidak lama setelah Galuh kembali, suhu tubuh Ajiseka berubah drastis, raganya membeku dan dingin. Bahkan gigi Ajiseka sampai gemeretak akibat suhu tubuhnya yang terlampau dingin, hal itu membuat Dewi Panguripan sedikit khawatir. Ya! Dewi Panguripan menduga bahwa perubahan suhu tubuh Ajiseka akibat proses penyerapan Mustika bening yang telah didapatkan Ajiseka.Dewi Panguripan benar-benar lega manakala suhu tubuh Ajiseka mulai menunjukkan perubahan, tubuhnya berangsur menghangat. Bahkan peningkatannya cukup cepat, tetapi setelah itu raga Ajiseka kembali menunjukkan sesuatu yang tidak baik, raganya bergetar hebat dalam waktu

  • AJISEKA    19. Pertemuan di alam bawah sadar.

    Tidak lama setelah itu, Dewi Panguripan datang menghampiri Ajiseka, wanita pemilik padepokan Kahuripan itu menelisik raut wajah putra angkatnya.“Ada apa Ajiseka ... sepertinya ada sesuatu yang kau temui di luar sana, hm?” tanya Dewi Panguripan sembari mengulas senyum tipisnya.“Ada kanjeng Ibu, sepertinya saya harus melakukan sesuatu, saya melihat perilaku kekejian yang melebihi binatang. Tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan mereka yang menjadi korban, lalu apa yang harus saya lakukan?” adu Ajiseka kepada gurunya.“Kekejian seperti apa yang Kau maksud anakku? Banyak macam kekejian yang terjadi, baiknya sebutkan yang Kau lihat,” Ajiseka menjelaskan semua yang ia saksikan kepada Dewi Panguripan.“Itulah mengapa Romomu menitipkan dirimu kepada Ki Sawung, begitu banyak kekejian serupa, salah satunya berada di wilayah Punden,” ujar Dewi Panguripan.“Apakah yang saya lihat itu berada di kawasan Punden?” tanya Ajiseka.“Tidak, sebab di wilayah Punden tidak ada pemuki

  • AJISEKA    20. Sambutan dari perguruan.

    Di alam yang sama sekali tidak tampak matahari Ajiseka melatih dirinya sendiri. Hal itu dilakukan Ajiseka untuk menghilangkan kebosanannya saat mendalami digdaya yang diajarkan oleh Dewi Panguripan. Beruntung Ajiseka pernah belajar Kanuragan dengan Janudoro, sehingga dirinya dapat mempelajari kembali dan memodifikasi jurus-jurus yang pernah ia pelajari. Hal itu membuat Dewi Panguripan urung menitipkan Ajiseka ke salah satu guru di padepokannya.Tidak disangka jika aktivitas Ajiseka di alam lelembut sudah berjalan lama, bahkan kini Ajiseka sudah tumbuh menjadi seorang remaja.“Ajiseka anakku, sepertinya Kau sudah siap untuk melakukan pembuktian diri. Belajarlah ilmu Kanuragan bersama murid-murid yang lain, sebab disana nanti akan ada banyak Pengalaman. Setiap tingkatan akan mendapatkan ujian yang berbeda, Kau juga akan menemukan teman-teman baru. Ibu harap kamu bisa menjaga diri, tetap merendah dan yang paling penting, jangan mencari musuh. Sebab disana Kau akan bertemu berbagai ragam

  • AJISEKA    21. Berhasil melewati ujian.

    Dua energi berbenturan cukup keras, pasalnya keduanya sama-sama menyerang, jika semula Ajiseka masih menahan diri agar tidak terjadi perkelahian, kali ini ia melawan dengan digdaya yang tidak ia sadari.“Ah! Seperti melawan Ki Kumbolo saja,” gerutu Ajiseka manakala lawannya terus bergerak cepat merangsek ke arah dirinya.“Bocah! Lawan dia! Atau Kau akan terluka dan pulang sia-sia, dasar bod*h!” ucapan Kumbolo membuat Ajiseka kebingungan. Pasalnya ia merasa Kumbolo begitu dekat, bahkan suaranya seperti tidak berjarak darinya.“Hoy! Ki! Dimana dirimu, he?” tanya Ajiseka sembari menoleh kesana kemari.“Berisik! Aku berada di alam bawah sadarmu bod*h! Lawan atau lebih baik Kau pulang sekarang juga!” umpat Kumbolo.“Iya, iya ...” jawab Ajiseka sembari melesat menyambut serangan yang sudah mulai mengancam posisinya.Kumbolo sendiri tengah duduk di singgasana kecilnya, tepat di alam bawah sadar Ajiseka. Menonton jalannya pertarungan antara Ajiseka dengan penjaga padepokan yang berada di bawa

  • AJISEKA    22. Ujian lagi.

    “Ada apa, Kakang Rimpang. Sepertinya ada sesuatu yang membuat dirimu khawatir,” ucap Ajiseka manakala pemuda yang memanggilnya berada tepat di depannya.“Gawat! Ki Balung Wojo akan memilih salah satu dari kita untuk mengikuti pertandingan perguruan, jujur aku belum siap untuk hal itu,” ucap Rimpang.Mendengar itu Ajiseka dan Condro Kumolo malah saling pandang, keduanya tidak langsung menjawab ucapan dari rekannya.“Pertandingan atau latihan gabungan Kang?” Ajiseka merasa ucapan kedua temannya tidak sama.Menurutnya jika latihan gabungan tentu tidak ada adu kekuatan antar murid. Namun, jika yang terjadi adalah pertandingan tentu akan berbeda lagi.“Akan ada murid dari perguruan lain selain dari padepokan Kahuripan, aku tidak tau persis apa namanya,” jawab Rimpang.“Kalaupun ada pertandingan pasti kita akan dipilihkan lawan yang seimbang,” ucap Ajiseka. Ia sendiri tidak terlalu menghawatirkan soal itu, pasalnya dirinya sudah pernah melawan musuh yang memiliki digdaya melebihi dirinya.“

Latest chapter

  • AJISEKA    141. Akhir perjalanan manusia.

    Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny

  • AJISEKA    140. Jasad leluhur

    Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.

  • AJISEKA    139. Raga mati Sariti

    Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho

  • AJISEKA    138. Laut Utara

    Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik

  • AJISEKA    137. Danau yang hilang

    Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba

  • AJISEKA    136. Memasuki alam mimpi

    Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak

  • AJISEKA    135. Seteru Danuseka dan Sariti

    Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas

  • AJISEKA    134. Sekar Sari alias Sariti

    Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,

  • AJISEKA    133. Tulang yang kembali hidup

    Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul

DMCA.com Protection Status