“Selamat datang di rumah, Ma,” ucap Mas Bara dengan sumringah. Dia membawa kue dengan tulisan i love you mama. Aku pira pura tersenyum sesaat. Dia benar benar pintar berakting. “Kamu udah pulang ya kerjanya?” tanya.mama. “Iya ma. Hari ini sengaja bara pulang cepet supaya bara bisa melihat mama. Maaf ya ma. Kemarin bara tiba pulang aja ke rumah. Padahal mama udah nunggu nasi gorengnya. Soalnya bara suntuk banget ma di rumah sakit. Jadi bara pulang ke rumah. Maaf banget ma,” jelas Mas Bara dengan wajah bersalah. Mama yang seorang perempuan pasti luluh ketika Mas Bara memasang wajah memelas seperti itu. Mama mengelus pipi Mas Bara dengan lembut dan berkata kalau mama baik baik saja. Bara langsung saja memberika kue untuk mama dan mama sangat senang. Aku hanya bisa melihat tontonan drama yang sangat licik di depan mataku sendiri dengan sangat nyata. Kini kami semua masuk ke dalam rumah dan aku mengantar Mama untuk masuk ke dalam kamar. Sementara Mas Bara membereskan bar
Aku menyiapkan semua keperluan untuk pergi ke Padang. Tanganku dengan cekatan melipat baju-baju dan yang lain. Aku masukan semuanya dengan rapi ke dalam koper besar. “Bella, Kamu lihat kemeja aku nggak? Warna abu-abu itu loh,” Mas Bara terlihat mengacak-acak lemari dengan cepat. “Ya kamu cari sendiri dong, Mas. Aku mau bantuin mama buat siap-siap,” ucapku dengan jutek lalu berdiri. “Bella, Kamu jangan gini dong! Bantuin suami kek, suami mau pergi masa kamu nggak mau bantu beresin barang-barangnya. Katanya istri Solehah,” sindir Mas Bara dengan mendekat ke telingaku. Aku mendengus kesal. “Oke, aku akan bantuin kamu. Ini karena aku taat sama kamu ya. Bukan berarti aku tidak marah kamu selingkuh,” ucapku dengan tegas. “Bella, aku tuh nggak jahat loh, sama kamu. Aku ini masih menganggap kamu sebagai istriku. Karena aku sayang sama kamu Bella,” jelas Mas Bara dengan melihatku membereskan baju-bajunya. “Kalau sayang kenapa harus selingkuh, Mas?” tanyaku dengan jela
Mas Bara masuk dengan wajah berbinar meski mulutnya tertutup. Namun aku tahu Mas Bara menyembunyikan kebahagiaan di dalamnya. Aku yakin sekali dia tadi berbincang di telfon dengan Arum. “Siapa, Bar yang nelpon?” tanya mama dengan wajah santai. “Oh,” Tangan Mas Bara menggaruk telinga. “Itu tadi bos, ma. Katanya dia seneng banget programku di tv tentang wawancara sama youtuber terkenal itu jadi ratingnya naik, ma. Ya, semoga aja ratingnya bisa naik terus dan aku nggak kehabisan ide buat wawancarai artis siapa lagi,” jawab Mas Bara berpura-pura santai. Aku bisa melihat gelagatnya benar benar sudah bisa di tebak. “Oh ya, syukurlah kalau begitu. Tetapi semoga kamu jangan sampai lupa sama Bella. Biasanya kan kalau suami sibuk jadi lupa sama istri,” kata mama dengan wajah menyindir. “Oh nggak lah, ma. Bara nggak mungkin lupa sama istri Bara yang cantik dan Solehah. Iya kan Bella?” kata Bara melirikku. “Hehehe, iya ma. Mas Bara selalu romantis sama Bella,” tambahku sam
Aku berusaha mengangkat kepalaku dan melihat ke atas. Aku tidak mungkin menangis di tempat ini. Oke, aku harus menguatkan diri. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan mama. Aku berjalan menemui meja makan mama. Berusaha membuat ekspresi wajahku santai. “Di toilet rame atau nggak?” tanya mama dengan wajah takut. “Lumayan sih, ma. Mama mau ke sana?” tanyaku dengan lembut sambil duduk di samping mama. “Tapi kamu tungguin mama sampai selesai ya di toilet,” pinta mama seperti anak kecil lagi. Aku mengangguk sabar. “Iya, ma. Bella temenin mama sampai selesai,” ucapku dengan lembut. “Mbak, Bella. Mirna makan dulu ya, nggak papa 'kan?” tanya Mirna dengan sopan. “Iya, nggak papa kok, Mir. Makan dulu aja. Kamu pasti laper,” ucapku pada Mirna. Kini aku menggandeng mama untuk menuju ke toilet. Aku berharap tidak berpapasan dengan Mas Bara. Semoga saja mama juga tidak melihat Mas Bara dengan Arum. Aku tidak tahu sih, mereka berdua ada di mana sekarang, yang jelas ter
Kini kami semua sudah berada di dalam mobil. Aku terdiam tidak berbicara sama sekali dengan Mas Bara. Aku tahu pasti Mas Bara sangat kesal denganku. Mungkin Arum bercerita kepada Mas Bara kalau aku sengaja menabraknya di toilet. Aku merasa senang sekali melihat wajah Mas Bara yang kesal seperti ini. Biarkan saja, ini lebih menyakitkan di banding semua rasa sakit hati aku ketika dia selingkuh. Mobil melaju di jalan tol kembali. Hari mulai gelap dan mama serta Mirna sudah tertidur sangat lelap. Mas Bara masih fokus untuk menyetir. Kulihat di dari samping. Wajahnya begitu manis tapi sayangnya dia tidak punya hati. Dia selingkuh dari aku. Jahat, jahat sekali kau Mas Bara. “Kalau kamu ngantuk mending tidur aja,” ucap Mas Bara melihatku sekilas. Aku tidak tahu itu bentuk kalimat seperti apa. Apa dia berpura-pura baik denganku atau dia merasa bersalah? “Kalau kamu ngantuk mending kita istirahat aja di rest area kalau ada,” ucapku dengan lirih. Aku masih memikirkan kesehatan M
“Heh, bangun cepetan!” seru Mas Bara sambil menggerakkan lenganku dengan keras. Aku masih sangat ngantuk. Sehabis solat subuh aku tidur lagi. Karena semalam aku tidur jam dua malam. Mataku terbuka pelan-pelan. Kulihat Mas Bara yang sudah rapi. Aku bisa mencium aroma parfumnya. Wajahnya juga segar. Dia pasti sudah mandi. “Kenapa sih, Mas?” tanyaku dengan berusaha duduk. Nyawaku masih setengah sadar. “Balik ke kamarku. Kalau kamu tidur di kamar ini. Mama akan curiga. Udah sana buruan,” pinta Mas Bara dengan menarik lenganku. Aku terpaksa harus berdiri dan mengambil kerudungku lalu balik ke kamar Mas Bara. Mama pasti akan curiga kalau aku dan Mas Bara tidur di dua kamar yang berbeda. Ini semua gara-gara semalam Mas Bara yang sengaja mengunci kamarnya sendiri. Awas saja, aku belum mengomel padanya tentang itu. Aku tidak bisa tidur lagi. Terpaksa aku bangun dan keluar kamar. Kulihat suasana rest area ini sudah mulai ramai karena jam menunjukan pukul tujuh pagi. Aku segera
Kini kamu semua sudah berada di dalam mobil dan akan bersiap melanjutkan perjalana ke Padang. Mungkin akan sampai pada malam hari. Ku lihat wajah Mas Bara yang terlihat biasa saja. Sungguh aku ingin sekali marah kepadanya. Namun aku berusaha menahan amarahku karena ada mama. “Gimana udah siap semuanya? Udah nggak ada yang ketinggalan 'kan?” tanya Bara. “Udah nggak ada kok, Mas Bara. Semuanya sudah saya rapikan,” Jawab Mirna dengan sopan. Kini mobil melaju dengan kecepatan sedang. Jalan yang aku lalui masih terlihat sama. Jalan tol yang panjang di depan sana masih bersih. Sementara di samping terlihat hijau rumput dan aku juga bisa melihat rumah-rumah warga yang terlihat kecil. “Bar, tadi mama ngompol loh, di kamar,” kata mama lalu tertawa kecil. “Lah, terus gimana, ma? Kok bisa sih, pasti pemilik sewa kamar itu marah ya?” tanya Bara dengan cepat. “Nggak kok, Mas Bara. Pemilik sewa kamar itu paham dan baik hati. Mirna langsung aja cuci sepertinya dan untung saja ti
“Kamu di mana sekarang?” tanya Bara dengan suara berbisik pada telfon genggamnya. Ia berada di halaman belakang rumah. “Aku udah sampai di hotel, Mas. Kamu gimana? Udah sampai di rumah adik kamu, Siska?” tanya Arum dengan suara manja. “Syukurlah sayang, nanti tenang aja. Aku akan transfer biaya hotel. Parjo supir yang aku kasih nggak ngapa-ngapain kamu kan?” tanya Bara dengan wajah cemburu. “Ya nggak lah, Sayang. Lagian modelan kaya gitu. Kampungan kaya gitu. Mana mungkin aku suka sama Parjo,” jawab Arum dengan wajah jijik. “Ya siapa tau dia nakal. Kamu kan cuma berdua aja di mobil saat perjalanan sama Parjo,” “Aduh, Mas. Sudah deh, jangan bahas itu. Aku kan cuma sayangnya sama kamu. Bara Mahesa seorang yang sekarang udah jadi produser di program tv terkenal itu,” kata Arum dengan bahagia. “Aku belum bilang sih, sama mama dan Bella. Kalau sekarang aku jadi seorang produser. Nanti kalau aku bilang. Bella bakal minta uang yang lebih banyak dari biasanya, hm,” kata
BAB 45 “Kamu gimana sih, Mas? Kenapa malah aku yang harus jagain mama kamu?” Keluh Arum saat sudah pulang dari rumah sakit. Ia benar benar kelelahan sekali. “Heheh, maaf ya, habis gimana dong. Kan aku mau kerja. Siapa lagi kalau bukan kamu. Bella di telfon juga nggak di angkat,” kata Mas Bara dengan santai terus melihat ekspresi kasihan Arum yang membuatnya lucu. “Kayaknya nih, ya Mas, Bella sengaja deh mau ngerjain aku,” kata Arum sambil menuangkan air panas di cangkir yang berisi bubuk kopi. “Sengaja gimana maksud kamu?” tanya Mas Bara bingung. “Iya, lah dia sengaja bikin aku supaya ke rumah sakit terus nemenin mama kamu deh, gila ya mas. Aku tuh bener bener cape banget.loh, memenuhi semua keinginan mama kamu. Udah gitu apa yang di minta mama kamu itu ada yang bikin kesal banget. Kaya ngebacain dia majalah,terus juga koran. Ngupasin buah apel, buah anggur. Buah anggur aja minta di kupas mas. Ya Allah. Cape banget deh aku,” kata Arum dengan memijat sendiri pundakny
BAB 44 “Mama kenapa bisa begini, Bel?” Tanya Mas Bara dengan cemas. “Iya Mas, nggak tahu katanya dadanya sesak,” ucapku dengan cemas. Melihat mama yang kini hanya terdiam tidak bisa berbicara panjang lebar. “Ya udah, bara akan telfon dokter untuk ke sini ya,” ucap Mas bara dengan cepat. Sungguh aku takut banget kalau mama kenapa-kenapa. Aku terus memijat lengan mama dengan lembut sambil menunggu kedatangan dokter. Kini sang dokter datang dan ternyata mama di suruh di rawat di rumah sakit. “Memangnya nggak bisa disini aja ya dok?” tanyaku kepada dokter. “Nggak bisa Bu, maaf sekali karena kondisinya benar benar tidak baik,” jawab dokter itu. Akhirnya aku dan Mas Bara sepakat membawa mama ke dokter. Mungkin aku harus sabar lagi. Seperti biasanya aku menemani mama di rumah sakit. Sungguh aku sangat sedih sekali. Malam ini mama terus menerus minta ini dan itu. Aku merasa tidak di berikan waktu untuk istirahat. “Ma, udah ya ma. Aku mau istirahat dulu ya, ma,”
“Kaget ya? ada aku disini?” tanya Arum dengan kedua mata berlensa itu terbuka lebar melihatku. “Kamu ngapain disini Arum?” tanyaku masih belum mengizinkannya masuk. “Ya, mau ketemu Mas Bara dong, masa mau ketemu kamu sih,” kata Arum dengan wajah kesal. “Nggak bisa Arum, kamu harus pulang sekarang juga,” tegasku dengan cepat di hadapannya. “Siapa, Bel?” tanya mama dengan mendekat ke arahku. “Oh ini, Ma,” ucapku lalu terpaksa membuka pintu dengan lebar lebar. “Sore, Tante, saya mau ketemu sama produser Bara ada? Saya mau tanya tanya tentang casting film,” ucap Arum dengan sok ramah. “Oh, iya iya silahkan masuk,” seru mama dengan cepat dan mempersilahkan Arum masuk. Arum seketika itu melihatku dengan sinis dan ia langsung saja duduk di sofa ruang tamu ini. “Kalau gitu biar mama yang panggil Bara ya, kamu disini aja Bel,” kata Mama kepadaku. Lalu dia langsung pergi ke kamar Mas Bara. Setelah mama pergi. Aku kembali melihat Arum dengan wajah sinis ya. “K
Hari ini Mas Bara tidak pulang malam seperti biasanya. Mas Bara pulang jam setengah tujuh. Aku menyambutnya dengan ramah. Kucium punggung tangan Mas Bara yang penuh dengan kerja keras itu. Aku buatkan dia minuman hangat berupa STMJ susu telur madu jahe. Pasti dia suka sekali. “Ini Mas, buat kamu. Supaya badan bisa lebih hangat,” ucapku kepada Mas Bara sambil memberikan cangkir kecil ini. “Apa ini, Bella?” Tanya Mas Bara melihat minuman yang berwarna kuning kecoklatan itu. “Itu susu telur madu jahe mas,” jawabku tersenyum. “Hem, enak banget baunya,” hidung Mas Bara di dekatkan kepada cangkir. Kini Mas Bara langsung menyeruput minuman itu dengan nikmat. “Gimana enak 'kan Mas?” tanyaku penasaran. “Hem, mantap! Enak banget, satu cangkir aja sih nggak cukup kayaknya,” seru Mas Bara sambil melihat cangkir yang di pegangnya. “Masih banyak kok, Mas di dapur,” jawabku dengan lembut. Kebahagian seorang istri itu begitu sederhana. Mendapatkan pujian dari sang s
Pagi hari yang cerah. Aku bersyukur kali ini Mas Bara berada di sampingku. Kebahagian sederhana adalah ketika bangun tidur dan menengok melihat teman hidup di samping kita. Itu saja sudah sangat bersyukur. Kondisi Mas Bara mulai membaik meski agak pusing sedikit katanya. Mama juga sangat mewanti-wanti sekarang kalau Mas Bara pergi pasti dia selalu mengingatkan agar berdoa dan pasang sabuk pengaman. “obatnya udah di minum 'kan Mas?” tanyaku kepada Mas Bara yang sibuk menata kertas kertas untuk di masukan ke dalam tasnya. “Iya, udah aku minum, Bel,” jawab Mas Bara singkat dengan menutup tas kerjanya. “Oh, Iya Mas. Ini ada bekal buat makan siang,” ucapku tersenyum sembari memberikan kotak yang sudah ku isi dengan makanan kesukaan Mas Bara. Mas Bara terlihat bingung sesaat melihat kotak yang masih aku pegang ini. “Tadi udah di bawain bekal sih, sama Arum,” tangan Mas Bara menggaruk kepala bagian belakangnya. Aku mengernyit penasaran. “Bekal dari Arum? Arum ke s
*** “Assalamu’alaikum?” ucapku yang sudah ada di ruang makan. “Walikumsalam, Bella,” jawab Mama sambil tangannya di cium olehku. “Loh? Bara mana? Kenapa kamu sendirian aja?” tanya Mama dengan melihat ke belakangku. “Iya, Ma. Tadi Mas Bara tiba tiba di telfon sama bosnya. Ya otomatis aku harus pulang sendiri deh, ma. Tapi nggak papa kok, ma,” ucapku dnegan berbohong kepada mama. “Ya sudah sini duduk, dulu,” ajak mama dengan melihat tempat duduk yang kosong di sebelahnya. “Jadi gimana kamu di hotel? Aman kan semuanya? Enak nggak disana?” tanya mama kepadaku dengan antusias. “Iya, Ma. Enak banget disana. Aku seneng banget bisa menghabiskan waktu bersama Mas Bara,” jawabku dengan senyum manis yang di buat buat. “Syukurlah, Bella. Semoga tahun ini ya, kamu bisa hamil. Amin ya Allah,” ucap mama dengan penuh harapan. Wajahnya melihatku dengan hangat. Aku memegang tangan mama dengan lembut. “Insya Allah doa mama terkabul ya, ma..Bella akan mengusahakan keinginan
Hari ini aku sudah siap dengan segalanya. Perasaan itu akan aku jaga. Aku akan berusaha untuk tenang nantinya. “Kita langsung jalan aja ya sayang,” kata Mas Bara dengan pakaian santai. Namun ia membawa pakaian untuk nanti akad. “Yaudah, yuk!” jawabku mencoba tegar. Aku dan Mas Bara sudah mengatakan kepada mama di hari sebelumnya. Kalau kita berdua akan pergi berdua saja ke sebuah wisata pantai. Mama percaya dan sangat senang melihat kemesraan aku dan Mas Bara kala itu. Lebih tepatnya adalah kemesraan palsu. “Sudah siap, ya?” sapa mama yang melihat aku dan Mas Bara dengan bergandengan tangan dan berpakaian santai namun tetap terlihat keren. “Kalau gitu Bella sama Mas Bara berangkat ya, Ma,” ucapku sambil tersenyum. Ya Allah maafkan aku, Ma. Aku berbohong demi kebaikan mama juga. “Ya sudah kalian hati-hati ya di jalan. Yang lama juga nggak papa. Sekalian honeymoon juga nggak papa kok. Pulangnya nanti besok aja, ya kan? Bara kamu pesen hotel dong nanti di sana. Yah y
Aku sudah sangat siap bertemu dengan Arum. Kulihat diriku di bayangan cermin. Gamis panjang dan kerudung segiempat yang menutupi dada. Sementara wajahku yang bersih dan putih aku biarkan tanpa bedak. Aku hanya memakai sedikit pelembab dan krim agar terlihat lebih segar. Kedua bulu mataku memakai maskara supaya mata ini terlihat lebih bagus. Kini aku sudah sampai di sebuah kafe yang terlihat hanya ada beberapa orang saja. Aku memasuki kafe itu dan aku naik ke tangga. Karena aku sudah memesan tempat di atas. Kakiku sudah sampai di lantai atas. Kulihat pemandangan hiruk pikuk jalanan terlihat ramai. Angin segar juga menyapaku di tempat ini. Aku duduk dengan tenang. Hati ini ada sedikit rasa gugup. Tetapi aku berusaha tenang dengan cara beberapa kali menghirup nafas dan mengeluarkannya lembut. Sekitar sepuluh menit dua minuman sudah datang di meja. Cangkir itu berisi kopi dan dua kue kecil yang ada di atas piring terlihat cantik. Hari ini aku akan bertemu seorang peremp
“maksud kamu, aku bisa menjalani poligami ?” tanyaku dengan serius. “Iya kamu bisa,” kata Ayu dengan yakin. “Lagian nih ya. Kalau kamu mundur itu emang bisa buat kamu bahagia? Belum tentu kan? Kamu masih harus memulai dengan yang baru. Kalau kamu maju juga nggak ada yang salah kan? Kalau kamu maju mempertahankan rumah tangga kamu. Kamu bakalan dapat pahala yang lebih besar. Kamu merawat mama mertua dengan sabar. Kamu juga menjadi istri yang di madu. Tapi kamu tetap sabar. Ya udah sih, tujuan kita hidup di dunia ini kan untuk akhirat kelak. Bukan untuk egoisnya kita. Kalau kita egois mungkin udah dari dulu kamu cerain Bara. Tapi ini kamu mikirnya untuk kebaikan kamu di akhirat nanti. Jadi kamu nggak usah mundur,” jelas ayu dengan yakin. “Toh, kalau kamu maju Mas Bara juga masih sayang kan sama kamu. Jadi untuk apa juga kamu mundur?” Ayu seolah meyakinkan aku untuk tetap mempertahankan rumah tangga. “Makasih ya atas semua nasihat kamu, Yu. Aku akan pikir matang-matang ten