“Mau apa kamu ke sini, Mas?” tanyaku melihat Mas Bara yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah.
“Bella?” Mas Bara mendekatiku. Aku langsung saja menyingkir dari pijakanku. Aku samasekali tidak sudi berdekatan dengan penghianat seperti dia.“Aku ke sini mau jemput kamu,” ucap Mas Bara dengan lirih.“Aku mau di sini aja,” jawabku dengan jutek.Mas Bara duduk di kursi kayu. Dia menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Apa dia mencoba untuk tidak emosi di rumah ibuku?“Mama akan ke rumah nanti. Kamu harus ada di rumah Bella. Apa yang akan mas katakan jika kamu tidak ada di rumah,”“Mama mau ke rumah?” tanyaku tak percaya. Aku juga merasa kasihan dengan Nama jika ke rumah dan tidak ada aku. Dia pasti akan sedih dan mencariku.“Ya, untuk itu kami harus pulang sekarang juga,” seru Mas Bara setengah tegas.Aku melirik bingung sambil memegang keningku. Di tengah pertengkaran aku dan Mas Bara. Kenapa Mama harus berkunjung ke rumah?“Eh, ada kamu Bara. Kok, ibu nggak di kasih tau sih, Bel,” ucap ibu basa-basi. Wanita dengan kerudung panjang itu berjalan mendekat ke arah Mas Bara.“Udah dari tadi ya, Bar?”Mas Bara reflek berdiri dan mencium tangan ibuku.“Baru sebentar kok, Bu,” jawab Bara menggaruk kepala bagian belakang. Ia terlihat ragu-ragu. Mungkin Mas Bara pikir aku sudah bercerita kepada ibuku tentang perselingkuhannya.“Ya sudah kalau begitu ibu buatkan minuman dulu ya,” kata ibu memegang lengan Mas Bara lalu pergi masuk ke dalam.Aku melihat Mas Bara yang menunduk dengan gerakan gusar. Aku yakin dia sedang tidak nyaman.“Tenang aja Mas. Aku nggak akan menceritakan soal kamu yang selingkuh,” ucapku menenangkan Mas Bara.“Maaf, Bella aku belum bisa jujur,” kata Mas Bara lalu menelan salivanya.Memikirkan tentang Mama kembali. Aku berusaha memendam emosiku. Tubuhku mencoba duduk di sebelah Mas Bara.“Mama bilang apa aja?” tanyaku dengan datar tanpa melihatnya.“Mama cuma bilang kalau akan ke rumah dan juga mengatakan kalau mama kangen sama kita berdua. Aku harap kamu jangan mengecewakan mama,” Mas Bara terlihat penuh harap.Aku menghembuskan nafas kesal.“Aku nggak pernah ngecewain mama. Justru kamu, Mas,” semburku menatap Mas Bara.“Udahlah, jangan bertengkar di sini, Bella,”Aku terdiam saat ibuku telah muncul dengan nampan yang berisi dua cangkir. Tanganku mengambil satu demi satu cangkir kecil itu. Ku letakkan di atas meja. Tepat di depan Mas Bara dan yang satunya di depanku.“Makasih ya, Bu,” ucapku melihatnya sambil tersenyum.Kini ibu ikut duduk di depan kami berdua. Wajahnya terlihat berseri.“Bara, pasti ke sini untuk jemput Bella, 'kan?”“Iya, Bu. Soalnya nanti mama akan ke rumah. Jadi pasti mama nyariin Bella,” kata Mas Bara tersenyum sopan. Di tersenyum seakan tidak mempunyai salah samasekali.“Oh, begitu ya? Ya sudah kalau gitu Bella pulang aja ke rumah ya? Ibu di sini nggak papa kok, lagian juga ada Bi Sumi yang nemenin ibu,” kata ibu dengan menatap wajahku. Dia seolah membujuk aku dengan kedua matanya.Aku menunduk kesal. Ingin sekali emosiku di keluarkan. Aku tidak ingin ke rumah itu. Bayangan tentang Mas Bara yang selingkuh dengan Arum di kamarku sendiri membuatku begitu kesal. Tapi aku juga tidak tega dengan mama mertuaku. Dia pasti akan mencariku dengan khawatir.Mas Bara memegang punggung tanganku. Bertingkah seolah ingin mencairkan suasan yang tadinya beku.“Bella, Mas Bara minta maaf ya? Mas Bara tau ini semua salah Mas Bara. Mas Bara benar-benar minta maaf. Kamu pulang ya Bella. Ikut sama Mas Bara naik mobil ya, sekarang?”Cih! Suara lembut Mas Bara benar-benar ingin membuatku muntah. Pintar sekali dia bersandiwara.“Aku nggak tahu, Mas. Nanti aku pikir-pikir dulu. Aku mau di sini dulu malam ini,” ucapku dengan datar. Ku lepaskan tangan Mas Bara.Ibu melihatku dengan kecewa.“Aku istirahat dulu ya, Mas. Aku capek,” seruku dengan cepat lalu masuk ke dalam.Biarkan saja Mas Bara berkata apapun untuk membujug aku pulang. Pokoknya malam ini aku mau bermalam di sini sama ibu. Aku memasuki kamar dan duduk mematung. Hatiku sangat sakit mengingat kembali gambaran saat Mas Bara berada di kasur bersama Arum.“Aku benci! Aku benci! Aku benci!” teriakku dalam batin sambil meneteskan air mata.***“Kamu sabar ya, Bara. Wanita memang seperti itu. Jika dia sedang marah pasti hanya ingin sendiri. Ibu harap kami jangan terlalu memaksa Bella. Nanti juga Bella akan pulang. Ibu yakin itu,” kata seorang ibu yang bernama Sukma itu dengan suara lembutnya.Bara tersenyum kecil sambil menunduk lalu melihat ibu mertuanya.“Iya, Bu. Bara usahakan tidak akan memaksa Bella. Ya, semoga saja Bella mau pulang secepatnya. Karena Bara tidak enak dengan mama. Mama juga nanti akan sedih jika tidak ada Bella di rumah. Ibu tahu 'kan? Kalau mama sayang banget sama Bella,”“Iya, ibu tahu itu. Nanti pelan-pelan ibu akan bujug Bella supaya dia mau pulang ke rumah,” ucap Sukma wanita lembut itu.Bara mengangguk paham.“Bella sih, tidak mau bercerita masalah apa yang menimpa kalian berdua. Tapi ibu yakin kalian berdua pasti bisa menyelesaikannya sendiri,” jelas Sukma ibu mertua yang baik hati.Bara lega ternyata benar apa yang di katakan Bella. Kalau Bella tidak bercerita kepada ibu tentang dirinya yang selingkuh.“Baguslah, Bu. Bara juga malu kalau ada masalah rumah tangga seperti ini. Sebenarnya ini hanya masalah sepele 'kok, Bu,” Dengan gampangnya Bara mengucapkan kalimat itu.“Sesepele masalah. Itu adalah masalah. Ibu harap kalian berdua cepat-cepat menyelesaikannya,” kata Sukma dengan tersenyum melihat Bara.“InsyaAllah, Bu. Kalau gitu Bara pamit pulang dulu, ya Bu.”Mobil Bara kini pergi dari halaman rumah yang di depannya terdapat sawah-sawah kecil. Malam itu Bara sangat bingung sekali. Bagaimana kalau nanti Bella benar-benar tidak pulang ke rumah. Pasti sang mama akan sedih dan jatuh sakit. Bara juga bingung akan mengatakan apa kepada mama soal Bella yang tiba-tiba kabur.Di tengah pikiran Bara yang sedang kacau. Ia membelokkan setir mobilnya menuju jalan yang berbeda. Ia tidak jadi pulang ke rumah. Arumsari adalah tujuannya malam ini. Bara tidak mau ambil pusing. Ia segera bergegas ke rumah kos-kosan sang wanita selingkuhannya.Menurut Bara Arum adalah sosok wanita yang bisa mendamaikan jiwa Bara. Bara sangat jatuh cinta dengan wanita janda itu. Meski Arum janda namun pesonanya sangat menarik kamu laki-laki yang melihatnya. Malam itu Bara bermain kasih bersama Arum.Aku tidak bisa tidur. Pikiranku sangat kacau sekali. Aku terus memikirkan kenapa Mas Bara bisa selingkuh dari aku. Aku berdiri menatap cermin. Tanganku meraba wajahku dengan ragu-ragu. “Apa aku ini tidak cantik lagi bagi Mas Bara?” tanyaku dalam hati. Mataku meneteskan air mata kesedihan. Wajah Arum tiba-tiba muncul di benakku. Mungkin Arum memang lebih cantik di banding aku. Wajah Arum yang terlihat dewasa. Alis tebal yang sempurna serta bibirnya yang memikat kaum Adam. Ya dia memang cantik. Tapi kenapa aku harus menjadi korban perselingkuhan. Kenapa Ya Allah? Aku sudah berusaha menjadi wanita Solehah. Aku berhijab karena ingin menjadi istri yang taat. Aku tidak ingin mengumbar aurat ku. Karena nanti suamiku yang akan di tanyakan nanti di akhirat. Ya Allah apa keputusan aku memakai jilbab ini adalah salah? Ya Allah memang aku akui sejak aku memakai Jilbab Mas Bara seperti risih denganku. Ia seakan tidak setuju aku berhijab. Tapi salahkah aku mencoba untuk lebih taat denga
Sejak semalam Mas Bara terus mengirim pesan Wa. Aku membacanya tapi tidak ku balas. Biarkan sajalah aku hilang respect dengan Mas Bara. Sore ini aku berniat pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah bukan karena aku ingin bertemu dengan Mas Bara tapi karena mama akan ke rumah. “Padahal aku masih kangen sama ibu. Tapi mau gimana lagi. Mama mau ke rumah jadi Bella harus pulang deh,” ucapku dengan memeluk ibu dari samping. “Udah nggak papa 'kok sayang. Kamu pulang itu taat dengan suami dan juga Mama. Mereka berdua yang saat ini memang penting. Mereka berdua harus kamu urus. Bukan begitu?” kata ibu dengan senyum damai. Aku mengangguk paham dengan apa yang di katakan ibu. Ya di sini aku bersama ibu juga karena aku ingin mendapatkan pahala. Namun aku juga harus mengurus mama mertuaku dan juga suamiku Mas Bara. Aku juga tidak tahu nanti di rumah akan seperti apa. Pasalnya aku sedang marah dengan Mas Bara. Tetapi kata Mas Bara aku harus bersikap pura-pura bahagia dan mesra di de
Aku duduk di kursi sambil bermain ponsel. Menunggu beberapa menit. Nanti aku akan keluar dan tidur di ruang tengah saja. Melihat wajah Mas Bara rasanya aku ingin muntah. “Kalau kamu nggak mau tidur di sini ya udah. Aku mau tidur dulu. Kalau kamu berubah pikiran nggak papa. Kamu boleh tidur di sini,” kata Mas Bara berkata lembut. Aku hanya diam dengan hati yang membatu. Dasar laki-laki sialan. Aku nggak terima kalau dia selingkuh dariku. *** “Mbak, bangun Mbak?” Suara Mirna membuat mataku terbuka sedikit. Aku melirik jam dinding yang ada di ruang tengah ini. Jam lima pagi. “Mbak, ibu Linda nggak sadar, Mbak. Kayaknya pingsan deh, soalnya Mirna bangunin dari tadi nggak mau buka mata, Mbak,” seru Mirna dengan raut gelisah. Aku sungguh kaget. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke kamar mama. Aku sangat berharap mama akan baik-baik aja. Kubuka pintu kamar mama dan wajah mama terlihat pucat sekali. Ini pasti karena mama terlalu kecapean. “Semalam mama t
Aku membuka mataku saat mendengar suara mama yang memanggilku. Ku lihat Mas Bara yang tertidur pulas. Aku langsung saja bangkit dari sofa dan mendekat sisi ranjang. “Iya, Ma ada apa?” tanyaku dengan lembut sambil mengucek mataku. “Mama pengin pipis,” jawab Mama dengan melihat ke arah toilet. “Kata suster, Mama pipisnya lewat selang dulu. Mama tinggal pipis aja ya langsung di ranjang ini nggak papa kok,” ucapku dengan lirih. “Nggak mau ah, Mama mau pipis di toilet aja. Mama nggak enak rasanya pipis di sini,” Mama melihat ke bawah dengan tidak nyaman. Aku pun terpaksa mencopot selangnya dengan hati-hati semampuku saja. Aku berusaha membuat mama berdiri dengan hati-hati. Ya Allah mama benar-benar membutuhkan aku sekali. Kalau sampai aku bercerai dengan Mas Bara. Pasti Mama sangat syok sekali. “Mama bisa pipis di sini beneran?” tanyaku dengan melihat Mama lalu ke melihat toilet. “Iya, mama mau pipis di dalem aja,” jawab mama sambil menunjuk dengan dagunya. Mama
Aku berjalan menuju ke ruangan ibu. Aku berjalan dengan langkah cepat karena aku sangat kesal sekali dengan Mas Bara. Dia lebih mementingkan perasaan Arum di banding mamanya sendiri. Dasar Mas Bara bener-bener sudah gila. Tanganku membuka pintu dengan pelan. Ku lihat mama yang tersenyum menyambut kedatanganku. Mama pasti sangat tidak sabar untuk memakan nasi goreng. “Alhamdulillah akhirnya Mama bisa makan nasi goreng ini,” seru mama dengan wajah sumringah melihat aku membuka bungkus nasi goreng. Mama memakan nasi goreng dengan lahap. Lalu menanyakan kepadaku dimana Mas Bara. “Mungkin Mas Bara pulang ke rumah. Nggak tahu juga sih Ma. Soalnya Bella udah nelpon tapi mas Bara nggak ngangkat. Mungkin Mas Bara nggak nyaman ma,” ucapku dengan lembut sambil melihat mama yang lahap makan nasi goreng. “Hm, gimana sih Bara, masa kamu di tinggal disini sendirian,” gerutu mama. Setelah satu jam mama makan dan berbincang sedikit. Kini mama mengantuk dan akhirnya tidur. Aku ya
“Selamat datang di rumah, Ma,” ucap Mas Bara dengan sumringah. Dia membawa kue dengan tulisan i love you mama. Aku pira pura tersenyum sesaat. Dia benar benar pintar berakting. “Kamu udah pulang ya kerjanya?” tanya.mama. “Iya ma. Hari ini sengaja bara pulang cepet supaya bara bisa melihat mama. Maaf ya ma. Kemarin bara tiba pulang aja ke rumah. Padahal mama udah nunggu nasi gorengnya. Soalnya bara suntuk banget ma di rumah sakit. Jadi bara pulang ke rumah. Maaf banget ma,” jelas Mas Bara dengan wajah bersalah. Mama yang seorang perempuan pasti luluh ketika Mas Bara memasang wajah memelas seperti itu. Mama mengelus pipi Mas Bara dengan lembut dan berkata kalau mama baik baik saja. Bara langsung saja memberika kue untuk mama dan mama sangat senang. Aku hanya bisa melihat tontonan drama yang sangat licik di depan mataku sendiri dengan sangat nyata. Kini kami semua masuk ke dalam rumah dan aku mengantar Mama untuk masuk ke dalam kamar. Sementara Mas Bara membereskan bar
Aku menyiapkan semua keperluan untuk pergi ke Padang. Tanganku dengan cekatan melipat baju-baju dan yang lain. Aku masukan semuanya dengan rapi ke dalam koper besar. “Bella, Kamu lihat kemeja aku nggak? Warna abu-abu itu loh,” Mas Bara terlihat mengacak-acak lemari dengan cepat. “Ya kamu cari sendiri dong, Mas. Aku mau bantuin mama buat siap-siap,” ucapku dengan jutek lalu berdiri. “Bella, Kamu jangan gini dong! Bantuin suami kek, suami mau pergi masa kamu nggak mau bantu beresin barang-barangnya. Katanya istri Solehah,” sindir Mas Bara dengan mendekat ke telingaku. Aku mendengus kesal. “Oke, aku akan bantuin kamu. Ini karena aku taat sama kamu ya. Bukan berarti aku tidak marah kamu selingkuh,” ucapku dengan tegas. “Bella, aku tuh nggak jahat loh, sama kamu. Aku ini masih menganggap kamu sebagai istriku. Karena aku sayang sama kamu Bella,” jelas Mas Bara dengan melihatku membereskan baju-bajunya. “Kalau sayang kenapa harus selingkuh, Mas?” tanyaku dengan jela
Mas Bara masuk dengan wajah berbinar meski mulutnya tertutup. Namun aku tahu Mas Bara menyembunyikan kebahagiaan di dalamnya. Aku yakin sekali dia tadi berbincang di telfon dengan Arum. “Siapa, Bar yang nelpon?” tanya mama dengan wajah santai. “Oh,” Tangan Mas Bara menggaruk telinga. “Itu tadi bos, ma. Katanya dia seneng banget programku di tv tentang wawancara sama youtuber terkenal itu jadi ratingnya naik, ma. Ya, semoga aja ratingnya bisa naik terus dan aku nggak kehabisan ide buat wawancarai artis siapa lagi,” jawab Mas Bara berpura-pura santai. Aku bisa melihat gelagatnya benar benar sudah bisa di tebak. “Oh ya, syukurlah kalau begitu. Tetapi semoga kamu jangan sampai lupa sama Bella. Biasanya kan kalau suami sibuk jadi lupa sama istri,” kata mama dengan wajah menyindir. “Oh nggak lah, ma. Bara nggak mungkin lupa sama istri Bara yang cantik dan Solehah. Iya kan Bella?” kata Bara melirikku. “Hehehe, iya ma. Mas Bara selalu romantis sama Bella,” tambahku sam
BAB 45 “Kamu gimana sih, Mas? Kenapa malah aku yang harus jagain mama kamu?” Keluh Arum saat sudah pulang dari rumah sakit. Ia benar benar kelelahan sekali. “Heheh, maaf ya, habis gimana dong. Kan aku mau kerja. Siapa lagi kalau bukan kamu. Bella di telfon juga nggak di angkat,” kata Mas Bara dengan santai terus melihat ekspresi kasihan Arum yang membuatnya lucu. “Kayaknya nih, ya Mas, Bella sengaja deh mau ngerjain aku,” kata Arum sambil menuangkan air panas di cangkir yang berisi bubuk kopi. “Sengaja gimana maksud kamu?” tanya Mas Bara bingung. “Iya, lah dia sengaja bikin aku supaya ke rumah sakit terus nemenin mama kamu deh, gila ya mas. Aku tuh bener bener cape banget.loh, memenuhi semua keinginan mama kamu. Udah gitu apa yang di minta mama kamu itu ada yang bikin kesal banget. Kaya ngebacain dia majalah,terus juga koran. Ngupasin buah apel, buah anggur. Buah anggur aja minta di kupas mas. Ya Allah. Cape banget deh aku,” kata Arum dengan memijat sendiri pundakny
BAB 44 “Mama kenapa bisa begini, Bel?” Tanya Mas Bara dengan cemas. “Iya Mas, nggak tahu katanya dadanya sesak,” ucapku dengan cemas. Melihat mama yang kini hanya terdiam tidak bisa berbicara panjang lebar. “Ya udah, bara akan telfon dokter untuk ke sini ya,” ucap Mas bara dengan cepat. Sungguh aku takut banget kalau mama kenapa-kenapa. Aku terus memijat lengan mama dengan lembut sambil menunggu kedatangan dokter. Kini sang dokter datang dan ternyata mama di suruh di rawat di rumah sakit. “Memangnya nggak bisa disini aja ya dok?” tanyaku kepada dokter. “Nggak bisa Bu, maaf sekali karena kondisinya benar benar tidak baik,” jawab dokter itu. Akhirnya aku dan Mas Bara sepakat membawa mama ke dokter. Mungkin aku harus sabar lagi. Seperti biasanya aku menemani mama di rumah sakit. Sungguh aku sangat sedih sekali. Malam ini mama terus menerus minta ini dan itu. Aku merasa tidak di berikan waktu untuk istirahat. “Ma, udah ya ma. Aku mau istirahat dulu ya, ma,”
“Kaget ya? ada aku disini?” tanya Arum dengan kedua mata berlensa itu terbuka lebar melihatku. “Kamu ngapain disini Arum?” tanyaku masih belum mengizinkannya masuk. “Ya, mau ketemu Mas Bara dong, masa mau ketemu kamu sih,” kata Arum dengan wajah kesal. “Nggak bisa Arum, kamu harus pulang sekarang juga,” tegasku dengan cepat di hadapannya. “Siapa, Bel?” tanya mama dengan mendekat ke arahku. “Oh ini, Ma,” ucapku lalu terpaksa membuka pintu dengan lebar lebar. “Sore, Tante, saya mau ketemu sama produser Bara ada? Saya mau tanya tanya tentang casting film,” ucap Arum dengan sok ramah. “Oh, iya iya silahkan masuk,” seru mama dengan cepat dan mempersilahkan Arum masuk. Arum seketika itu melihatku dengan sinis dan ia langsung saja duduk di sofa ruang tamu ini. “Kalau gitu biar mama yang panggil Bara ya, kamu disini aja Bel,” kata Mama kepadaku. Lalu dia langsung pergi ke kamar Mas Bara. Setelah mama pergi. Aku kembali melihat Arum dengan wajah sinis ya. “K
Hari ini Mas Bara tidak pulang malam seperti biasanya. Mas Bara pulang jam setengah tujuh. Aku menyambutnya dengan ramah. Kucium punggung tangan Mas Bara yang penuh dengan kerja keras itu. Aku buatkan dia minuman hangat berupa STMJ susu telur madu jahe. Pasti dia suka sekali. “Ini Mas, buat kamu. Supaya badan bisa lebih hangat,” ucapku kepada Mas Bara sambil memberikan cangkir kecil ini. “Apa ini, Bella?” Tanya Mas Bara melihat minuman yang berwarna kuning kecoklatan itu. “Itu susu telur madu jahe mas,” jawabku tersenyum. “Hem, enak banget baunya,” hidung Mas Bara di dekatkan kepada cangkir. Kini Mas Bara langsung menyeruput minuman itu dengan nikmat. “Gimana enak 'kan Mas?” tanyaku penasaran. “Hem, mantap! Enak banget, satu cangkir aja sih nggak cukup kayaknya,” seru Mas Bara sambil melihat cangkir yang di pegangnya. “Masih banyak kok, Mas di dapur,” jawabku dengan lembut. Kebahagian seorang istri itu begitu sederhana. Mendapatkan pujian dari sang s
Pagi hari yang cerah. Aku bersyukur kali ini Mas Bara berada di sampingku. Kebahagian sederhana adalah ketika bangun tidur dan menengok melihat teman hidup di samping kita. Itu saja sudah sangat bersyukur. Kondisi Mas Bara mulai membaik meski agak pusing sedikit katanya. Mama juga sangat mewanti-wanti sekarang kalau Mas Bara pergi pasti dia selalu mengingatkan agar berdoa dan pasang sabuk pengaman. “obatnya udah di minum 'kan Mas?” tanyaku kepada Mas Bara yang sibuk menata kertas kertas untuk di masukan ke dalam tasnya. “Iya, udah aku minum, Bel,” jawab Mas Bara singkat dengan menutup tas kerjanya. “Oh, Iya Mas. Ini ada bekal buat makan siang,” ucapku tersenyum sembari memberikan kotak yang sudah ku isi dengan makanan kesukaan Mas Bara. Mas Bara terlihat bingung sesaat melihat kotak yang masih aku pegang ini. “Tadi udah di bawain bekal sih, sama Arum,” tangan Mas Bara menggaruk kepala bagian belakangnya. Aku mengernyit penasaran. “Bekal dari Arum? Arum ke s
*** “Assalamu’alaikum?” ucapku yang sudah ada di ruang makan. “Walikumsalam, Bella,” jawab Mama sambil tangannya di cium olehku. “Loh? Bara mana? Kenapa kamu sendirian aja?” tanya Mama dengan melihat ke belakangku. “Iya, Ma. Tadi Mas Bara tiba tiba di telfon sama bosnya. Ya otomatis aku harus pulang sendiri deh, ma. Tapi nggak papa kok, ma,” ucapku dnegan berbohong kepada mama. “Ya sudah sini duduk, dulu,” ajak mama dengan melihat tempat duduk yang kosong di sebelahnya. “Jadi gimana kamu di hotel? Aman kan semuanya? Enak nggak disana?” tanya mama kepadaku dengan antusias. “Iya, Ma. Enak banget disana. Aku seneng banget bisa menghabiskan waktu bersama Mas Bara,” jawabku dengan senyum manis yang di buat buat. “Syukurlah, Bella. Semoga tahun ini ya, kamu bisa hamil. Amin ya Allah,” ucap mama dengan penuh harapan. Wajahnya melihatku dengan hangat. Aku memegang tangan mama dengan lembut. “Insya Allah doa mama terkabul ya, ma..Bella akan mengusahakan keinginan
Hari ini aku sudah siap dengan segalanya. Perasaan itu akan aku jaga. Aku akan berusaha untuk tenang nantinya. “Kita langsung jalan aja ya sayang,” kata Mas Bara dengan pakaian santai. Namun ia membawa pakaian untuk nanti akad. “Yaudah, yuk!” jawabku mencoba tegar. Aku dan Mas Bara sudah mengatakan kepada mama di hari sebelumnya. Kalau kita berdua akan pergi berdua saja ke sebuah wisata pantai. Mama percaya dan sangat senang melihat kemesraan aku dan Mas Bara kala itu. Lebih tepatnya adalah kemesraan palsu. “Sudah siap, ya?” sapa mama yang melihat aku dan Mas Bara dengan bergandengan tangan dan berpakaian santai namun tetap terlihat keren. “Kalau gitu Bella sama Mas Bara berangkat ya, Ma,” ucapku sambil tersenyum. Ya Allah maafkan aku, Ma. Aku berbohong demi kebaikan mama juga. “Ya sudah kalian hati-hati ya di jalan. Yang lama juga nggak papa. Sekalian honeymoon juga nggak papa kok. Pulangnya nanti besok aja, ya kan? Bara kamu pesen hotel dong nanti di sana. Yah y
Aku sudah sangat siap bertemu dengan Arum. Kulihat diriku di bayangan cermin. Gamis panjang dan kerudung segiempat yang menutupi dada. Sementara wajahku yang bersih dan putih aku biarkan tanpa bedak. Aku hanya memakai sedikit pelembab dan krim agar terlihat lebih segar. Kedua bulu mataku memakai maskara supaya mata ini terlihat lebih bagus. Kini aku sudah sampai di sebuah kafe yang terlihat hanya ada beberapa orang saja. Aku memasuki kafe itu dan aku naik ke tangga. Karena aku sudah memesan tempat di atas. Kakiku sudah sampai di lantai atas. Kulihat pemandangan hiruk pikuk jalanan terlihat ramai. Angin segar juga menyapaku di tempat ini. Aku duduk dengan tenang. Hati ini ada sedikit rasa gugup. Tetapi aku berusaha tenang dengan cara beberapa kali menghirup nafas dan mengeluarkannya lembut. Sekitar sepuluh menit dua minuman sudah datang di meja. Cangkir itu berisi kopi dan dua kue kecil yang ada di atas piring terlihat cantik. Hari ini aku akan bertemu seorang peremp
“maksud kamu, aku bisa menjalani poligami ?” tanyaku dengan serius. “Iya kamu bisa,” kata Ayu dengan yakin. “Lagian nih ya. Kalau kamu mundur itu emang bisa buat kamu bahagia? Belum tentu kan? Kamu masih harus memulai dengan yang baru. Kalau kamu maju juga nggak ada yang salah kan? Kalau kamu maju mempertahankan rumah tangga kamu. Kamu bakalan dapat pahala yang lebih besar. Kamu merawat mama mertua dengan sabar. Kamu juga menjadi istri yang di madu. Tapi kamu tetap sabar. Ya udah sih, tujuan kita hidup di dunia ini kan untuk akhirat kelak. Bukan untuk egoisnya kita. Kalau kita egois mungkin udah dari dulu kamu cerain Bara. Tapi ini kamu mikirnya untuk kebaikan kamu di akhirat nanti. Jadi kamu nggak usah mundur,” jelas ayu dengan yakin. “Toh, kalau kamu maju Mas Bara juga masih sayang kan sama kamu. Jadi untuk apa juga kamu mundur?” Ayu seolah meyakinkan aku untuk tetap mempertahankan rumah tangga. “Makasih ya atas semua nasihat kamu, Yu. Aku akan pikir matang-matang ten