Derasnya suara hujan dan gemuruh petir yang menghiasi langit malam tanpa bintang dan bulan mengisi keheningan di antara keduanya meski sudah dua jam berlalu. Semakin malam, angin yang bertiup semakin kencang, membuat Kaline terus mengeratkan tubuhnya yang basah pada selimut tebal yang dibawa Pangeran Cliftone.
Gadis itu tidak lagi menangis. Hanya diam menatap kosong rerumputan basah yang menghampar di depannya. Pun dengan Pangeran Cliftone yang sama sekali ta bergerak atau bahkan menimbulkan suara sedikitpun. Pria itu hanya berjongkok di samping Kaline dalam diam.
“Kau tahu apa yang terjadi, Cal?” tanya Kaline pada akhirnya, meski suaranya terdiam derasnya hujan, Pangeran Cliftone dapat mendengarnya dengan baik. Ia bahkan menangkap bagaimana getaran ketakutan di suara gadis itu.
Pangeran Cliftone menoleh, menatap Kaline dengan tenang. “Melihat kondisimu saat ini, Putri. Aku yakin bukan sesuatu yang baik.” Ia menjawab dengan suara rendah y
Berbeda dengan sayembara-sayembara sebelumnya dimana hanya didirikan tenda-tenda sederhana di tengah lapangan luas bersama dengan ratusan penduduk yang bersedia berpanas-panasan, sayembara yang dilakukan di Eans jau g berbeda dari sebelumnya.Tidak dilapangan. Kali ini, mereka melakukannya di dalam balai kota nan luas yang megah dengan susunan bata ciamik yang terlihat unik bersama dengan ribuan lilin yang bergantung rapi di langit-langit ruangan yang tinggi.Para bangsawan dari berbagai daerah berkumpul, menikmati jalannya sayembara dengan konsep pesta dansa yang terlihat sangat elegan bersama alunan musik yang tenang.Tentu saja detail kecil seperti gaun-gaun hingga perhiasan yang dikenakan tidak kalah pentingnya. Kini, ribuan bangsawan dengan sebelah tangan yang menggenggam gelas berkaki tinggi berisikan wine ternama di dalamnya sibuk memamerkan gaun-gaun mereka secara tersirat.Gaun-gaun dengan temapahan khusus oleh desainer
“Apa kau sudah terlepas dari bayang-bayang ayahmu, Nak?”Beberapa menit berselang, akhirnya Pangeran Antheo menunjukkan ekspresi dengan tersenyum canggung yang disusul dengan kekehan pelan. “Saya tidak mengerti maksud Anda, Duke.”Senyuman penuh makna senantiasa melekat pada wajah pria tua itu. Sama sekali tidak menunjukkan aura licik yang dapat menerkam seseorang. “Kau dan ayahmu adalah dua orang yang berbeda meski kalian mempunyai darah yang sama. Bahkan diri sendiri juga terkadang terbelah menjadi dua kubu, apalagi dua kepala yang sama sekali tidak terhubung, bukan begitu?”Duke Salier sama sekali tidak memberikan celah bagi Pangeran Antheo untuk mengintrupsinya karena pria tua itu kembali berbicara, “Berhentilah berusaha menjadi ayahmu. Kau dan dia adalah seseorang yang berbeda. Aku sudah tua, telah melihat banyak kepalsuan di dunia ini, salah satunya adalah senyummu.”Tepat setelah perbincangan itu, Duk
Senyuman manis tak pernah sekalipun tertinggal di wajah pria dengan manik madu yang menyipit itu. Tidak seperti cuaca hari ini yang terlihat berawan mendung, wajah pria itu terlihat amat hangat, seakan-akan mempunyai matahari sendiri.“Kau terlihat amat bahagia, Pangeran.” Suara Kaline menginterupsi Pangeran Rex, membuat pria itu sedikit terpanjat kaget.“Ah ….” Pangeran rex mengacak-acak rambutnya. Gadis bermanik abu-abu itu dapat melihat dengan jelas kuping Pangeran Rex yang memerah lantaran menahan rasa malu. “Aku pasti terlihat sangat konyol karena terus tersenyum, Putri.”Kaline terkekeh kecil. Meski sebenarnya ia juga merasa aneh lantaran Pangeran Rex terus tersenyum, gadis itu memilih untuk tidak mempermasalahkannya lebih lama.Seperti yang sudah gadis itu duga, pemenang sayembara kali ini adalah Pangeran Rex. Di otak Kaline saat ini, ada perkiraan dua hal yang membuat Pangeran Rex tampak begitu senang; ia
Suatu di pertengahan musim dingin. Saat itu cuaca amat tidak bersahabat. Badai angin terus menyerang negeri bermaskot singa selama beberapa hari, membuat segala aktivitas di luar ruangan terhenti total.“Ini adalah kutukan!” seru seorang pedagang yang terpaksa menutup tokonya selama seminggu penuh, hanya makan beberapa biskuit dalam sehari.“Dewa tengah mengutuk negeri kita. Lihatlah badai itu! Lebih mirip seperti amukan Dewa yang tak akan berhenti sebelum kita memohon ampun.” Seseorang dari rumah lain turut berucap, memandangi angin kencang yang turut membawa gerobak-gerobaknya dari celah rumah kayu.“Ini semua karena Putri Mahkota. Dia adalah jelmaan iblis! Jika kita tidak membawanya sebagai tumbal kemarahan dewa, sudah pasti semua ini tidak akan terjadi.”Bisik-bisik antar mulut itu telah memenuhi seluruh penjuru negeri tak terkecuali Istana Negeri Singa. Entah siapa yang pertama kali mengatakannya, namun
Pangeran Rex menutup buku dongengnya yang telah ia baca dengan lantang sambil tersenyum puas, menampilkan deretan giginya yang tersusun dengan rapi.“Ceritanya sudah tamat, Putri,” ucapnya dengan penuh semangat, menatap Kaline dengan penuh binar bahagia tanda kepuasan.Kaline yang duduk di samping Pangeran Rex itu mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha mengusir rasa takut yang merasuki pikirannya. Sebuah dongeng tentang Putri Mahkota yang berakhir tragis dengan dibakar hidup-hidup.Cerita itu tidak terdengar seperti dongeng pengantar tidur baginya.“Apa benar cerita itu adalah dongeng pengantar tidur, Pangeran?” tanya Kaline dengan wajah kebingungan. Membayangkan ia harus mendengarkan cerita tragis itu sebelum tidur, Kaline bisa saja b
Semuanya sudah siap. Koper-koper tempatnya meletakkan gaun-gaun serta perhiasan lainnya telah diletakan di kereta terpisah yang dua kali lebih besar daripada kereta yang membawanya.Sebenarnya, satu kereta khusus yang ditugaskan untuk membawa barang-barangnya tidaklah cukup. Buktinya, satu lagi koper besar berisi berbagai macam cinderamata yang diberikan para bangsawan terbaring di antara kaki Kaline dan Narin yang tidak nyaman.Kepulangan Kaline 2 hari lebih cepat daripada yang sudah direncanakan sebelumnya. Demi kembali ke Eargard lebih cepat, gadis itu harus membatalkan kunjungan ke peternakan sapi perah dan akan menjadwalkan kembali dalam waktu dekat.Itulah kenapa, mereka terlihat amat kesulitan sekarang. Semuanya dipersiapkan secara mendadak dan terburu-buru. Puluhan kereta pengangkut barang telah
Kaline termenung selama beberapa saat. Menatap lurus seorang pria yang berdiri tegak di depannya tanpa ekspresi. Jika dilihat dari gerak-geriknya yang terlihat biasa saja, pria itu sama sekali tidak berniat menjelaskan sesuatu.Mau tak mau, Kaline haus memulainya terlebih dahulu. “Apa yang kau lakukan disini, Pangeran? Kau tidak mengikutiku, bukan?” tanya Kaline jelas terlihat tak senang.“Kita tidak berada di pertemuan formal, Putri. Jadi tolong panggil aku Cal. Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu jika kau tidak memanggilku Cal.”Perkataan yang keluar dari mulut Pangeran Cliftone sontak membuat Narin dan beberapa prajurit yang berdiri di dekat mereka kebingungan.Tidak disangka Pangeran Cliftone dan Putri Kaline sudah seakrab ini. Begitulah kira-kira yang ada di kepala mereka sekarang.Gadis itu terlalu malas untuk berdebat tentang hal-hal yang tidak penting apalagi jika lawannya adalah vampir menyebalkan ini. Dengan
Letak toko penyihir yang hendak dikunjungi Kaline ternyata lebih jauh dari yang ia duga, terlebih mereka harus berjalan kaki melewati jalanan yang semakin jauh semakin tak berbentuk.Kini, tidak ada lagi jalan setapak yang ditimbun bebatuan, hanya lumpur kekuningan yang amat licin dengan beberapa lubang yang cukup dalam.“Apa mereka mengambil jalan yang benar?” tanya Kaline menatap ragu belasan prajurit yang sudah berjalan beberapa meter di depan mereka, melewati lumpur licin tanpa kesulitan berarti meski ada beberapa yang hampir terpeleset.Mendengar itu, Pangeran Cliftone tersenyum samar ditambah dengan Kaline yang terus mengeratkan tubuhnya pada juah pemberian pria itu yang terlihat kebesaran, membuat tubuh mungil gadis itu tenggelam.Terlihat menggema
Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Saat malam gelap lagi-lagi menurunkan hujan gumpalan es pertama yang kali ini disambut dengan penuh kegembiraan.Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Sebuah penikahan akan dilaksanakan.“Cal, apa kau baik-baik saja?” tanya Kaline khawatir, menatap Pangeran Cliftone yang berdiri di sebelahnya sebagai seseorang yang beberapa detik lagi akan dinikahi.“Kau tahu aku telah-”“Aku telah memaafkanmu,” potong Kaline, kembali mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Pangeran Cliftone yang sempat melonggar.“Kau bisa membatalkannya sebelum acaranya dimulai,” ucap Pangeran Cliftone untuk yang kesekian kalinya.Lagi-lagi, Kaline menggeleng dengan tegas. “Tidak akan ada yang dibatalkan, Cal. Aku akan menikahimu.”Pangeran Cliftone membuang napasnya dengan kasar. Ada perasaan campur aduk yang sedari tadi hinggap di dalam dir
Kaline membelalak. Tepat sebelum panah yang dilepaskan Zed mengenai tubuh Pangeran Antheo, peri-peri bersayap merah beterbangan secara acak, membakar panah itu hingga tak bersisa.“Sial!” Pangean Rex menggerutu kesal. Maniknya yang kecoklatan seperti madu berubah menjadi kuning terang. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba saja muncul.Gawat. Pangeran Rex akan berubah menjadi serigala.“Pangeran, awas!” seru Kaline, berusaha mengalihkan perhatian Pangeran Antheo yang fokus memerintah para peri itu sehingga tak menyadari Pangeran Rex dengan tubuh serigala yang beringas berdiri tepat di belakangnya.Satu ayunan penuh amarah keluar, seakan mengajak Pangeran Antheo berduet dengannya yang langsung diterima Pangeran Antheo tanpa keberatan.Sementara Kaline yang masih terikat di pohon berseru panik. Ingin sekali ia curi pisau kecil yang terselip di antara celana Zed, namun mustahil karena kini, kuku-kukunya sudah berubah menjadi panjan
Kedua tangan itu menggenggam setir mobil dengan kuat. Nyeri di ulu hatinya sama sekali tak mereda. Meski begitu, tidak akan ada satupun air mata yang membasahi pipinya. Waktunya sudah habis. Gadis yang dicintainya akan bertunangan dengan seseorang. Seseorang yang jauh lebih baik darinya. Seseorang yang bisa menyampaikan perasaannya. Bukan dengan seorang pengecut seperti dirinya yang seumur hidup hanya berani melihatnya dari jauh. Kaline, seorang perempuan yang tinggal di depan rumahnya. Mereka tumbuh bersama. Cal melihat semuanya. Bagaimana lucunya gadis itu saat balita hingga kini tumbuh menjadi seorang perempuan jelita. Selama itu, ia tak melakukan apapun. Bahkan tidak sekalipun ia pernah menyapanya. Cal adalah seorang pengecut. Dulu maupun sekarang. Dalam kecepatan mobil yang tinggi dan terus berjalan, pandangannya terkunci pada sebuah restoran tiga lantai. Disanalah, harapannya akan benar-benar berakhir, kala seorang pria menyematkan cincin indah
Napas Kaline teramat sesak. Dalam kondisi terikat pada pohon besar seperti sekarang, Kaline nyaris tidak dapat melakukan apapun jika saja mulutnya ikut tertutup.“Apa yang kau lakukan?” tanya Kaline penuh amarah saat Pangeran Rex mendekat dengan senyuman memuakkan.Bagaimana bisa pria itu tersenyum setelah hal gila yang ia lakukan?“Ssstt … tidak perlu marah, Putri. Aku hanya ingin membuat namamu abadi. Setelah ini, aku yakin tidak akan ada yang berani melupakanmu,” ucapnya dengan penuh kebanggaan sambil menumpahkan sebotol minyak berbau menyengat tepat di bawah kaki Kaline.Dari ujung mata gadis itu, dapat ditangkap pergerakan Pangeran Antheo dan Cliftone yang mengendap-endap menuju tempat yang saling berlawanan. Langkah Pangeran Antheo perlahan mendekati seorang penyihir tua yang sedang fokus bertapa, sedangkan langkah Pangeran Cliftone menjauhinya.Rencana mereka harus berhasil.“Kau akan menyesali per
“Aku bersumpah aku tidak tahu apapun tentang ini!” seru Pangeran Antheo dengan frustasi.Ini sudah lebih dari dua puluh kali Kaline dan Pangeran Cliftone menanyakan hal yang sama, terus membuat posisinya semakin terpojok.Pangeran Antheo mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tidak tahu apapun soal ini. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih bertanya-tanya bagaimana bisa peri-peri itu berada di luar kendalinya.“Kau sendiri yang mengatakan bahwa hanya dirimu yang bisa mengendalikan peri-peri itu, Pangeran. Jangan berbohong.” Kaline terus mendesaknya. Meski Pangeran Antheo tidak bisa melihat apapun sekarang, ia yakin kini Kaline sedang memandangnya dengan tajam.“Demi negeriku, Putri. Aku tidak tahu apapun soal ini. Peri-peri itu, aku tidak tahu apapun!” seru Pangeran Antheo sambil menjambak rambutnya untuk mengalihkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya.“Sudahlah, Putri. Kau tahu dia bukan pelak
Lenguhan ringan beberapa kali keluar dari mulut Kaline. Kepalanya terasa seperti baru saja ditimpa oleh sesuatu yang berat dan memang benar adanya, di dahi gadis itu sekarang, sudah ada benjolan sebesar setengah bola pingpong. Bau busuk asap pertama kali masuk ke dalam indera penciumannya saat gadis itu terbangun. Kedua tangan dan kakinya terikat dengan kencang, membuat gadis itu harus bersusah payah untuk menyandarkan tubuhnya pada dinding di tepi ruangan kecil ini. “Ah … akhirnya ada yang terbangun juga.” Suara ringan itu membuat Kaline kembali was-was. Di dalam kegelapan seperti ini, ia tidak bisa melihat apapun kecuali … dua sinar kecil berwarna merah di ujung ruangan. “Cal, apa itu kau?” tanya Kaline dengan hati-hati. “Ya … syukur kau masih mengingatku. Aku pikir kau akan hilang ingatan setelah dipuku oleh bata, Putri,” jawab pria itu dengan candaan yang sama sekali tidak lucu. Kaline memilih untuk tidak lagi menimpali ucapan pria
Kantung mata yang mulai menghitam itu sama sekali tidak dipedulikan oleh Pangeran Antheo. Sudah seminggu lebih ia hanya tidur selama 2 jam. Malam panjang yang seharusnya digunakan untuk istirahat ia habiskan bersama lima ekor peri nakal yang kini sudah kembali terkurung didalam sangkarnya.Kini, saat samar-samar fajar telah terlihat, Pangeran Antheo akan kembali ke Istana Eargard dengan wajah lelah.Ada jeda waktu lima hari tersisa sebelum sayembara akan kembali dimulai. Lima hari yang harus dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk membuat monster-monster kecil di dalam sarang itu patuh padanya. Setelah ia berhasil mengendalikan 5 peri penghancur ini, ia akan kembali mengirimkannya ke penjara bawah laut.Langkah jenjang pria itu perlahan-lahan melambat kala mendengar sesuatu yang mencurigakan.Jelas sekali tadi terdengar beberapa langkah kecil di belakangnya. Meski pendengaran Pangeran Antheo tak begitu tajam, bahkan saat ia sengaja berjalan denga
Sinar bulan purnama malam ini tampak amat terang, seakan-akan cahayanya mampu menerangi 4 orang yang kini sedang bersembunyi diantara semak belukar, membiarkan tubuh mereka menjadi santapan empuk nyamuk yang kelaparan.Kaline terus berdoa dalam hati, harap-harp Narin tidak memasuki kamarnya malam ini agar tidak ada yang tahu bahwa Putri Mahkota Eargard diam-diam menyusup pergi menguntit Pangeran Antheo.Tentu saja, jika aktivitasnya bersama 3 pria ini ketahuan dan beritanya menyebar, merekaa terpaks mendekam di istana selama berbulan-bulan untuk menghindari hujatan masyarakat. Menguntit adalah tindakan yang berbelok dari tata krama. Siapapun bangsawan yang menyalahi tata krama akan dianggap tidak memiliki adab dan dikucilkan oleh masyarakat dan tentu saja itu tak boleh terjadi mengingat posisi Kaline sebagai Putri Mahkota yang seharusnya dihormati.
malam sebelumnya Tatapan penuh permusuhan itu tampak dengan amat jelas di antara kedua tanganya. Meja bundar sebagai penengah itu agaknya terlampau kecil untuk menghalau aura menegangkan diantara keduanya. Tidak, di meja itu tidak hanya ada mereka berdua. Seorang wanita tua dengan punggung yang sudah membungkuk ada di antara keduanya dengan senyuman licik yang tak kunjung pudar. Selain itu, Zed juga dengan setia berdiri di belakang Pangeran Rex. “Jadi, seberapa jauh yang kau tahu?” tanya Pangeran Rex dengan dingin, membuka suara untuk pertama kalinya. Mata menyala yang terus berkilat itu tak gentar membalas tatapan tajam dari manik bak madu milik Pangeran Rex. Jika saja ia bukan seorang vampir, sudah pasti ia akan meminum teh hangat di hadapannya untuk mengulur waktu, bermaksud membuat Pangeran Rex tersulut emosi. “Aku tidak bisa mengukur jika tidak tahu batasan ukurannya, Pangeran. Jika kau menginginkan jawabannya, kau harus memberitahuku sej