“Ya ampun, Shan. Ngapain, sih?” tanya Elaine pada sahabatnya.
Sudah dari kemarin Shani ada di Jakarta. Memang mereka berencana untuk merayakan ulang tahun Elaine. Padahal Elaine menolak untuk mengadakan acara untuk dirinya. Tapi kedua sahabatnya itu bersikeras untuk merayakannya bersama.
“Shan, gue bukan bocah lagi. Nggak usah beginian, deh. Sayang duit,” ucap Elaine.
Saat ini Elaine dan Shani sedang berada di salah satu butik pakaian di sebuah mall besar di Jakarta. Shani sedang memilihkan baju untuk dikenakan Elaine malam ini. Karena rencananya mereka bertiga akan mengadakan makan malam spesial.
“Emang kita bakal makan-makan di mana, sih? Ngapain pakai dress begini? Udahlah pakai kemejaan aja. Emangnya kita makan malam bakal formal gitu?” cerocos Elaine.
Sayang, Shani tak menanggapinya. Dia sibuk memilih dan mencocokkan baju untuk sahabatnya itu.
“Shani!” sentak Elaine, karena merasa kesal di
Seorang laki-laki yang mengenakan tuxedo berwarna hitam masuk ke dalam ruangan private tersebut. Salah satu tangannya dia semnunyikan di belakang badannya. Kakinya tegap melangkah, menghanpiri Elaine yang sedang duduk dengan wajah kaku.Laki-laki itu tersenyum manis, sangat manis. Dia sangat senang ketika melihat perempuan yang sedang terduduk itu. Wajah kakunya saja sangat cantik. Kemudian dia berhenti dan berdiri di samping Elaine.Pandangan Elaine terus mengikuti ke mana laki-laki itu berada. Kini dirinya mendongak, memandang laki-laki itu. Elaine menelan salivanya, hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang. Karena lidahnya masih terasa kelu, saking terkejutnya dengan kemunculan sosok laki-laki itu.“Selamat ulang tahun,” ucapnya dengan suara bass. Laki-laki itu memberikan satu buket bunga lily putih, yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang tubuhnya.Elaine masih terpaku, matanya kini mengarah pada bunga tersebut.“Nggak ma
“Len, gue bener-bener serius. Lo mau jadi temen hidup gue, kan?” tanya Darell.Jika ditanya bagaimana perasaan Darell saat ini. Tentu saja gugup. Ucapannya tadi itu benar-benar tulus dari hatinya. Dia ingin mengajak gadis yang ada di depannya ini untuk menjalani hubungan yang lebih serius.Jantungnya benar-benar berdegup kencang. Netranya menatap dalam manik hitam milik Elaine. Manik itu sangat indah. Badannya sedikit menegang, menunggu jawaban dari Elaine.“Rell,” panggil Elaine, yang matanya kini berkaca.“Ya?” sahut Darell. Menelan salivanya kasar, badannya kini terasa panas. Bukan karena marah, tapi karena gugup.“Ini apa?” tanya Elaine. Gadis itu mempertanyakan benda yang melingkar di jari manis kirinya. Terlihat dia sangat terkejut dengan heran dengan hal itu.“Ini? Ini bukti kalau gue mau serius dan berkomitmen sama lo. Lo mau jadi temen hidup gue, kan?” tanya Darell mengulan
Satu minggu setelah ulang tahun Elaine dan momen penting juga bersejarah bagi Elaine dan Darell. Mereka belum pernah bertemu kembali. Hanya berkomunikasi via telepon atau bahkan chat saja. Hal itu disebabkan karena kesibukan Elaine dan Darell di tempat kerja.Darell yang terus melakuakn pertemuan dan juga rapat dengan beberapa rekan bisnisnya. Sedangkan Elaine masih harus berkutat pelaporan hasil penelitiannya. Akhirnya, setelah beberapa lama Elaine bisa menyelesaikannya. Rencanya hasilnya ini akan di bawa rapat dua hari ke depan.“Ah, selesai!” erangnya. Elaine merentangkan kedua tangannya ke atas. Kemudian ponselnya berdering.Elaine langsung meniliki layar ponsel miliknya. Kemudia matanya membulat ketika mendapati nama Darell di sana. Buru-buru Elaine meraih ponselnya dan menerima telepon tersebut. Elaine beranjak dan berjalan menjauh dari kubikelnya.“Halo,” bisik Elaine. Tangan kirinya kini menutupi mulutnya.“Uda
Tiga hari setelah kejadian menegangkan di tangga darurat itu. Elaine akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat Darell. Keputusan Elaine untuk tinggal bersama dengan Darell sangat disambut dengan baik oleh laki-laki itu. Dalam hati Darell bersorak kegirangan, karena tiba-tiba saja Elaine datang ke apartemennya.“Kamu mau kasih aku surprise?” bisik Darell manja. Kini tangannya melingkar pada perut Elaine. Memeluk Elaine dari belakang.Elaine yang sedang mempersiapkan bahan masakan untuk makan malam, mencoba melepaskan pelukan itu. Lalu dia berbalik, mendongak sedikit, dan menatap wajah Darell. Laki-laki itu memang lebih tinggi beberapa senti darinya.“Kamu nggak lihat aku lagi masak?” tanya Elaine.“Lihat. Tapi, pengin aja gitu meluk kamu dari belakang. Aku kaget, sih, tiba-tiba kamu datang dan memutuskan untuk tinggal,” jawab Darell.Elaine menghela napas. Dia tahu bahwa Darell sangat senang dengan keberadaannya
Elaine sedang diam di dekat mesin fotocopy. Ia sedang menunggu dokumen yang sedang diperbanyak untuk diberikan kepada bagian promosi. Rencananya, dalam waktu beberapa bulan ke depan, Auraku akan mengeluarkan produk baru.Produk tersebut merupakan produk ke-2 yang launching di era kepemimpinan Darell. Walau sebenarnya konsep produk ini sudah ada dari masa ibunya menjabat. Hanya saja baru kembali dikaji, saat Darell menjabat sebagai pimpinan.“Ngomong-omong, gue belum tahu Bu Martha,” gumam Elaine.Marthalia Fajri adalah pemilik perusahaan Auraku. Wanita itu memilih untuk berhenti dari jabatannya sebagai direktur dan digantikan oleh anak keduanya. Tapi, saat Elaine bergabung dengan perusahaan ini, dia belum pernah memiliki kesempatan bertemu dengan wanita itu.Jujur saja, Martha adalah sosok yang menginspirasi Elaine. Niat dia bergabung dengan perusahaan ini adalah bertemu dengan sang pendiri perusahaan kosmetik, yang produknya sudah membuat dir
Mulut Elaine menganga, matanya membulat. Dia benar-benar terkejut dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh teman kerjanya.“Dari tadi dia juga lihatin terus ke sini. Lebih tepatnya lihatin lo terus,” ucap Celine. Dia mengangkat dagunya, menunjuk ke arah Darell yang sedang duduk tak jauh dari mereka.Elaine membalikkan badannya perlahan, mencoba melihat ke arah yang ditunjuk Celine. Tapi saat itu Darell sedang tidak melihat ke arahnya. Laki-laki itu sedang mengobrol dengan salah satu karyawan.“A-apaan? Di-dia nggak lihat ke sini, tuh!” sanggah Elaine dengan ucapan yang terbata-bata.“Sekarang sih nggak, tapi dari tadi dia ngeliatin lo terus.” Celine memicingkan matanya. “Bener, kan? Lo pasti ada hubungan sama direktur ki
“Shei, dokumen sudah saya tandatangani semua.” Darell sedang melakukan panggilan dengan telepon kantornya. Dia memberi tahu pada sang sekretaris, kalau dokumen yang tadi pagi menumpuk di mejanya, sudah dipelajari dan dia tandatangani. “Oh, baik. Saya ke ruangan bapak,” balas Sheila, lalu panggilan itu dimatikan. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu. “Masuk,” ucap Darell. Sheila datang dan berjalan menuju meja Darell. Perempuan itu mengambil dokumen yang baru saja ditandatangani Darell. Lalu dia membungkuk sebelum akhirnya berbalik badan. “Shei,” panggil Darell. Sheila langsung kembali menoleh dan membalikkan badannya, ketika atasannya itu memanggilnya. “Iya. Ada y
Elaine merentangkan kedua tangan ke atas, menggeliat, mencoba merelakskan otot tubuhnya yang terasa tegang. Kemudian dia melirik ke arah jam yang terpasang di dinding ruang kerjanya. Gadis itu menghela napas.“Ah, sudah jam setengah sembilan,” gumam Elaine. Di depannya masih ada Fathan yang sama-sama sedang lembur. Elaine mencoba mengintip pada kubikel rekan kerjanya itu. “Mas, udah selesai?” tanya Elaine.“Hah?” Fathan menyahut tapi tanpa melihat ke arah Elaine. Pandangannya masih fokus pada layar komputernya. “Sedikit lagi. Kamu sudah selesai?” tanya Fathan.“Sudah. Aku kirim file ke Mas Fathan, ya. Biar diperiksa dulu,” usul Elaine.“Iya, kirim aja,” timpal Fathan.Elaine kembali mendaratkan bokongnya yang tadi setengah terangkat dari kursi. Dia menarik napas dalam, kemudian langsung mengirimkan file pada e-mail Fathan. Melihat Fathan bekerja sangat keras, membuat Elaine jug
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh