Esok sorenya, Dante jadi pergi dengan Nyonya Wanda ke rumah sakit tempat praktik Dokter Gading. Di sana, dokter itu memang telah siap sedia menunggu dengan beberapa persiapan. Pasien penting seperti keluarga Danuaji itu memang selalu mendapat perlakuan dan waktu khusus dari sang dokter. Itu mengenai komitmennya dalam hal pelayanan serta penghormatan atas kesetiaan pengguna jasanya.“Selamat sore, Tuan Dante. Bagaimana kabar Anda hari ini?” sapa Dokter Gading kepada Dante saat si pasien baru masuk dan duduk di kursi di hadapan beliau bersama Nyonya Wanda.“Baik, Dok. Saya tidak mengalami keluhan apa pun. Mama bilang Dokter butuh bertemu?” Dante bertanya balik.“Betul, Tuan. Sebenarnya apa yang Mama Anda ceritakan kemarin terhadap saya, itu membuat saya menduga bahwa ingatan Tuan sudah pulih secara total. Tapi, kita perlu memastikannya dnegan serangkaian tes untuk lebih pastinya, bukan?” Sang dokter menjelaskan keperluannya haru
Dan di sanalah Dante kini, tepat di tengah pintu masuk cafe, berdiri menatap lurus ke arah meja di paling ujung di mana terlihat sosok gadis yang diusirnya dari kantor dua hari lalu. Ya, dialah Zoya yang asli tengah duduk menunggunya sambil menyesap minuman.Gegas dilangkahkannya kaki menuju ke meja Zoya. Sampai di sana, gadis itu tak lantas berdiri, tetapi sambil tetap duduk mempersilakan Dante mengikuti.“Mau duduk dulu atau tetap mematung begitu?” tegur Zoya dengan gaya khasnya yang seolah tak butuh.“Aku sedang tidak punya banyak waktu. Sebaiknya kita selesaikan ini secepatnya,” jawab dante seraya memaksa diri untuk duduk di hadapan Zoya.“Dante, kenapa kau malah membenciku sekarang, hm?” tuntut Zoya yang tak mengerti bagaimana bisa Dante membencinya padahal ia sudah melihat bukti dari Zoya bahwa gadis bernama Adriana itu yang telah menipunya!“Lalu apa aku harus tetap menunggu gadis yang sudah tega mencampakkan dan meninggalkanku pergi seenaknya? Bahkan tidak peduli dengan kecela
Zoya mencak-mencak sekarang. Membuat Desri kebingungan tak tahu harus menghibur temannya itu dnegan cara bagaimana.“Ya udah, sih, Zoy. Gak usah dipikirin banget lah—““Apa maksud kamu nggak usah dipikirin banget, Desri? Mana mungkin aku nggak mikirin, coba?”“Ya maksud aku jangan sampai segitunya, timbang masalah cowok aja—““Dante bukan cuma sekedar cowok buat aku, Desri!” sanggah Zoya berkeras.“Ya ampun, segitu cintanya ya kamu sama dia?” tanya Desri tampak prihatin kini.“Bukan! Aku ada urusan panjang dan mendalam dengan dia. Juga mamanya si nenek peyot itu!” Zoya menyebut Nyonya Wanda sebagai nenek peyot saking bencinya. Ya, keduanya adalah musuh bebuyutannya. Orang-orang yang harus bertanggung jawab atas kematian ibunya.“Urusan panjang dan mendalam yang bukan perkara hati maksudnya?” tebak Desri mencoba memahami.Zoya hanya mengangguk. “Panjang ceritanya. Tapi ini mengenai masa lalu kami yang berkaitan satu sama lain.”“Ya udah ceritain aja, panjang juga nggak masalah aku sih,
Bab 52. MenguntitSuatu hari, Dante sudah memantau di dekat rumah kos Adriana dengan mengenakan mobil yang biasanya tak pernah dipakainya. Hanya untuk menyamar kali itu, ia nekat sampai bolos kerja dan memakai baju casual dengan dandanan yang tak seperti Dante biasanya.Ya, ia sengaja akan menguntit Adriana seharian itu untuk menyelidiki apa saja kegiatan gadis itu kini. Apakah dia bahagia dengan kehidupannya yang sekarang. Serta juga apakah dia masih memikirkan Dante atau tidak sama sekali. Entah dari mana dia akan mencari tahu isi hati Adriana, yang penting dicoba dulu saja.Diturunkannya topi yang ia pakai di kepala untuk semakin menundukkan wajah agar tak sampai terlihat ketika sosok yang ditunggunya tengah berjalan keluar dari rumah kosnya. Ya, itu dia Adriana, mengenakan setelan kerja sederhana berupa celana bahan dan kemeja dengan dipadukan blazer sewarna dengan celananya. Tas cangklong tersampir menyilang di bahunya dan sepatu pantofel coklat begitu tampak pas dipakainya.Dant
Adriana berubah menjadi seorang workaholic dalam pekerjaannya yang baru tersebut. Ia dengan semangat dan aktif terus menanyai ke sana ke mari apa saja yang bisa dikerjakannya untuk membantu kinerja tim. Sebagai karyawan baru, ia sungguh adalah pembelajar yang sangat bersemangat dan pantang menyerah.Hal itu ternyata tak luput dari pengamatan snag kepala divisinya. Manager HRD, Neil Hadinata tanpa sengaja pernah melihat kegigihan staf barunya itu dan tanpa sadar melabuhkan rasa kagum terhadap Adriana.Pekerjaan Adriana hanya pekerjaan biasa. Bukan posisi yang krusial atau penting sebenarnya, tetapi gadis itu begitu serius dalam mengerjakan semua tugasnya hingga membuat Neil merasa dia bisa diberi peluang untuk melesat ke posisi yang lebih tinggi.Ya, menurutnya perusahaan pasti butuh sosok-sosok visioner serupa Adriana itu. Namun, saat diperiksanya kembali bahwa ternyata ijazah Adriana hanya tamatan SMA, tentu saja hal itu menjadi rumit. Ia tak bisa sembarangan mengabaikan cv seorang k
Pandangan mata Adriana fokus mengerjakan pekerjaan yang diserahkan padanya, namun tidak dengan pikirannya.Penawaran dari Neil membuat Adriana bingung harus menerimanya atau tidak. Belum lagi nasehat yang disampaikan oleh Yanti padanya. Tentu Adriana tahu bahwa ini adalah kesempatan besar yang tidak mungkin datang untuk kedua kalinya padanya dan Adriana sangat menantikannya.“Kamu masih mikiran tawaran pak Neil ya?” tanya Yanti mengintip ke arah Adriana yang terlihat bengong namun jari-jari Adriana terlihat mengetikkan sesuatu yang tidak jelas.“Eh? Ah! Astaga bisa-bisanya aku bengong.” Adriana panik karena layar komputernya menunjukkan huruf-huruf tidak jelas yang tanpa sengaja diketiknya.Yanti menggelengkan kepalanya melihat teman kantornya yang ceroboh. Padahal sebelumnya Adriana terlihat begitu semangat.“Aku bingung deh sama kamu, Adriana. Kamu dikasih kesempatan besar kayak gitu tapi malah mikirnya lama banget,” ucap Yanti menghela nafas pelan. Adriana menoleh ke arah Yanti d
"Hahh … lelah sekali,” gumam Adriana merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.Mata Adriana fokus pada langit-langit kamar kosannya itu. Meskipun kosan miliknya tidak bisa dibandingkan dengan rumah besar Dante, namun Adriana cukup nyaman tinggal di kosan tersebut.Sekarang Adriana tidak perlu takut untuk membayar uang bulanan kosannya itu. Dengan penghasilan dari pekerjaannya yang cukup besar, Adriana dapat membayarnya selama beberapa bulan ke depan.“Kamu harus mandi dulu.” Adriana beranjak dari kasur lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi.Sambil bersenandung ria, Adriana menyiram dirinya dengan air dingin. Tidak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, merasa selesai membersihkan dirinya itu, Adriana langsung melangkah keluar dengan handuk yang melilit di tubuhnya.Adriana tidak membawa pakaian tidur ke dalam kamar mandi karena ia tidak ingin pakaiannya basah.Ia lantas mengenakan pakaian miliknya lalu mengeringkan rambut
Sepulangnya ke kosan, Adriana langsung membersihkan dirinya di dalam kamar mandi, setelah itu ia memutuskan untuk mengerjakan tugas kuliah yang baru saja diberikan pada hari pertama dirinya kuliah.Bukan tugas yang begitu sulit sehingga Adriana masih mampu menyelesaikannya dengan cepat. Beberapa tugas hanya memintanya untuk menjelaskan menurut pendapatnya sehingga Adriana dapat menjawab dengan cepat menurut pemikirannya sendiri.Adriana tidak menjawab asal-asalan karena ia benar-benar memikirkannya dengan serius sehingga menghabiskan waktu hampir 3 jam untuknya menyelesaikan semua tugas dari mata kuliah malam itu.“Selesai. Untungnya aku bisa menyelesaikannya lebih cepat,” ucap Adriana memandang waktu yang sudah hampir menunjukkan jam 2 pagi.“Astaga! Ternyata lama juga aku ngerjain tugasnya.” Adriana tidak ingin terlambat masuk kerja besok pagi sehingga ia memutuskan untuk naik ke atas kasurnya dan menyelimuti setengah badannya dengan s